PEMBAHASAN
dokter
(medis)
adalah
surat
keterangan
mengenai
keadaan kesehatan atau sakit seorang pasien yang dibuat oleh dan
ditanda tangani oleh seorang dokter. Dengan demikian maka surat
keterangan
medis
dapat
menjelaskan
tentang
penyakit
atau
dilahirkan
Permulaan
hubungan
akibat
sejarah
adanya
peradaban
hubungan
umat
antara
manusia,
dokter-pasien.
sudah
dikenal
dan
dilakukan
Memberikan kesempatan kepada pasien untuk memutuskan
apakah ia akan menerima atau menolak tindakan medik
yang akan dilakukan oleh dokter
opinion
Menyimpan rahasia kedokteran
Memberikan surat keterangan dokter
benar-benar
cermat
sebelum
membuat
pernyataan
atau
dokter
mempunyai
kewajiban
untuk
mendasari
yang
kemudian
disusul
dengan
"tim
independen"
dokter adalah
di
dalam
yang
surat
berhubungan
keterangan
dengan
dokter.
isi
yang
Dokter
yang
Pada
penjelasan
dan
pedoman
pelaksanaan
KODEKI
tersebut
dinyatakan bahwa :
Waspadalah terhadap sandiwara (Simulasi) melebih-lebihkan
(aggravi) mengenai sakit atau kecelakaan kerja. Berikan
pendapat yang objektif dan logis serta dapat diuji kebenarannya.
membuat
surat
keterangan
yang
tidak
dapat
dibuktikan
register
atau
pencabutan
ijin
praktek
secara
sementara.
kesehatan
saat
ini
masih
lebih
bersifat
sebagai
tidak
dapat
perbuatannya karena
jiwa.
4.4 Analisis Kasus
dipertanggung
jawabkan
atas
Lembaga dan jabatan kedokteran sebenarnya adalah suatu profesi yang mulia
dan seharusnya terpercaya, sehingga wajib untuk dipercaya statementnya dalam
memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur
operasional (vide Pasal 51 huruf a Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran).
Jabatan kedokteran tersebut sama terpercayanya dengan misalnya jabatan
Notaris, Akuntan, atau(putusan) Hakim, dan jabatan-jabatan profesi lainnya yang
sejenis. Artinya apapun kata dokter: sakit, sehat, istirahat, atau harus dirawat, ataukah
sudah
dapat
pulang
(sembuh),
semuanya
wajib
dipercaya oleh
pihak yang
berkepentingan.
Dengan demikian jika ada seseorang yang menyatakan sakit dan memang ada
surat keterangan sakit dari dokter yang berwenang dan dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya (dalam arti, benar-benar diterbitkan oleh seorang dokter yang berwenang
dan sesuai profesi), maka surat keterangan dokter tersebut wajib untuk dapat dipercaya
kebenaran pernyataannya. Tegasnya, jika dalam surat tersebut dinyatakan bahwa
pasien (Hadi Poernomo) yang bersangkutan dinyatakan sakit sehingga tidak dapat
menghadiri pemeriksaan sebagai tersangka, maka KPK wajib mempercayainya.
Permasalahannya, bagaimana jika ada keraguan terhadap surat keterangan
dokter dimaksud, seperti kecurigaan mungkin hanya berpura-pura sakit. Tentunya bukan
pasien (Hadi Poernomo) yang harus disalahkan dan dikenakan sanksi, akan tetapi
dokter yang menerbitkan pernyataan itulah yang harus ditelusur, apakah ia berbohong
atau mengeluarkan pernyataan palsu.
Walaupun tidak tertutup kemungkinan bahwa pasiennya lah, dalam kasus ini
Hadi Poernomo, yang menyalahgunakan melakukan pemalsuan surat keterangan dokter
(alias aspal). Hal ini bisa dikenakan sanksi pidana pemalsuan (sesuai Pasal 263 ayat
(1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Wetboek van Straftecht KUHP).
Akan tetapi, jika memang dapat dibuktikan atau setidaknya patut dapat diduga
bahwa
seorang dokter
mengeluarkan
pernyataan
menyimpang dari kode etik kedokteran, maka oknum dokter yang bersangkutan itu harus
dilaporkan kepada pihak yang berwajib dan bisa dikenakan sanksi (punishment) sesuai
ketentuan. Bahkan sanksinya bukan hanya pelanggaran kode etik profesi atau sanksi
keperdataan, akan tetapi kemungkinan dapat dikenakan sanksi pidana penjara
(vide Pasal 242 ayat (1) KUHP).