Anda di halaman 1dari 16

Batu pada Saluran Kemih

AniRatnaJuwita
Joses Prima
Riena
Jonathan KurniaWijaya
Novita Sari
Khariza Agatha Gabriela Matitaputty
Andreas Santoso
FristaNathaliaHasugian
Veronica Hodianto
Kelompok B8

(102011136)
(102011451)
(102012076)
(102012149)
(102012193)
(102012302)
(102012383)
(102012408)
(102013482)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
2013
B8

PENDAHULUAN
Penyakit batu saluran kemih sudah dikenal sejak zaman Babilonia dan zaman Mesir
kuno. Sebagai salah satu buktinya adalah diketemukan batu pada kandung kemih seorang mumi.
Penyakit ini dapat menyerang penduduk di seluruh dunia tidak terkecuali penduduk di Indonesia.
Angka kejadian penyakit ini tidak sama di berbagai belahan bumi. Di Negara-negara
berkembang banyak dijumpai pasien batu buli-buli sedangkan di Negara maju lebih banyak
dijumpai penyakit batu saluran kemih bagian atas; hal ini karena adanya pengaruh status gizi dan
aktivitas pasien sehari-hari.
Di Amerika Serikat 5-20% penduduknya menderita penyakit ini, sedangkan di seluruh
dunia rata-rata terdapat 1-12% penduduk yang menderita batu saluran kemih. Penyakit ini
merupakan tiga terbanyak di bidang urologi di samping infeksi saluran kemih dan pembesaran
prostat.1
Skenario
Seorang laki-laki berusia 50 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan utama nyeri
pinggang kanan dan BAK kemerahan sejak 1 bulan yang lalu. Nyeri awalnya dirasakan ringan,
namun sejak 5 hari yang lalu dirasakan memberat. Keluhan disertai dengan mual,muntah dan
demam tidak terlalu tinggi. Sebelumnya tidak ada riwayat konsumsi obat maupun trauma.
Pembahasan
Anamnesis
Anamnesis diperlukan untuk dapat membantu mendiagnosa, pada tahap
ini merupakan tahapan awal. Selain anamnesis terdapat juga pemeriksaan
fisik yang dimana menjadi point yang penting. Dalam anamnesis keluhan
utama merupakan bagian penting dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. 2
Anamnesis ini biasanya memberikan informasi terpenting untuk mencapai

diagnosis banding, dan memberikan wawasan vital mengenai gambaran


keluhan yang menurut pasien paling penting. Anamnesis ini sebaiknya
mencakup sebagian besar waktu konsultasi. Anamnesis yang didapat harus
dicatat dan disajikan dengan kata-kata pasien sendiri, dan tidak boleh
disamarkan dengan istilah medis. Jika tidak bisa didapatkan anamnesis yang
jelas dari pasien, maka anamnesis harus ditanyakan pada kerabat, teman,
atau saksi lain.2,3
Setelah menanyakan hal-hal mengenai keluhan utama dari pasien
tersebut, kita harus bisa menggali lebih dalam lagi mengenai gejala-gejala
tersebut, apa yang menjadi pemicu dari gejala tersebut. Apakah dahulu
pernah mengalami hal yang serupa, apakah sudah diberikan tindakan
pengobatan.3 Hal ini sangat penting untuk memperkirakan hasil berdasarkan
risiko-risiko yang mungkin dapat terjadi. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang kita baru dapat menegakkan diagnosis untuk
pasien tersebut, walaupun kita tetap harus membuat diagnosis banding
untuk membuat diagnosis tersebut menjadi lebih akurat dan tepat.
Dalam kasus ini laki-laki yang berusia 50 tahun teresbut mengalami
keluhan nyeri pinggang kanan dan BAK kemerahan sejak 1 bulan yang lalu.
Selain itu terdapat keluhan nyeri yang memberat sejak 5 hari yang lalu,
keluhan tersebut disertai dengan mual, muntah dan demam tidak terlalu
tinggi. Untuk dapat menunjang anamnesis perlu dilakukan pemeriksaan fisik
dan pemeriksan penunjang. Dalam hal anamnesis ini kita tidak boleh
melupakan beberapa bagian-bagian yang menjadi tanda-tanda khas untuk
jenis penyakit tertentu, sehingga dapat menegakkan diagnosis dengan
tepat.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pasien meliputi pemeriksaan tentang keadaan umum
pasien dan pemeriksaan urologi. Seringkali kelainan di bidang urologi
memberikan manifestasi penyakit secara sistemik, atau tidak jarang pasien
yang menderita kelainan organ urogenitalia juga menderita penyakit lain.
Adanya hipertensi mungkin merupakan tanda dari kelainan ginjal, edema

tungkai satu sisi mungkin akibat obstruksi pembuluh vena karena penekanan
tumor buli-buli atau karsinoma prostat, dan ginekomasti mungkin ada
hubungannya dengan karsinoma testis. Dan untuk hal itulah pemeriksaan
fisik harus dilakukan dengan cermat dan sistematis sehingga dapat
menegakkan diagnosis dengan tepat.1
Pemeriksaan fisik ginjal dimulai dengan pemeriksaan secara inspeksi
didaerah pinggang mulai dengan meminta pasien duduk relaks dengan
membuka pakaian pada daerah perut sebelah atas. Diperhatikan adanya
pembesaran asimetri pada daerah pinggang atau abdomen sebelah atas.
Pembesaran itu mungkin disebabkan oleh karena hidronefrosis, abses
paranefrik, atau tumor ginjal. Kemudian kita lanjutkan dengan palpasi ginjal
yang dilakukan secara bimanual dengan memakai dua tangan. Tangan kiri
diletakkan

disudut

kostovertebra

untuk

mengangkat

ginjal

ke

atas

sedangkan tangan kanan meraba ginjal dari depan di bawah arkus kosta.
Pada saat inspirasi ginjal teraba bergerak ke bawah. Dengan melakukan
palpasi bimanual, ginjal kanan yang normal pada anak atau dewasa yang
bertubuh kurus seringkalli masih dapat diraba. Ginjal kiri sulit diraba karena
teletak lebih itnggi daripada sisi kanan.1,4
Perkusi atau pemeriksaan ketok ginjal dilakukan dengan memberikan
ketokan pada sudut kostovertebra. Pembesaran ginjal karena hidronefrosis
atau tumor ginjal mungkin teraba pada saat palpasi dan terasa nyeri pada
saat perkusi. Dan yang terakhir adalah auskultasi, suara bruit yang
terdengar pada saat melakukan auskultasi didaerah epigastriu matau
abdomen sebelah atas patut dicurgai adanay stenoris arteria renalis, apalagi
kalau terdapat bruit yang terus menerus. Bruit pada abdomen juga bisa
disertai oleh aneurisma arteria renalis atau malformasi arteriovenosus.
Selain memeriksa ginjal kita juga memeriksa buli-buli, pada buli-buli normal
sulit untuk diraba, kecuali jika sudah terisi urine paling sedikit 150 mL. Pada
pemeriksaan buli-buli diperhatikan adanya benjolan/massa atau jaringan
parut bekas irisan/operasi di suprasimfisis. Massa di daerah suprasimfisis
mungkin merupakan tumor yang ganas buli-buli atau karena buli-buli terisi

penuh dari retensi urine. Dengan palpasi dan perkusi dapat ditentukan batas
atas buli-buli. Seringkali inspeksi terlihat buli-buli yang terisi penuh hingga
melewati batas atas umbilikus.1,4
Penderita dengan keluhan nyeri kolik hebat, dapat disertai takikardi, berkeringat, dan
nausea. Masa pada abdomen dapat dipalpasi pada penderita dengan obstruksi berat atau dengan
hidronefrosis. Bisa didapatkan nyeri ketok pada daerah kostovertebra, tanda gagal ginjal dan
retensi urin. Demam, hipertensi, dan vasodilatasi kutaneus dapat ditemukan pada pasien dengan
urosepsis. Inspeksi tanda obstruksi: berkemih dengan jumlah urin sedikit, oliguria, anuria. 1 Pada
kasus pemeriksaan yang didapatkan adalah tekanan darah 120/80 suhunya 37.8 C, napas 20
x/menit, dan nadinya 90x/menit. Dan didapatkan nyeri ketok kostovertebra sebelah kanan.
Manifestasi Klinik
Pasien dengan batu ginjal datang dengan nyeri pinggang dan hematuria dengan atau tanpa
demam. Gambaran ini dapat dipersulit oleh obstruksi disertai produksi urine yang berkurang atau
terhenti, bergantung pada ketinggian letak batu dan anatomi pasien, misalkan jika hanya terdapat
satu ginjal yang berfungsi atau terdapat penyakit ginjal yang signifikan sebelumnnya.1
Nyeri yang berkaitan dengan batu ginjal disebabkan oleh perenganggan ureter, pelvis
ginjal, atau simpai ginjal. Keparahan nyeri berkaitan dengan derajat peregangan yang terjadi dan
karenannya sangat parah pada obstruksi akut. Anuria dan azotemia mengisyaratkan obstruksi
bilateral atau obstruksi unilateral di satu ginjal yang funsional. Nyeri, hematuria, dan bahkan
obstruksi ureter akibat batu ginjal biasanya swasirna. Keluarnya batu biasanya hanya
membutuhkan cairan, tirah baring, dan analgesia. Penyulit utama adalah hidronefrosis dan
kerusakan ginjal permanen akibat obstruksi total ureter yang menyebabkan terbendungnya urine
dan peningkatan tekanan. Infeksi atau pembentukan abses dapat dengan cepat merusak ginjal,
kemudian kerusakan ginjal akibat pembentukan batu berulang dan hipertensi akibat peningkatan
produksi renin oleh ginjal yang mengalami obstruksi dapat menjadi faktor penyulit dalam kasus
ini.5
Pemeriksaan
Penunjang
1. Radiologi
Film

polos

abdomen

pemeriksaan penunjang

sangat

diperlukan

sebelum

melakukan

pada saluran kemih. Film polos abdomen

dapat menunjukkan batu ginjal pada sistem pelvicalyces, klasifikasi


parenkim ginjal, batu ureter, klasifikasi dan batu kandung kemih,
klasifikasi prostat, atau deposit tulang sklerotik. Interpretasi terhadap
klasifikasi pada saluran ginjal harus dilakukkan dengan hati-hati karena
flebolit pada kelenjar mesenterika dan vena pelvis yang berada di
atasnya sering disalahartikan sebagai batu ureter. Film yang diambil
saat inspirasi dan ekspirasi akan mengubah posisi ginjal sering kali
dapat mengkonfirmasi bahwa daerah mengalami klasifikasi pada

abdomen tersebut adalah batu. Pada batu ginjal gambaran radiologis


yang dapat dilihat dari sebuah film polos abdomen secara umum akan
memperlihatkan batu sebagai gambaran radioopak, kecuali batu asam
urat yang memberikan gambaran radiolusen. Sebagisn besar batu
terbentuk di calces dan dapat terlihat pada urografi intravena sebagai
defek pengisian pada jalur kontras. Batu staghorn berkembanga pada
sistem plvicalyces dan biasanya mudah divisualisasi pada foto polos.6
Indikasi untuk pemeriksaan urografi intravena (IVU) adalah hematuria,
batu ginjal, kolik ureter, atau kecurigaan adanya batu. Pasien dengan
retensi urin dan infeksi saluran kemih dianjurkan untuk melakukan
ultrasonografi dibandingkan dengan IVU. Setelah didapatkan film polos
abdomen sebagai kontrol awal, pemeriksaan IVU menggunakan 50-100
ml media kontras dengan osmolat rendah yang teriodinisasi disuntikan
ke pasien, sehingga dapat mengambarkan gambaran ginjal yang
dimana kontras dengan cepat dikeluarkan melalui filtrat glomerulus.
Selain itu terdapat beberpa pemeriksaan yang dapat dilakukan lagi
seperti ultrasonografi dan CT-Scan. USG dikerjakan bila pasien tidak
mungkin menjalani pemeriksaan IVU, yaitu pada keadaan-keadaan
alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun, dan pada
wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan USG dapat menilai adanya
batu di ginjal atau di buli-buli yang ditunjukkan sebagai echoic
shadow.6
2. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin, sampel dan air kemih. Pemeriksaan
pH, berat jenis air kemih, sedimen air kemih untuk menentukan
hematuri, leukosituria, dan kristaluria. Pemeriksaan kultur kuman
pentik untuk adanya infeksi saluran kemih. Apabila batu keluar,
diperlukan faktor risiko dan mekanisme timbulnya batu.7
Perlu dilakukan adalah penampungan air kemih 24 jam (atau waktu
tertentu). Pengurangan pH air kemih. Penampungan air kemih dengan
bahan pengawet 10 mL timol 5% di dalam isopropanol untuk 2 L, atau

15 mL HCl. pemeriksaan serum dan mengikuti protocol diet. Cara


pengumpulan air kemih: pada hari penampungan air kemih, air kemih
dibuang sesudah bangun pagi dan dicatat waktu pengosongan air
kemih.

Sesudahnya,

semua

air

kemih

ditampung

dalam

botol.

Diusahakan jangan ada air kemih yang hilang, tamping disimpan


dalam tempat yang dingin. Bila pengumpulan lengkap, kemudian bawa
ke laboratorium secepatnya.7
Diagnosis Kerja
Batu saluran kemih menurut tempatnya digolongkan menjadi batu ginjal
dan batu kandung kemih. Batu ginjal merupakan keadaan tidak normal di
dalam ginjal, dan mengandung komponen kristal serta matriks organik.
Lokasi batu ginjal dijumpai khas di kaliks atau pelvis dan bila akan keluar
dapat terhenti di ureter atau di kandung kemih. Batu ginjal sebagian besar
mengandung batu kalsium. Batu oksalat, kalsium oksalat, atau kalsium
fosfat, secara bersamaan dijumpai sampai 65-85% dari jumlah keseluruhan
batu ginjal.1
Diangosis Banding
1. Infeksi saluran kemih
Infeksi ini dimulai dari infeksi pada saluran kemih yang kemudian
menjalar ke organ genitalia bahkan yag melapisi saluran kemih. Infeksi
akut pada organ padat (testis, epididmis, prostat dan ginjal) biasanya
lebih berat dibandingkan dengan organ yang berongga (buli-buli,
ureter atau uretra), hal itu ditunjukkan dengan keluhan nyeri atau
keadaan klinis yang lebih berat. Secara umum ISK atau infeksi saluran
kemih dibagi dalam lima kategori, yaitu ISK uncomplicated, ISK
complicated,

first

infection,

unresolved

bacteriuria,

dan

infeksi

berulang. Gambaran klinis infeksi saluran kemih sangat bervariasi


mulai dari tanpa gejala hingga menunjukkan gejala yang sangat berat
akibat kerusakan pada organ-organ lain.1 Pada infeksi saluran kemih
bagian atas akan muncul gejala demam, menggigil, nyeri pinggang,

malaise, anoreksia, dan nyeri tekan pada sudut kostovertebra dan


abdomen. Sedangkan pada infeksi saluran kemih bagian bawah akan
muncul gejala disuria, frekuensi, urgensi, nyeri suprapubik, hematuria,
dan nyeri pada skrotum atau nyeri pada perineum. Penatalaksanaan
pada kasus ini dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik.
2. Pielonefritis
Pielonefitis akut adalah reaksi inflamasi akibat infeksi yang terjadi pada
pielum

dan

parenkim

ginjal.

Pada

umumnya

kuman

yang

menyebabkan infeksi ini berasal dari saluran kemih bagian bawah yang
naik ke ginjal melalui ureter. Kuman-kuman itu adalah Eschericia coli,
Proteus, Klebsiella sp., dan kokus gram positif.8 Gambaran klasik dari
pielonefritis akut adalah demam tinggi dengan disertai menggigil, nyeri
di daerah perut

dan pinggang, disertai mual dan muntah. Kadang-

kadang terdapat gejala iritasi pada buli-buli, yaitu berupa disuri,


frekuensi, atau urgensi. Pada pemeriksaan fisik terdapat nyeri pada
pinggang dan perut, suara usus yang melemah seperti ileus paralitik.
Pada pemeriksaan darah menunjukkan adanya leukositosis disertai
peningkatan laju endap darah, urinalisis terdapat piuria, bakteriuria,
dan hematuria. Pada pielonefritis akut yang mengenai kedua sisi ginjal
terjadi

penurunan

faal

ginjal,

dan

pada

kultur

urine

terdapat

bakteriuria.1
3. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis merupakan gangguan yang terjadi pada glomerulus
yang dimana menyebabkan perubahan struktural di glomerulus
sehinga menimbulkan gambaran yang berupa kombinasi dari temuan
berikut yaitu, hematuria, proteinuria, penurunan LFG, dan hipertensi.
Sebagian gangguan ini bersifat spesifik untuk ginjal, sementara yang
lain adalah penyakit sistemik yang terutama atau sebagian besar
mengenai ginjal.5 Gangguan ini di golongkan menjadi lima kategori
yaitu,

gloerulonefritis

glomerulonefritis

kronik,

akut,

glomerulonefritis

sindrom

nefrotik,

dan

profresif
kelainan

cepat,
urine

asimtomatik. Gambaran klinis yang didapat pada penderita glomerulo


nefritis akut dapat dilihat hematuria dan proteinuria yang mendadak
disertai penurunan LFG serta retensi garam dan air oleh ginjal, yang
diikuti

oleh

pemulihan

sempurna

fungsi

ginjal.

Pasien

dengan

glomerulonefritis akut merupakan gambaran kausa yang muncul akibat


intrarenal gagal ginjal akut. Kausa yang dapat menjadi faktor kasus
glomerulonefritis banyak disebabkan akibat penyakit infeksi, oleh
karena itu pengobatan dapat dilakukan dengan pemeberian antibiotik.5
Etiologi
Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah
terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor
intrinsik, yaitu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor
ekstrinsik, yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan sekitarnya.
Faktor intrinsik itu antara lain adalah :
1. Herediter (keturunan) : penyakit ini diduga diturunkan dari
orang tuanya
2. Umur : paling sering ditemukan pada usia 30-50 tahun
3. Jenis kelamin : laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan
dengan pasien perempuan.
Beberapa faktor ekstrinsik diantaranya adalah :
1. Geografi : pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian
yang lebih tinggi dari daerah lain, sehingga disebut sebagai
Stone Belt
2. Iklim dan temperatur
3. Asupan air : kurangnya asupan air dan tingginya kadar kalsium
pada air yang dikonsumsi, dapat meningkat insiden batu saluran
kemih
4. Diet : diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah
terjadinya penyakit batu saluran kemih
5. Pekerjaan : sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya
banyak duduk atau kurang aktivitas
Batu saluran kemih juga dapat terbentuk pada usia lanjut yang disebut
batu sekunder karena terjadi sebagai akibat adanya gangguan aliran air
kemih, misal karena hiperplasia prostat
Pada kebanyakan penderita batu kemih tidak ditemukan penyebab
yang jelas. Faktor predisposisi berupa stasism infeksi dan benda asing. Misal,
batu fosfat amonium magnesium, didapatkan pada infeksi kronik yang
disebabkan oleh bakteria yang menghasilkan urease sehingga urin menjadi
alkali akibat pemecahan ureum. Infeksi, stasis, dan litiasis merupakan faktor
yang saling memperkuat sehingga terbentuk lingkaran setan.
Jaringan abnormal atau mati seperti pada nefrosis papila dan benda

asing mudah menjadi


nidus dan inti batu. Batu idiopatik disebabkan
berbagai faktor, misal batu urat pada anak di negara sedang berkembang.
Faktor yang memegang peranan ialah dehidrasi dan gastroenteritis. Faktor
ini menyebabkan oligouria dengan urin yang mengandung asam tinggi urin
dan ikatan kimia lain. Faktor lain adalah imobilisasi lama pada penderita
cedera dengan fraktur multipel atau paraplegia yang menyebabkan
kalsifikasi tulang dengan peningkatan ekskresi kalsium dan stasis sehingga
presipitasi batu mudah terjadi. Pada sebagian kecil penderita batu kemih
didapat kelainan kausal yang menyebabkan ekskresi berlebihan bahan dasar
batu seperti terjadi pada hiperparatiroidisme, hiperoksaluria, artritis urika
(terbentuk karena pH urin rendah), hiperkalsiuria, dan sistinuria.
Epidemiologi
Batu saluran kemih sudah ditemukan pada manusia sejak zaman dahulu. 9,10 Prevalensi
batu ginjal di dunia sebesar 1 15 %, dan meningkat pada daerah dengan cuaca panas seperti
daerah pegunungan, gurun, dan daerah tropis. Perbandingan prevalensi antara pria dan wanita
adalah pria tiga kali lebih beresiko dibandingkan dengan wanita, dan puncaknya pada usia 40 60 tahun. Dan 25% penderita mempunyai riwayat keluarga dengan batu saluran kemih. Batu
kalsium dan batu asam urat lebih sering terjadi pada laki-laki, dan batu infeksi lebih sering
terjadi pada wanita Batu yang sering ditemukan adalah batu kalsium oksalat, asam urat, batu
struvit, dan batu sistein.
Batu saluran kemih merupakan penyakit ketiga terbanyak pada saluran kemih setelah
penyakit infeksi saluran kemih dan kelainan pada kelenjat prostat. Berdasarkan ras, kulit putih
lebih sering terkena dibandingkan Asia, dan, Asia lebih banyak terkena dibandingkan Afrika.
Dan resiko pembentukan batu berhubungan dengan berat badan dan indeks massa tubuh.

Faktor Risiko Penyebab Batu


Faktor resiko dibawah ini merupakan factor utama predisposisi
kejadian batu ginjal, dan menggambarkan kadar normal dalam air kemih.
Lebih dari 85% batu pada laki-laki dan 70% pada permpuan mengandung
kalsium, terutama kalsium oksalat. Predisposisi kejadian batu khususnya
batu kalsium dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Hiperkalsiuria
Peningkatan ekskresi kalsium dalam air kemih dengan atau tanpa factor resiko lain,
ditemukan pada setengah dari pembentukan batu kalsium idiopatik. Kejadian
hiperkalsiuria idiopatik diajukan dalam tiga bentuk:
-

Hiperkalsiuria absortif: ditandai oleh adanya kenaikan absorbs kalsium dari lumen
usus. Kejadian ini paling banyak dijumpai.

Hiperkalsiuria puasa: ditandai adanya kelebihan kalsium diduga berasal dari tulang.

Hiperkalsiuria ginjal: yang diakibatkan kelainan reabsorbsi kalsium di tubulus ginjal.

2. Hipositraturia
Suatu penurunan ekskresi inhibitor pembentukan kristal dalam air kemih, khususnya
sitrat, merupakan suatu mekanisme lain untuk timbulnya batu ginjal.
3. Hiperurikosuria
Merupakan suatu peningkatan asam urat air kemih yang dapat memicu pembentukan batu
kalsium, minimal sebagian oleh Kristal asam urat dengan membentuk nidus untuk
presipitasi kalsium oksalat atau presipitasi kalsium fosfat.
4. Penurunan jumlah air kemih
Keadaan ini biasanya disebabkan masukan cairan sedikit. Selanjutnya dapat
menimbulkan pembentukan batu dengan peningkatan reaktan dan pengurangan aliran air
kemih. Penambahan masukan air dapat dihubungkan dengan rendahnya jumlah kejadian
batu kambuh.
5. Hiperoksaluria
Merupakan kenaikan ekskresi oksalat di atas normal. Penigkatan ekskresi oksalat tersebut
melebihi batas normal tersebut dapat terjadi akibat absorbs oksalat intestinal dan ekskresi
oksalat dalam air kemih dapat meningkat bila kekurangan kalsium pada lumen.
6. Ginjal spongiosa medulla
Pembentukan batu kalsium meingkat pada kelainan ginjal spongiosa, medulla, terutama
pada pasien dengan predisposisi factor metabolic hiperkalsiuria atau hiperurikosuria.
7. Batu kalsium fosfat dan asidosis tubulus ginjal tipe 1
Faktor risiko batu kalsium fosfat pada umumnya berhubungan dengan factor risiko yang
sama seperti batu kalsium oksalat. Keadaan ini pada beberapa kasus diakibatkan
ketidakmampuan menurunkan nilai pH air kemih sampai batas normal.
8. Faktor diet
Faktor diet dapat berperan penting dalam mengawali pembentukan batu. Contoh:
suplementasi vitamin dapat meningkatkan absorbs kalsium dan ekstrasi kalsium. Masuk
kalsium tinggi dianggap tidak penting, karena hanya diabsorbsi sekitar 6% dari kelebihan
kalsium yang bebas dari oksalat interstial. Kelainan kalsium air kemih ini terjadi

penurunan absorbs oksalat dan penurunan ekskresi oksalat air kemih.


Patofisiologi
Batu dapat terbentuk di sepanjang saluran kemih terutama pada tempat-tempat yang
sering mengalami hambatan aliran urin, yaitu pada sistem kanaliks ginjal atau buli-buli. Adanya
kelainan bawaan pada pelvikalises divertikel, obstruksi, infravesika kronis seperti pada
hiperplasia prostat benigna, striktura, dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan
yang memudahkan terjadinya pembentukan batu. Batu terdiri dari atas kristal-kristal yang
tersusun oleh bahan-bahan organik maupun anorganik yang terlarut di dalam urine. Kristalkristal tersebut tetap berada dalam keadaan metastable (tetap terlarut) dalam urine jika tidak ada
keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang
saling mengadakan presipitasi membentuk inti baru (nukleasi) yang kemudian akan mengadakan
agregasi, dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar. Meskipun
ukurannya cukup besar, agregat Kristal masih rapuh dan belum cukup mampu membuntu saluran
kemih. Untuk itu agregat kristal menempel pada epitel saluran kemih, dan dari sini bahan-bahan
lain diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat
saluran kemih. Penyumbatan saluran kemih oleh batu ini menyebabkan aliran urin terhambat
sehingga peningkatan berlebihan dari tekanan intra luminal saluran kemih oleh stasisnya urin,
overdistensi ini direfer ke area untuk persepsi nyeri di sistem kolektiva dan menyebabkan nyeri
kolik. Nyeri kolik yang berat sering membuat pasien memposisikan tubuhnya dalam posisi yang
tidak biasa untuk mengurangi rasa nyeri. Obstruksi ini juga menyebabkan refluks aliran urin ke
saluran kemih atas menyebabkan hidronefrosis. Hidronefrosis dapat mengganggu fungsi ginjal.
Batu juga mengiritasi saluran kemih sehingga menyebabkan adanya hematuria.9
Pembentukan Batu
Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik maupun anorganik
yang terlarut dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan terlarut
(metastabel) dalam urine jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya
presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti batu
(nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi dan menarik bahan-bahan lain sehingga
menjadi kristal yang lebih besar.9,11
Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan belum cukup mampu
menyumbat saluran kemih. Untuk itu agregat kristal menempel pada epitel saluran kemih
(membentuk retensi kristal), dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga
membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih. Kondisi metastabel
dipengaruhi oleh pH urin, laju aliran urine di dalam saluran kemih, kekuatan ionik, atau adanya
korpus alienum di dalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu.10,11
Teori pembentukan batu saluran kemih:
1. Teori supersaturasi: peningkatan kejenuhan substansi pembentuk batu dalam urin seperti
sistin, xantin, asam urat, kalsium, oksalat, akan mempernudah terbentuknya batu.
2. Teori pembentukan inti: pembentukan batu saluran kemih membutuhkan adanya
substansi organik sebagai pembentuk inti. Substansi organik ini terutama mukoprotein
mukopolisakarida yang akan mempermudah kristalisasi dan agregasi substansi

pembentuk batu.
3. Teori presipitasi-kristalisasi: perubahan pH urin akan mempengaruhi solubilitas substansi
urin. Di dalam urin yang asam akan mengendap sisitin, xantin, dan asam urat, sedangkan
di dalam urin yang basa akan mengendap garam-garam fosfat.
4. Teori

berkurangnya

faktor

penghambat:

berkurangnya

substansi

penghambat

pembentukan batu seperti fosfopeptida, pirofosfat, polifosfat, asam mukoolisakarida


dalam urin, akan mempermudah pembentukan batu.
5. Teori lain: kekurangan cairan akan menyebabkan peningkatan konsentrasi zat terlarut,
sehingga mempermudah pembentukan kristal di urin.
Penatalaksanaan
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya harus dikeluarkan
agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi untuk melakukan tindakan atau terapi
pada batu saluran kemih adalah jika batu telah menimbulkan obstruksi, infeksi, atau harus
diambil karena suatu indikasi sosial. Obstruksi karena batu saluran kemih yang telah
menimbulkan hidroureter atau hidronefrosis dan batu yang sudah menimbulkan infeksi saluran
kemih, harus segera dikeluarkan.
Kadang kala batu saluran kemih tidak menimbulkan penyulit seperti di atas, namun
diderita oleh seorang yang karena pekerjaannya (misalkan batu yang diderita oleh seorang pilot
pesawat terbang) memiliki resiko tinggi dapat menimbulkan sumbatan saluran kemih pada saat
yang bersangkutan sedang menjalankan profesinya dalam hal ini batu harus dikeluarkan dari
saluran kemih.10 Pilihan terapi antara lain :
1. Terapi Konservatif
Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter <5 mm. Seperti disebutkan sebelumnya,
batu ureter <5 mm bisa keluar spontan. Terapi bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar
aliran urin dengan pemberian diuretikum, berupa :
a) Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari
b) c.- blocker
c) d.NSAID
Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran batu syarat lain untuk
observasi adalah berat ringannya keluhan pasien, ada tidaknya infeksi dan obstruksi. Adanya
kolik berulang atau ISK menyebabkan observasi bukan merupakan pilihan. Begitu juga dengana
danya obstruksi, apalagi pada pasien-pasien tertentu (misalnya ginjal tunggal, ginjal trasplan dan
penurunan fungsi ginjal) tidak ada toleransi terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus segera
dilakukan intervensi.
2. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)
Dengan ESWL sebagian besar pasien tidak perlu dibius, hanya diberi obat penangkal
nyeri. Pasien akan berbaring di suatu alat dan akan dikenakan gelombang kejut untuk
memecahkan batunya Bahkan pada ESWL generasi terakhir pasien bisa dioperasi dari ruangan
terpisah. Jadi, begitu lokasi ginjal sudah ditemukan, dokter hanya menekan tombol dan ESWL di
ruang operasi akan bergerak. Posisi pasien sendiri bisa telentang atau telungkup sesuai posisi
batu ginjal. Batu ginjal yang sudah pecahakan keluar bersama air seni. Biasanya pasien tidak

perlu dirawat dan dapat langsung pulang. Pembangkit (generator) gelombang kejut dalam ESWL
ada tiga jenis yaitu elektrohidrolik, piezoelektrik dan elektromagnetik. Masing-masing generator
mempunyai cara kerja yang berbeda, tapi sama-sama menggunakan air atau gelatin sebagai
medium untuk merambatkan gelombang kejut. Air dan gelatin mempunyai sifat akustik paling
mendekati sifat akustik tubuh sehingga tidak akan menimbulkan rasa sakit pada saat gelombang
kejut masuk tubuh. ESWL merupakan alat pemecah batu ginjal dengan menggunakan gelombang
kejut antara 15-22 kilowatt. ESWL hanya sesuai untuk menghancurkan batu ginjal dengan
ukuran kurang dari 3 cm serta terletak di ginjal atau saluran kemih antara ginjal dan kandung
kemih (kecuali yang terhalang oleh tulang panggul). Batu yang keras (misalnya kalsium oksalat
monohidrat) sulit pecah dan perlu beberapa kali tindakan.

ESWL tidak boleh digunakan oleh penderita darah tinggi, kencing manis, gangguan
pembekuan darah dan fungsi ginjal, wanita hamil dan anak-anak, serta berat badan berlebih
(obesitas). Penggunaan ESWL untuk terapi batu ureter distal pada wanita dan anak-anak juga
harus dipertimbangkan dengan serius. Sebab ada kemungkinan terjadi kerusakan pada ovarium.
Meskipun belum ada data yang valid, untuk wanita di bawah 40 tahun sebaiknya diinformasikan
sejelas-jelasnya.12
3. Endourologi
Tindakan Endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan batu saluran
kemih yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih
melalui alat yang dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan melalui
uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses pemecahan batu dapat dilakukan
secara mekanik, dengan memakai energi hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan energi
laser. Beberapa tindakan endourologi antara lain:
a) PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) yaitu mengeluarkan batu yang berada di dalam
saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke sistem kalises melalui insisi
pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi fragmenfragmen kecil. Keuntungan dari PNL, bila batu kelihatan, hampir pasti dapat diambil atau
dihancurkan; fragmen dapat diambil semua karena ureter bisa dilihat dengan jelas.
Prosesnya berlangsung cepat dan dengan segera dapat diketahui berhasil atau tidak.
Kelemahannya adalah PNL perlu keterampilan khusus bagi ahli urologi.

b) Litotripsi (untuk memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukkan alat
pemecah batu/litotriptor ke dalam buli-buli),
c) Ureteroskopi atau uretero-renoskopi. Keterbatasan URS adalah tidak bisa untuk ekstraksi

langsung batu ureter yang besar, sehingga perlu alat pemecah batu seperti yang
disebutkan di atas. Pilihan untuk menggunakan jenis pemecah batu tertentu, tergantung
pada pengalaman masing-masing operator dan ketersediaan alat tersebut.
d) ekstraksi Dormia (mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya melalui alat keranjang
Dormia).12
4. Bedah Terbuka
Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadaiuntuk tindakan-tindakan
endourologi, laparoskopi, maupun ESWL, pengambilan batu masih dilakukan melalui
pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka itu antara lain adalah: pielolitotomi atau nefrolitotomi
untuk mengambil batu pada saluran ginjal, danureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang
pasien harus menjalanitindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal karena ginjalnya sudah tidak
berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis), korteksnya sudah sangat tipis,atau mengalami
pengkerutan akibat batu saluran kemih yangmenimbulkan obstruksi atau infeksi yang menahun.

5. Pemasangan Stent
Meskipun bukan pilihan terapi utama, pemasangan stent ureter terkadang memegang
peranan penting sebagai tindakan tambahan dalam penanganan batu ureter. Misalnya pada
penderita sepsis yang disertai tanda-tanda obstruksi, pemakaian stent sangat perlu. Juga pada
batu ureter yang melekat (impacted).
Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan selanjutnya yang tidak kalah
pentingnya adalah upaya menghindari timbulnya kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran
kemih rata-rata 7% per tahun atau kurang lebih 50% dalam 10 tahun.
Pencegahan
Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan selanjutnya yang tidak kalah
pentingnya adalah upaya menghindari timbulnya kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran

kemih rata-rata 7% per tahun atau kurang lebih 50% dalam 10 tahun. Pencegahan yang
dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan unsur yang menyusun batu saluran kemih yang
diperoleh dari analisis batu. Pada umumnya pencegahan itu dapat berupa, menghindari dehidrasi
dengan minum cukup dan diusahakan produksi urine sebanyak 2-3 liter per hari, kemudian diet
untuk mengurangi kadar zat komponen pembentuk batu, dan aktivitas harian yang cukup. Tentu
hal ini didukung juga dengan terapi medika mentosa
Komplikasi
Obstruksi adalah komplikasi dari batu ginjal yang dapat menyebabkan terjadinya
hidronefrosis dan kemudian berlanjut dengan atau tanpa pionefrosis yang berakhir dengan
kegagalan faal ginjal yang terkena. Komplikasi lainnya dapat terjadi saat penanganan batu
dilakukan. Infeksi, termasuk didalamnya adalah pielonefritis dan sepsis yang dapat terjadi
melalui pembedahan terbuka maupun noninvasif seperti ESWL. Biasanya infeksi terjadi sesaat
setelah dilakukannya PNL, atau pada beberapa saat setelah dilakukannya ESWL saat pecahan
batu lewat dan obstruksi terjadi. Cidera pada organ-organ terdekat seperti lien, hepar, kolon dan
paru serta perforasi pelvis renalis juga dapat terjadi saat dilakukan PNL, visualisasi yang
adekuat, penanganan yang hati-hati, irigasi serta drainase yang cukup dapat menurunkan resiko
terjadinya komplikasi ini
Prognosis
Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu, dan adanya
infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu, makin buruk prognosisnya. Letak batu
yang dapat menyebabkan obstruksi dapat mempermudah terjadinya infeksi. Makin besar
kerusakan jaringan dan adanya infeksi karena faktor obstruksi akan dapat menyebabkan
penurunan fungsi ginjal
Pada pasien dengan batu yang ditangani dengan ESWL, 60% dinyatakan bebas dari batu,
sisanya masih memerlukan perawatan ulang karena masih ada sisa fragmen batu dalam saluran
kemihnya. Pada pasien yangditangani dengan PNL, 80% dinyatakan bebas dari batu, namun
hasil yang baik ditentukan pula oleh pengalaman operator.12
KESIMPULAN
Batu saluran kemih adalah terbentuknya batu di dalam saluran kemih. (bisa di ginjal,
ureter, kandung kemih, dan uretra). Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungan
dengan gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan
keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik).
Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu
saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsik, yaitu keadaan yang
berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik, yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan
sekitarnya.
Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh kemih terutama pada tempat-tempat yang
sering mengalami hambatan aliran urin, yaitu sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya
kelainan bawaan pada pelvikalise (stenosis uretro-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika kronis
seperti pada BPH, striktur, dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang
memudahkan terjadinya pembentukan batu.
Tanda dan gejala batu saluran kemih ditentukan oleh letaknya, besarnya, dan
morfologinya. Namun, penyakit ini mempunyai tanda umum, yaitu hematuria, baik secara
makroskopik maupun mikroskopik. Bila disertai infeksi saluran kemih, dapat ditemukan kelainan
endapan urin, bahkan mungkin demam atau tanda sistemik lain.

Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur : kalsium oksalat atau kalsium
fosfat, asam urat, magnesium amonium fosfat, xantin, dan sistin, silikat, dan senyawa lainnya.
Data mengenai komposisi zat yang terdapat pada batu sangat penting untuk usaha pencegahan
terhadap kemungkinan timbulnya batu residif.
Penatalaksanaan batu saluran kemih harus tuntas sehingga bukan hanya mengeluarkan
batu saja, tetapi disertai terapi penyembuhan penyakit batu atau paling sedikit disertai dengan
terapi pencegahan. Penanganannya dapat berupa terapi medis dan simptomatik atau dengan
bahan pelarut. Dapat pula dengan pembedahan atau dengan tindakan yang kurang invasif,
misalnya nefrostomi perkutan, atau tanpa pembedahan sama sekali secara gelombang kejut

DAFTAR PUSTAKA
1. Purnomo BB. Dasar-dasar urologi. 3rd ed. Jakarta: Sagung Seto; 2011.h.87-101.
2. Gleadle J. At a galance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga;
2007.h.150-151.
3. Willms JL, Schneiderman H, Algranati PS. Diagnosis fisik. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2005.h.63-78.
4. Markum HMS, editor. Penuntun anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2011.h.148-149.
5. Ganong WF, McPhee SJ. Patofisiologi penyakit pengantar menuju kedokteran klinis. 5th
ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2011.h.517-520.
6. Patel PR. Lecture notes radiologi. 2nd ed. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2007.h.180-183.
7. Coe FL, Favus MJ. Nefrolitiasis. Dalam: Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald
E, Hauser SL, Jameson JL, editor. Harrisons Principle of Internal Medicine. Edisi 16.
United States: McGraw-Hill; 2005.h.1495-500.
8. Mandal BK, Wilkins EGL, Dunbar EM, Mayon-white RT. Lecture notes penyakit
infeksi. 6th ed. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2008.h.183-184.
9. Tanagho EA. 2008. Smiths General Urology 17th Edition. USA: Mc Graw Hill. p 246262
10. Sjamsuhidayat. De jong, wim. Buku ajar ilmu Bedah. Hlmn 1024-1034. Jakarta: EGC
11. Soeparman, dkk. 2001. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
p.378
12. Shires, Schwartz. Intisari prinsip prinsip ilmu bedah. ed-6. Jakarta: EGC; p.588-589

Anda mungkin juga menyukai