Anda di halaman 1dari 53

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Penyakit mata sampai saat ini masih merupakan masalah
kesehatan di dunia, terutama yang menyebabkan kebutaan. Kelainan
refraksi (0,14%) merupakan penyebab utama kebutaan ketiga setelah
katarak (0,78%) dan glaukoma (0,20%). Dari 153 juta orang di dunia yang
mengalami kelainan refraksi, delapan juta orang diantaranya mengalami
kebutaan.
Kelainan refraksi adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk
pada retina, dimana terjadi ketidakseimbangan sistem penglihatan pada
mata sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Sinar tidak dibiaskan
tepat pada retina, tetapi dapat di depan atau di belakang retina dan/ atau
tidak terletak pada satu titik fokus. Kelainan refraksi dapat diakibatkan
terjadinya kelainan kelengkungan kornea dan lensa, perubahan indeks
bias, dan kelainan panjang sumbu bola mata.
Kelainan refraksi dapat dengan mudah dideteksi, diobati dan
dievaluasi dengan pemberian kaca mata. Namun demikian kelainan
refraksi menjadi masalah serius jika tidak cepat ditanggulangi. Oleh
karena itu setiap pasien wajib dilakukan pemeriksaan visus sebagai
bagian dari pemeriksaan fisik mata umum. Pemeriksaan visus merupakan
pengukuran obyek terkecil yang dapat diidentifikasi terhadap seseorang
dalam jarak yang ditetapkan dari mata. Pemeriksaan visus jarak jauh juga
harus dilakukan terhadap semua anak-anak sesegera mungkin setelah
usia 3 tahun, karena penting untuk deteksi dini terhadap ambylopia.
1.2 TUJUAN
1.

Tujuan umum : Untuk membahas kelainan refraksi dan penanganan


kelainan refraksi.

2.

Tujuan khusus : Untuk menyelesaikan tugas laporan kasus dari


kepaniteraan klinik di SMF Ilmu Kesehatan Mata RSUD Dr.
Mohammad Saleh, Probolinggo.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI MEDIA REFRAKSI
Sesuai dengan perannya sebagai alat optik tubuh, mata memiliki
struktur yang berfungsi untuk merefraksikan seluruh cahaya yang masuk
ke mata melalui media refraksi, sebagai berikut:

2,3

Gambar 2.1. Anatomi Mata

2.1.1 Kornea
Kornea adalah jaringan transparan yang disisipkan ke sklera pada
limbus, lekuk melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skleralis.
Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65
mm di tepi, dan diameternya sekitar 11,5 mm. Dari anterior ke posterior
kornea mempunyai lima lapisan, yaitu lapisan epitel, lapisan Bowman, stroma,

membran Descemet, dan lapisan endotel. Lapisan epitel mempunyai


lima atau enam lapis sel sedangkan endotel hanya satu lapis.

Gambar 2.1.1 Lapisan-lapisan Kornea.

Lapisan Bowman merupakan lapisan jernih aseluler, yang merupakan


bagian stroma yang berubah. Stroma kornea mencakup sekitar 90% dari
ketebalan kornea. Bagian ini tersusun dari lamella fibril-fibril kolagen dengan
lebar sekitar 1m yang saling menjalin yang hampir mencakup seluruh
diameter kornea. Lamella ini berjalan sejajar dengan permukaan kornea dan
karena ukuran dan periodiditasnya secara optik menjadi jernih. Lamella
terletak di dalam suatu zat dasar proteoglikan hidrat bersama dengan
keratosit yang menghasilkan kolagen dan zat dasar.2
Membran Descemet merupakan suatu membran elastik yang jernih
yang tampak amorf pada pemeriksaan mikroskop elekron dan merupakan
membran basalis dari endotel kornea. Saat lahir, tebalnya sekitar 3 m dan
terus menebal selama hidup mencapai 10-12 m. Endotel hanya memiliki satu
lapis sel tetapi lapisan ini berperan dalam mempertahankan deturgesensi
stroma kornea. Endotel kornea cukup rentan terhadap trauma dan kehilangan

sel-selnya seiring penuaan. Reparasi endotel hanya terjadi hanya dalam


wujud pembesaran dan pergeseran sel-sel dengan sedikit pembelahan sel.2

Kornea dinutrisi oleh pembuluh-pembuluh darah limbus, humor


aqueus, dan air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen
sebagian besar dari atmosfer. Saraf-saraf sensorik kornea didapat dari
percabangan

pertama

(oftalmika)

dari

nervus

trigeminus.Kornea

mempunyai indeksi bias 1,38. Kelengkungan kornea mempunyai


kekuatan yang sebanding dengan lensa hingga 40 dioptri.

2.1.2 Akuos Humor


Akuos humor adalah cairan jernih yang mengisi bilik mata depan
dan belakang. Volumenya sekitar 250 l dan kecepatan pembentukan
memiliki variasi diurnal adalah 2,5 l/menit. Komposisi serupa dengan
plasma kecuali bahwa cairan ini mengandung konsentrasi askorbut,
piruvat, dan laktat yang lebih tinggi serta protein,urea dan glukosa yang
lebih rendah. Cairan ini diproduksi oleh korpus siliaris. Setelah
memasuki kamera okuli posterior, humor aqueus melalui pupil masuk
ke kamera okuli anterior dan kemudian ke perifer menuju sudut kamera
okuli anterior. Akuos humor memiliki indeks bias 1,33.

2.1.3 Iris
Iris atau selaput pelangi merupakan bagian yang berwarna pada mata.
Iris menghalangi sinar masuk ke dalam mata dengan cara mengatur
jumlah sinar masuk ke dalam pupil melalui besarnya pupil.
2.1.4 Pupil
Pupil yang berwarna hitam pekat pada sentral iris mengatur jumlah sinar
masuk ke dalam bola mata. Seluruh sinar yang masuk melalui pupil
diserap sempurna oleh jaringan dalam mata. Tidak ada sinar yang
keluar melalui pupil sehingga pupil akan berwarna hitam. Ukuran pupil

dapat mengatur refleks mengecil atau membesarkan untuk jumlah


masuknya sinar. Pengaturan jumlah sinar masuk ke dalam pupil diatur
secara refleks. Pada penerangan yang cerah pupil akan mengecil untuk
mengurangi rasa silau. Pada tepi pupil terdapat m.sfingter pupil yang
bila berkontraksi akan mengakibatkan mengecilnya pupil (miosis). Hal
ini terjadi ketika melihat dekat atau merasa silau dan pada saat
berakomodasi. Selain itu, secara radier terdapat m.dilator pupil yang bila
berkontraksi akan mengakibatkan membesarnya pupil (midriasis).
Midirasis terjadi ketika berada di tempat gelap atau pada waktu melihat
jauh.
2.1.5 Badan siliar
Badan siliar merupakan bagian khusus uvea yang memegang peranan
untuk akomodasi dan menghasilkan cairan mata. Di dalam badan siliar
didapatkan otot akomodasi dan mengatur besar ruang intertrabekula
melalui insersi otot pada skleral spur.
2.1.6 Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, tidak berwarna sehingga
hampir transparan sempurna. Permukaan posteriornya lebih konveks dari
permukaan anteriornya. Pada orang dewasa, tebalnya sekitar 4 mm
dengan diameter 9 mm. Berat suatu lensa bertambah lima kali lipat
berbanding

berat

lensa

saat

lahir.Terdapat

serabut-serabut

yang

dinamakan zonulla zinni (zonula fibres) di sekitar ekuator lensa yang


berfungsi untuk mengikat lensa dengan corpus siliaris. Serabut-serabut ini
memegang lensa pada posisinya dan akan berkontraksi atau mengendur
saat otot siliaris berkontraksi atau berdilatasi saat proses akomodasi.

Gambar 2.1.3.1 Pengikatan Lensa Mata oleh Zonulla Zini.

Lensa terbentuk dari kapsul yang elastis, epitel yang terbatas pada
permukaan anterior lensa dan serabut-serabut lensa yang dibagi lagi menjadi
nukleus dan korteks.1 Kapsul lensa merupakan suatu membran elastis yang
membungkus seluruhm)lebihpermukaan lensa. Kapsul bagian anterior (20

tebal berbanding kapsulm).Dibagianbawahposteriormikroskop(3 electron,

kapsul lensa terdiri dari lamela yang mengandung kolagen tipe 4. Pada
bagian ekuator lensa, terdapat zonula zinnia yang mengikat lensa pada
prosessus ciliaris. Kapsul lensa berfungsi sebagai diffusion barier dan
permeabel terhadap komponen dengan berat molekul rendah. Fungsi
utama kapsul lensa adalah untuk membentuk lensa sebagai respon
dari penarikan serabut-serabut zonula saat proses akomodasi.

1,2,4

Gambar 2.1.3.2 Bagian-bagian Lensa Mata.

Epitel lensa berbentuk kuboid dan terletak di bawah kapsul bagian


anterior. Di bagian ekuator, sel-sel ini memanjang dan membentuk kolumnar. Di
bagian ekuator ini juga sel epitel lensa berubah membentuk serabut-serabut lensa
karena di bagian ini aktivitas mitotik berada pada puncaknya. Fungsi sel epitel
lensa adalah untuk berdiferensiasi membentuk serabut lensa dan terlibat dalam
transportasi antara humor aquous dengan bagian dalamnya dan sekresi material
9

kapsul. Seperti yang telah diketahui, serabut-serabut lensa terbentuk dari


multiplikasi dan diferensiasi dari sel epitel lensa di bagian ekuator. Oleh karena
pertumbuhan normal dari lensa bermula dari permukaan ke arah dalam, maka
serabut yang terbentuk terlebih dahulu dinamakan nukleus lensa dan serabut
yang baru terbentuk dinamakan korteks.

Enam puluh lima persen lensa terdiri dari air, sekitar 15% protein, dan
sedikit sekali mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan
kalium lebih tinggi di lensa daripada di kebanyakan jaringan lain. Asam
askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi.
Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah dan persarafan di lensa. Lensa
mempunyai kekuatan dioptri sekitar 20 dioptri. Kekuatan ini tidak menetap
karena pada lensa dapat terjadi akomodasi. Lensa memiliki indeks bias 1,40.
Kekuatan dioptri lensa berubah dengan meningkatnya umur, yaitu menjadi

sekitar 8 dioptri pada umur 40 tahun dan menjadi 1 atau 2 dioptri pada
umur 60 tahun.

2,5

2.1.6 Retina
Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung
reseptor yang menerima rangsangan cahaya dan terletak di belakang
pupil. Retina akan meneruskan rangsangan yang diterimanya berupa
bayangan benda sebagai rangsangan elektrik ke otak sebagai
bayangan yang dikenal.
2.1.7 Saraf optik
Saraf optik yang keluar dari polus posterior bola mata membawa 2
jenis serabut saraf, yaitu: saraf penglihat dan serabut pupilomotor.
Saraf penglihat meneruskan rangsangan listrik dari mata ke korteks
visual untuk dikenali bayangannya.

2.1.8 Korpus Vitreus


Korpus vitreus adalah suatu badan gelatin yang jernih dan
avaskuler
yang membentuk duapertiga dari volume dan berat mata. Vitreus
mengisi ruangan yang dibatasi oleh kornea, retina dan diskus optikus.
Permukaan luar vitreus (membrane hiloid) normalnya kontak dengan
struktur-struktur seperti kapsul lensa posterior, serat-serat zonulla pars
plana lapisan epitel, retina, dan kaput nervus optikus. Basis vitreus
mempertahankan penempelan yang kuat sepanjang hidup ke lapisan
epitel pars plana dan retina tepat di belakang ora serata Perlekatan ke
kapsul lensa dan nervus optikus kuat pada awal kehidupan tetapi
segera hilang. Vitreus berisi 99% air dan 1% sisanya 1% kolagen dan
asam hialuronat yang memberikan bentuk dan konsistensi mirip gel

pada vitreus karena kemampuannya mengikat banyak air.7Sebagai


media refraksi, korpus vitreus memiliki indeks bias 1,34. 2
2.2

DEFINISI
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang

terdiri atas kornea, cairan mata, lensa, badan kaca, dan panjangnya bola mata. Pada
orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya bola
mata demikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media
penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal disebut
sebagai mata emetropia dan akan menempatkan bayangan benda tepat di retinanya
pada keadaan mata yang tidakmelakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh.

Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk


pada retina (macula lutea). Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan
sistem optik pada mata sehingga menghasilkan bayangan kabur.1

Analisis statistik distribusi anomali/kelainan refraksi yang terjadi di


masyarakat dalam populasi penelitian menunjukkan adanya korelasi yang

signifikan antara jari-jari kurvatura kornea, kedalaman bilik mata depan, kekuatan
refraksi dari lensa, panjang sumbu bola mata dengan anomali/ kelainan refraksi.2

Dikenal beberapa titik di dalam bidang refraksi, seperti Punctum


Proksimum merupakan titik terdekat di mana seseorang masih dapat melihat
dengan jelas. Punctum Remotum adalah titik terjauh di mana seseorang
masih dapat melihat dengan jelas, titik ini merupakan titik dalam ruang yang
berhubungan dengan retina atau foveola bila mata istirahat.

2.3 MEKANISME REFRAKSI, AKOMODASI DAN PENGLIHATAN


2.3.1 MEKANISME REFRAKSI
Jika kecepatan suatu berkas cahaya berubah akibat perubahan
medium optis, akan terjadi pula pembiasan (refraksi) berkas cahaya tersebut.
Efek suatu bahan optic terhadap kecepatan cahaya dinyatakan oleh indeks
refraksinya. Semakin tinggi indeks, semakin lambat kecepatan dan semakin
besar efek pembiasannya. Menurut Hukum Refleksi dan Refraksi, berkas
cahaya yang datang akan dipantulkan dan dibiaskan pada bidang datang
yang tegak lurusterhadappermukaan, sudut datang sama dengan sudut
refleksi, serta hasil kali indeks refraksi medium berkas cahaya datangdan
sinus sudut datang berkas cahaya cahaya yang datang sama dengan hasil
kali besaran-besaran yang sama pada berkas cahaya biasan.2
Lensa konveks memfokuskan berkas cahaya. Berkas cahaya yang masuk
melalui bagian tengah menembus lensa tepat tegak lurus terhadap permukaan
lensa sehingga cahaya tidak dibiaskan. Makin ke tepi lensa berkas cahaya akan
semakin dibelokkan ke arah tengah yang disebut dengan konvergensi cahaya.
Bila lensa memiliki kelengkungan yang sama cahaya sejajar yang melalui
berbagai bagian lensa akan dibelokkan sedemikian rupa sehingga semua cahaya
akan menuju suatu titik yang disebut titik fokus. Lensa konkaf menyebarkan
berkas cahaya. Berlawanan dengan lensa konveks, berkas cahaya yang
mengenai bagian pinggir lensa akan mengalami divergensi atau menyebar
menjauhi cahaya yang masuk melalui bagian tengah lensa. Lensa silindris
membiaskan cahaya pada suatu garis focus. Silindris konkav akan

menyebarkan cahaya pada satu bidang dan lensa silindris konveks


akan memusatkan berkas cahaya pada satu bidang.Ukuran daya bias
lensa disebut sebagai dioptri. Daya bias lensa konveks sama dengan
satu meter dibagi jarak fokusnya. Jadi sebuah lensa sferis mempunyai
daya bias +1 dioptri bila lensa itu memusatkan cahaya sejajar menuju
satu titik fokus 1 meter di belakang lensa.

Sistem lensa mata terdiri atas empat perbatasan refraksi:

a. perbatasan antara permukaan anterior kornea dan udara


b. perbatasan antara permukaan posterior kornea dan humor aqueus

c. perbatasan antara humor aqueus dan permukaan anterior lensa


d. perbatasan permukaan posterior lensa dengan korpus vitreus.
Sekitar dua pertiga dari daya bias mata 59 dioptri dihasilkan oleh
permukaan anterior kornea, bukan oleh lensa mata. Hal ini dikarenakan
indeks bias kornea sangat berbeda dari indeks bias udara, sementara
indeks bias lensa mata tidak jauh berbeda dengan indeks bias akuos
humor dan korpus vitreus. Lensa internal mata yang secara normal
bersinggungan dengan cairan di setiap permukaannya memiliki daya
bias total hanya 20 dioptri, namun lensa internal ini penting karena
sebagai respon terhadap sinyal saraf dari otak lengkung permukaannya
dapat mencembung sehingga memungkinkan terjadinya akomodasi.

Gambar 2.3.1.1 Indeks Bias Media Optik.

Pembentukan bayangan di retina memerlukan empat proses. Pertama,


pembiasan sinar/cahaya. Hal ini berlaku apabila cahaya melalui perantaraan yang
berbeda kepadatannya dengan kepadatan udara, yaitu kornea, akuos humor ,
lensa, dan humor vitreus. Kedua, akomodasi lensa, yaitu proses lensa menjadi
cembung atau cekung, tergantung pada objek yang dilihat itu dekat atau jauh.
Ketiga, konstriksi pupil, yaitu pengecilan garis pusat pupil agar cahaya tepat di
retina sehingga penglihatan tidak kabur. Pupil juga mengecil apabila cahaya yang
terlalu terang memasukinya atau melewatinya, dan ini penting untuk melindungi
mata dari paparan cahaya yang tiba-tiba atau terlalu terang. Keempat,
pemfokusan, yaitu pergerakan kedua bola mata sedemikian rupa sehingga kedua
bola mata terfokus ke arah objek yang sedang dilihat.

2.3.2 MEKANISME AKOMODASI


Pada keadaan normal cahaya tidak berhingga akan terfokus pada retina,
demikian pula bila benda jauh didekatkan, maka dengan adanya daya akomodasi
benda dapat difokuskan pada retina atau makula lutea. Dengan berakomodasi,
maka benda pada jarak yang berbeda-beda akan terfokus pada

retina. Akomodasi adalah kemampuan lensa untuk mencembung yang


terjadi akibat kontraksi otot siliar. Akibat akomodasi, daya pembiasan
lensa bertambah kuat. Kekuatan akomodasi akan meningkat sesuai
dengan kebutuhan, makin dekat benda makin kuat mata harus
berakomodasi (mencembung). Kekuatan akomodasi diatur oleh refleks
akomodasi. Refleks akomodasi akan bangkit bila mata melihat kabur
dan pada waktu konvergensi atau melihat dekat.

Dikenal beberapa teori akomodasi, seperti:


a. teori akomodasi Hemholtz: di mana zonula zinn kendor akibat
kontraksi otot siliar sirkuler, mengakibatkan lensa yang elastis
menjadi cembung dan diameter menjadi kecil
b. teori akomodasi Thsernig: dasarnya adalah bahwa nukleus lensa tidak
dapat berubah bentuk sedang yang dapat berubah bentuka adalah bagian
lensa yang superfisial atau korteks lensa. Pada waktu akomodasi terjadi
tegangan pada zonula Zinn sehingga nukleus lensa terjepit dan bagian

depan nukleus akan mencembung.

Mata akan berakomodasi bila bayangan difokuskan di belakang retina.

Bila sinar jauh tidak difokuskan pada retina seperti pada mata dengan
kelainan refraksi hipermetropia maka mata tersebut akan berakomodasi
terus menerus walaupun letak bendanya jauh, dan pada keadaan ini
diperlukan akomodasi yang baik.
Anak-anak

dapat

berakomodasi

dengan

kuat

sekali

sehingga

memberikan kesukaranpada pemeriksaan kelainan refraksi. Daya akomodasi


kuat pada anak-anak dapat mencapai+12.00 sampai +18.00 D. Akibatnya
pada anak-anak yang sedang dilakukan pemeriksaan kelainan refraksinya
untukmelihat jauh mungkin terjadi koreksi miopia yang lebih tinggi akibat
akomodasi sehingga mata tersebut memerlukanlensa negatif yang berlebihan
(koreksi lebih). Untuk pemeriksaan kelainan refraksi anak sebaiknya diberikan
sikloplegik untuk melumpuhkan otot akomodasi sehingga pemeriksaan
kelainannya murni, dilakukan pada mata yang beristirahat. Biasanya untuk ini

diberikan sikloplegik atau sulfat atropin bersifat parasimpatolitik, yang selain


bekerja untuk melumpuhkan otot siliar juga melumpuhkanotot sfingter pupil.1
Dengan bertambahnya usia, maka akan berkurang pula daya akomodasi
akibat berkurangnya elastisitas lensa sehingga lensa sukar mencembung.
Keadaan berkurangnya daya akomodasi pada usia lanjut disebut presbiopia.

Tabel 2.3.2.1 Perubahan pada Saat Akomodasi.

2.3.3 MEKANISME PENGLIHATAN


Pembentukan bayangan di retina memerlukan empat proses. Pertama,
pembiasan cahaya kaetika cahaya melalui perantaraan yang berbeda
kepadatan, yaitu kornea, akuos humor, lensa, dan korpus vitreus. Kedua,
akomodasi lensa, yaitu proses lensa menjadi cembung atau cekung,
tergantung pada objek yang dilihat itu dekat atau jauh. Ketiga, konstriksi pupil,
yaitu pengecilan garis pusat pupil agar cahaya tepat di retina sehingga
penglihatan tidak kabur. Pupil juga mengecil apabila cahaya yang terlalu
terang memasukinya atau melewatinya, dan ini penting untuk melindungi mata
dari paparan cahaya yang tiba-tiba atau terlalu terang. Keempat, pemfokusan,
yaitu pergerakan kedua bola mata sedemikian rupa sehingga kedua bola mata
terfokus ke arah objek yang sedang dilihat.2

2.4

KELAINAN REFRAKSI
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan

yang terdiri atas kornea, cairan mata, lensa, benda kaca, dan panjangnya bola
mata. Pada orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan
panjangnya bola mata demikian seimbang sehingga bayangan benda selalu
melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea.
Kelainan refraksi atau ametropia merupakan kelainan pembiasan sinar
pada mata sehingga sinar tidak difokuskan pada retina atau bintik kuning,
tetapi dapat di depan atau di belakang retina dan mungkin tidak terletak pada
satu titik yang fokus. Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem
optik pada mata sihingga menghasilkan bayangan yang kabur. Kelainan
refraksi dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia, astigmat, dan presbiopia.
Kelainan refraksi ditandai dengan mengedip yang kurang dibanding
mata normal. Normalnya, seseorang akan mengedip 4-6 kali dalam 1 menit,
jika kurang mengedip maka mata akan melotot atau mulai juling. Seseorang
dengan kelainan refraksi sebaiknya sering mengedip agar tidak timbul penyulit
lain. Penderita dengan kelainan refraksi akan memberikan keluhan sebagai
berikut: sakit kepala terutama di daerah tengkuk atau dahi; mata berair; cepat
mengantuk; mata terasa pedas; pegal pada bola mata; dan penglihatan kabur.
Untuk mencegah terjadinya penyulit diusahakan memberikan istirahat pada
mata dan mencegah pupil berkontraksi. Tajam penglihatan penderita kelainan
refraksi kurang dari normal.

2.4.1 MIOPIA
2.4.1.1 DEFINISI
Miopia (nearsightedness, shortsightedness, penglihatan dekat) yaitu
seseorang tidak bisa melihat benda jauh dengan jelas tapi bisa melihat dengan
jelas benda-benda yang dekat. Hal ini terjadi apabila bayangan dari

benda yang terletak jauh berfokus di depan retina pada mata yang
tidak berakomodasi.

2,6,7

Gambar 2.4.1.1. Bayangan terbentuk di depan retina pada miopia.

2.4.1.2 EPIDEMIOLOGI
Miopia adalah gangguan mata yang tersering di seluruh dunia.
Prevalensinya dalam tiga dekade ini terus meningkat. Di Amerika Serikat
dari 25% menjadi 41% dan terus meningkat pada beberapa negara Asia
menjadi 70-90%. Angka miopia meningkat sesuai dengan pertambahan
usia. Jumlah penderita rabun jauh di Amerika Serikat berkisar 3% antara
usia 5-7 tahun, 8% antara usia 8-10 tahun, 14% antara usia 11-12 tahun
dan 25% antara usia 12-17 tahun. Pada etnis tertentu, peningkatan angka
kejadian juga terjadi. Etnis Cina memiliki insiden miopia lebih tinggi pada
seluruh usia. Studi nasional Taiwan menemukan prevalensi sebanyak 12%
pada usia 6 tahun dan 84% pada usia 16-18 tahun. Angka yang sama juga
dijumpai di Singapura dan Jepang.6
Miopia progesif (>6 dioptri) juga meningkat, yang nantinya akan
berhubungan dengan peningkatan penyakit-penyakit seperti ablasio retina,
glaukoma, dan miopia degeneratif.8Lebih dari 60% miopia muncul pada
onset awal yang disebut denganmiopia juvenil atau miopia anak sekolah,
terjadi pada usia 9-11 tahun dan mengalami progresifitas pada usia remaja
awal.9Prevalensi miopia agak menurun pada populasi diatas 45 tahun,

mencapai kira-kira 20% pada usia 65 tahunan, dan sekitar 14% pada
usia 70 tahunan. Beberapa penelitian menyatakan prevalensi miopia
lebih tinggi pada wanita dari pada pria.

2.4.1.3 PATOFISIOLOGI
Akibat dari bola mata yang terlalu panjang, menyebabkan
bayangan jatuh di depan retina, dan akibat bertambahnya indeks
bias penglihatan karena perubahan yang terjadi pada media
pembiasan yaitu kornea dan lensa.

Gambar 2.4.1.3 Myopia of the eye.


2.4.1.4 KLASIFIKASI

2,8,9

A. Berdasarkan penyebabnya, miopia dibagi menjadi:


1. Miopia refraktif (miopia bias, miopia indeks) yaitu bertambahnya indeks
bias media penglihatan, seperti terjadi pada katarak intumesen di mana
lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat.

2. Miopia aksial, miopia akibat panjangnya sumbu bola mata,


dengan kelengkungan kornea dan lensa yang normal.Untuk
setiap milimeter tambahan panjang sumbu mata, bertambah
pula miopia sebesar 3 dioptri.

B. Berdasarkan derajat beratnya, miopia dibagi menjadi:


1. Miopia ringan, dimana miopia < 1-3 dioptri.
2. Miopia sedang, dimana miopia 3-6 dioptri.
3. Miopia berat atau tinggi, dimana miopia >6 dioptri.
C. Berdasarkan usia onsetnya, miopia dibagi menjadi:
1. Miopia kongenital, muncul ketika lahir.
2. Miopia remaja, muncul ketika berusia < 20 tahun.
3. Miopia dewasa muda, muncul ketika berusia 20-40 tahun.
4. Miopia dewasa tua, muncul ketika berusia > 40 tahun.
D. Berdasarkan perjalanannya, miopia dibagi menjadi:
1. Miopia stasioner, yaitu miopia yang menetap setelah dewasa.
2. Miopia progresif, yaitu miopia yang bertambah terus pada usia
dewasa akibat bertambah panjangnya bola mata.
3. Miopia maligna, yaitu miopia yang berjalan progresif, yang
dapat mengakibatkan ablasio retina dan kebutaan atau sama
dengan miopia pernisiosa atau miopia degeneratif.
E. Menurut gambaran klinisnya, miopia dibagi menjadi:
1. Miopia simpel
Miopia simpel yaitu miopia yang disebabkan oleh pertumbuhan
normal bola mata yang sehat. Peningkatan miopia berhenti pada
maturitas dan dapat dikoreksi menjadi ketajaman penglihatan normal.
Miopia simpel adalah bentuk miopia yang paling sering dibandingkan
dengan bentuk miopia yang lainnya. Secara umum <6 dioptri, namun
kebanyakan pasien biasanya < 4 atau 5 dioptri.
Astigmat bisa terjadi bersamaan dengan simple myopi. Yang
dikenal dengan miopia astigmat, miopia simpel astigmat dan miopia
campuran astigmat. Ketika derajat miopia tidak sama antara kedua mata

maka kondisi ini disebut anisometropi miopia (anisomiopia). Namun


ketika satu mata normal (emmetropi) dan mata yang lainnya miopia,
keadaan ini dikenal sebagai miopia simpel anisometropia. Meskipun
derajat miopia yang berbeda antara kedua mata sebenarnya jarang
terjadi, anisometropia tidak akan menjadi masalah klinis sampai
perbedaan kedua mata mencapai 1.0D.

2. Miopia nokturnal
Terjadi hanya pada pencahayaan yang kurang, miopia malam
(rabun senja) merupakan keadaan primer untuk meningkatkan respon
akomodasi yang berhubungan dengan level cahaya yang rendah.
Karena adanya suatu perbedaan yang tidak mencukupi untuk
menstimulasi akomodasi yang adekuat, maka mata lebih memilih untuk
memfokuskan posisi akomodasi terhadap keadaan yang remangremang dari pada memfokuskan ketajaman penglihatan jauh.Hal ini
disebut juga dengan akomodasi fokus gelap atau akomodasi tonik atau
akomodasi keadaan istirahat. Pada dasarnya, penderita miopia
nokturnal sudah memeiliki miopia ringan. Miopia nokturnal ini bisa
mencapai -4.0D, namun yang paling sering sekitar -1.0D.

3. Pseudomiopia
Pseudomiopia adalah hasil meningkatnya kekuatan refraksi
okuler akibat overstimulasi dari mekanisme akomodasi mata atau
spasme dari siliari. Kondisi ini disebut pseudomiopia karena pasien
hanya mengeluhkan miopia akibat respon akomodasi yang tidak sesuai.

4. Miopia degeneratif
Derajat berat dari miopia yang berhubungan dengan perubahan
degeneratif dari posterior segmen mata, yang dikenal dengan miopia
degeneratif atau miopia patologis. Perubahan degeneratif ini dapat
menyebabkan

fungsi

abnormal

penglihatan,

seperti

penurunan

ketajaman penglihatan atau perubahan lapangan pandang. Lepasnya


retina dan glaukoma adalah sekuele yang sering terjadi.

5. Miopia terinduksi

Miopia terinduksi adalah hasil dari paparan berbagai jenis zat


farmakologi, kadar gula darah yang bervariasi, sklerosis dari lensa mata
atau kondisi-kondisi lainnya. Miopia ini bersifat sementara dan reversibel.
Tabel 2.4.1.4 Agen Farmasi yang Dapat Memicu Terjadinya Miopia.9
Golongan
Agonis kolinergik

Nama Agen Farmasi


Acetylcholine, Carbachol, Demecarium,
Diisopropyl fluorophosphate, Neostigmine,
Physostigmine, Pilocarpine

Antibiotik
Agen antiangina

Isoniazid, Sulfonamid, Tetrasiklin


Isosorbid dinitrat

Antihipertensi

Obat-obat adrenergik, diuretik Tiazid

Obat antialergi

Antihistamin

Antikonvulsan

Methsuximide

Agen sistem saraf


Logam berat
Agen hormonal

Morfin, Opium, Fenotiazin


Arsen
Adrenocorticotrophic hormone,
Corticosteroids, Kontrasepsi

2.4.1.5 ETIOLOGI
Tabel 2.4.1.5 Etiologi Miopia Berdasarkan Klasifikasinya.
Jenis Miopia
Miopia simpel

10

Etiologi
keturunan, pekerjaan jarak pandang dekat yang kekerapannya
signifikan

Miopia nokturnal

keseringan mata berakomodasi dalam gelap yang signifikan

Pseudomiopia

kelainan akomodasi, eksoforia tinggi, agen agonis kolinergik

Miopia degeneratif

keturunan, retinopati prematur, halangan pada media refraksi

Miopia terinduksi

Katarak nuklear terkait umur, terpapar Sulfonamid, perubahan


kadar gula darah yang signifikan

Faktor risiko yang meningkatkan terjadinya miopia adalah:

1. Riwayat keluarga dengan miopia (hereditas).


2. Munculnya miopia dengan retinoskopi nonsikloplegik saat masa
pertumbuhan dan berkurang menjadi emetropia sebelum
masuk sekolah.

3. Gangguan refraksi emetropia sampai hipermetropia 0.50D.


4. Penurunan fungsi akomodasi atau nearpoint esophoria
5. Bekerja dalam jarak dekat dalam waktu yang lama.
6. Kelengkungan kornea yang curam atau tingginya rasio panjang
aksial dengan radius kornea.
2.4.1.6 DIAGNOSIS
Dalam menegakkan diagnosis miopia, harus dilakukan
dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Pada anamnesis, pasien mengeluhkan penglihatan kabur saat
melihat jauh, cepat lelah saat membaca, atau melihat benda dari
jarak dekat. Berikut ini gejala utama yang terjadi pada:

2,6

1. Miopia simpel
Gejala utama miopia simpel adalah pandangan kabur yang menetap
saat melihat jauh, sedangkan penglihatan dekat biasanya normal.
Gejala selain pemandangan kabur mungkin saja muncul.

2. Miopia malam
Gejala

utamanya

adalah

pandangan

jauh

kabur

saat

pencahayaan kurang. Pasien sering mengeluhkan sulit melihat


rambu-rambu lalu lintas saat berkendaraan malam hari.
3. Pseudomiopia
Pandangan jauh kabur yang sementara, khususnya saat setelah
melakukan pekerjaan yang dekat. Hal ini mengindikasikan tidak
cukup baiknya fungsi akomodasi.
4. Miopia degeneratif
Pada miopia degeneratif terdapat pemandangan jauh yang sangat kabur
karena derajat miopia sangat signifikan. Pasien harus meletakkan objek
sangat dekat dengan matanya. Pasien mungkin mengeluhkan adanya
kilatan cahaya atau benda-benda yang mengapung akibat perubahan
dari vitreoretinalnya. Jika patologi dari segmen posterior berubah maka
akan mengakibatkan gangguan fungsi retina, pasien akan mengeluhkan

memiliki riwayat hilangnya penglihatan atau riwayat menggunakan alat

optik dengan koreksi tinggi.


5. Miopia terinduksi
Pasien dengan miopia terinduksijuga melaporkan adanya pandangan
jauh yang kabur. Waktu kaburnya itu sesuai dengan agen atau
kondisi yang mempengaruhi miopia tersebut. Pupil konstriksi saat
penyebab dari miopia ini adalah agen agonis kolinergik.

Setelah melakukan anamnesis, pada pasien dilakukan pemeriksaan


mata sebagai berikut:

2,6,9-11

1. Pemeriksaan ketajaman penglihatan (visus, refraksi subjektif)


Cara subjektif dilakukan dengan menggunakan kartuoptotip Snellen
dan lensa coba. Pemeriksaan dengan optotipe Snellen dilakukan dengan
jarak 5-6 meter dari kartu Snellen dan pemeriksaan ini harus dilakukan
dengan tenang. Pada pemeriksaan terlebih dahulu ditentukan tajam
penglihatan atau visus yang dinyatakan dengan bentuk pecahan.Visus
yang terbaik adalah 5/5 (20/20), yaitu pada jarak pemeriksaan 5 meter
dapat terlihat huruf yang seharusnya terlihat pada jarak 5 meter.

Gambar 2.4.1.6 Snellen Chart.

Bila huruf terbesar dari optotipe Snellen tidak dapat dilihat, maka
pemeriksaan dilakukan dengan cara meminta penderita menghitung jari

pada bermacam-macam jarak. Hitung jari pada penglihatan normal terlihat

pada jarak 60 m, jika penderita hanya dapat melihat pada jarak 2 m,


maka visusnya sebesar 2/60. Apabila pada jarak terdekat pun hitung jari
tidak dapat terlihat, maka pemeriksaan dilakukan dengan cara
pemeriksa menggerakkan tangannya pada bermacam-macam arah
dengan jarak bermacam-macam dan meminta penderita mengatakan
arah gerakan tersebut. Gerakan tangan pada penglihatan normal terlihat
pada jarak 300 m, jika penderita hanya dapat melihat gerakkan tangan
pada jarak 1 m, maka visusnya 1/300. Namun apabila gerakan tangan
tidak dapat terlihat pada jarak terdekat sekalipun, maka pemeriksaan
akan dilanjutkan dengan menggunakan cahaya dari senter pemeriksa
dan mengarahkan sinar tersebut pada mata penderita dari segala arah,
dengan salah satu mata penderita ditutup.
Pada pemeriksaan ini penderita harus dapat melihat arah sinar
dengan benar, apabila penderita dapat melihat sinar dan arahnya benar,
maka fungsi retina bagian perifer masih baik dan dikatakan visusnya 1/~
dengan proyeksi baik. Namun jika penderita hanya dapat melihat sinar
dan tidak dapat menentukan arah dengan benar atau pada beberapa
tempat tidak dapat terlihat maka retina tidak berfungsi dengan baik dan
dikatakan sebagai proyeksi buruk. Bila cahaya senter sama sekali tidak
terlihat oleh penderita maka berarti terjadi kerusakan dari retina secara
keseluruhan dan dikatakan visus nol atau buta total.

2. Retinoskopi atau refraksi objektif


Pemeriksaan retinoskopi dilakukan dalam kamar gelap, dengan
jarak pemeriksa dan penderita sejauh 0,5 meter. Sumber cahaya terletak di
atas penderita agak kebelakang dan cahaya ditujukan kepada pemeriksa
yang memegang cermin, dimana cermin kemudian memantulkan cahaya
tersebut ke arah pupil penderita, sehingga pemeriksa dapat melihat refleks
fundus pada pupil penderita melalui lubang pada bagian tengah cermin.

Gambar 2.4.1.6.2 Reflek Fundus pada Retinoskopi


Kemudian

cermin

tersebut

11

digerak-gerakan

dan

pemeriksa

memperhatikan gerakan dari refleks fundus pada mata penderita. Pada


penderita miopia akan didapatkan arah gerak refleks fundus yang
berlawanan dengan arah gerak cermin, maka perlu ditambahkan dengan
lensa konkaf (minus), sampai reflek pupil mengisi seluruh apertura pupil
dan tidak lagi terdeteksi adanya gerakan (titik netralisasi). Pemeriksaan
dilakukan dengan memasangkan lensa sferis +2 D, selanjutnya dilakukan
koreksi yang sesuai sampai dicapainya titik netralisasi.

Gambar 2.4.1.6.3 Gerak Reflek Fundus yang Berlawanan Arah

11

Selain itu, pemeriksa juga perlu memperhatikan terang, bentuk dan


kecepatan gerak fundus. Refleks yang terang, pinggirnya tegas dan gerak
yang cepat menunjukkan kelainan refraksi yang ringan, sedangkan refleks

9-11

yang suram, pinggir tidak tegas dan gerak lamban menunjukkan


adanya kelainan refraksi yang tinggi.
Pada pasien dewasa, pemeriksaan subjektif dan objektif harus
dilakukan. Setelah melakukan pemeriksaan mata, dapat dilakukan
pemeriksaan

tambahanuntuk

mengidentifikasi

keadaan

yang

berhubungan serta memantau perubahan retina pada pasien dengan


miopia degeneratif atau progresif, yaitu melalui:

12

a. Fundus fotografi
b. A- dan B-scan ultrasonografi
c. Lapangan pandang
d. Pemeriksaan lain, seperti gula darah puasa, dan lain-lain.

2.4.1.7 PENATALAKSANAAN

A. Koreksi optikal
Koreksi penglihatan dilakukan dengan memberikan kaca mata
atau lensa kontak yang memberikan penglihatan jauh yang baik.
Derajat miopia diperkirakan dengan menghitung kebalikan dari jarak
titik jauh. Dengan demikian, titik jauh sebesar 0,25 meter
menandakan perlunya lensa koreksi sekitar minus 4 dioptri.
Beberapa keuntungan menggunakan kaca mata yaitu:
1. Kaca mata lebih hemat dalam beberapa kasus.
2. Kaca mata memberikan beberapa perlindungan pada mata,
terutama ketika lensanya berbahan policarbonat.
3. Kaca mata bisa digunakan bersamaan dengan terapi gangguan
mata lain, seperti prisma, bifokal, atau lensa progresif tambahan.

4. Kaca

mata

membutuhkan

akomodasi

yang

kurang

dibandingkan dengan lensa kontak untuk miopia.


5. Kaca mata memberikan koreksi yang lebih baik pada
beberapa tipe astigmat.

Beberapa keuntungan lensa kontak yaitu:


1. Lensa kontak lebih baik dari segi kosmetik
2. Lensa kontak memberikan gambaran pada retina yang lebih
besar dan ketajaman pemandangan yang sedikit lebih bagus
pada miopia berat.
3. Lensa kontak mengurangi kejadian anisikonia pada anisometropia.
4. Lensa kontak mengurangi masalah tentang berat kaca mata dan
keterbatasan lapangan pandang pada penggunaan kaca mata.
5.

Lensa kontak (rigid gas-permeable lenses) bisa mengurangi


progresivitas miopia.

Indikasi pemakaian lensa kontak antara lain;


1. Indikasi medik:
a. Perbaikan

penglihatan:

pengganti

kacamata,

miopia

tinggi, astigmatisma ireguler, keratokonus, afakia.


b. Lensa kontak warna: pada leukoma luas untuk menutupi makula.

2. Indikasi preventif: mencegah terjadinya simbleparon.


3. Indikasi diagnostik: penggunaan gonioskopi, elektroretinografi.

4. Indikasi

operasi:

digunakan

selama

goniotomi

pada

glaukoma kongenital.
5. Indikasi kosmetik: pada parut kornea, ptosis, ptisis bulbi.
6. Indikasi pekerjaan: olahragawan, pilot, aktor.
Kontraindikasi pemakaian lensa kontak antara lain:
1. Kontraindikasi

absolut:

peradangan

pada

blefaritis,

konjungtivitis akut, keratitis.


2. Kontraindikasi relatif: sindrom mata kering, blep setelah operasi
glaukoma, penderita dengan gangguan kekebalan tubuh,
kelainan palpebra dan silia (kalazion, trikiasis, entropion,
koloboma), kelainan konjungtiva (pterigium, pinguekula).

9-11

B. Farmakoterapi
Kadang-kadang sikloplegik dapat digunakan untuk mengurangi respon
akomodasi yang merupakan bagian dari pengobatan pseudomiopia. Beberapa
penelitian mengatakan bahwa penggunaan harian atropin dan siklopentolin
topikal dapat menggurangi progresivitas miopia pada anak dengan onset usia
muda.Oleh karena terjadi inaktivasi dari otot siliar, penambahan lensa positif
tinggi (2.50 D) diperlukan untuk penglihatan dekat. Untuk pasien yang memiliki
potensi reaksi alergi, reaksi idiosinkrasi dan toksisitas sistemik, maka
penggunaan atropin dalam jangka waktu lama
dapat memberikan efek kebalikannya pada retina.

C. Ortokeratologi
Ortokeratologi adalah penyesuaian lensa kontak setelah jangka
waktu seminggu atau sebulan, untuk meratakan kornea dan mengurangi
miopia. Hasil penelitian dengan standar lensa kotak rigid menunjukkan
respon individu terhadap ortokeratologi sangat beragam, dengan rata-rata
menurunan miopia lebih dari 3.00 D pada beberapa pasien. Terjadinya
penurunan miopia dilaporkan dalam sebuah penelitian rata-rata 0.75-1.00

D, kebanyakkannya terjadi penurunan pada 4-6 bulan pertama dari


ortokeratologi program. Ortokeratologi secara umum hanya digunakan
untuk orang dewasa, meskipun kontrol yang terlihat pada miopia anakanak dengan menggunakan lensa kontak rigid-gas permeable memberikan
efek yang sama dengan ortokeratologi.9,11

D. Operasi refraktif

9,11

1. Radial keratotomi (RK)


Insisi dengan pola seperti jari-jari radial pada parasentral
kornea untuk melemahkan bagian dari kornea. Bagian yang curam
pada kornea akan menjadi lemah sedangkan bagian central kornea
akan mendatar. Hasil dari perubahan refraktif tergantung pada
ukuran zona optiknya dan jumlah serta dalamnya insisi.

Gambar 2.4.1.7.1 Radial Keratotomi

2. Photorefraktive Keratektomi (PRK)


PRK adalah suatu prosedur dimana kekuatan kornea
dikurangi dengan menggunakan ablasi laser pada central kornea.
Data dari beberapa penelitian menyatakan bahwa 48-92% pasien
mendapatkan

ketajaman

penglihatan

6/6

setelah

melakukan

prosedur ini. Pasien kadang-kadang menyatakan tidak ada perbaikan


setelah PRK, namun PRK ini lebih baik daripadaRK. Baik RK
maupun PRK ini diindikasikan untuk miopia ringan dan sedang.

Gambar 2.4.1.7.2 Photorefractive Keratectomy.


3. Laser Assisted In situ Keratomileusis (LASIK)

LASIK merupakan metode terbaru didalam operasi mata,


direkomendasikan untuk miopia dengan derajat sedang sampai
berat. Pada LASIK digunakan laser dan alat pemotong yang
dinamakan mikrokeratom untuk memotong flap secara sirkular pada
kornea. Flap yang telah dibuat dibuka sehingga terlihat lapisan dalam
dari kornea. Kornea diperbaiki dengan sinar laser untuk mengubah
bentuk dan fokusnya, setelah itu flap ditutup kembali.

Gambar 2.4.1.7.3 Operasi Metode LASIK.

Kandidat yang ideal untuk dilakukan LASIK, yaitu:

a. Diatas 18 tahun.
b. Memiliki resep kaca mata atau lensa kontak yang stabil
minimal 2 tahun ini.
c. Memiliki ketebalan kornea yang cukup.
d. Memiliki

satu

gangguan

penglihatan

seperti

miopia,

astigmatisma, hipermetropia atau kombinasinya.


e. Tidak menderita peyakit, baik yang berhubungan dengan
penglihatan atau penyakit lain.
f.

Telah melakukan informed corcern yang adekuat ke pasien

tentang tindakan ini.

Sebelum dan sesudah melakukan prosedur LASIK, pasien diberi


beberapa nasehat dan informasi, yaitu:

a. Sebelum LASIK
1. Sebelum operasi, pasien menghentikan penggunaan kream,
losion, make up dan parfum untuk menjamin tidak ada
kumpulan debris pada mata yang dapat meningkatkan risiko
infeksi. Dokter mungkin meminta pasien untuk mengscrab
matanya sebelum dilakukan operasi untuk mengangkat
residu dan debris disekitar mata.
2. Pasien harus diberitahu diantarkan pergi dan pulang serta
pada

saat

follow

pertama,

karena

pengobatan

ini

memberikan rileksasi sehingga penglihatan menjadi kabur.

b. Setelah LASIK
1. Rasa terbakar yang ringan dan gatal atau merasakan suatu
sensasi di mata, bisa berlangsung sampai beberapa jam
setelah LASIK. Obat analgetik mungkin bisa diberikan. Tetes
mata harus digunakan setiap hari dalam jangka waktu
beberapa hari untuk mencegah infeksi dan inflamasi.
2. Penglihatan akan tetap kabur pada hari pertama dan
penglihatan meningkat saat pemeriksaan pasien esok harinya.
Kebanyakan orang menyatakan bahwa penglihatan membaik 1
hari setelah operasi. Tidak disarankan untuk menggunakan
lensa kontak pada periode ini, walaupun penglihatan kabur.
Beberapa pasien dapat berkendaraan satu hari setelah operasi.

3. Pasien disuruh untuk menunggu beberapa hari sebelum

diperbolehkan bekerja seperti semula.


4. Make up dan losion mata tidak diperbolehkan pada

beberapa periode setelah operasi.


5. Semua olahraga dilarang untuk 3 hari dan olah raga berat

atau berkelanjutan dihentikan untuk 4 minggu.

6. Pasien

tidak

diizinkan

untuk

berkendara

sampai

penglihatannya baik.
7. Pada beberapa bulan pertama (6 bulan) ketajaman
penglihatan bisa berfluktuasi dan efek samping mungkin
akan muncul. Periode penyembuhan dan stabilitas dari
penglihatan bisa memakan waktu 1 sampai 3 bulan.
8. Setelah LASIK mata lebih mudah untuk terkena trauma,
karena flap dari kornea tidak sekuat kornea yang original.
Pasien disarankan untuk menggunakan pelindung mata
saat berolah raga dan aktivitas yang dapat membuat
trauma pada bola mata, proyeksi, alis mata.
4.

Ekstraksi Lensa Mata (Lensektomi)

9,10

Ekstraksi lensa mata (extraction of clear crystalline lens,


lensektomi) dianjurkan pada miopia dengan -16 D sampai -18 D,
khususnya pada anisometropia miopia. Ekstraksi lensa mata pada
anisometropia miopia yang berat dikenal dengan operasi Fucala.
Setelah

ekstraksi

lensa

mata,

dilakukan

implantasi

lensa

intraokular artifisial dengan kekuatan 0 D. Ekstraksi lensa mata


dengan implantasi lensa intraokular artifisial baru-baru ini
direkomendasikanuntuk miopia dengan -12 D.

Gambar 2.4.1.7.4 Lensektomi dengan Implan Lensa Intraokuler.


5. Implantasi Lensa Kontak Intraokuler (Phakic IOLs)

9,10

Pasien yang tidak memenuhi syarat untuk LASIK karena memiliki


miopia yang sangat tinggi atau kornea yang sangat tipis adalah calon
potensial untuk operasi implan lensa kontak. Fungsi lensa kontak ini sama
dengan lensa kontak yang dipakai di ekstraokular, namun ditempatkan
antara kornea dan iris. Beberapa ahli bedah mata menganggap metode ini
merupakan pilihan terbaik untuk miopia ekstrim. Lensa mata pasien tetap
ada sehingga fungsi akomodasi tidak terganggu.

Gambar 2.4.1.7.5 Koreksi Refraktif dengan Phakic IOLs.


6. Intracorneal Ring (ICR) Implantation

9,10

Implantasi cincin intrakorneal dilakukan padakira-kira dua per


tiga kedalaman stroma menggunakan implan dari plastik sintetik
yang berbetuk dua buah setengah lingkaran. Tindakan ini dianjurkan
pada miopia dengan usia di atas 2 tahun. Adapun hasil yang
diharapkan yaitu sentral kornea lebih datar dan mengurangi miopia.

Gambar 2.4.1.7.6 Intracorneal Ring Implantation.

2.4.1.8 PROGNOSIS
Prognosis dari miopia simpel sangatlah bagus. Pasien dapat
memperoleh penglihatan jauh yang baik dengan menggunakan koreksi. Hal ini
tergantung juga dengan derajat miopianya, astigmat, anisometropia dan fungsi
akomodasi dari pasien.Pemeriksaan secara teratur sangat penting untuk
penderita degeneratif miopia karena mereka mempunyai faktor risiko untuk
terjadinya ablasio retina, degerasi retina atau masalah lainnya.

2.4.2 HIPERMETROPIA
2.4.2.1 DEFINISI
Hipermetropia yaitu suatu kondisi dimana saat cahaya masuk
ke mata yang tidak berakomodasi maka fokus cahaya berada di
belakang retina, sehingga pasien akan melihat lebih jelas benda yang
jauh daripada benda yang dekat.

2,9

2.4.2.2 EPIDEMIOLOGI
Hampir seluruh bayi memiliki hipermetropia ringan, dimana bayi
premature dan bayi berat badan lahir rendah memiliki hipermetropia yang lebih
rendah. Sekitar 4-9% bayi 6-9 bulan memiliki hipermetropia> +3.25D dan 3,6%
pada anak berusia 1 tahun. Astigmat dengan level tinggi berhubungan dengan
hipermetropia sedang sampai berat selama bayi, namun keduanya akan
menurun pada usia 5 tahun. Meskipun pada usia ini prevalensi gangguan
refraksi sudah turun, namun distribusinya masih tinggi pada hipermetropia
ringan. Diatas usia 10-15 tahun, ada penurunan prevalensi dari hipermetropia
dan terjadi peningkatan miopia.Belum diketahui apakah ada perbedaan
prevalensi hipermetropia berdasarkan jenis kelamin, namun ada bukti bahwa
prevalensi hipermetropia dipengaruhi oleh etnik. Suku asli Amerika, Afrika dan
Pasifik dilaporkan memiliki prevalensi tertinggi. Sebuah penelitian pada 1.880
anak sekolah keturunan China di Malaysia memperlihatkan prevalensi
hipermetropia> +1.25D hanya 1.2%.

2,9

2.4.2.3 PATOFISIOLOGI
Akibat dari bola mata yang terlalu pendek, yang menyebabkan
bayangan terfokus di belakang retina dan perubahan indeks bias
penglihatan yang terjadi akibat perubahan media pembiasan mata
yaitu kornea dan lensa

Gambar 2.8. Hipermetropia.


2.4.2.4 KLASIFIKASI

2,9

A. Secara klinis, hipermetropia dapat dibagi menjadi:


1. Hipermetropia simplek, merupakan variasi biologikal normal,
bisa disebabkan oleh kelainan aksial atau refraksi.
2. Hipermetropia patologik, disebabkan oleh anatomi okular yang
tidak normal yang disebabkan oleh gangguan pertumbuhan,
penyakit okular atau trauma.
3. Hipermetropiafungsional, disebabkan oleh paralisis akomodasi.
B. Hipermetropia

dapat

juga

dibagi

berdasarkan

derajat

keparahannya, yaitu:
1. Hipermetropia+2.00Dringan, jika gangguannya
2. Hipermetropia sedang, jika gangguannya +2.25 - +5.00 D
3. Hipermetropia berat, jika gangguan > 5.00 D

C. Berdasarkan pengaruh akomodasi, hipermetropia dibagi menjadi:


1. Hipermetropia fakultatif, bisa diatasi dengan akomodasi.
2. Hipermetropia absolut, yang tidak bisa dikompensasi dengan
akomodasi.
D. Hipermetropia juga dapat dibagi berdasarkan refraksi sikloplegik
atau nonsikloplegik, yaitu:
1. Hipermetropia

manifes,

ditentukan

dengan

refraksi

non

sikloplegik, dapat berupa hipermetropia fakultatif atau absolut


2. Hipermetropia laten, terdeteksi hanya dengan sikloplegia, bisa
diatasi dengan akomodasi.
2.4.2.5 DIAGNOSIS

2,9

A. Anamnesis gejala dan tanda hipermetropia, berupa:


1. Penglihatan dekat kabur
2. Astenopia akomodatif (sakit kepala, lakrimasi, fotofobia,
kelelahan mata)
3. Strabismus pada anak yang mengalami hipermetropia berat
4. Mata terasa berat jika ingin mulai membaca dan biasanya
tertidur beberapa saat setelah mulai membaca.
5. Ambliopia
B. Pemeriksaan fisik, pemeriksaan yang kita lakukan hampir sama
dengan pemeriksaan miopia namun interpretasinya berbeda.
2.4.2.6 PENATALAKSANAAN
Faktor-faktor

yang

harus

dipertimbangkan

ketika

melakukan

pengobatan dan manajemen, yaitu besarnya hipermetropia, ada atau tidaknya


astigmat dan anisometropia, usia dan gejala pasien, serta status akomodasi,
ketajaman penglihatan dan efisiensi selama melihat. Sejak usia 5 atau 6 tahun,
koreksi tidak dilakukan terutama jika penglihatan normal dan tidak timbul
gejala pada kedua mata. Pada usia 6 atau 7 tahun sampai

remaja dan presbiopia, hipermetropia dikoreksi dengan lensa positif yang


terkuat.Pembedahan juga bisa dilakukan untuk memperbaiki hipermetropia
dengan membentuk kurvatura kornea. Metode pembedahannya sama
dengan pembedahan yang digunakan pada miopia.2,9

2.4.2.7 PROGNOSIS
Hipermetropia simpel tidak progresif, sehingga biasanya prognosisnya
sangat memuaskan. Prognosis yang kurang baik yaitu pasien dengan
ambliopia atau strabismus. Pada hipermetropia, mata berakomodasi maksimal
terus-menerus pada jarak penglihatan dekat, sehingga terjadilah trias
akomodasi, yaiturefleks akomodasi, korvergensi cahaya, dan miosis pupil.
Semakin dekat jarak penglihatan, refleks akomodasi makin mungkin terjadi,
yang

diikuti

oleh

relaksasi

zonulla

zini,

kontraksi

otot-otot

siliar,

mencembungnya lensa mata, dan miosis pupil. Akibatnya, cahaya yang masuk
mata akan mengalami konvergensi baik dari kecembungan lensa mata itu
sendiri, juga ditambah dengan miosis pupil. Dalam keadaan anisometropia
miopia, konvergensi yang terjadi besarnya berbeda, sehingga memungkinkan
terjadinya ambliopia atau strabismus. Hipermetropia ini dapat menyebabkan
terjadinya

ambliopia

apabila

terjadi

anisometropia

yang

sangat5signifikan.0D.Anakyaituyang berusia muda yang memiliki

hipermetropia signifikan biasanya berhubungan dengan ambliopia,


strabismus atau anisometropia.

Gambar 2.4.2.7 Perubahan pada Akomodasi Mata.

2.4.3 ASTIGMATISMA
2.4.3.1DEFINISI
Astigmatisma adalah keadaan dimana terdapat variasi pada kurvatur

kornea atau lensa pada meridian yang berbeda yang mengakibatkan


berkas cahaya tidak difokuskan pada satu titik.Astigmatismaterjadi
akibat bentuk kornea yang oval seperti telur, makin lonjong bentuk
kornea makin tinggi astigmat mata tersebut. Dan umumnya setiap
orang memiliki astigmat yang ringan.

2.4.3.2ETIOLOGI
Astigmatisma biasanya diturunkan atau terjadi sejak lahir, berjalan
bersama dengan miopia dan hipermetropia, serta tidak banyak terjadi
perubahan selama hidup. Bayi yang baru lahir biasanya mempunyai kornea
yang bulat atau sferis yang di dalam perkembangnnya terjadi keadaan
yang disebut astigmatisma lazim di mana kelengkungan kornea pada
bidang vertikal bertambah atau lebih kuat atau-jari-jarinya lebih pendek
disbanding jari-jari kelengkungan kornea di bidang horizontal.2,11

Astigmatisma dapat disebabkan oleh kelainan pada kurvatur,


aksis, atau indeks retraksi.Astigmatisma kurvatur pada derajat yang
tinggi, merupakan yang tersering pada kornea, bersifat kongenital,
sumbu vertikal lebih besar dari sumbu horizontal sekitar 0,25 D. Ini
dikenal dengan astigmatsme direk dan diterima sebagai keadaan
yang fisiologis. Bayi yang baru lahir biasanya mempunyai kornea
yang bulat atau sferis tipe astigmatisma ini di dapatkan pada 68 %
anak-anak pada usia 4 tahun dan 95% pada usia 7 tahun.

2,10

2.4.3.3PATOFISIOLOGI
Penyebab tersering dari astigmatism adalah kelainan bentuk kornea

atau kelengkungan permukaan kornea. Namun sebagian kecil


dapat pula disebabkan karena kelainan lensa

8,12

Astigmatism of the eye.

2, 10

Gambar 2.4.3.3
2.4.3.4 KLASIFIKASI
A. Astigmatisma Reguler
Astigmatisma

regular

merupakan

astigmatisma

yang

memperlihatkan kekuatan pembiasan bertambah atau berkurang


perlahan-lahan secara teratur dari satu meridian ke meridian
berikutnya. Bayangan yang terjadi dengan bentuk yang teratur dapat
berbentuk garis, lonjong atau lingkaran.
1. Astigmatisma simpel, di mana satu dari titk fokus di retina. Fokus lain
dapat jatuh di dapan atau dibelakang dari retina, jadi satu meridian adalah
emetropik dan yang lainnya hipermetropi atau miop. Dapat berupa
astigmatisma simpel hipermetropia dan astigmatisma simpel miopia.

Gambar 2.4.3.4.1 Astigmatisma Simpel Miopia.

Gambar 2.4.3.4.2 Astigmatisma simpel hipermiopia.

2. Compound astigmatism, dimana tidak ada dari dua fokus yang


jatuh tepat di retina tetapi keduanya terletak di depan atau
dibelakang retina. Bentuk refraksi kemudian hipermetropia atau
miopia. Bentuk ini dikenal dengan compound hypermetropic
astigmatism dan compound miopic astigmatism.

Gambar 2.4.3.4.3 Compound Miopic Astigmatis.

3. Mixed astigmatism, di mana salah satu fokus berada didepan retina


dan yang lainnya berda dibelakang retina, jadi refraksi berbentuk
hipermetropia pada satu arah dan miop pada yang lainnya.

Gambar 2.4.3.4.4 Mixed Astigmatism.

Apabila meridian-meridian utamanya saling tegak lurus dan


sumbu-sumbunya terletak di dalam 20 derajat horizontal dan vertikal,
maka astigmatisma ini dibagi menjadi astigmatism with the rule
(astigmatisma direk), dengan daya bias yang lebih besar terletak di
meridian vertical, dan astigmatism against the rule (astigmatisma
inversi) dengan daya bias yang lebih besar terletak dimeridian
horizontal. Astigmatisma lazim lebih sering ditemukan pada pasien
berusia muda dan astigmatisma tidak lazim sering pada orang tua.

31

B. Astigmatisma iregular
Astigmatisma yang terjadi tidak memiliki 2 meridian saling
tegak lurus, dapat terjadi akibat kelengkungan kornea pada meridian
yang sama berbeda sehingga bayangan menjadi ireguler. Pada
keadaan ini daya atau orientasi meridian utamanya berubah
sepanjang bukaan pupil.Astigmatisma ireguler bisa terjadi akibat
infeksi kornea, trauma dan distrofi atau akibat kelainan pembiasan.
2.4.3.5 DIAGNOSIS
Diagnosis astigmatisma ditegakkan dari anamnesis yang meliputi
gejala klinis melihat jauh kabur sedang melihat dekat lebih baik, melihat
ganda dengan satu atau kedua mata, penglihatan kabur untuk jauh atau
pun dekat, bentuk benda yang dilihat berubah (distorsi), mengecilkan
celah kelopak jika ingin melihat, sakit kepala, serta mata tegang dan
pegal. Pada pemeriksaan fisik, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan
dengan menggunakan kartu Snellen untuk kelainan refraksi miopia atau
hipermetropia yang ada dan menentukan tajam penglihatan. Dengan
menggunakan juring atau kipas astigmatisma, garis berwarna hitam
yang disusun radial dengan bentuk semisirkular dengan dasar yang
putih merupakan pemeriksaan subyektif untuk menilai ada dan
besarnya derajat astigmatisma.

Gambar 2.4.3.5.1 Kipas Astigmatisma.

Keadaan dari astigmatisma iregular pada kornea dapat dengan mudah


ditemukan dengan melakukan observasi adanya distorsi bayangan pada
kornea. Cara ini dapat dilakukan dengan menggunakan Placidos Disc di
depan mata. Bayangan yang terlihat melalui lubang di tengah piringan akan
tampak mengalami perubahan bentuk.Karena sebagian besar astigmatisma
disebabkan oleh kornea, maka dengan mempergunakan keratometer, derajat
astigmat dapat diketahui, sehingga pada saat dikoreksi untuk mendapatkan
tajam penglihatan terbaik hanya dibutuhkan lensa sferik

saja.2,10,11

Gambar 2.4.3.5.2 Gambaran Kornea Normal dan Kornea


Astigmatisma dengan Tes Plasido.

2.4.3.6PENATALAKSANAAN
Astigmatisma ringan, yang tidak mengalami gangguan ketajaman

penglihataan (0,5 D atau kurang) tidak perlu dilakukan koreksi. Pada


astigmat yang berat dipergunakan kacamata silinder, lensa kontak
atau pembedahan.

10,11

A. Kacamata Silinder
Pada astigmatism againts the rule, koreksi dengan silender negatif
dilakukan dengan sumbu tegak lurus (60-120 derajat) atau dengan

selinder positif dengan sumbu horizontal (30 150 derajat).


Sedangkan pada astigmatism with the rule diperlukan koreksi silinder
negatif dengan sumbu horizontal (30-150 derajat) atau bila dikoreksi
dengan silinder positif sumbu vertikal (60-120 derajat).

11

Pada koreksi astigmat dengan hasil keratometri dipergunakan hukum


Jawal, yaitu:

11

1. Berikan kacamata koreksi astigmat pada astigmatism with the


rule dengan selinder minus 180 derajat, dengan astigmat hasil
keratometri yangnilainyaditemukandan ditambahkan dengan
dikurangi dengan 0,5 D.
2. Berikan kacamata koreksi astigmat pada astigmatism againts the
rule dengan selinder minus 90 derajat, dengan astigmat hasil
keratometri yangnilainyaditemukandan ditambahkan dengan

ditambah dengan 0,5 D.


B.

Lensa Kontak

11

Pada penderita astigmatisma diberikan lensa rigid, yang dapat


menetralisasi astigmat yang terjadi di permukaan kornea.
C. Pembedahan

10,11

Untuk mengoreksi astigmatisma yang berat,dapat digunakan pisau


khusus atau dengan laser untuk mengoreksi kornea yang ireguler atau
anormal. Prosedur operasi astigmatisma berupa RK, PRK, dan LASIK.

2.4.4 PRESBIOPI
2.4.4.1DEFINISI
Makin berkurangnya kemampuan akomodasi mata sesuai dengan
makinmeningkatnya umur. Kelainan ini terjadi pada mata normal berupa
gangguanperubahan kencembungan lensa yang dapat berkurang akibat
berkurangnyaelastisitas lensa sehingga terjadi gangguan akomodasi.Terjadi
kekakuan lensa seiring dengan bertambahnya usia,sehingga kemampuan

lensa untuk memfokuskan bayangan saat melihat dekat. Hal tersebut


menyebabkan pandangan kabur saat melihat dekat.

2,9

Gambar 2.4.4.1 Pembentukan Bayangan pada Penderita Presbiopia.14

2.4.4.2 ETIOLOGI

2, 9

Gangguan akomodasi pada usia lanjut dapat terjadi akibat:


1. Kelemahan otot akomodasi.
2. Lensa mata yang tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat

sklerosislensa.
Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan
daya refraksi matakarena adanya perubahan keseimbangan antara
elastisitas

matriks

lensa

dan

kapsulsehingga

lensa

menjadi

cembung. Dengan meningkatnya umur, maka lensa menjadilebih


keras (sklerosis) dan kehilangan elastisitasnya untuk menjadi
cembung, sehingga kemampuan melihat dekat makin berkurang.

2.4.4.3 PATOFISIOLOGI
Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya
refraksi mata karena adanya perubahan keseimbangan antara elasitas
matriks lensa dan kapsul sehingga lensa menjadi cembung. Dengan
meningkatnya umur maka lensa menjadi keras (sklerosis) dan kehilangan
elasitas untuk menjadi cembung sehingga dengan demikian kemampuan

melihat

dekat

Gambar 2.4.4.3 Presbiopia.


2.4.4.4DIAGNOSIS

menjadi

berkurang.

12

2, 9

Pada pasien berusia lebih dari 40 tahun, gangguan akomodasi akan

memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa mata lelah, berair,


dan sering terasa perih. Karena daya akomodasi berkurang maka titik
dekat mata makin menjauh dan padaawalnya akan kesulitan pada
waktu membaca dekat huruf dengan cetakan kecil. Dalam upayanya
untuk membaca lebih jelas, maka penderita cenderung menegakkan
punggungnya atau menjauhkan obyek yang dibacanya sehingga
mencapai titik dekatnya dengan demikian obyek dapat dibaca lebih
jelas. Alat yang kita gunakan untuk melakukan pemeriksaan, yaitu:

1. Kartu Snellen
2. Kartu baca dekat
3. Seuah set lensa trial and error
4. Bingkai percobaan
Teknik pemeriksaan yang bisa kita lakukan, yaitu:

2, 9-11

1. Penderita yang akan diperiksa penglihatan sentral untuk jauh


dan diberikan kacamata jauh sesuai yang diperlukan (dapat
poitif, negatif ataupun astigmatismat)
2. Ditaruh kartu baca dekat pada jarak 30-40 cm (jarak baca)
3. Penderita disuruh membaca huruf terkecil pada kartu baca dekat

4. Diberikan lensa positif mulai S +1 yang dinaikkan perlahanlahan sampai terbacahuruf terkecil pada kartu baca dekat dan
kekuatan lensa ini ditentukan5. Dilakukan pemeriksaan mata satu per satu
Hubungan lensa adisi dan umur biasanya:
1. 40 tahun sampai 45 tahun 1.0 dioptri
2. 45 tahun sampai 50 tahun 1.5 dioptri
3. 50 tahun sampai 55 tahun 2.0 dioptri

4. 55 tahun sampai 60 tahun 2.5 dioptri


5. 60 tahun atau lebih 3.0 dioptri
2.4.4.5 PENATALAKSANAAN
Diberikan penambahan lensa sferis positif sesuai pedoman umur,
contoh umur 40tahun (umur rata-rata) diberikan tambahan sferis + 1.00 D
dan setiap 5 tahun diatasnya ditambahkan lagi sferis + 0.50D. Lensa sferis

yang ditambahkan dapat diberikan dalam berbagai cara:


a. Kacamata baca untuk melihat dekat saja
b. Kacamata bifokal sekaligus mengoreksi kelainan yang lain
c. Kacamata trifokus mengoreksi penglihatan jauh di segmen
atas, penglihatansedang di segmen tengah, dan penglihatan
dekat di segmen bawah
d. Kacamata progresif mengoreksi penglihatan dekat, sedang,
dan jauh, tetapidengan perubahan daya lensa yang progresif
dan bukan bertingkat.

BAB III
KESIMPULAN
1. Mata merupakan indera penglihatan yang berfungsi menurut
sistem optik. Yang berperan sebagai media refraksi pada mata
yaitu kornea, akuos humor, lensa mata, dan korpus vitreus.
2. Daya akomodasi adalah kemampuan lensa mata untuk mencembung
semaksimal mungkin sehingga mata dapat berakomodasi maksimal,
sedangkan tajam penglihatan adalah jarak penglihatan seseorang
dibandingkan jarak penglihatan orang pada nmormalnya.

3. Kelainan refraksi berhubungan dengan gangguan pada salah


satu media refraksi yang menyebabkan perubahan refraksi
cahaya yang masuk ke mata sehingga tidak jatuh pada retina.
Kelainan refraksi juga dapat disebabkan oleh panjang aksial mata
yang ditentukan oleh besarnyaa bola mata.
4. Kelainan refraksi di antaranya miopia, hipermetropia, astigmatisma, dan
presbiopia. Miopia terjadi karena bayangan cahaya jatuh di depan
retina dan dikoreksi dengan lensa cekung (negatif). Hipermetropia
terjadi karena bayangan cahaya jatuh di belakang retina dan dikoreksi
dengan lensa cembung (positif). Astigmatisma terjadi karena bayangan
cahaya jatuh pada lebih dari satu titik dan dikoreksi dengan lensa
silindris. Presbiobia adalah tidak mampunya mata berakomodasi
maksimal dan dikoreksi dengan lensa positif ditambah dengan koreksi
lensa untuk setiap kelainan yang ditemukan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton AC, Hall JE, 2006. Sifat Optik Mata. Dalam: Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran, terj. Edisi ke-11. Jakarta: EGC. 2008; h.641-53.
2. Riordan-Eva P, Whitcher JP, 2008. Optik dan Refraksi. Dalam:
Vaughan & Ashbury Oftalmologi Umum, terj. Edisi ke-17. Jakarta:
EGC. 2010; Widya Medika: Jakarta. 2000. h.382-98.
3. Dandona R, Dandona L, 2001. Refractive error blindness. Bulletin in
The World Health Organization. 79(3): h.237-43.
4. Schlote T, 2006. Pocket Atlas of Ophtalmology.Jerman: Georg Thieme
Verlag. h.20-43
5. Crick R, Khaw PT, 2003. A Textbook Of Clinical Ophthalmology. 3rd edition.
London: World Scientific Publishing. 2003. h.97-135.
6. The Eye M.D. Association. Fundamentals and Principles of Ophtalmology.
Section 2.San Francisco: American Academy of Ophtalmology. 2012. h.67-78.

7. Myrowitz EH, 2012. Juvenile Myopia Progression, Risk Factors and


Intervention. Saudi Journal of Ophthalmology. 2012; 26: h.293-7.
8. Ilyas S. 2011. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
9. David A. Goss, OD, 2006. Optometric Clinical Practice Guidline: Care of
The Patient with Myopia. American Optometric Association. 2006; h.3-31.
10. William AL, 2003. Basicand Clinical Science Course: Optics,
Refraction, and Contac Lens. Section 3. USA: American Academy of
Ophtalmology. 2003; 118-9.
11. Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS, 2009. Basic and Clinical Science
Course: Clinical Optics. Section 3. USA: American Academy of
Ophtalmology. 2009; 121-64.
12. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag./SMF Ilmu Penyakit Mata edisi III.
2006. Surabaya: Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai