Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Tujuan Percobaan
1. Menjelaskan proses dan pengaruh variabel proses pada pembuatan metal
ester asam lemak
2. Menghitung konversi asam lemak bebas menjadi metal ester asam lemak
3. Bekerja sama dengan tim

1.2

Tinjauan Pustaka

1.2.1

Biodiesel
Biodiesel secara umum adalah bahan bakar mesin diesel yang terbuat dari

bahan terbarukan atau secara khusus merupakan bahan bakar mesin diesel yang
terdiri atas ester alkil dari asam-asam lemak. Biodiesel dapat dibuat dari minyak
nabati, minyak hewani atau dari minyak goreng bekas/daur ulang. Bahan baku
biodiesel yang berpotensi besar di Indonesia untuk saat ini adalah minyak mentah
kelapa sawit (Crude Palm Oil atau CPO).
Sebagai bahan dasar industri oleokimia, metil ester asam lemak memang
memiliki beberapa keunggulan dibandingkan asam lemak, diantaranya :
1. Dihasilkan dari sumber daya energi terbarukan dan ketersediaan bahan
bakunya terjamin
2. Cetane number tinggi (bilangan yang menunjukkan ukuran baik tidaknya
kualitas solar berdasar sifat kecepatan bakar dalam ruang bakar mesin)
3. Viskositas tinggi sehingga mempunyai sifat pelumasan yang lebih baik
daripada solar sehingga memperpanjang umur pakai mesin
4. Dapat diproduksi secara lokal
5. Mempunyai kandungan sulfur yang rendah
6. Menurunkan emisi gas buang

7. Pencampuran biodiesel dengan petroleum diesel dapat meningkatkan


biodegradibility petroleum diesel sampai 500%
8. Biodiesel dapat diproduksi dengan energi termal yang lebih sedikit

9. Biodiesel memiliki titik didih lebih rendah dari pada asam lemaknya,
sehingga proses fraksionalisasi dan distilasi fraksional campuran biodiesel
lebih mudah dan murah untuk dilakukan dibandingkan asam-asam lemak.
Selain itu biodiesel memiliki kestabilan termal yang lebih baik sehingga
tidak cenderung membentuk anhidrida asam di dalam reboiler seperti
halnya asam lemak.
Biodiesel umumnya diproduksi dari refined vegetable oil (minyak murni)
melalui proses transesterifikasi. Pada dasarnya, bertujuan untuk mengubah
trigliserida menjadi asam lemak metil ester. Kandungan asam lemak bebas bahan
baku merupakan salah satu faktor penentu jenis proses pembuatan biodiesel.
Umumnya, minyak murni memiliki kandungan kadar FFA rendah (sekitar 2%)
sehingga dapat langsung diproses dengan metode transesterifikasi.
Tabel 1.1 Beberapa Sumber Minyak Nabati yang Potensial Sebagai Bahan Baku
Biodiesel
Isi
Sumber
Nama Lokal
Nama Latin
% Berat
P / NP
Minyak
Kering
Jatropha
Jarak Pagar
Inti biji
40-60
NP
curcas
Riccinus
Jarak Kaliki
Biji
45-50
NP
communis
Arachis
Kacang Suuk
Biji
35-55
P
hypogea
Ceiba
Kapok / Randu
Biji
24-40
NP
pantandra
Hevea
Karet
Biji
40-50
P
brasiliensis
Psophocarpus
Kecipir
Biji
15-20
P
tetrag
Kelapa

Cocos nucifera

Inti biji

60-70

Kelor

Moringa

Biji

30-49

Kemiri
Kusambi
Nimba
Saga Utan
Sawit
Nyamplung
Randu Alas
Sirsak
Srikaya

oleifera
Aleurites
moluccana
Sleichera
trijuga
Azadiruchta
Indica
Adenanthera
pavonina
Elais
suincencis
Callophyllum
lanceatum
Bombax
malabaricum
Annona
muricata
Annona squosa

Inti biji

57-69

NP

Sabut

55-70

NP

Inti biji

40-50

NP

Inti biji

14-28

Sabut dan biji

45-70 + 4654

Inti biji

40-73

Biji

18-26

Inti biji

20-30

NP

Biji

15-20

NP

NP

Sumber: (Soerawidjaja, 2006)


Biodiesel dapat berupa metil ester ataupun etil ester tergantung dari jenis
alkohol yang digunakan. Tetapi yang paling sering diproduksi adalah metil ester
karena metanol mudah didapat dan tidak mahal.

Gambar 1.1 Diagram Alur Pembuatan Biodiesel (Dewi,2000)


1.3

Bahan Baku Pembuatan Biodiesel

1.3.1 Crude Palm Oil (CPO)


Minyak dan lemak tidak berbeda dalam bentuk umum trigliseridanya,
tetapi hanya berbeda dalam bentuk (wujud). Perbedaan ini didasarkan pada
perbedaan titik lelehnya. Pada suhu kamar lemak berwujud padat, sedangkan
minyak berwujud cair. Titik leleh minyak dan lemak tergantung pada strukturnya,
biasanya meningkat dengan bertambahnya jumlah karbon. Banyaknya ikatan
ganda dua karbon juga berpengaruh. Trigliserida yang kaya akan asam lemak tak
jenuh, seperti asam oleat dan linoleat, biasanya berwujud minyak sedangkan
trigliserida yang kaya akan lemak jenuh, seperti asam stearat dan palmitat,
biasanya adalah lemak. Semua jenis lemak tersusun dari asam asam lemak yang
terikat oleh gliserol. Sifat dari lemak tergantung dari jenis asam lemak yang
terikat dengan senyawa gliserol. Asam-asam lemak yang berbeda disusun oleh
jumlah atom karbon maupun hidrogen yang berbeda pula. Atom karbon yang juga
terikat oleh dua atom karbon lainnya, membentuk rantai yang zigzag. Asam lemak
dengan rantai molekul yang lebih panjang lebih rentan terhadap gaya tarik
menarik intermolekul, (dalam hal ini yaitu gaya van der waals) sehingga titik
leburnya juga akan naik.
Trigliserida alami ialah triester dari asam lemak berantai panjang dan
gliserol merupakan penyusun utama lemak hewan dan nabati. Trigliserida
termasuk lipid sederhana dan juga merupakan bentuk cadangan lemak dalam
tubuh manusia. Keragaman jenis trigliserida bersumber dari kedudukan dan jati
diri asam lemak. Trigliserida sederhana adalah triester yang terbuat dari gliserol
dan tiga molekul asam lemak yang sama. Contohnya, dari gliserol dan tiga
molekul asam stearat akan diperoleh trigliserida sederhana yang disebut gliseril
tristearat atau tristearin. Trigliserida sederhana jarang ditemukan. Kebanyakan
trigliserida alami adalah trigliserida campuran, yaitu triester dengan komponen
asam lemak yang berbeda. Lemak hewan dan minyak nabati merupakan campuran
beberapa trigliserida. Asam-asam lemak yang menyusun lemak juga dapat
dibedakan berdasarkan jumlah atom hidrogen yang terikat kepada atom karbon.
Berdasarkan jumlah atom hidrogen yang terikat kepada atom karbon, maka asam
lemak dapat dibedakan atas :
1. Asam lemak jenuh
4

Asam lemak jenuh merupakan asam lemak dimana dua atom hidrogen terikat
pada satu atom karbon. Dikatakan jenuh karena atom karbon telah mengikat
hidrogen secara maksimal.
2. Asam lemak tak jenuh
Asam lemak jenuh merupakan asam lemak yang memiliki ikatan rangkap.
Dalam hal ini, atom karbon belum mengikat atom hidrogen secara maksimal
karena adanya ikatan rangkap. Lemak yang mengandung satu saja asam lemak
tak jenuh disebut lemak jenuh. Asam lemak jenuh maupun asam lemak tak
jenuh berbeda dalam energi yang dikandungnya dan titik leburnya. Karena
asam lemak tak jenuh mengandung ikatan karbon-hidrogen yang lebih sedikit
dibandingkan dengan asam lemak jenuh pada jumlah atom karbon yang sama,
asam lemak tak jenuh memiliki energi yang lebih sedikit selama proses
metabolisme daripada asam lemak jenuh pada keadaan dimana jumlah atom
karbon sama. Asam lemak jenuh dapat tersusun dalam susunan yang rapat,
sehingga asam lemak jenuh dapat dibekukan dengan mudah dan berwujud
padatan pada temperatur ruangan. Tetapi ikatan rangkap yang kaku dalam
lemak tak jenuh mengubah kimia dari lemak. Terdapat dua cara ikatan ini
disusun yaitu :
1) Isomer dengan kedua bagian dari rantai pada sisi yang sama (cis; hanya
terdapat pada lemak alami). Isomer cis mencegah lemak dari penumpukan
seperti halnya yang terjadi pada ikatan jenuh. Hal ini menurunkan gaya
intermolekul diantara molekul lemak, sehingga menyebabkan lemak cis
tak tejuh lebih sulit untuk membeku. Lemak cis tak jenuh biasanya
merupakan cairan pada temperatur ruangan.
2) Isomer dengan rantai yang berlawanan pada ikatan ganda (isomer trans,
biasanya merupakan produk dari hidrogenasi parsial dari lemak tak jenuh
alami)
Reaksi hidrogenasi dapat mengubah minyak menjadi lemak. Hal ini sering
dilakukan dalam industri margarin. Serbuk logam nikel (yang dikeluarkan
kemudian) didispersikan dalam minyak panas sebagai katalis. Hidrogen beradisi
pada beberapa ikatan ganda dua dari rantai asam lemak tak jenuh karbon dan

menjenuhkannya. Dengan demikian akan mengubah minyak menjadi lemak.


Contohnya, hidrogenasi pada triolein menghasilkan tristearin.
Kualitas minyak CPO (crude palm oil) yang baik adalah mempunyai kadar
air maksimum 0,3%. Apabila minyak yang mempunyai kadar air yang tinggi
dapat menyebabkan tingginya kadar asam lemak bebas pada saat penyimpanan.
Selain pengaruh bertambahnya kadar asam lemak bebas pada minyak sawit
mentah, kandungan air yang besar juga dapat menyebabkan ketengikan.
Jika kadar air yang dikandung minyak sawit sangat besar, maka akan
mengakibatkan hidrolisis gliserida. Dimana air bereaksi dengan gliserida
memutus rantai rangkap menjadi tunggal sehingga menjadi radikal bebas (Inilah
yang disebut dengan radikal bebas) dan H 3O+. Karena semakin tinggi kadar air
maka semakin tinggi ALB, dimana ALB bersifat radikal bebas sehingga
cenderung mengikat senyawa lain. Salah satunya oksigen, sehingga terjadi reaksi
oksidasi yang menyebabkan ketengikan. Untuk menangani umpan dengan
kandungan ALB tinggi, ada beberapa pilihan proses, yaitu:
1. Memisahkan ALB sebelum proses dan menggunakan transesterifikasi katalis
basa konvensional.
2. Menggunakan katalis asam untuk mengkonversi minyak dan ALB menjadi
metil ester.
3. Mengkonversi seluruh minyak menjadi asam lemak dan menggunakan jalur
esterifikasi katalis asam untuk mengkonversi asam lemak menjadi metil ester.
Pemisahan ALB dari minyak mentah dapat dilakukan dengan caustic
washing, steam stripping, liquid extraction, atau preesterification.
1. Caustic washing adalah penambahan alkali (misalnya kaustik soda) untuk
mengkonversi ALB menjadi sabun dan dipisahkan dengan pencucian.
2. Steam stripping dan liquid-liquid extraction dengan pelarut (contohnya
metanol) menjadi pilihan yang logis untuk kandungan ALB yang lebih tinggi
(sampai 15%), namun sangat sedikit dipraktekkan karena tidak ekonomis.
Dengan

metode

pre-esterifikasi, ALB

dalam

minyak

mula-mula

diesterifikasi dengan katalis asam menjadi metil ester, lalu dilakukan ekstraksi
untuk memisahkan alkohol berlebih, katalis asam dan air dengan menggunakan

pelarut alkohol. Setelah itu, minyak di transesterifikasi dengan menggunakan


katalis basa. Syarat mutu minyak kelapa sawit:
Tabel 1.2 Syarat Mutu Minyak Kelapa Sawit Mentah
N
o

Kriteria Uji

Satuan

Persyaratan Mutu

1.

Warna

Jingga kemerahmerahan

2.

Kadar air dan kotoran

%, fraksi massa

0,5 maks

3.

Asam lemak bebas

%, fraksi massa

0,5 maks

4.

Bilangan yodium

g Yodium/100 g

50-55

Sumber: (Ketaren,1986)
Minyak kelapa sawit mengandung beberapa lemak jenuh dan lemak tak
jenuh dalam bentuk gliseril laurat (0,1%, jenuh), miristat (1%, jenuh), palmitat
(44%, jenuh), stearat (5%, jenuh), oleat (39%, tak jenuh tunggal), Linoleat (10%,
tak jenuh ganda), dan alpha-linolenate (0,3%, tak jenuh ganda). Seperti semua
minyak nabati, minyak kelapa sawit tidak mengandung kolesterol (ditemukan
dalam lemak hewani dimurnikan), meskipun asupan lemak jenuh meningkatkan
baik LDL dan HDL kolesterol.
Kelapa sawit mengandung lebih kurang 80 persen perikarp dan 20 persen
buah yang dilapisi kulit yang tipis. Kadar minyak dalam perikarp sekitar 34-40
persen. Minyak kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi
yang tetap. Rata-rata komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dapat dilihat
pada Tabel 1.3.
Tabel 1.3 Komposisis Asam Lemak Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit
Minyak kelapa sawit

Minyak inti sawit

Asam lemak

(persen)

(persen)

Asam kaprilat

34

Asam kaproat

37

Asam laurat

46 52

Asam miristat

1,1 2,5

14 17

Asam palmitat

40 46

6,5 9

Asam stearate

3,6 4,7

1 2,5

Asam oleat

39 45

13 19

Asam linoleat

7 11

0,5 2
Sumber: (Eckey, 1955)

1.3.2 Metanol
Metanol juga dikenal sebagai metil alkohol, wood alcohol atau spiritus,
adalah senyawa kimia dengan rumus kimia CH 3OH. Metanol merupakan bentuk
alkohol paling sederhana. Pada keadaan atmosfer, metanol berbentuk cairan yang
ringan, mudah menguap, tidak berwarna, mudah terbakar, dan beracun dengan bau
yang khas (berbau lebih ringan daripada etanol).
Metanol digunakan sebagai bahan pendingin anti beku, pelarut, bahan
bakar dan sebagai bahan aditif bagi etanol industri. Metanol diproduksi secara
alami oleh metabolisme anaerobik oleh bakteri. Hasil proses tersebut adalah uap
metanol (dalam jumlah kecil) di udara. Setelah beberapa hari, uap metanol
tersebut akan teroksidasi oleh oksigen dengan bantuan sinar matahari menjadi
karbon dioksida dan air. Reaksi kimia metanol yang terbakar di udara dan
membentuk karbon dioksida dan air adalah sebagai berikut:

Gambar 1.2 Reaksi Kimia Metanol yang Terbakar di Udara


Api dari metanol biasanya tidak berwarna. Oleh karena itu, kita harus
berhati-hati bila berada dekat metanol yang terbakar untuk mencegah cedera
akibat api yang tak terlihat. Karena sifatnya yang beracun, metanol sering
digunakan sebagai bahan aditif bagi pembuatan alkohol untuk penggunaan
industri. Penambahan racun ini akan menghindarkan industri dari pajak yang
dapat dikenakan karena etanol merupakan bahan utama untuk minuman keras
(minuman beralkohol). Metanol kadang juga disebut sebagai wood alcohol karena
dahulu metanol merupakan produk samping dari distilasi kayu. Saat ini metanol
dihasilkan melului proses multi tahap. Secara singkat, gas alam dan uap air
dibakar dalam tungku untuk membentuk gas hidrogen dan karbon monoksida,
kemudian, gas hidrogen dan karbon monoksida ini bereaksi dalam tekanan tinggi
dengan bantuan katalis untuk menghasilkan metanol. Tahap pembentukannya

adalah endotermik dan tahap sintesisnya adalah eksotermik. Berikut sifat-sifat


fisik dan kimia metanol pada Tabel 1.4 :
Tabel 1.4 Sifat-sifat Fisika dan Kimia Metanol
Sifat
Rumus molekul

CH3OH

Massa molar

32.04 g/mol

Penampilan

colorless liquid

Densitas

0.7918 g/cm, liquid

Titik lebur

97 C, -142.9 F (176 K)

Titik didih

64.7 C, 148.4 F (337.8 K)

Kelarutan dalam air

Fully miscible

Keasaman (pKa)

~ 15.5

Viskositas

0.59 mPas at 20 C

Momen dipol

1.69 D (gas)
Sumber: (Perry, 1984)

Metanol digunakan secara terbatas dalam mesin pembakaran dalam,


dikarenakan metanol tidak mudah terbakar dibandingkan dengan bensin. Metanol
campuran merupakan bahan bakar dalam model radio kontrol. Salah satu
kelemahan metanol sebagai bahan bakar adalah sifat korosi terhadap beberapa
logam, termasuk aluminium. Metanol, merupakan asam lemah, menyerang lapisan
oksida yang biasanya melindungi aluminium dari korosi:
6 CH3OH + Al2O3

2 Al(OCH3)3 + 3 H2O

Gambar 1.3 Reaksi Kimia Metanol dan Aluminium


Ketika diproduksi dari kayu atau bahan oganik lainnya, metanol organik
tersebut merupakan bahan bakar terbarui yang dapat menggantikan hidrokarbon.
Namun mobil modern pun masih tidak bisa menggunakan BA100 (100%
bioalkohol) sebagai bahan bakar tanpa modifikasi. Metanol juga digunakan
sebagai solven dan sebagai antifreeze, dan fluida pencuci kaca depan mobil.

Penggunaan metanol terbanyak adalah sebagai bahan pembuat bahan kimia


lainnya. Sekitar 40% metanol diubah menjadi formaldehyde, dan dari sana
menjadi berbagai macam produk seperti plastik, plywood, cat, peledak, dan tekstil.
Dalam beberapa pabrik pengolahan air limbah, sejumlah kecil metanol digunakan
ke air limbah sebagai bahan makanan karbon untuk denitrifikasi bakteri, yang
mengubah nitrat menjadi nitrogen. Bahan bakar direct-metanol unik karena
suhunya yang rendah dan beroperasi pada tekanan atmosfer, ditambah lagi dengan
penyimpanan dan penanganan yang mudah dan aman membuat methanol dapat
digunakan dalam perlengkapan elektronik.

1.4

Bahan Pendukung untuk Pembuatan Biodiesel

1.4.1 Asam Sulfat (H2SO4)


Asam sulfat mempunyai rumus kimia H2SO4, merupakan asam mineral
(anorganik) yang kuat. Zat ini larut dalam air pada semua perbandingan. Asam
sulfat mempunyai banyak kegunaan, termasuk dalam kebanyakan reaksi kimia.
Kegunaan utama termasuk pemrosesan bijih mineral, sintesis kimia, pemrosesan
air limbah dan pengilangan minyak.
Reaksi hidrasi (pelarutan dalam air) dari asam sulfat adalah reaksi
eksoterm yang kuat. Jika air ditambah kepada asam sulfat pekat, terjadi
pendidihan. Senantiasa tambah asam kepada air dan bukan sebaliknya. Sebagian
dari masalah ini disebabkan perbedaan isipadu kedua cairan. Air kurang padu
dibanding asam sulfat dan cenderung untuk terapung di atas asam. Reaksi tersebut
membentuk ion hidronium:
H2SO4 + H2O H3O+ + HSO4-.
Gambar 1.4 Reaksi Pembentukan Ion Hidronium
Disebabkan asam sulfat bersifat mengeringkan, asam sulfat merupakan
agen pengering yang baik, dan digunakan dalam pengolahan kebanyakan buah10

buahan kering.Di atmosfer, zat ini termasuk salah satu bahan kimia yang
menyebabkan hujan asam.
Tabel 1.5 Karakteristik Asam Sulfat
Nama Sistematis

Asam Sulfat

Nama lain

Minyak vitriol

Rumus molekul

H2SO4

Massa molar

98,078 g/mol

Penampilan

bening tidak berwarna,


cairan tak berbau

Densitas

1,84 g cm3, cairan

Titik leleh

10 C, 283 K, 50 F

Titik didih

290 C, 563 K, 554 F (asam murni. 98% larutan mendidih


pada 338C)

Kelarutan dalam
air

tercampur penuh
(eksotermik)

Viskositas

26,7 cP pada 20C


Sumber:( Perry, 1984)

1.4.2 NaOH
Natrium hidroksida (NaOH) juga dikenal sebagai soda kaustik atau sodium
hidroksida, adalah sejenis basa logam kaustik. Natrium hidroksida terbentuk dari
oksida basa natrium oksida dilarutkan dalam air. Natrium hidroksida membentuk
larutan alkalin yang kuat ketika dilarutkan ke dalam air. Natrium hidroksida
digunakan di berbagai macam bidang industri, kebanyakan digunakan sebagai
basa dalam proses produksi bubur kayu dan kertas, tekstil, air minum, sabun dan
deterjen.
Natrium hidroksida adalah basa yang paling umum digunakan dalam
laboratorium kimia. Natrium hidroksida murni berbentuk putih padat dan tersedia
dalam bentuk pelet, serpihan, butiran ataupun larutan jenuh 50%. Natrium
hidroksida bersifat lembab cair dan secara spontan menyerap karbon dioksida dari
udara bebas. Natrium hidroksida sangat larut dalam air dan akan melepaskan
panas ketika dilarutkan. Natrium hidroksida juga larut dalam etanol dan metanol,

11

walaupun kelarutan NaOH dalam kedua cairan ini lebih kecil daripada kelarutan
KOH. Natrium hidroksida tidak larut dalam dietil eter dan pelarut nonpolar
lainnya. Larutan natrium hidroksida akan meninggalkan noda kuning pada kain
dan kertas. Berikut sifat-sifat fisik dan kimia Natrium hidroksida (NaOH)
ditunjukkan pada Tabel 1.6 berikut :
Massa Molar
Wujud
Spesific gravity
Titik leleh
Titik didih
Kelarutan dalam air
Kebasaan (pKb)

40 g/mol
Zat padat putih
2,130
318,4 oC (591 K)
1390 oC (1663 K)
111 g/100 ml (20oC)
-2,43

Tabel 1.6 Sifat-Sifat


Fisika dan Kimia
NaOH

Sumber: (Perry, 1984)


1.5 Komposisi dalam Minyak Nabati
Komposisi yang terdapat dalam minyak nabati terdiri dari trigliseridatrigliserida asam lemak (mempunyai kandungan terbanyak dalam minyak nabati,
mencapai sekitar 95%-b), asam lemak bebas (Free Fatty Acid atau biasa disingkat
dengan FFA), mono- dan digliserida, serta beberapa komponen-komponen lain,
seperti phosphoglycerides, vitamin, mineral, atau sulfur. (Destianna, 2007)
Bahan-bahan mentah pembuatan biodiesel adalah:
a. trigliserida-trigliserida, yaitu komponen utama aneka lemak dan minyaklemak,
b. asam-asam lemak, yaitu produk samping industri pemulusan (refining)
lemak

dan minyak-lemak.

1.5.1 Trigiliserida
Trigliserida adalah triester dari gliserol dengan asam-asam lemak, yaitu
asam-asam karboksilat beratom karbon 6 s/d 30. Trigliserida banyak dikandung

12

dalam minyak dan lemak, merupakan komponen terbesar penyusun minyak


nabati. Selain trigliserida, terdapat juga monogliserida dan digliserida. Struktur
molekul dari ketiga macam gliserida tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.5

Gambar 1.5 Struktur Molekul Gliserida


1.5.2 Asam Lemak
Asam lemak bebas adalah asam lemak yang terpisahkan dari trigliserida,
digliserida, monogliserida, dan gliserin bebas. Hal ini dapat disebabkan oleh
pemanasan dan terdapatnya air sehingga terjadi proses hidrolisis. Oksidasi juga
dapat meningkatkan kadar asam lemak bebas dalam minyak nabati. Didalam
buah, misalnya buah sawit, sudah terkandung asam lemak bebas. Asam lemak
bebas tersebut terbentuk akibat adanya mikroba atau enzim lipase pada buah.
Dalam proses konversi trigliserida menjadi alkil esternya melalui reaksi
transesterifikasi dengan katalis basa, asam lemak bebas harus dipisahkan atau di
konversi menjadi alkil ester terlebih dahulu karena asam lemak bebas akan
mengkonsumsi katalis. Kandungan asam lemak bebas dalam biodiesel akan
mengakibatkan terbentuknya suasana asam yang dapat mengakibatkan korosi
pada peralatan injeksi bahan bakar, membuat filter tersumbat dan terjadi
sedimentasi pada injektor. Pemisahan atau konversi asam lemak bebas ini
dinamakan tahap pre-esterifikasi.
1.6 Metode Proses Pembuatan Biodiesel
1.6.1 Metode Transesterifikasi
Metode transesterifikasi merupakan metode yang umum digunakan untuk
memproduksi biodiesel yang dapat menghasilkan hingga 95% rendemen minyak
13

biodiesel dari bahan baku minyak tumbuhan. Metode ini terdiri dari 4 tahapan,
yaitu:
1. Pencampuran katalis alkalin (NaOH dan KOH) dengan alkohol metanol atau
etanol pada konsentrasi katalis antara 0,5-1% dan 10-20% metanol terhadap
massa minyak
2. Pencampuran katalis dan alkohol dengan minyak pada temperatur 55 oC
dengan kecepatan pengadukan konstan selama 30-45 menit
3. Setelah reaksi berhenti campuran didiamkan hingga terjadi pemisahan antara
metil ester dan gliserol. Metil ester yang dihasilkan disebut crude biodiesel,
karena mengandung zat pengotor seperti sisa metanol dan katalis alkalin,
gliserol serta sabun
4. Metil ester yang dihasilkan tahap ketiga dicuci dengan air hangat untuk
memisahkan zat pengotor dan dilanjutkan dengan menguapkan air yang
terkandung dalam biodiesel

Gambar 1.6 Reaksi Transesterifikasi


Molekul metil ester adalah rantai karbon lurus yang sama dengan bahan
bakar diesel dari minyak bumi atau sedikit terikat yang memiliki molekul oksigen
pada ujung rantai karbon. Pada aplikasi minyak tanah, tata nama asam lemak
rantai terbuka dan asam lemak rantai tertutup berubah ke nama IUPAC nya, yaitu
14

alkane dimana rantai karbon tertutup dengan hubungan hidrokarbon yang


dinyatakan dengan CnH2n+2, rantai asam lemak tertutup tunggal menjadi alkene
(ofelin) dengan hubungan hidrokarbon yang dinyatakan dengan C nH2n, asam yang
mengandung banyak rantai lemak terbuka menjadi alkyne dengan hubungan
hidrokarbon CnH2n-2.
Proses konversi trigliserida menjadi alkil esternya melalui reaksi
transesterifikasi dengan katalis basa, asam lemak bebas harus dipisahkan atau
dikonversi menjadi alkil ester terlebih dahulu karena asam lemak bebas akan
mengkonsumsi katalis. Kandungan asam lemak bebas dalam biodiesel akan
mengakibatkan terbentuknya suasana asam yang dapat mengakibatkan korosi
pada peralatan injeksi bahan bakar, membuat filter tersumbat dan terjadi
sedimentasi pada injektor. Pemisahan atau konversi asam lemak bebas ini
dinamakan tahap esterifikasi. Reaksi transesterifikasi sebenarnya berlangsung
dalam 3 tahap yang dapat dilihat pada Gambar 1.7.

Gambar 1.7 Tahapan Reaksi Transesterifikasi


Produk yang diinginkan dari reaksi transesterifikasi adalah ester metil
asam-asam lemak. Terdapat beberapa cara agar kesetimbangan lebih ke arah
produk, yaitu:
a. Menambahkan metanol berlebih ke dalam reaksi
b. Memisahkan gliserol
c. Menurunkan temperatur reaksi (transesterifikasi merupakan reaksi
eksoterm)
15

1.6.1.1 Hal-hal yang mempengaruhi reaksi transesterifikasi


Pada intinya, tahapan reaksi transesterifikasi pembuatan biodiesel selalu
menginginkan agar didapatkan produk biodiesel dengan jumlah yang maksimum.
Beberapa kondisi reaksi yang mempengaruhi konversi serta perolehan biodiesel
melalui transesterifikasi adalah sebagai berikut :
a) Pengaruh air dan asam lemak bebas
Minyak nabati yang akan ditransesterifikasi harus memiliki angka asam
yang lebih kecil dari 1. Banyak peneliti yang menyarankan agar
kandungan asam lemak bebas lebih kecil dari 0,5% (< 0,5%). Selain itu,
semua bahan yang akan digunakan harus bebas dari air. Karena air akan
bereaksi dengan katalis, sehingga jumlah katalis menjadi berkurang.
Katalis harus terhindar dari kontak dengan udara agar tidak mengalami
reaksi dengan uap air dan karbon dioksida.
b) Pengaruh perbandingan molar alkohol dengan bahan mentah
Secara stoikiometri, jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk reaksi adalah 3
mol untuk setiap 1 mol trigliserida untuk memperoleh 3 mol alkil ester dan
1 mol gliserol. Perbandingan alkohol dengan minyak nabati 4,8:1 dapat
menghasilkan konversi 98% (Bradshaw and Meuly, 1944). Secara umum
ditunjukkan bahwa semakin banyak jumlah alkohol yang digunakan, maka
konversi yang diperoleh juga akan semakin bertambah. Pada rasio molar
6:1, setelah 1 jam konversi yang dihasilkan adalah 98-99%, sedangkan
pada 3:1 adalah 74-89%. Nilai perbandingan yang terbaik adalah 6:1
karena dapat memberikan konversi yang maksimum.
c) Pengaruh jenis alkohol
Pada rasio 6:1, metanol akan memberikan perolehan ester yang tertinggi
dibandingkan dengaan menggunakan etanol atau butanol.
d) Pengaruh jenis katalis

16

Alkali katalis (katalis basa) akan mempercepat reaksi transesterifikasi bila


dibandingkan dengan katalis asam. Katalis basa yang paling populer untuk
reaksi transesterifikasi adalah natrium hidroksida (NaOH), kalium
hidroksida (KOH), natrium metoksida (NaOCH3), dan kalium metoksida
(KOCH3). Katalis sejati bagi reaksi sebenarnya adalah ion metilat
(metoksida). Reaksi transesterifikasi akan menghasilkan konversi yang
maksimum dengan jumlah katalis 0,5-1,5% berat minyak nabati. Jumlah
katalis yang efektif untuk reaksi adalah 0,5% berat minyak nabati untuk
natrium metoksida dan 1% berat minyak nabati untuk natrium hidroksida.
e) Metanolisis Crude dan Refined Minyak Nabati
Metil ester akan lebih tinggi jika menggunakan minyak nabati refined.
Namun apabila produk metil ester akan digunakan sebagai bahan bakar
mesin diesel, cukup digunakan bahan baku berupa minyak yang telah
dihilangkan getahnya dan disaring.
f) Pengaruh temperatur
Reaksi transesterifikasi dapat dilakukan pada temperatur 30-65 C (titik
didih metanol sekitar 65 C). Semakin tinggi temperatur, konversi yang
diperoleh akan semakin tinggi untuk waktu yang lebih singkat. Temperatur
yang rendah akan menghasilkan konversi yang lebih tinggi namun dengan
waktu reaksi yang lebih lama.

17

Gambar 1.8 Pengaruh Temperatur terhadap Waktu Pencapaian Konversi


1.6.2 Metoda Esterifikasi
Salah satu cara untuk memproduksi biodiesel adalah dengan esterifikasi
asam lemak yang terkandung dalam minyak nabati. Komponen terbesar pada
minyak nabati adalah trigliserida yang merupakan ikatan asam lemak jenuh dan
tak jenuh. Tiap jenis minyak nabati mengandung komposisi asam lemak yang
berbeda-beda. Sebagai contoh minyak sawit mengandung asam lemak jenuh dan
tak jenuh dalam jumlah yang sama. Kandungan asam lemak terdiri dari asam oleat
42%, asam linoleat 9%, asam palmitat 43%, asam stearat 4%, dan asam miristat
2% (Puspita, 2008).
Reaksi esterifikasi adalah reaksi endotermis. Proses ini berlangsung
dengan katalis asam antara lain H2SO4, H3PO4, dan asam sulfonat. Untuk
mengarahkan reaksi ke arah produk alkil ester, salah satu reaktan, biasanya
alkohol diberikan dalam jumlah yang berlebihan dan air diambil selama reaksi.
Umumnya pengambilan air dilakukan secara kimia, fisika dan pervorasi.
Esterifikasi pada dasarnya adalah reaksi yang bersifat reversibel dari asam lemak
dengan alkil alkohol membentuk ester dan air yang dapat dilihat pada Gambar 1.6
berikut:

Gambar 1.9 Reaksi Esterifikasi Asam Lemak


Adapun mekanisme reaksi esterifikasi dengan katalis asam dapat dilihat
pada Gambar 1.10:

18

Gambar 1.10 Mekanisme Reaksi Esterifikasi (Puspita, 2008)


Reaksi ini merupakan reaksi kesetimbangan yang lambat, sekalipun sudah
dipercepat dengan kehadiran katalis yang baik dan berjumlah cukup. Kataliskatalis yang cocok adalah zat berkarakter asam kuat, seperti asam sulfat, asam
sulfonat organik (dalam jumlah 1-3% dari asam lemak yang diolah), atau resin
penukar kation asam kuat merupakan katalis-katalis yang biasa terpilih dalam
praktik industrial. Posisi kesetimbangan reaksi esterifikasi juga tidak sangat
berpihak kepada pembentukan metil ester, sehingga untuk mendorong agar reaksi
bisa berlangsung sampai ke konversi sempurna pada temperatur relatif rendah
(misalnya paling tinggi 120oC), reaktan metanol harus ada dalam jumlah sangat
berlebih (biasanya lebih besar dari 10 x nisbah stoikiometrik) dan air produk
ikutan reaksi harus dihilangkan dari fase reaksi, yaitu fase minyak. Penghilangan
air ini dapat ditempuh dengan berbagai cara alternatif, yaitu :
1. menguapkan fase akuatik atau alkohol, mengadsorpsi uap air, serta kemudian
mengembunkan uap metanol kering untuk dikembalikan ke dalam bejana
reaksi.
2. mengabsorpsi air yang terbentuk dengan garam-garam anhidrat yang
membentuk padatan berhidrat (misalnya CaCl2 atau CaSO4), mengekstrak air
yang terbentuk dengan suatu cairan penyeret (entraining agent) seperti
gliserol, etilen glikol, atau propilen glikol.
Biodiesel mentah (kasar) yang dihasilkan proses transesterifikasi minyak
(atau esterifikasi asam-asam lemak) biasanya masih mengandung sisa-sisa katalis,
metanol, dan gliserol atau air. Untuk memurnikannya, biodiesel mentah tersebut
bisa dicuci dengan air, sehingga pengotor-pengotor tersebut larut ke dalam dan
terbawa oleh fase air pencuci yang selanjutnya dipisahkan. Porsi pertama dari air
yang dipakai mencuci disarankan mengandung sedikit asam/basa untuk
menetralkan sisa-sisa katalis. Biodiesel yang sudah dicuci kemudian dikeringkan
pada kondisi vakum untuk menghasilkan produk yang jernih (pertanda bebas air)
dan bertitik nyala 100oC (pertanda bebas metanol).
1.6.2.1 Faktor yang Mempengaruhi Esterifikasi

19

a) Waktu Reaksi
Semakin lama waktu reaksi maka kemungkinan kontak antar zat semakin
besar

sehingga

akan

menghasilkan

konversi

yang

besar.

Jika

kesetimbangan reaksi sudah tercapai maka dengan bertambahnya waktu


reaksi tidak akan menguntungkan karena tidak memperbesar hasil.
b) Pengadukan
Pengadukan akan menambah frekuensi tumbukan antara molekul zat
pereaksi dengan zat yang bereaksi sehingga mempercepat reaksi dan
reaksi terjadi sempurna. Sesuai dengan persamaan Archenius :
k = A e(-Ea/RT)

i. dimana,
ii. T = Suhu absolut ( C)
iii. R = Konstanta gas umum (cal/gmol K)
iv. E = Tenaga aktivasi (cal/gmol)
v. A = Faktor tumbukan (t-1)
vi. k = Konstanta kecepatan reaksi (t-1)
c) Semakin besar tumbukan maka semakin besar pula harga konstanta
kecepatan reaksi. Sehingga dalam hal ini pengadukan sangat penting
mengingat larutan minyak-katalismetanol merupakan larutan yang
immiscible.
d) Katalisator
Katalisator berfungsi untuk mengurangi tenaga aktivasi pada suatu reaksi
sehingga pada suhu tertentu harga konstanta kecepatan reaksi semakin
besar.

Pada

reaksi

esterifikasi

yang

sudah

dilakukan

biasanya

menggunakan konsentrasi katalis antara 1 - 4 % berat sampai 10 % berat


campuran pereaksi (Mc Ketta, 1978).
e) Suhu Reaksi
Semakin tinggi suhu yang dioperasikan maka semakin banyak konversi
yang dihasilkan, hal ini sesuai dengan persamaan Archenius. Bila suhu
naik maka harga k makin besar sehingga reaksi berjalan cepat dan hasil
konversi makin besar.

20

1.7

Syarat Mutu Biodiesel


Suatu teknik pembuatan biodiesel hanya akan berguna apabila produk

yang dihasilkannya sesuai dengan spesifikasi (syarat mutu) yang telah ditetapkan
dan berlaku di daerah pemasaran biodiesel tersebut. Persyaratan mutu biodiesel di
Indonesia sudah dibakukan dalam SNI-04-7182-2006, yang telah disahkan dan
diterbitkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) tanggal 22 Februari 2006
(Soerawidjaja, 2006). Tabel 1.5 menyajikan persyaratan kualitas biodiesel yang
diinginkan.
Tabel 1.5 Persyaratan kualitas biodiesel menurut SNI-04-7182-2006.
Parameter dan Satuannya

Batas
Nilai

Metode Uji

Metode
Setara

Massa jenis pada 40 oC, kg/m2

850
890

ASTMD 1298

ISO 3675

Viskositas kinematika pada 40


o
C, mm2/s (cSt)

2,3 6,0

ASTMD 445

ISO 3104

Angka setara

Min 51

ASTMD 613

ISO 5165

Titik nyala (mangkok tertutup),


o
C

Min 100

ASTMD 93

ISO 2710

Titik kabut, oC

Maks 18

ASTMD 2500

Korosi bilah tembaga (3 jam, 50


o
C)

Maks no
3

ASTMD 130

ISO 2160

Residu karbon, %-berat

Maks
0,05

ASTMD 4530

ISO
10370

Dalam contoh asli


Dalam 10 % ampas
distilasi

(maks
0,03)

Air dan sedimen, %-volum

Maks
0,05

ASTMD 2709

Temperature distilasi 90 %, oC

Maks
360

ASTMD 1160

Abu tersulfatkan, % berat

Maks
0,02

ASTMD 874

ISO 3987

Belerang, ppm-b (mg/kg)

Maks

ASTMD 5453

PREN

21

ISO
20884

100
Fosfor,ppm-b (mg/kg)

Maks 10

AOCS Ca 1255

FBIA05-03

Angka asam, mg-KOH/g

Maks 0,8

AOCS Cd 363

FBIA01-03

Gliserol bebas, %-berat

Maks
0,02

AOCS Ca 1456

FBIA02-03

Gliserol total, %-berat

Maks
0,24

AOCS Ca 1456

FBIA02-03

Kadar ester alkil, %-berat

Min 96,5

Dihitung

FBIA03-03

Angka iodium, g-I2/(100 g)

Maks
115

AOCS Cd 125

FBIA04-03

Uji Halphen

Negatif

AOCS Cb 125

FBIA06-03

Sumber: (Soerawidjaja, 2006)


Parameter yang menunjukkan keberhasilan pembuatan biodiesel dapat
dilihat dari kandungan gliserol total dan gliserol bebas (maksimal 0,24% dan
0,02%) serta angka asam (maksimal 0,8) dari biodiesel hasil produksi.
Terpenuhinya semua persyaratan SNI-04-7182-2006 oleh suatu biodiesel
menunjukkan bahwa biodiesel tersebut tidak hanya telah dibuat dari bahan mentah
yang baik, melainkan juga dengan tatacara pemrosesan serta pengolahan yang
baik pula.
1.8

Angka Setana (Darma, Surya. 2011) (SBRC LPPM-IPB)


Secara umum, biodiesel memiliki angka setana yang lebih tinggi

dibandingkan dengan solar. Biodiesel pada umumnya memiliki rentang angka


setana dari 46-70, sedangkan bahan bakar diesel memiliki angka setana antara 4755.
Panjangnya rantai hidrokarbon yang terdapat pada ester menyebabkan
tingginya angka setana biodiesel dibandingkan dengan solar. Azam et all, 2005
22

membuat persamaan untuk menghitung angka setana atau (CN) fatty acid methyl
ester/biodiesel sebagai fungsi dari bilangan iod dan bilangan penyabunan sebagai
berikut:
Angka Cetana = 46,3 + (5458/bilangan penyabunan) - (0,225 x bilangan iod)
1.9

Kelebihan metil ester asam lemak dari asam-asam lemak lainnya :

1.

Ester dapat diproduksi pada suhu reaksi yang lebih rendah.

2.

Gliserol yang dihasilkan dari metanolisis adalah bebas air.

3.

Pemurnian metil ester lebih mudah dibanding dengan lemak lainnya


karena titik didihnya lebih rendah.

4.

Metil ester dapat diproses dalam peralatan karbon steel dengan biaya lebih
rendah daripada asam lemak yang memerlukan peralatan stainless steel.

Biodiesel memiliki beberapa kelebihan dibanding bahan bakar diesel


petroleum. Kelebihan tersebut antara lain :
1.

Merupakan bahan bakar yang tidak beracun dan dapat dibiodegradasi

2.

Mempunyai bilangan setana yang tinggi.

3.

Mengurangi emisi karbon monoksida, hidrokarbon dan NOx.

4.

Terdapat dalam fase cair.

23

BAB II
METODOLOGI PERCOBAAN

2.1 Alat-alat
1. Buret
2. Corong
3. Corong pisah
4. Erlenmeyer
5. Gelas kimia
6. Ketel reaksi
7. Labu reaksi
8. Neraca massa
9. Pipet tetes
10. Pipet tetes
11. Pipet volume

Gambar 2.1 Rangkaian Reaktor


Keterangan :
1

Pemanas dan Water Batch

Reaktor

Termometer

Kondenser

Pengaduk

Statif dan klem

24

2.2

Bahan-bahan
1. Asam oksalat
2. CPO
3. Etanol 96%
4. H2SO4 pekat
5. Indikator PP
6. Metanol
7. NaOH

2.3

Prosedur percobaan

2.3.1 Standarisasi NaOH


1. Mengukur volume 10 ml asam oksalat 0,5 N dan dimasukkan kedalam
erlenmeyer
2. Menambahkan 2 tetes indikator PP kedalam asam oksalat
3. Mentitrasi asam oksalat dengan NaOH dan mencatat volume NaOH yang
terpakai
4. Menghitung konsentrasi NaOH dengan rumus:
Vas. Oksalat x Mas. Oksalat = VNaOH x MNaOH
2.3.2

Esterifikasi CPO
1. Timbang CPO (sesuai penugasan) dan katalis Asam sulfat (sesuai
penugasan)
2. Timbang metanol (sesuai dengan nisbah molar CPO-metanol yang
ditugaskan)
3. Masukkan minyak dan metanol kedalam reaktor tangki berpengaduk dan
panaskan sampai temperatur 40oC
4. Tambahkan katalis H2SO4 dengan cara meneteskan katalis pada dinding
reaktor
5. Lakukan reaksi transesterifikasi selama 1 jam
6. Setelah selesai, dinginkan sampel. Kemudian masukkan kedalam corong
pisah. Pisahkan lapisan atas dan lapisan bawahnya

25

7. Lakukan percobaan dengan mengubah variabel suhu menjadi 50C,


60C, dan 70C
2.3.3

Analisa Kadar Asam Lemak Bebas CPO (Reaktan dan Produk)


1. Sampel yang telah diperoleh ditimbang 3 gr, kemudian dimasukkan
kedalam erlenmeyer dan ditambahkan 50 ml etanol 96% yang sudah
dipanaskan
2. Dinginkan larutan sampel, kemudian tambahkan 2 tetes indikator PP
3. Lakukan titrasi dengan larutan NaOH 0,25 N sampai berwarna merah
muda
4. Hitung kadar ALB dalam sampel dengan rumus:

kadar ALB =

ml NaOH x N NaOH x Mr Asamlemak


berat sampel x 1000

konversi reaksi=

kadar ALBreaktankadar ALB produk


kadar ALB reaktan

26

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1

Hasil
Tabel 3.1 Analisa Kadar ALB dari Hasil Reaksi Esterifikasi

Mol

Minyak

Metanol

Waktu

KadarAL

Kadar ALB

Konversi

reaksi

B Awal

Akhir (%)

ALB (%)

(%)
1

0,5492

1,6476

40 menit

21,36

5,3421

74,99

0,5492

1,6476

50 menit

21,36

19,2315

9,965

0,5492

1,6476

60 menit

21,36

4,2736

79,99

0,5492

1,6476

70 menit

21,36

5,3421

74,99

3.2

Pembahasan
Percobaan dilakukan dengan mereaksikan CPO dengan

metanol. CPO sebagai bahan baku memiliki kadar asam lemak


bebas sebesar 21,36%. Pada percobaan digunakan pelarut
metanol karena harganya lebih murah dibandingkan dengan
alkohol jenis lainnya dan dapat bereaksi cepat dengan trigliserida
serta dapat melarutkan katalis asam dan basa. Selain itu, secara
fisika-kimia metanol bersifat polar dan memiliki rantai paling
pendek.

Rendemen

transesterifikasi

juga

dapat

diperbaiki

dengan penggunaan katalis basa yang berlebih untuk minyak


yang mengandung asam lemak bebas tinggi, karena asam lemak
bebas yang tidak teresterifikasi dapat dikonversi menjadi garam
alkalinya/sabun (Haas et al.,2003). Tetapi terbentuknya sabun
menyulitkan proses pencucian dan memungkinkan hilangnya
produk yang berguna. Oleh sebab itu, pada percobaan ini katalis
yang digunakan bukan basa, melainkan asam, yaitu H 2SO4.
Praktikum dilakukan dengan variasi nisbah molar antara CPO dan
metanol yaitu dengan rasio 1:3, serta variasi suhu reaksi yaitu 40
o

C, 50 oC, 60 oC , 70 oC .

27

Percobaan dilakukan dengan memasukkan CPO ke dalam reaktor,


kemudian dipanaskan sambil diaduk menggunakan stirrer. Setelah proses reaksi
mencapai suhu yang di instruksikan (40oC, 50oC, 60oC, 70oC) kemudian metanol
ditambahkan kedalam reaktor yang berisi CPO. Setelah itu, katalis asam sulfat
dimasukkan kedalam campuran CPO dan metanol dengan kecepatan pengadukan
dijaga konstan. Reaksi esterifikasi dilakukan dengan waktu 60 menit. Setelah itu,
sampel dimasukkan kedalam corong pisah. Kemudian dicuci menggunakan
aquades yang sudah di hangatkan. Pada corong pisah akan terbentuk dua lapisan.
Lapisan bawah dan lapisan atas adalah metil ester asam lemak. Selanjutnya,
sampel diambil sebanyak 3 gram dan dicampur dengan 50 ml alkohol 95% yang
sudah dihangatkan dan ditambahkan 2-3 tetes indikator phenolphtalein. Kemudian
dilakukan titrasi dengan NaOH sampai terjadi perubahan warna menjadi merah
muda. Volume NaOH yang digunakan digunakan dalam menghitung kadar asam
lemak bebas pada biodiesel yang terbentuk.
3.2.1 Pengaruh Suhu Reaksi Esterifikasi Terhadap kadar ALB
Percobaan ini akan membuktikan pengaruh suhu reaksi terhadap kadar asam
lemak bebas (ALB) pada metil ester asam lemak yang terbentuk. Sebelum
dilakukannya percobaan, terlebih dahulu dilakukan analisis kadar asam lemak
bebas CPO. Analisis dilakukan dengan mentitrasi CPO dengan NaOH. Kadar
asam lemak bebas yang terdapat pada CPO adalah 21,36%. Nilai tersebut
digunakan sebagai kadar baku dalam penghitungan asam lemak bebas yang
terkonversi. Pada percobaan ini, kami menggunakan waktu yang konstan yaitu 60
menit..
Dari data Tabel 3.1 dapat digambarkan melalui grafik hubungan antara suhu
reaksi (oC) dengan kadar asam lemak bebas pada produk.

28

70
60
50
40

Suhu (OC)
Kadar ALB (%)

30
20
10
0
1

Ga

mbar 3.1 Kurva Hubungan Suhu Reaksi dengan Kadar ALB


Menurut teori mengatakan bahwa semakin tinggi suhu dan lama waktu
reaksi maka kadar asam lemak bebas pada minyak akan semakin berkurang. Hal
ini disebabkan karena pada suhu tinggi, minyak akan cepat bereaksi dengan
metanol. Untuk suhu 40 oC kadar asam lemak bebas yang ada pada metil ester
asam lemak adalah 5,4321%, namun pada suhu 50 oC kadar asam lemak bebas
meningkat secara drastis dan berbeda dari teori. Hal ini disebabkan karena pada
saat pengujian sampel kedua terjadi pemadaman listrik pada saat waktu reaksi
baru berlangsung 40 menit.
Kadar asam lemak bebas kembali turun pada saat suhu ke 60 oC, ini
dikarenakan asam lemak bebas pada CPO bereaksi dengan metanol. Bereaksinya
asam lemak bebas pada CPO mengakibatkan asam lemak bebas pada produk
(metil ester asam lemak) berkurang. Selain itu, metil ester asam lemak tidak
bereaksi kembali dengan air karena waktu reaksi hanya cukup untuk membentuk
metil ester tersebut. Oleh karena itu reaksi irreversible yang membentuk asam
lemak bebas kembali tidak terjadi yang berimbas kepada kadar ALB kecil. Pada
saat suhu 70oC kadar asam lemak yaitu 5,4321%. Hal ini berarti terjadi kenaikan,
ini disebabkan karena pada saat suhu 70oC metanol sudah menguap, dan hanya
sebagian dari metanol yang bereaksi dengan CPO. Dapat disimpulkan bahwa suhu
optimum untuk reaksi CPO dengan metanol terjadi pada suhu 40 oC - 60 oC.

29

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1

Kesimpulan

1. Suhu reaksi berbanding terbalik terhadap kadar asam lemak bebas pada
produk (metil ester asam lemak), artinya semakin tunggu suhunya maka
semakin rendah kadar asam lemak bebasnya.
2.

Dari hasil praktikum dapat diketahui bahwa suhu optimum reaksi


transesterifikasi terjadi pada suhu 40 oC 60 oC.

3.

Didalam praktikum ini,suhu 70oC dapat menyebabkan metanol menguap,


yang akan mengakibatkan kadar asam lemak bebas tinggi.

5.2
1.

Saran
Berhati-hatilah dalam merangkai alat stirrer, karna metanol akan menguap
saat dipanaskan ketika semua lobang di alat tersebut belum ditutup.

2.

Dalam melakukan titrasi sharusnya harus teliti, agar asam lemak bebas yang
terdapat pada produk tidak melebihi asam lemak bebas pada minyak.

30

Anda mungkin juga menyukai