AniRatnaJuwita
Joses Prima
Riena
Jonathan KurniaWijaya
Novita Sari
Khariza Agatha Gabriela Matitaputty
Andreas Santoso
FristaNathaliaHasugian
Veronica Hodianto
Kelompok B8
(102011136)
(102011451)
(102012076)
(102012149)
(102012193)
(102012302)
(102012383)
(102012408)
(102013482)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
2013
B8
PENDAHULUAN
Penyakit batu saluran kemih sudah dikenal sejak zaman Babilonia dan zaman Mesir
kuno. Sebagai salah satu buktinya adalah diketemukan batu pada kandung kemih seorang mumi.
Penyakit ini dapat menyerang penduduk di seluruh dunia tidak terkecuali penduduk di Indonesia.
Angka kejadian penyakit ini tidak sama di berbagai belahan bumi. Di Negara-negara
berkembang banyak dijumpai pasien batu buli-buli sedangkan di Negara maju lebih banyak
dijumpai penyakit batu saluran kemih bagian atas; hal ini karena adanya pengaruh status gizi dan
aktivitas pasien sehari-hari.
Di Amerika Serikat 5-20% penduduknya menderita penyakit ini, sedangkan di seluruh
dunia rata-rata terdapat 1-12% penduduk yang menderita batu saluran kemih. Penyakit ini
merupakan tiga terbanyak di bidang urologi di samping infeksi saluran kemih dan pembesaran
prostat.1
Skenario
Seorang laki-laki berusia 50 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan utama nyeri
pinggang kanan dan BAK kemerahan sejak 1 bulan yang lalu. Nyeri awalnya dirasakan ringan,
namun sejak 5 hari yang lalu dirasakan memberat. Keluhan disertai dengan mual,muntah dan
demam tidak terlalu tinggi. Sebelumnya tidak ada riwayat konsumsi obat maupun trauma.
Pembahasan
Anamnesis
Anamnesis diperlukan untuk dapat membantu mendiagnosa, pada tahap
ini merupakan tahapan awal. Selain anamnesis terdapat juga pemeriksaan
fisik yang dimana menjadi point yang penting. Dalam anamnesis keluhan
utama merupakan bagian penting dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. 2
Anamnesis ini biasanya memberikan informasi terpenting untuk mencapai
tungkai satu sisi mungkin akibat obstruksi pembuluh vena karena penekanan
tumor buli-buli atau karsinoma prostat, dan ginekomasti mungkin ada
hubungannya dengan karsinoma testis. Dan untuk hal itulah pemeriksaan
fisik harus dilakukan dengan cermat dan sistematis sehingga dapat
menegakkan diagnosis dengan tepat.1
Pemeriksaan fisik ginjal dimulai dengan pemeriksaan secara inspeksi
didaerah pinggang mulai dengan meminta pasien duduk relaks dengan
membuka pakaian pada daerah perut sebelah atas. Diperhatikan adanya
pembesaran asimetri pada daerah pinggang atau abdomen sebelah atas.
Pembesaran itu mungkin disebabkan oleh karena hidronefrosis, abses
paranefrik, atau tumor ginjal. Kemudian kita lanjutkan dengan palpasi ginjal
yang dilakukan secara bimanual dengan memakai dua tangan. Tangan kiri
diletakkan
disudut
kostovertebra
untuk
mengangkat
ginjal
ke
atas
sedangkan tangan kanan meraba ginjal dari depan di bawah arkus kosta.
Pada saat inspirasi ginjal teraba bergerak ke bawah. Dengan melakukan
palpasi bimanual, ginjal kanan yang normal pada anak atau dewasa yang
bertubuh kurus seringkalli masih dapat diraba. Ginjal kiri sulit diraba karena
teletak lebih itnggi daripada sisi kanan.1,4
Perkusi atau pemeriksaan ketok ginjal dilakukan dengan memberikan
ketokan pada sudut kostovertebra. Pembesaran ginjal karena hidronefrosis
atau tumor ginjal mungkin teraba pada saat palpasi dan terasa nyeri pada
saat perkusi. Dan yang terakhir adalah auskultasi, suara bruit yang
terdengar pada saat melakukan auskultasi didaerah epigastriu matau
abdomen sebelah atas patut dicurgai adanay stenoris arteria renalis, apalagi
kalau terdapat bruit yang terus menerus. Bruit pada abdomen juga bisa
disertai oleh aneurisma arteria renalis atau malformasi arteriovenosus.
Selain memeriksa ginjal kita juga memeriksa buli-buli, pada buli-buli normal
sulit untuk diraba, kecuali jika sudah terisi urine paling sedikit 150 mL. Pada
pemeriksaan buli-buli diperhatikan adanya benjolan/massa atau jaringan
parut bekas irisan/operasi di suprasimfisis. Massa di daerah suprasimfisis
mungkin merupakan tumor yang ganas buli-buli atau karena buli-buli terisi
penuh dari retensi urine. Dengan palpasi dan perkusi dapat ditentukan batas
atas buli-buli. Seringkali inspeksi terlihat buli-buli yang terisi penuh hingga
melewati batas atas umbilikus.1,4
Penderita dengan keluhan nyeri kolik hebat, dapat disertai takikardi, berkeringat, dan
nausea. Masa pada abdomen dapat dipalpasi pada penderita dengan obstruksi berat atau dengan
hidronefrosis. Bisa didapatkan nyeri ketok pada daerah kostovertebra, tanda gagal ginjal dan
retensi urin. Demam, hipertensi, dan vasodilatasi kutaneus dapat ditemukan pada pasien dengan
urosepsis. Inspeksi tanda obstruksi: berkemih dengan jumlah urin sedikit, oliguria, anuria. 1 Pada
kasus pemeriksaan yang didapatkan adalah tekanan darah 120/80 suhunya 37.8 C, napas 20
x/menit, dan nadinya 90x/menit. Dan didapatkan nyeri ketok kostovertebra sebelah kanan.
Manifestasi Klinik
Pasien dengan batu ginjal datang dengan nyeri pinggang dan hematuria dengan atau tanpa
demam. Gambaran ini dapat dipersulit oleh obstruksi disertai produksi urine yang berkurang atau
terhenti, bergantung pada ketinggian letak batu dan anatomi pasien, misalkan jika hanya terdapat
satu ginjal yang berfungsi atau terdapat penyakit ginjal yang signifikan sebelumnnya.1
Nyeri yang berkaitan dengan batu ginjal disebabkan oleh perenganggan ureter, pelvis
ginjal, atau simpai ginjal. Keparahan nyeri berkaitan dengan derajat peregangan yang terjadi dan
karenannya sangat parah pada obstruksi akut. Anuria dan azotemia mengisyaratkan obstruksi
bilateral atau obstruksi unilateral di satu ginjal yang funsional. Nyeri, hematuria, dan bahkan
obstruksi ureter akibat batu ginjal biasanya swasirna. Keluarnya batu biasanya hanya
membutuhkan cairan, tirah baring, dan analgesia. Penyulit utama adalah hidronefrosis dan
kerusakan ginjal permanen akibat obstruksi total ureter yang menyebabkan terbendungnya urine
dan peningkatan tekanan. Infeksi atau pembentukan abses dapat dengan cepat merusak ginjal,
kemudian kerusakan ginjal akibat pembentukan batu berulang dan hipertensi akibat peningkatan
produksi renin oleh ginjal yang mengalami obstruksi dapat menjadi faktor penyulit dalam kasus
ini.5
Pemeriksaan
Penunjang
1. Radiologi
Film
polos
abdomen
pemeriksaan penunjang
sangat
diperlukan
sebelum
melakukan
Sesudahnya,
semua
air
kemih
ditampung
dalam
botol.
first
infection,
unresolved
bacteriuria,
dan
infeksi
dan
parenkim
ginjal.
Pada
umumnya
kuman
yang
menyebabkan infeksi ini berasal dari saluran kemih bagian bawah yang
naik ke ginjal melalui ureter. Kuman-kuman itu adalah Eschericia coli,
Proteus, Klebsiella sp., dan kokus gram positif.8 Gambaran klasik dari
pielonefritis akut adalah demam tinggi dengan disertai menggigil, nyeri
di daerah perut
penurunan
faal
ginjal,
dan
pada
kultur
urine
terdapat
bakteriuria.1
3. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis merupakan gangguan yang terjadi pada glomerulus
yang dimana menyebabkan perubahan struktural di glomerulus
sehinga menimbulkan gambaran yang berupa kombinasi dari temuan
berikut yaitu, hematuria, proteinuria, penurunan LFG, dan hipertensi.
Sebagian gangguan ini bersifat spesifik untuk ginjal, sementara yang
lain adalah penyakit sistemik yang terutama atau sebagian besar
mengenai ginjal.5 Gangguan ini di golongkan menjadi lima kategori
yaitu,
gloerulonefritis
glomerulonefritis
kronik,
akut,
glomerulonefritis
sindrom
nefrotik,
dan
profresif
kelainan
cepat,
urine
oleh
pemulihan
sempurna
fungsi
ginjal.
Pasien
dengan
Hiperkalsiuria absortif: ditandai oleh adanya kenaikan absorbs kalsium dari lumen
usus. Kejadian ini paling banyak dijumpai.
Hiperkalsiuria puasa: ditandai adanya kelebihan kalsium diduga berasal dari tulang.
2. Hipositraturia
Suatu penurunan ekskresi inhibitor pembentukan kristal dalam air kemih, khususnya
sitrat, merupakan suatu mekanisme lain untuk timbulnya batu ginjal.
3. Hiperurikosuria
Merupakan suatu peningkatan asam urat air kemih yang dapat memicu pembentukan batu
kalsium, minimal sebagian oleh Kristal asam urat dengan membentuk nidus untuk
presipitasi kalsium oksalat atau presipitasi kalsium fosfat.
4. Penurunan jumlah air kemih
Keadaan ini biasanya disebabkan masukan cairan sedikit. Selanjutnya dapat
menimbulkan pembentukan batu dengan peningkatan reaktan dan pengurangan aliran air
kemih. Penambahan masukan air dapat dihubungkan dengan rendahnya jumlah kejadian
batu kambuh.
5. Hiperoksaluria
Merupakan kenaikan ekskresi oksalat di atas normal. Penigkatan ekskresi oksalat tersebut
melebihi batas normal tersebut dapat terjadi akibat absorbs oksalat intestinal dan ekskresi
oksalat dalam air kemih dapat meningkat bila kekurangan kalsium pada lumen.
6. Ginjal spongiosa medulla
Pembentukan batu kalsium meingkat pada kelainan ginjal spongiosa, medulla, terutama
pada pasien dengan predisposisi factor metabolic hiperkalsiuria atau hiperurikosuria.
7. Batu kalsium fosfat dan asidosis tubulus ginjal tipe 1
Faktor risiko batu kalsium fosfat pada umumnya berhubungan dengan factor risiko yang
sama seperti batu kalsium oksalat. Keadaan ini pada beberapa kasus diakibatkan
ketidakmampuan menurunkan nilai pH air kemih sampai batas normal.
8. Faktor diet
Faktor diet dapat berperan penting dalam mengawali pembentukan batu. Contoh:
suplementasi vitamin dapat meningkatkan absorbs kalsium dan ekstrasi kalsium. Masuk
kalsium tinggi dianggap tidak penting, karena hanya diabsorbsi sekitar 6% dari kelebihan
kalsium yang bebas dari oksalat interstial. Kelainan kalsium air kemih ini terjadi
pembentuk batu.
3. Teori presipitasi-kristalisasi: perubahan pH urin akan mempengaruhi solubilitas substansi
urin. Di dalam urin yang asam akan mengendap sisitin, xantin, dan asam urat, sedangkan
di dalam urin yang basa akan mengendap garam-garam fosfat.
4. Teori
berkurangnya
faktor
penghambat:
berkurangnya
substansi
penghambat
perlu dirawat dan dapat langsung pulang. Pembangkit (generator) gelombang kejut dalam ESWL
ada tiga jenis yaitu elektrohidrolik, piezoelektrik dan elektromagnetik. Masing-masing generator
mempunyai cara kerja yang berbeda, tapi sama-sama menggunakan air atau gelatin sebagai
medium untuk merambatkan gelombang kejut. Air dan gelatin mempunyai sifat akustik paling
mendekati sifat akustik tubuh sehingga tidak akan menimbulkan rasa sakit pada saat gelombang
kejut masuk tubuh. ESWL merupakan alat pemecah batu ginjal dengan menggunakan gelombang
kejut antara 15-22 kilowatt. ESWL hanya sesuai untuk menghancurkan batu ginjal dengan
ukuran kurang dari 3 cm serta terletak di ginjal atau saluran kemih antara ginjal dan kandung
kemih (kecuali yang terhalang oleh tulang panggul). Batu yang keras (misalnya kalsium oksalat
monohidrat) sulit pecah dan perlu beberapa kali tindakan.
ESWL tidak boleh digunakan oleh penderita darah tinggi, kencing manis, gangguan
pembekuan darah dan fungsi ginjal, wanita hamil dan anak-anak, serta berat badan berlebih
(obesitas). Penggunaan ESWL untuk terapi batu ureter distal pada wanita dan anak-anak juga
harus dipertimbangkan dengan serius. Sebab ada kemungkinan terjadi kerusakan pada ovarium.
Meskipun belum ada data yang valid, untuk wanita di bawah 40 tahun sebaiknya diinformasikan
sejelas-jelasnya.12
3. Endourologi
Tindakan Endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan batu saluran
kemih yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih
melalui alat yang dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan melalui
uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses pemecahan batu dapat dilakukan
secara mekanik, dengan memakai energi hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan energi
laser. Beberapa tindakan endourologi antara lain:
a) PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) yaitu mengeluarkan batu yang berada di dalam
saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke sistem kalises melalui insisi
pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi fragmenfragmen kecil. Keuntungan dari PNL, bila batu kelihatan, hampir pasti dapat diambil atau
dihancurkan; fragmen dapat diambil semua karena ureter bisa dilihat dengan jelas.
Prosesnya berlangsung cepat dan dengan segera dapat diketahui berhasil atau tidak.
Kelemahannya adalah PNL perlu keterampilan khusus bagi ahli urologi.
b) Litotripsi (untuk memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukkan alat
pemecah batu/litotriptor ke dalam buli-buli),
c) Ureteroskopi atau uretero-renoskopi. Keterbatasan URS adalah tidak bisa untuk ekstraksi
langsung batu ureter yang besar, sehingga perlu alat pemecah batu seperti yang
disebutkan di atas. Pilihan untuk menggunakan jenis pemecah batu tertentu, tergantung
pada pengalaman masing-masing operator dan ketersediaan alat tersebut.
d) ekstraksi Dormia (mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya melalui alat keranjang
Dormia).12
4. Bedah Terbuka
Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadaiuntuk tindakan-tindakan
endourologi, laparoskopi, maupun ESWL, pengambilan batu masih dilakukan melalui
pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka itu antara lain adalah: pielolitotomi atau nefrolitotomi
untuk mengambil batu pada saluran ginjal, danureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang
pasien harus menjalanitindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal karena ginjalnya sudah tidak
berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis), korteksnya sudah sangat tipis,atau mengalami
pengkerutan akibat batu saluran kemih yangmenimbulkan obstruksi atau infeksi yang menahun.
5. Pemasangan Stent
Meskipun bukan pilihan terapi utama, pemasangan stent ureter terkadang memegang
peranan penting sebagai tindakan tambahan dalam penanganan batu ureter. Misalnya pada
penderita sepsis yang disertai tanda-tanda obstruksi, pemakaian stent sangat perlu. Juga pada
batu ureter yang melekat (impacted).
Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan selanjutnya yang tidak kalah
pentingnya adalah upaya menghindari timbulnya kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran
kemih rata-rata 7% per tahun atau kurang lebih 50% dalam 10 tahun.
Pencegahan
Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan selanjutnya yang tidak kalah
pentingnya adalah upaya menghindari timbulnya kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran
kemih rata-rata 7% per tahun atau kurang lebih 50% dalam 10 tahun. Pencegahan yang
dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan unsur yang menyusun batu saluran kemih yang
diperoleh dari analisis batu. Pada umumnya pencegahan itu dapat berupa, menghindari dehidrasi
dengan minum cukup dan diusahakan produksi urine sebanyak 2-3 liter per hari, kemudian diet
untuk mengurangi kadar zat komponen pembentuk batu, dan aktivitas harian yang cukup. Tentu
hal ini didukung juga dengan terapi medika mentosa
Komplikasi
Obstruksi adalah komplikasi dari batu ginjal yang dapat menyebabkan terjadinya
hidronefrosis dan kemudian berlanjut dengan atau tanpa pionefrosis yang berakhir dengan
kegagalan faal ginjal yang terkena. Komplikasi lainnya dapat terjadi saat penanganan batu
dilakukan. Infeksi, termasuk didalamnya adalah pielonefritis dan sepsis yang dapat terjadi
melalui pembedahan terbuka maupun noninvasif seperti ESWL. Biasanya infeksi terjadi sesaat
setelah dilakukannya PNL, atau pada beberapa saat setelah dilakukannya ESWL saat pecahan
batu lewat dan obstruksi terjadi. Cidera pada organ-organ terdekat seperti lien, hepar, kolon dan
paru serta perforasi pelvis renalis juga dapat terjadi saat dilakukan PNL, visualisasi yang
adekuat, penanganan yang hati-hati, irigasi serta drainase yang cukup dapat menurunkan resiko
terjadinya komplikasi ini
Prognosis
Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu, dan adanya
infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu, makin buruk prognosisnya. Letak batu
yang dapat menyebabkan obstruksi dapat mempermudah terjadinya infeksi. Makin besar
kerusakan jaringan dan adanya infeksi karena faktor obstruksi akan dapat menyebabkan
penurunan fungsi ginjal
Pada pasien dengan batu yang ditangani dengan ESWL, 60% dinyatakan bebas dari batu,
sisanya masih memerlukan perawatan ulang karena masih ada sisa fragmen batu dalam saluran
kemihnya. Pada pasien yangditangani dengan PNL, 80% dinyatakan bebas dari batu, namun
hasil yang baik ditentukan pula oleh pengalaman operator.12
KESIMPULAN
Batu saluran kemih adalah terbentuknya batu di dalam saluran kemih. (bisa di ginjal,
ureter, kandung kemih, dan uretra). Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungan
dengan gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan
keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik).
Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu
saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsik, yaitu keadaan yang
berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik, yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan
sekitarnya.
Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh kemih terutama pada tempat-tempat yang
sering mengalami hambatan aliran urin, yaitu sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya
kelainan bawaan pada pelvikalise (stenosis uretro-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika kronis
seperti pada BPH, striktur, dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang
memudahkan terjadinya pembentukan batu.
Tanda dan gejala batu saluran kemih ditentukan oleh letaknya, besarnya, dan
morfologinya. Namun, penyakit ini mempunyai tanda umum, yaitu hematuria, baik secara
makroskopik maupun mikroskopik. Bila disertai infeksi saluran kemih, dapat ditemukan kelainan
endapan urin, bahkan mungkin demam atau tanda sistemik lain.
Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur : kalsium oksalat atau kalsium
fosfat, asam urat, magnesium amonium fosfat, xantin, dan sistin, silikat, dan senyawa lainnya.
Data mengenai komposisi zat yang terdapat pada batu sangat penting untuk usaha pencegahan
terhadap kemungkinan timbulnya batu residif.
Penatalaksanaan batu saluran kemih harus tuntas sehingga bukan hanya mengeluarkan
batu saja, tetapi disertai terapi penyembuhan penyakit batu atau paling sedikit disertai dengan
terapi pencegahan. Penanganannya dapat berupa terapi medis dan simptomatik atau dengan
bahan pelarut. Dapat pula dengan pembedahan atau dengan tindakan yang kurang invasif,
misalnya nefrostomi perkutan, atau tanpa pembedahan sama sekali secara gelombang kejut
DAFTAR PUSTAKA
1. Purnomo BB. Dasar-dasar urologi. 3rd ed. Jakarta: Sagung Seto; 2011.h.87-101.
2. Gleadle J. At a galance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga;
2007.h.150-151.
3. Willms JL, Schneiderman H, Algranati PS. Diagnosis fisik. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2005.h.63-78.
4. Markum HMS, editor. Penuntun anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2011.h.148-149.
5. Ganong WF, McPhee SJ. Patofisiologi penyakit pengantar menuju kedokteran klinis. 5th
ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2011.h.517-520.
6. Patel PR. Lecture notes radiologi. 2nd ed. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2007.h.180-183.
7. Coe FL, Favus MJ. Nefrolitiasis. Dalam: Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald
E, Hauser SL, Jameson JL, editor. Harrisons Principle of Internal Medicine. Edisi 16.
United States: McGraw-Hill; 2005.h.1495-500.
8. Mandal BK, Wilkins EGL, Dunbar EM, Mayon-white RT. Lecture notes penyakit
infeksi. 6th ed. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2008.h.183-184.
9. Tanagho EA. 2008. Smiths General Urology 17th Edition. USA: Mc Graw Hill. p 246262
10. Sjamsuhidayat. De jong, wim. Buku ajar ilmu Bedah. Hlmn 1024-1034. Jakarta: EGC
11. Soeparman, dkk. 2001. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
p.378
12. Shires, Schwartz. Intisari prinsip prinsip ilmu bedah. ed-6. Jakarta: EGC; p.588-589