PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Penyakit mata sampai saat ini masih merupakan masalah
kesehatan di dunia, terutama yang menyebabkan kebutaan. Kelainan
refraksi (0,14%) merupakan penyebab utama kebutaan ketiga setelah
katarak (0,78%) dan glaukoma (0,20%). Dari 153 juta orang di dunia yang
mengalami kelainan refraksi, delapan juta orang diantaranya mengalami
kebutaan.
Kelainan refraksi adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk
pada retina, dimana terjadi ketidakseimbangan sistem penglihatan pada
mata sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Sinar tidak dibiaskan
tepat pada retina, tetapi dapat di depan atau di belakang retina dan/ atau
tidak terletak pada satu titik fokus. Kelainan refraksi dapat diakibatkan
terjadinya kelainan kelengkungan kornea dan lensa, perubahan indeks
bias, dan kelainan panjang sumbu bola mata.
Kelainan refraksi dapat dengan mudah dideteksi, diobati dan
dievaluasi dengan pemberian kaca mata. Namun demikian kelainan
refraksi menjadi masalah serius jika tidak cepat ditanggulangi. Oleh
karena itu setiap pasien wajib dilakukan pemeriksaan visus sebagai
bagian dari pemeriksaan fisik mata umum. Pemeriksaan visus merupakan
pengukuran obyek terkecil yang dapat diidentifikasi terhadap seseorang
dalam jarak yang ditetapkan dari mata. Pemeriksaan visus jarak jauh juga
harus dilakukan terhadap semua anak-anak sesegera mungkin setelah
usia 3 tahun, karena penting untuk deteksi dini terhadap ambylopia.
1.2 TUJUAN
1.
2.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI MEDIA REFRAKSI
Sesuai dengan perannya sebagai alat optik tubuh, mata memiliki
struktur yang berfungsi untuk merefraksikan seluruh cahaya yang masuk
ke mata melalui media refraksi, sebagai berikut:
2,3
2.1.1 Kornea
Kornea adalah jaringan transparan yang disisipkan ke sklera pada
limbus, lekuk melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skleralis.
Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65
mm di tepi, dan diameternya sekitar 11,5 mm. Dari anterior ke posterior
kornea mempunyai lima lapisan, yaitu lapisan epitel, lapisan Bowman, stroma,
pertama
(oftalmika)
dari
nervus
trigeminus.Kornea
2.1.3 Iris
Iris atau selaput pelangi merupakan bagian yang berwarna pada mata.
Iris menghalangi sinar masuk ke dalam mata dengan cara mengatur
jumlah sinar masuk ke dalam pupil melalui besarnya pupil.
2.1.4 Pupil
Pupil yang berwarna hitam pekat pada sentral iris mengatur jumlah sinar
masuk ke dalam bola mata. Seluruh sinar yang masuk melalui pupil
diserap sempurna oleh jaringan dalam mata. Tidak ada sinar yang
keluar melalui pupil sehingga pupil akan berwarna hitam. Ukuran pupil
berat
lensa
saat
lahir.Terdapat
serabut-serabut
yang
Lensa terbentuk dari kapsul yang elastis, epitel yang terbatas pada
permukaan anterior lensa dan serabut-serabut lensa yang dibagi lagi menjadi
nukleus dan korteks.1 Kapsul lensa merupakan suatu membran elastis yang
membungkus seluruhm)lebihpermukaan lensa. Kapsul bagian anterior (20
kapsul lensa terdiri dari lamela yang mengandung kolagen tipe 4. Pada
bagian ekuator lensa, terdapat zonula zinnia yang mengikat lensa pada
prosessus ciliaris. Kapsul lensa berfungsi sebagai diffusion barier dan
permeabel terhadap komponen dengan berat molekul rendah. Fungsi
utama kapsul lensa adalah untuk membentuk lensa sebagai respon
dari penarikan serabut-serabut zonula saat proses akomodasi.
1,2,4
Enam puluh lima persen lensa terdiri dari air, sekitar 15% protein, dan
sedikit sekali mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan
kalium lebih tinggi di lensa daripada di kebanyakan jaringan lain. Asam
askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi.
Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah dan persarafan di lensa. Lensa
mempunyai kekuatan dioptri sekitar 20 dioptri. Kekuatan ini tidak menetap
karena pada lensa dapat terjadi akomodasi. Lensa memiliki indeks bias 1,40.
Kekuatan dioptri lensa berubah dengan meningkatnya umur, yaitu menjadi
sekitar 8 dioptri pada umur 40 tahun dan menjadi 1 atau 2 dioptri pada
umur 60 tahun.
2,5
2.1.6 Retina
Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung
reseptor yang menerima rangsangan cahaya dan terletak di belakang
pupil. Retina akan meneruskan rangsangan yang diterimanya berupa
bayangan benda sebagai rangsangan elektrik ke otak sebagai
bayangan yang dikenal.
2.1.7 Saraf optik
Saraf optik yang keluar dari polus posterior bola mata membawa 2
jenis serabut saraf, yaitu: saraf penglihat dan serabut pupilomotor.
Saraf penglihat meneruskan rangsangan listrik dari mata ke korteks
visual untuk dikenali bayangannya.
DEFINISI
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang
terdiri atas kornea, cairan mata, lensa, badan kaca, dan panjangnya bola mata. Pada
orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya bola
mata demikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media
penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal disebut
sebagai mata emetropia dan akan menempatkan bayangan benda tepat di retinanya
pada keadaan mata yang tidakmelakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh.
signifikan antara jari-jari kurvatura kornea, kedalaman bilik mata depan, kekuatan
refraksi dari lensa, panjang sumbu bola mata dengan anomali/ kelainan refraksi.2
Bila sinar jauh tidak difokuskan pada retina seperti pada mata dengan
kelainan refraksi hipermetropia maka mata tersebut akan berakomodasi
terus menerus walaupun letak bendanya jauh, dan pada keadaan ini
diperlukan akomodasi yang baik.
Anak-anak
dapat
berakomodasi
dengan
kuat
sekali
sehingga
2.4
KELAINAN REFRAKSI
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan
yang terdiri atas kornea, cairan mata, lensa, benda kaca, dan panjangnya bola
mata. Pada orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan
panjangnya bola mata demikian seimbang sehingga bayangan benda selalu
melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea.
Kelainan refraksi atau ametropia merupakan kelainan pembiasan sinar
pada mata sehingga sinar tidak difokuskan pada retina atau bintik kuning,
tetapi dapat di depan atau di belakang retina dan mungkin tidak terletak pada
satu titik yang fokus. Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem
optik pada mata sihingga menghasilkan bayangan yang kabur. Kelainan
refraksi dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia, astigmat, dan presbiopia.
Kelainan refraksi ditandai dengan mengedip yang kurang dibanding
mata normal. Normalnya, seseorang akan mengedip 4-6 kali dalam 1 menit,
jika kurang mengedip maka mata akan melotot atau mulai juling. Seseorang
dengan kelainan refraksi sebaiknya sering mengedip agar tidak timbul penyulit
lain. Penderita dengan kelainan refraksi akan memberikan keluhan sebagai
berikut: sakit kepala terutama di daerah tengkuk atau dahi; mata berair; cepat
mengantuk; mata terasa pedas; pegal pada bola mata; dan penglihatan kabur.
Untuk mencegah terjadinya penyulit diusahakan memberikan istirahat pada
mata dan mencegah pupil berkontraksi. Tajam penglihatan penderita kelainan
refraksi kurang dari normal.
2.4.1 MIOPIA
2.4.1.1 DEFINISI
Miopia (nearsightedness, shortsightedness, penglihatan dekat) yaitu
seseorang tidak bisa melihat benda jauh dengan jelas tapi bisa melihat dengan
jelas benda-benda yang dekat. Hal ini terjadi apabila bayangan dari
benda yang terletak jauh berfokus di depan retina pada mata yang
tidak berakomodasi.
2,6,7
2.4.1.2 EPIDEMIOLOGI
Miopia adalah gangguan mata yang tersering di seluruh dunia.
Prevalensinya dalam tiga dekade ini terus meningkat. Di Amerika Serikat
dari 25% menjadi 41% dan terus meningkat pada beberapa negara Asia
menjadi 70-90%. Angka miopia meningkat sesuai dengan pertambahan
usia. Jumlah penderita rabun jauh di Amerika Serikat berkisar 3% antara
usia 5-7 tahun, 8% antara usia 8-10 tahun, 14% antara usia 11-12 tahun
dan 25% antara usia 12-17 tahun. Pada etnis tertentu, peningkatan angka
kejadian juga terjadi. Etnis Cina memiliki insiden miopia lebih tinggi pada
seluruh usia. Studi nasional Taiwan menemukan prevalensi sebanyak 12%
pada usia 6 tahun dan 84% pada usia 16-18 tahun. Angka yang sama juga
dijumpai di Singapura dan Jepang.6
Miopia progesif (>6 dioptri) juga meningkat, yang nantinya akan
berhubungan dengan peningkatan penyakit-penyakit seperti ablasio retina,
glaukoma, dan miopia degeneratif.8Lebih dari 60% miopia muncul pada
onset awal yang disebut denganmiopia juvenil atau miopia anak sekolah,
terjadi pada usia 9-11 tahun dan mengalami progresifitas pada usia remaja
awal.9Prevalensi miopia agak menurun pada populasi diatas 45 tahun,
mencapai kira-kira 20% pada usia 65 tahunan, dan sekitar 14% pada
usia 70 tahunan. Beberapa penelitian menyatakan prevalensi miopia
lebih tinggi pada wanita dari pada pria.
2.4.1.3 PATOFISIOLOGI
Akibat dari bola mata yang terlalu panjang, menyebabkan
bayangan jatuh di depan retina, dan akibat bertambahnya indeks
bias penglihatan karena perubahan yang terjadi pada media
pembiasan yaitu kornea dan lensa.
2,8,9
2. Miopia nokturnal
Terjadi hanya pada pencahayaan yang kurang, miopia malam
(rabun senja) merupakan keadaan primer untuk meningkatkan respon
akomodasi yang berhubungan dengan level cahaya yang rendah.
Karena adanya suatu perbedaan yang tidak mencukupi untuk
menstimulasi akomodasi yang adekuat, maka mata lebih memilih untuk
memfokuskan posisi akomodasi terhadap keadaan yang remangremang dari pada memfokuskan ketajaman penglihatan jauh.Hal ini
disebut juga dengan akomodasi fokus gelap atau akomodasi tonik atau
akomodasi keadaan istirahat. Pada dasarnya, penderita miopia
nokturnal sudah memeiliki miopia ringan. Miopia nokturnal ini bisa
mencapai -4.0D, namun yang paling sering sekitar -1.0D.
3. Pseudomiopia
Pseudomiopia adalah hasil meningkatnya kekuatan refraksi
okuler akibat overstimulasi dari mekanisme akomodasi mata atau
spasme dari siliari. Kondisi ini disebut pseudomiopia karena pasien
hanya mengeluhkan miopia akibat respon akomodasi yang tidak sesuai.
4. Miopia degeneratif
Derajat berat dari miopia yang berhubungan dengan perubahan
degeneratif dari posterior segmen mata, yang dikenal dengan miopia
degeneratif atau miopia patologis. Perubahan degeneratif ini dapat
menyebabkan
fungsi
abnormal
penglihatan,
seperti
penurunan
5. Miopia terinduksi
Antibiotik
Agen antiangina
Antihipertensi
Obat antialergi
Antihistamin
Antikonvulsan
Methsuximide
2.4.1.5 ETIOLOGI
Tabel 2.4.1.5 Etiologi Miopia Berdasarkan Klasifikasinya.
Jenis Miopia
Miopia simpel
10
Etiologi
keturunan, pekerjaan jarak pandang dekat yang kekerapannya
signifikan
Miopia nokturnal
Pseudomiopia
Miopia degeneratif
Miopia terinduksi
2,6
1. Miopia simpel
Gejala utama miopia simpel adalah pandangan kabur yang menetap
saat melihat jauh, sedangkan penglihatan dekat biasanya normal.
Gejala selain pemandangan kabur mungkin saja muncul.
2. Miopia malam
Gejala
utamanya
adalah
pandangan
jauh
kabur
saat
2,6,9-11
Bila huruf terbesar dari optotipe Snellen tidak dapat dilihat, maka
pemeriksaan dilakukan dengan cara meminta penderita menghitung jari
cermin
tersebut
11
digerak-gerakan
dan
pemeriksa
11
9-11
tambahanuntuk
mengidentifikasi
keadaan
yang
12
a. Fundus fotografi
b. A- dan B-scan ultrasonografi
c. Lapangan pandang
d. Pemeriksaan lain, seperti gula darah puasa, dan lain-lain.
2.4.1.7 PENATALAKSANAAN
A. Koreksi optikal
Koreksi penglihatan dilakukan dengan memberikan kaca mata
atau lensa kontak yang memberikan penglihatan jauh yang baik.
Derajat miopia diperkirakan dengan menghitung kebalikan dari jarak
titik jauh. Dengan demikian, titik jauh sebesar 0,25 meter
menandakan perlunya lensa koreksi sekitar minus 4 dioptri.
Beberapa keuntungan menggunakan kaca mata yaitu:
1. Kaca mata lebih hemat dalam beberapa kasus.
2. Kaca mata memberikan beberapa perlindungan pada mata,
terutama ketika lensanya berbahan policarbonat.
3. Kaca mata bisa digunakan bersamaan dengan terapi gangguan
mata lain, seperti prisma, bifokal, atau lensa progresif tambahan.
4. Kaca
mata
membutuhkan
akomodasi
yang
kurang
penglihatan:
pengganti
kacamata,
miopia
4. Indikasi
operasi:
digunakan
selama
goniotomi
pada
glaukoma kongenital.
5. Indikasi kosmetik: pada parut kornea, ptosis, ptisis bulbi.
6. Indikasi pekerjaan: olahragawan, pilot, aktor.
Kontraindikasi pemakaian lensa kontak antara lain:
1. Kontraindikasi
absolut:
peradangan
pada
blefaritis,
9-11
B. Farmakoterapi
Kadang-kadang sikloplegik dapat digunakan untuk mengurangi respon
akomodasi yang merupakan bagian dari pengobatan pseudomiopia. Beberapa
penelitian mengatakan bahwa penggunaan harian atropin dan siklopentolin
topikal dapat menggurangi progresivitas miopia pada anak dengan onset usia
muda.Oleh karena terjadi inaktivasi dari otot siliar, penambahan lensa positif
tinggi (2.50 D) diperlukan untuk penglihatan dekat. Untuk pasien yang memiliki
potensi reaksi alergi, reaksi idiosinkrasi dan toksisitas sistemik, maka
penggunaan atropin dalam jangka waktu lama
dapat memberikan efek kebalikannya pada retina.
C. Ortokeratologi
Ortokeratologi adalah penyesuaian lensa kontak setelah jangka
waktu seminggu atau sebulan, untuk meratakan kornea dan mengurangi
miopia. Hasil penelitian dengan standar lensa kotak rigid menunjukkan
respon individu terhadap ortokeratologi sangat beragam, dengan rata-rata
menurunan miopia lebih dari 3.00 D pada beberapa pasien. Terjadinya
penurunan miopia dilaporkan dalam sebuah penelitian rata-rata 0.75-1.00
D. Operasi refraktif
9,11
ketajaman
penglihatan
6/6
setelah
melakukan
a. Diatas 18 tahun.
b. Memiliki resep kaca mata atau lensa kontak yang stabil
minimal 2 tahun ini.
c. Memiliki ketebalan kornea yang cukup.
d. Memiliki
satu
gangguan
penglihatan
seperti
miopia,
a. Sebelum LASIK
1. Sebelum operasi, pasien menghentikan penggunaan kream,
losion, make up dan parfum untuk menjamin tidak ada
kumpulan debris pada mata yang dapat meningkatkan risiko
infeksi. Dokter mungkin meminta pasien untuk mengscrab
matanya sebelum dilakukan operasi untuk mengangkat
residu dan debris disekitar mata.
2. Pasien harus diberitahu diantarkan pergi dan pulang serta
pada
saat
follow
pertama,
karena
pengobatan
ini
b. Setelah LASIK
1. Rasa terbakar yang ringan dan gatal atau merasakan suatu
sensasi di mata, bisa berlangsung sampai beberapa jam
setelah LASIK. Obat analgetik mungkin bisa diberikan. Tetes
mata harus digunakan setiap hari dalam jangka waktu
beberapa hari untuk mencegah infeksi dan inflamasi.
2. Penglihatan akan tetap kabur pada hari pertama dan
penglihatan meningkat saat pemeriksaan pasien esok harinya.
Kebanyakan orang menyatakan bahwa penglihatan membaik 1
hari setelah operasi. Tidak disarankan untuk menggunakan
lensa kontak pada periode ini, walaupun penglihatan kabur.
Beberapa pasien dapat berkendaraan satu hari setelah operasi.
6. Pasien
tidak
diizinkan
untuk
berkendara
sampai
penglihatannya baik.
7. Pada beberapa bulan pertama (6 bulan) ketajaman
penglihatan bisa berfluktuasi dan efek samping mungkin
akan muncul. Periode penyembuhan dan stabilitas dari
penglihatan bisa memakan waktu 1 sampai 3 bulan.
8. Setelah LASIK mata lebih mudah untuk terkena trauma,
karena flap dari kornea tidak sekuat kornea yang original.
Pasien disarankan untuk menggunakan pelindung mata
saat berolah raga dan aktivitas yang dapat membuat
trauma pada bola mata, proyeksi, alis mata.
4.
9,10
ekstraksi
lensa
mata,
dilakukan
implantasi
lensa
9,10
9,10
2.4.1.8 PROGNOSIS
Prognosis dari miopia simpel sangatlah bagus. Pasien dapat
memperoleh penglihatan jauh yang baik dengan menggunakan koreksi. Hal ini
tergantung juga dengan derajat miopianya, astigmat, anisometropia dan fungsi
akomodasi dari pasien.Pemeriksaan secara teratur sangat penting untuk
penderita degeneratif miopia karena mereka mempunyai faktor risiko untuk
terjadinya ablasio retina, degerasi retina atau masalah lainnya.
2.4.2 HIPERMETROPIA
2.4.2.1 DEFINISI
Hipermetropia yaitu suatu kondisi dimana saat cahaya masuk
ke mata yang tidak berakomodasi maka fokus cahaya berada di
belakang retina, sehingga pasien akan melihat lebih jelas benda yang
jauh daripada benda yang dekat.
2,9
2.4.2.2 EPIDEMIOLOGI
Hampir seluruh bayi memiliki hipermetropia ringan, dimana bayi
premature dan bayi berat badan lahir rendah memiliki hipermetropia yang lebih
rendah. Sekitar 4-9% bayi 6-9 bulan memiliki hipermetropia> +3.25D dan 3,6%
pada anak berusia 1 tahun. Astigmat dengan level tinggi berhubungan dengan
hipermetropia sedang sampai berat selama bayi, namun keduanya akan
menurun pada usia 5 tahun. Meskipun pada usia ini prevalensi gangguan
refraksi sudah turun, namun distribusinya masih tinggi pada hipermetropia
ringan. Diatas usia 10-15 tahun, ada penurunan prevalensi dari hipermetropia
dan terjadi peningkatan miopia.Belum diketahui apakah ada perbedaan
prevalensi hipermetropia berdasarkan jenis kelamin, namun ada bukti bahwa
prevalensi hipermetropia dipengaruhi oleh etnik. Suku asli Amerika, Afrika dan
Pasifik dilaporkan memiliki prevalensi tertinggi. Sebuah penelitian pada 1.880
anak sekolah keturunan China di Malaysia memperlihatkan prevalensi
hipermetropia> +1.25D hanya 1.2%.
2,9
2.4.2.3 PATOFISIOLOGI
Akibat dari bola mata yang terlalu pendek, yang menyebabkan
bayangan terfokus di belakang retina dan perubahan indeks bias
penglihatan yang terjadi akibat perubahan media pembiasan mata
yaitu kornea dan lensa
2,9
dapat
juga
dibagi
berdasarkan
derajat
keparahannya, yaitu:
1. Hipermetropia+2.00Dringan, jika gangguannya
2. Hipermetropia sedang, jika gangguannya +2.25 - +5.00 D
3. Hipermetropia berat, jika gangguan > 5.00 D
manifes,
ditentukan
dengan
refraksi
non
2,9
yang
harus
dipertimbangkan
ketika
melakukan
2.4.2.7 PROGNOSIS
Hipermetropia simpel tidak progresif, sehingga biasanya prognosisnya
sangat memuaskan. Prognosis yang kurang baik yaitu pasien dengan
ambliopia atau strabismus. Pada hipermetropia, mata berakomodasi maksimal
terus-menerus pada jarak penglihatan dekat, sehingga terjadilah trias
akomodasi, yaiturefleks akomodasi, korvergensi cahaya, dan miosis pupil.
Semakin dekat jarak penglihatan, refleks akomodasi makin mungkin terjadi,
yang
diikuti
oleh
relaksasi
zonulla
zini,
kontraksi
otot-otot
siliar,
mencembungnya lensa mata, dan miosis pupil. Akibatnya, cahaya yang masuk
mata akan mengalami konvergensi baik dari kecembungan lensa mata itu
sendiri, juga ditambah dengan miosis pupil. Dalam keadaan anisometropia
miopia, konvergensi yang terjadi besarnya berbeda, sehingga memungkinkan
terjadinya ambliopia atau strabismus. Hipermetropia ini dapat menyebabkan
terjadinya
ambliopia
apabila
terjadi
anisometropia
yang
2.4.3 ASTIGMATISMA
2.4.3.1DEFINISI
Astigmatisma adalah keadaan dimana terdapat variasi pada kurvatur
2.4.3.2ETIOLOGI
Astigmatisma biasanya diturunkan atau terjadi sejak lahir, berjalan
bersama dengan miopia dan hipermetropia, serta tidak banyak terjadi
perubahan selama hidup. Bayi yang baru lahir biasanya mempunyai kornea
yang bulat atau sferis yang di dalam perkembangnnya terjadi keadaan
yang disebut astigmatisma lazim di mana kelengkungan kornea pada
bidang vertikal bertambah atau lebih kuat atau-jari-jarinya lebih pendek
disbanding jari-jari kelengkungan kornea di bidang horizontal.2,11
2,10
2.4.3.3PATOFISIOLOGI
Penyebab tersering dari astigmatism adalah kelainan bentuk kornea
8,12
2, 10
Gambar 2.4.3.3
2.4.3.4 KLASIFIKASI
A. Astigmatisma Reguler
Astigmatisma
regular
merupakan
astigmatisma
yang
31
B. Astigmatisma iregular
Astigmatisma yang terjadi tidak memiliki 2 meridian saling
tegak lurus, dapat terjadi akibat kelengkungan kornea pada meridian
yang sama berbeda sehingga bayangan menjadi ireguler. Pada
keadaan ini daya atau orientasi meridian utamanya berubah
sepanjang bukaan pupil.Astigmatisma ireguler bisa terjadi akibat
infeksi kornea, trauma dan distrofi atau akibat kelainan pembiasan.
2.4.3.5 DIAGNOSIS
Diagnosis astigmatisma ditegakkan dari anamnesis yang meliputi
gejala klinis melihat jauh kabur sedang melihat dekat lebih baik, melihat
ganda dengan satu atau kedua mata, penglihatan kabur untuk jauh atau
pun dekat, bentuk benda yang dilihat berubah (distorsi), mengecilkan
celah kelopak jika ingin melihat, sakit kepala, serta mata tegang dan
pegal. Pada pemeriksaan fisik, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan
dengan menggunakan kartu Snellen untuk kelainan refraksi miopia atau
hipermetropia yang ada dan menentukan tajam penglihatan. Dengan
menggunakan juring atau kipas astigmatisma, garis berwarna hitam
yang disusun radial dengan bentuk semisirkular dengan dasar yang
putih merupakan pemeriksaan subyektif untuk menilai ada dan
besarnya derajat astigmatisma.
saja.2,10,11
2.4.3.6PENATALAKSANAAN
Astigmatisma ringan, yang tidak mengalami gangguan ketajaman
10,11
A. Kacamata Silinder
Pada astigmatism againts the rule, koreksi dengan silender negatif
dilakukan dengan sumbu tegak lurus (60-120 derajat) atau dengan
11
11
Lensa Kontak
11
10,11
2.4.4 PRESBIOPI
2.4.4.1DEFINISI
Makin berkurangnya kemampuan akomodasi mata sesuai dengan
makinmeningkatnya umur. Kelainan ini terjadi pada mata normal berupa
gangguanperubahan kencembungan lensa yang dapat berkurang akibat
berkurangnyaelastisitas lensa sehingga terjadi gangguan akomodasi.Terjadi
kekakuan lensa seiring dengan bertambahnya usia,sehingga kemampuan
2,9
2.4.4.2 ETIOLOGI
2, 9
sklerosislensa.
Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan
daya refraksi matakarena adanya perubahan keseimbangan antara
elastisitas
matriks
lensa
dan
kapsulsehingga
lensa
menjadi
2.4.4.3 PATOFISIOLOGI
Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya
refraksi mata karena adanya perubahan keseimbangan antara elasitas
matriks lensa dan kapsul sehingga lensa menjadi cembung. Dengan
meningkatnya umur maka lensa menjadi keras (sklerosis) dan kehilangan
elasitas untuk menjadi cembung sehingga dengan demikian kemampuan
melihat
dekat
menjadi
berkurang.
12
2, 9
1. Kartu Snellen
2. Kartu baca dekat
3. Seuah set lensa trial and error
4. Bingkai percobaan
Teknik pemeriksaan yang bisa kita lakukan, yaitu:
2, 9-11
4. Diberikan lensa positif mulai S +1 yang dinaikkan perlahanlahan sampai terbacahuruf terkecil pada kartu baca dekat dan
kekuatan lensa ini ditentukan5. Dilakukan pemeriksaan mata satu per satu
Hubungan lensa adisi dan umur biasanya:
1. 40 tahun sampai 45 tahun 1.0 dioptri
2. 45 tahun sampai 50 tahun 1.5 dioptri
3. 50 tahun sampai 55 tahun 2.0 dioptri
BAB III
KESIMPULAN
1. Mata merupakan indera penglihatan yang berfungsi menurut
sistem optik. Yang berperan sebagai media refraksi pada mata
yaitu kornea, akuos humor, lensa mata, dan korpus vitreus.
2. Daya akomodasi adalah kemampuan lensa mata untuk mencembung
semaksimal mungkin sehingga mata dapat berakomodasi maksimal,
sedangkan tajam penglihatan adalah jarak penglihatan seseorang
dibandingkan jarak penglihatan orang pada nmormalnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton AC, Hall JE, 2006. Sifat Optik Mata. Dalam: Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran, terj. Edisi ke-11. Jakarta: EGC. 2008; h.641-53.
2. Riordan-Eva P, Whitcher JP, 2008. Optik dan Refraksi. Dalam:
Vaughan & Ashbury Oftalmologi Umum, terj. Edisi ke-17. Jakarta:
EGC. 2010; Widya Medika: Jakarta. 2000. h.382-98.
3. Dandona R, Dandona L, 2001. Refractive error blindness. Bulletin in
The World Health Organization. 79(3): h.237-43.
4. Schlote T, 2006. Pocket Atlas of Ophtalmology.Jerman: Georg Thieme
Verlag. h.20-43
5. Crick R, Khaw PT, 2003. A Textbook Of Clinical Ophthalmology. 3rd edition.
London: World Scientific Publishing. 2003. h.97-135.
6. The Eye M.D. Association. Fundamentals and Principles of Ophtalmology.
Section 2.San Francisco: American Academy of Ophtalmology. 2012. h.67-78.