Anda di halaman 1dari 10

ANNISA KHAIRA NINGRUM

04011181320058
PSPD B 2013
1. Seorang anak laki-laki, usia 3 tahun 6 bulan, BB 14 kg, datang dengan kejang. Sesampai di
Rumah Sakit masih didapatkan kejang, setelah diberikan diazepam per rektal dua kali,
kejang berhenti. Serangan ini tidak didahului atau disertai demam. Pasca kejang penderita
sadar.
1.2.

Bagaimana cara kerja diazepam?


Diazepam bekerja pada sistem GABA, yaitu dengan memperkuat fungsi

hambatan neuron GABA. Reseptor Benzodiazepin dalam seluruh sistem saraf pusat,
terdapat dengan kerapatan yang tinggi terutama dalam korteks otak frontal dan oksipital,
di hipokampus dan dalam otak kecil. Pada reseptor ini, benzodiazepin akan bekerja
sebagai agonis. Terdapat korelasi tinggi antara aktivitas farmakologi berbagai
benzodiazepin dengan afinitasnya pada tempat ikatan. Dengan adanya interaksi
benzodiazepin, afinitas GABA terhadap reseptornya akan meningkat, dan dengan ini
kerja GABA akan meningkat. Dengan aktifnya reseptor GABA, saluran ion klorida
akan terbuka sehingga ion klorida akan lebih banyak yang mengalir masuk ke dalam sel.
Meningkatnya jumlah ion klorida menyebabkan hiperpolarisasi sel bersangkutan dan
sebagai akibatnya, kemampuan sel untuk dirangsang berkurang.
Diazepam merupakan turunan bezodiazepin. Kerja utama diazepam yaitu
potensiasi inhibisi neuron dengan asam gamma-aminobutirat (GABA) sebagai mediator
pada sistim syaraf pusat. Dimetabolisme menjadi metabolit aktif yaitu Ndesmetildiazepam dan oxazepam.
Meskipun diazepam dapat digunakan pada pasien dengan spasme otot oleh
hampir semua sebab (termasuk trauma otot lokal), namun obat ini juga menimbulkan
sedasi pada dosis yang diperlukan untuk mengurangi tonus otot. Dosis awal adalah 4
mg/hari yang kemudian ditingkatkan secara bertahap hingga maksimal 60 mg/hari.
(Marieke Kruidering-Hall & Lundy Campbell:2014)
Tatalaksana awal untuk kejang biasanya adalah benzodiazepin. Yaitu lorazepam
(0,05-0,1 mg/kg), diazepam (0,1-0,3 mg/kg), dan mizadolam (0,2 mg/kg).
1.5.

Apa saja bentuk sediaan dan dosis dari diazepam untuk anak?
Secara umum, sediaan diazepam tersedia dalam:
- Oral
: Tablet 2, 5, 10mg; larutan 1,5 mg/mL
- Rektum
: gel 2.5, 10, 20 mg
- Parenteral
: 5mg/mL untuk injeksi

Dosis diazepam untuk anak:


a. Antiansietas, Antikonvulsan:
Anak-anak > 6 bulan: 1-2,5 mg 3-4 kali sehari.
b. Status Epileptikus:

a) IM, IV (Anak-anak > 5 tahun) : 1 mg tiap 2-5 menit total 10 mg, diulang tiap 2-4
jam.
b) IM, IV (Anak-anak 1 bulan 5 tahun) : 0,2-0,5 mg tiap 2-5 menit sampai
maksimum 5 mg, dapat diulang tiap 2-4 jam.
c) Rektal (Anak-anak) : 0,2-0,5 mg/kg.
3. Pada riwayat penyakit sebelumnya, saat usia enam bulan, penderita mengalami kejang
dengan demam tinggi. Dirawat di rumah sakit dan dilakukan pemeriksaan cairan otak dan
dikatakan sakit radang selaput otak. Dirawat di rumah sakit selama lima belas hari.
3.2.
Bagaimana penanganan standar meningitis? 3
a. Pemberian antibiotik
a) Berikan pengobatan antibiotik lini pertama sesegera mungkin.
-

seftriakson: 100 mg/kgBB IV-drip/kali, selama 30-60 menit setiap 12 jam;


atau

sefotaksim: 50 mg/kgBB/kali IV, setiap 6 jam.

b) Pada pengobatan antibiotik lini kedua berikan:


-

Kloramfenikol: 25 mg/kgBB/kali IM (atau IV) setiap 6 jam

ditambah ampisilin: 50 mg/kgBB/kali IM (atau IV) setiap 6 jam

c) Jika diagnosis sudah pasti, berikan pengobatan secara parenteral selama


sedikitnya 5 hari, dilanjutkan dengan pengobatan per oral 5 hari bila tidak ada
gangguan absorpsi. Apabila ada gangguan absorpsi maka seluruh pengobatan
harus diberikan secara parenteral. Lama pengobatan seluruhnya 10 hari.
d) Jika tidak ada perbaikan:
-

Pertimbangkan komplikasi yang sering terjadi seperti efusi subdural atau


abses serebral. Jika hal ini dicurigai, rujuk.

Cari tanda infeksi fokal lain yang mungkin menyebabkan demam, seperti
selulitis pada daerah suntikan, mastoiditis, artritis, atau osteomielitis.

Jika demam masih ada dan kondisi umum anak tidak membaik setelah 35
hari, ulangi pungsi lumbal dan evaluasi hasil pemeriksaan CSS

e) Jika diagnosis belum jelas, pengobatan empiris untuk meningitis TB dapat


ditambahkan. Untuk Meningitis TB diberikan OAT minimal 4 rejimen:
-

INH: 10 mg/kgBB /hari (maksimum 300 mg) - selama 69 bulan

Rifampisin: 15-20 mg/kgBB/hari (maksimum 600 mg) selama 6-9 bulan

Pirazinamid: 35 mg/kgBB/hari (maksimum 2000 mg) - selama 2 bulan


pertama

Etambutol: 15-25 mg/kgBB/hari (maksimum 2500 mg) atau Streptomisin: 3050 mg/kgBB/hari (maksimum 1 g) selama 2 bulan

b. Pemberian steroid
Prednison 12 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis, diberikan selama 24 minggu,
dilanjutkan tapering off. Bila pemberian oral tidak memungkinkan dapat diberikan
deksametason dengan dosis 0.6 mg/kgBB/hari IV selama 23 minggu.
Tidak ada bukti yang cukup untuk merekomendasikan penggunaan rutin
deksametason pada semua pasien dengan meningitis bakteri.\
c. Perawatan Penunjang
Pada anak yang tidak sadar:
a) Jaga jalan napas
b) Posisi miring untuk menghindari aspirasi
c) Ubah posisi pasien setiap 2 jam
d) Pasien harus berbaring di alas yang kering
e) Perhatikan titik-titik yang tertekan.
d. Tatalaksana pemberian cairan dan Nutrisi
Berikan dukungan nutrisi dan cairan sesuai dengan kebutuhan. Lihat tata
laksana pemberian cairan dan nutrisi.
e. Pemantauan
Pasien dengan kondisi ini harus berada dalam observasi yang sangat ketat.
a) Pantau dan laporkan segera bila ada perubahan derajat kesadaran, kejang, atau
perubahan perilaku anak.
b) Pantau suhu badan, denyut nadi, frekuensi napas, tekanan darah setiap 6 jam,
selama setidaknya dalam 48 jam pertama.
c) Periksa tetesan infus secara rutin.
Pada saat pulang, nilai masalah yang berhubungan dengan syaraf, terutama
gangguan pendengaran. Ukur dan catat ukuran kepala bayi. Jika terdapat kerusakan
syaraf, rujuk anak untuk fisioterapi, jika mungkin; dan berikan nasihat sederhana pada
ibu untuk melakukan latihan pasif. Tuli sensorineural sering terjadi setelah menderita
meningitis. Lakukan pemeriksaan telinga satu bulan setelah pasien pulang dari rumah
sakit.

4. Pada usia satu tahun penderita mengalami kejang yang tidak disertai demam sebanyak dua
kali. Usia 18 bulan penderita kembali mengalami kejang yang disertai demam tidak tinggi.
Penderita berobat ke dokter dan diberi obat asam valproate. Setelah Sembilan bulan berobat,
orang tua menghentikan pengobatan karena penderita tidak pernah kejang. Penderita sudah
bisa bicara lancar, bisa pakai baju sendiri, dan mengendarai sepeda roda tiga.
4.1.
Bagaimana cara kerja asam valproat?
Asam valproat menghambat lepas muatan repetitif frekuensi tinggi oleh neuron in
vitro pada konsentrasi terapeutik. Efeknya terhadap kejang parsial mungkin merupakan
konsekuensi dari efek pada arus Na+. Blokade eksitasi yang diperantarai reseptor NMDA
mungkin juga berperan penting. Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa terjadi
peningkatan kadar GAVA di otak setelah pemberian asam valproat, meskipun mekanisme
peningkatan ini masih belum jelas. Valproat juga dilaporkan memfasilitasi asam
glutamat dekarboksilase (GAD), suatu enzim yang berperan dalam sintesis GABA. Efek
inhibitorik pada pengangkut GABA GAT-1 juga mungkin berperan. Pada konsentrasi
sangat tinggi, valproat menghambat GABA transaminase di otak sehingga penguraian
GABA terhambat. Namun, pada dosis valproat yang relatif rendah yang diperlukan
untuk menghilangkan kejang pentilentetrazol, kadar GABA otak mungkin tidak berubah.
Valproat menyebabkan berkurangnya kandungan aspartat otak hewan pengerat, tetapi
relevansi efek ini dengan efek antikejangnya belum diketahui.
Asam valproat adalah inhibitor kuat histon deastilase dan melalui mekanisme ini
mengubah transkripsi banyak gen. Efek serupa, tetapi dengan tingkat yang lebih rendah,
diperlihatkan oleh sebagian obat antikejang (topiramat, karbamazepin, dan metabolit
levetirasetam)
4.2. Bagaimana dampak dari penghentian pengobatan (asam valproat) dengan keluhan
yang ia derita sekarang?
Asam valproat merupakan pilihan pertama untuk terapi kejang parsial, kejang
absens, kejang mioklonik, dan kejang tonik-klonik, dan kurang efektif terhadap epilepsi
fokal . Asam valproat dapat meningkatkan GABA di sinaps dengan menghambat
degradasi nya atau mengaktivasi sintesis GABA dengan cara mengurangi GABA
transaminase. Asam valproat juga berpotensi terhadap respon GABA ( inhibitor,
antikonvulsan alami di otak ) post sinaptik yang langsung menstabilkan membran serta
mempengaruhi kanal kalium. GABA berikatan dengan reseptornya di Sinaps akan
mengaktivasi kanal clorida sehingga canal clorida membuka akibatnya clorida yang ada
di luar sel akan masuk ke dalam sel, ketika clorida masuk ke dlam sel. Membran
potensial sel menjadi lebih negatif, sehingga sel yang awalnya depolarisasi dengan
ambang 59 mv akan menjadi lebih negatif -70 mw, dan kembali ke potensial normal

dan tidak terjadi depolarisasi. Jadi selama 9 bulan obat dikonsumsi, konsentrasi GABA
meningkat untuk mempengaruhi kanal kalium. Setelah obat dihentikan konsentrasi
GABA berangsur-angsur mulai berkurang untuk menghambat terjadinya kejang. Tetapi
penumpukan acetylcholine tetap terjadi.
6. Aspek Klinis
6.9.
Bagaimana tatalaksana pada kasus?
Status epileptikus pada anak merupakan suatu kegawatan yang mengancam jiwa dengan
resiko terjadinya gejala sisa neurologis. Makin lama kejang berlangsung makin sulit
menghentikannya, oleh karena itu tatalaksana kejang umum yang lebih dari 5 menit
adalah menghentikan kejang dan mencegah terjadinya status epileptikus.
a. Penghentian kejang:
0 - 5 menit:
a) Yakinkan bahwa aliran udara pernafasan baik
b) Monitoring tanda vital, pertahankan perfusi oksigen ke jaringan, berikan
oksigen
c) Bila keadaan pasien stabil, lakukan anamnesis terarah, pemeriksaan umum
dan neurologi secara cepat
d) Cari tanda-tanda trauma, kelumpuhan fokal dan tanda-tanda infeksi
5 10 menit:
a)
b)
c)
d)

Pemasangan akses intarvena


Pengambilan darah untuk pemeriksaan: darah rutin, glukosa, elektrolit
Pemberian diazepam 0,2 0,5 mg/kgbb secara intravena, atau diazepam rektal
0,5 mg/kgbb (berat badan < 10 kg = 5 mg; berat badan > 10 kg = 10 mg).
Dosis diazepam intravena atau rektal dapat diulang satu dua kali setelah 5

10 menit..
e) Jika didapatkan hipoglikemia, berikan glukosa 25% 2ml/kgbb.
10 15 menit
a) Cenderung menjadi status konvulsivus
b) Berikan fenitoin 15 20 mg/kgbb intravena diencerkan dengan NaCl 0,9%
c) Dapat diberikan dosis ulangan fenitoin 5 10 mg/kgbb sampai maksimum
dosis 30 mg/kgbb.
30 menit
a) Berikan fenobarbital 10 mg/kgbb, dapat diberikan dosis tambahan 5-10 mg/kg
dengan interval 10 15 menit.
b) Pemeriksaan laboratorium sesuai kebutuhan, seperti analisis gas darah,
elektrolit, gula darah. Lakukan koreksi sesuai kelainan yang ada. Awasi
tanda-tanda depresi pernafasan.
c) Bila kejang masih berlangsung siapkan intubasi dan kirim ke unit perawatan

intensif.

LEARNING ISSUE
OBAT ANTIKONVULSAN (ANTIEPILEPSI)
b. Definisi
Antikonvulsan adalah sebuah obat yang mencegah atau mengurangi kejang-kejang
atau konvulsan atau obat yang dapat menghentikan penyakit ayan, yaitu suatu penyakit
gangguan syaraf yang ditimbul secara tiba-tiba dan berkala, adakalanya disertai perubahanperubahan kesadaran. Digunakan terutama untuk mencegah dan mengobati epilepsi.
Golongan obat ini lebih tepat dinamakan Anti Epilepsi, sebab obat ini jarang digunabkan
untuk gejala konvulsi penyakit lain.
Epilepsi adalah nama umum untuk sekelompok gangguan atau penyakit susunan saraf
pusat yang timbul spontan dengan episode singkat (disebut Bangkitan atau Seizure), dengan
gejala utama kesadaran menurun sampai hilang.
Bangkitan ini biasanya disertai kejang (Konvulsi), hiperaktifitas otonomik, gangguan
sensorik atau psikis dan selalu disertai gambaran letupan EEG obsormal dan eksesif.

Berdasarkan gambaran EEG, apilepsi dapat dinamakan disritmia serebral yang bersifat
paroksimal. Jenis Jenis Epilepsi yaitu:
1. Grand mal (tonik-tonik umum)
Timbul serangan-serangan yang dimulai dengan kejang-kejang otot hebat dengan
pergerakan kaki tangan tak sadar yang disertai jeritan, mulut berbusa,mata
membeliak dan disusul dengan pingsan dan sadar kembali.
2. Petit mal
Serangannya hanya singkat sekali tanpa disertai kejang.
3. Psikomotor (serangan parsial kompleks)
Kesadaran terganggu hanya sebagian tanpa hilangnya

ingatan

dengan

memperlihatkan perilaku otomatis seperti gerakan menelan atau berjalan dalam


lingkaran.
c. Sifat obat konvulsan
1. Hablur kecil atau serbuk hablur putih berkilat tidak berbau, tidak berasa, dapat terjadi
polimorfisma.
2. Stabil diudara; pH larutan jenuh lebih kurang 5. Sangat sukar larut dalm air, larut dalam
etanol, eter, dan dalam larutan alkali hidroksida, alkali karbonat.agak sukar larut dalam
kloroform(FI 4).

d. Mekanisme Kerja Antiepilepsi (Anti Konvulsi)


Terdapat dua mekanisme antikonvulsi yang penting, yaitu :
1. Dengan mencegah timbulnya letupan depolarisasi eksesif pada neuron epileptik dalam
fokus epilepsi.
2. Dengan mencegah terjasinya letupan depolarisasi pada neuron normal akibat pengaruh
dari fokus epilepsi.
Bagian terbesar antiepilepsi yang dikenal termasuk dalam golongan kedua diatas.
e. Penggunaan Antiepilepsi (Anti Konvulsi)
Antiepilepsi umunya memiliki lebar terapi yang sempit, seperti Fenitoin, harus dengan
teratur dan kontinu, agar kadar obat dalam darah terpelihara sekonstan mungkin. Umumnya
pengobatan dilakukan dengan dosis rendah dulu kemudian dinaikan secara berangsur
sampai efek maksimal tercapai dan kadar plasma menjadi tetap.
Jangka waktu terapi umumnya bertahun-tahun bahkan bisa seumur hidup. Bila dalam
2-3 tahun tidak terjadi serangan maka dosis dapat diturunkan berangsur sehingga
pengobatan dapat dihentikan sama sekali.
f. Penggolongan Antiepilepsi
Kebanyakan obat epilepsi bersifat antikonvulsif, yaitu dapat meredakan konvulsi, dan

sedatif (meredakan). Obat-obat ini dapat dibagi dalam beberapa kelompok sebagai berikut:
1. Barbital-barbital, misalnya Fenobarbital, Mefobarbital, dan Heptobarbital.
Obat tidur ini bersifat mnenginduksi enzim, hingga biotransformasi enzimatisnya
dipercepat, juga penguraian zat-zat lain, antara lain penguraian vitamin D
2.

sehingga menyebabkan rachitis, khususnya pada anak kecil.


Hidantoin-hidantoin, misalnya Fenitoin,strukturnya mirip fenobarbital tetapi dengan

3.

cincin lima hidantoin.


Suksinimida-suksinimida, misalnya Metilfenilsuksinimida dan Etosuksinimida. Obat ini

4.

terutama digunakan pada serangan psikomotor.


Oksazolidin-oksazolidin, misalnya Etadion dan Trimetadion, tetapi jarang digunakan

5.

mengingat efek sampingnya berbahaya terhadap hati dan limpa.


Serba-serbi, misalnya Diazapam dan turunannya, Karbamazepin, Asetazolamid, dan
Asam Valproat.

g. Contoh sediaan obat


1. Fenitoin (Ditalin, Dilantin)
Zat hipnotik ini terutama efektif pada grand mal dan serangan psikomotor, tidak
untuk serangan-serangan kecil karena dapat memprofokasi serangan.
DS

: oral 1-2x sehari @ 100-300 mg.

Indikasi

: semua jenis epilepsi, kecuali petit mal, status epileptikus

Kontra indikasi

: gangguan hati, wanita hamil dan menyusui

Efek samping

: gangguan saluran cerna, pusing nyeri kepala tremor, insomnia.

2. Fenobarbital
Zat hipnotik ini terutama digunakan pada serangan epilepsi Grand mal / besar,
biasanya dalam kombinasi dengan kafein atau efedrin guna melawan efek
hipnotisnya.
DS

: oral 3 x sehari@ 25 75 mg maksimal 400 mg (dalam 2


dosis).

Indikasi

: semua jenis epilepsi kecuali petit mal, status epileptikus

Kontra indikasi

: depresi pernafasan berat, porifiria

Efek samping

: mengantuk, depresi mental

3. Karbamazepin
Indikasi

: epilepsi semua jenis kecuali petit mal neuralgia trigeminus

Kontra indikasi

: gangguan hati dan ginjal, riwayat depresi sumsum tulang

Efek samping

: mual,muntah,pusing, mengantuk, ataksia,bingung

4. Klobazam
Indikasi

: terapi tambahan pada epilepsy penggunaan jangka pendek

ansietas.
Kontra indikasi

: depresi pernafasan

Efek samping

mengantuk,

pandangan

kabur,

bingung,

amnesia

ketergantungan kadang-kadang nyeri kepala, vertigo hipotensi.


5. Diazepam (valium)
Selain bersifat sebagai anksiolitika, relaksan otot, hipnotik, juga berkhasiat
antikonvulsi. Maka digunakan sebagai obat status epileptikus dalam bentuk injeksi.
DS
Indikasi

: oral 2 3 x sehari @ 2 5 mg
: status epileptikus, konvulsi akibat keracunan

Kontra indikasi
Efek samping

: depresi pernafasan
: mengantuk, pandangan kabur, bingung, antaksia, amnesia,

ketergantungan, kadang nyeri kepala.


6. Primidon(Mysolin)
Strukturnya mirip dengan fenobarbital dan di dalam hati akan dibiotrasformasi
menjado fenobarbital, tetapi kurang sedatif dan sangat efektif terhadap serangan
grand mal dan psikomotor.
DS
: Dimulai 4 x sehari @ 500 mg, hari ke 4 250 mg dan hari ke 11
25 mg
7. Karbamazepin (Tegretol)
Senyawa trisiklik ini mirip imipramin, Digunakan pada epilepsi grand mal dan
psikomotor dengan
lebih ringan.
DS

efek;l.tifitasnya sama dengan fenitoin tetapi efek sampingnya


: Dimimun dengan dosis rendah dan dinaikan berangsur-angsur

sampai 2-3 x sehari @ 200-400 mg.


SUMBER:
ISFI. 2013. ISO Indonesia Vol. 48. Jakarta: ISFI
Katzung, Bertram G. 2014. Basic & Clinical Pharmacology. 12th Edition. Published by The
McGraw-Hill Companies Inc. Nugroho, Aryandhito Widhi dkk. 2014. Farmakologi
Dasar & Klinik. Edisi 12. EGC Medical Publisher. Jakarta.
Marcdante,Karen J & Kliegman,Robert M & Jenson, Hal B & Behrman, Richard E. 2014.
Nelson; Ilmu Kesehatan Anak Esensial Jakarta: Elsevier.
Mardjono, Mahar dan Sidharta, Priguna . 2010 . Neurologi Klinis Dasar . Jakarta: Dian
Rakyat

Anda mungkin juga menyukai