Anda di halaman 1dari 53

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan karena atas berkat dan penyertaanNya, saya dapat menyelesaikan Referat yang berjudul Distosia.
Referat ini disusun untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit
Kandungan di RS dr mochamad saleh probolinggo 2015. Saya mengucapkan terima
kasih kepada pembimbing saya, dr. Aminuddin, SpOG yang telah membimbing saya
dalam menyusun referat ini. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan referat ini.
Tegur sapa dan koreksi pembimbing serta pembaca saya harapkan untuk
memperbaiki referat ini. Semoga Tuhan memberkati upaya kita ini. Terima kasih.
Probolinggo, september 2015

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I : PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
2. Tujuan

3
3

BAB II : ISI
1. Distosia Karena Kelainan Kekuatan (Power)
2. Distosia Karena Kelainan yang Melibatkan Janin (Passanger)
3. Distosia Karena Kelainan Jalan Lahir (Passage)

4
9

BAB III : PENUTUP


Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Persalinan normal suatu keadaan fisiologis, normal dapat berlangsung
sendiri tanpa intervensi penolong. Kelancaran persalinan tergantung 3 faktor P
utama yaitu kekuatan ibu (power), keadaan jalan lahir (passage) dan keadaan
janin (passanger). Faktor lainnya adalah psikologi ibu (respon ibu ), penolong
saat bersalin, dan posisi ibu saat persalinan.
Dengan adanya keseimbangan atau kesesuaian antara faktor-faktor "P"
tersebut, persalinan normal diharapkan dapat berlangsung. Bila ada gangguan
pada satu atau lebih faktor P ini, dapat terjadi kesulitan atau gangguan pada
jalannya persalinan.
Kelambatan atau kesulitan persalinan ini disebut distosia. Salah satu
penyebab dari distosia karena adalah kelainan janin. Distosia berpengaruh buruk
bagi ibu maupun janin. Pengenalan dini dan penanganan tepat akan menentukan
prognosis ibu dan janin.
2. Tujuan
Tujuan pembuatan referat ini adalah:
-

Untuk mengetahui penyebab distosia pada persalinan.


Untuk mengetahui penegakan diagnosis distosia dalam persalinan.
Untuk mengetahui penanganan distosia dalam persalinan.

BAB II

ISI
2. EPIDEMOLOGI
Berdasarkan penelitian di Rumah Sakit Park Land, Amerika Serikat, pada
tahun 2007, didapatkan bahwa hanya sekitar 50 persen ibu dengan janin
presentasi kepala yang mengalami partus spontan fisiologi. Lima puluh persen
lainnya, perlu mendapatkan intervensi untuk pelahiran. Baik intervensi medis
maupun intervensi bedah. Tingginya tingkat partus abnormal ini juga
menunjukkan tingginya tingkat persalinan lama. Persalinan lama yang juga
disebut distosia, di Amerika Serikat distosia merupakan indikasi dilakukannya
Sectio caesarea emergensi pada 68% pasien yang menjalani operasi seksio sesar
primer. Di indonesia, berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SKDI) tahun 2002 - 2003 melaporkan bahwa dari seluruh persalinan,
64% ibu tidak mengalami komplikasi selama persalinan, persalinan lama sebesar
31%, perdarahan berlebihan sebesar 7%, infeksi sebesar 5%. Pada ibu yang
melahirkan melalui bedah sesarea, 59% terjadi akibat persalinan yang mengalami
komplikasi, dimana sebagian besar merupakan persalinan lama (42%).
Berdasarkan survei ini juga dilaporkan bahwa bayi yang meninggal dalam usia
satu bulan setelah dilahirkan, 39% terjadi akibat komplikasi termasuk persalinan
lama (30%), perdarahan 12% dan infeksi (10%)
1.

Secara harfiah, distosia berarti persalinan yang sulit dan ditandai oleh terlalu
lambatnya kemajuan persalinan. Secara umum, persalinan yang normal sering
terjadi apabila terdapat disproporsi antara bagian presentasi janin dan jalan lahir.
Distosia dapat terjadi akibat beberapa kelainan tertentu yang melibatkan serviks,
uterus, janin, tulang panggul ibu, atau obstruksi lain di jalan lahir. Kelainankelainan ini secara mekanistis telah disederhanakan oleh American College of
Obstetricians and Etiologi

Distosia terjadi karena beberapa faktor, yaitu kelainan power, passage, dan
passanger :
a)

Kelainan Power

Power adalah kekuatan ibu mendorong janin, yaitu kekuatan his dan kekuatan ibu dalam
mengejan. His normal yaitu his yang timbul dominan pada fundus uteri, simetris,
kekuatannya semakin lama semakin kuat dan sering serta mengalami fase
relaksasi yang baik. Kelainan his ini dapat berupa inersia uteri hipertonik atau
inersia uteri hipotonik. Kontraksi uterus atau his secara normal terjadi pada awal
persalinan yakni pada kala 1, pada awal kala 1 his yang timbul masih jarang yaitu
1 kali dalam 15 menit dengan kekuatan 20 detik, his ini semakin lama akan
timbul semakin cepat dan sering yakni interval 2 sampai 3 kali dalam 10 menit
dengan kekuatan 50 sampai 100 detik. Apabila kontraksi tidak adekuat, maka
serviks tidak akan mengalami pembukaan, sehingga pada kondisi tersebut
dilakukan induksi persalinan, dan apabila tidak ada kemajuan persalinan maka
dilakukan seksio sesaria, namun pada persalinan kala II apabila ibu mengalami
kelelahan maka persalinan dilakukan dengan menggunakan vacum ekstraksi
(Cuningham et al, 2010).
Persalinan kala III yaitu melahirkan plasenta, apabila placenta belum
lahir dalam waktu 30 menit maka hal ini terjadi karena tidak ada kontraksi
uterus atau karena adanya perlengketan sehingga merangsang uterus maka di
berikan pemberian induksin dan melakukan massage uterus (Cuningham et
al, 2010).
B. Kelainan Passage
Distosia karena adanya kelainan Passage yaitu karena adanya kelainan pada
jalan lahir, jalan lahir sendiri terbagi atas jalan lahir lunak dan jalan lahir
keras. Jalan lahir keras atau tulang panggul dapat berupa kelainan bentuk
panggul, dan kelainan ukuran panggul. Sedangkan jalan lahir lunak yang
sering dijumpai karena adanya tumor ovarium yang menghalangi jalan lahir
dan adanya edema pada jalan lahir yang dipaksakan (Winkjosastro et al,
2006).
Jenis kelainan pada jalan lahir keras berupa kelainan bentuk
yaitu bentuk panggul yang tidak normal, diantaranya gynecoid, antropoid,
android, dan platipeloid. Terutama pada panggul android distosia sulit diatasi,
selain itu terdapat kelainan panggul yang disertai dengan perubahan bentuk
karena pertumbuhan intrauterine yaitu panggul Naegele, robert, split pelvis
dan panggul asimilasi. Perubahan bentuk panggul juga dapat terjadi karena
adanya penyakit seperti rakhitis, osteomalasia, neoplasma, fraktur, atrifi,
5

karies, nekrosis maupun penyakit pada sendi sakroiliaka dan sendi


sakrokoksigea. Penyakit tulang belakang seperti kifosis, skoliosis dan
spondilolistesis serta penyakit pada kaki seperti koksiis, luksasio koksa dan
atrofi atau kelumpuhan satu kaki merupakan termasuk penyulit dalam proses
persalinan pervaginam (Winkjosastro et al, 2006).
c Kelainan Passanger
Kelainan passanger merupakan kelainan pada letak, ukuran ataupun bentuk
janin, kelainan letak ini termasuk dalam kelainan presentasi dan kelainan
posisi, pada kondisi normal, kepala memasuki pintu atas panggul dengan
sutura sagitalis dalam keadaan melintang atau oblik sehingga ubun-ubun kecil
berada dikanan atau dikiri lintang atau dikanan atau kiri belakang, setelah
kepala memasuki bidang tengah panggul (Hodge III), kepala akan memutar
ke depan akibat terbentur spina ischiadika sehingga ubun-ubun kecil berada
didepan (putaran paksi dalam), namun terkadang tidak terjadi putaran
sehingga ubun-ubun kecil tetap berada dibelakang atau melintang, keadaaan
ini disebut dengan deep transvere arrest, oksipitalis posterior persisten atau
oksipitalis transversus persisten, keadaan ini akan mempersulit persalinan
(Winkjosastro et al, 2006).
Presentasi muka merupakan salah satu kelainan janin, diagnosis
presentasi muka berdasarkan pemeriksaan luar yakni dada akan teraba seperti
punggung, bagian belakang kepala berlawanan dengan bagian dada, dan
daerah dada ada bagian kecil denyut jantung janin terdengan jelas, dan
berdasarkan pemeriksaan dalam umumnya teraba mata, hidung, mulut dan
dagu atau tepi orbita. Pada presentasi dahi pada umumnya merupakan
kedudukan sementara sehingga biasanya dapat menjadi presentasi belakang
kepala dan presentasi muka (Cuningham et al, 2010).
Letak sungsang merupakan keadaan dimana letak janin memanjang
dengan kepala dibagian fundus uteri dan bokong dibagian bawah cavum uteri
hal ini pula merupakan penyulit dalam persalinan. Selain letak sungsang,
letak lintang pula cukup sering terjadi, presentasi ini merupakan presentasi
yang tidak baik sama sekali dan tidak mungkin dilahirkan pervaginam kecuali
pada keadaan janin yang sangat kecil atau telah mati dalam waktu yang
cukup lama (Cuningham et al, 2010).

Beberapa

kelainan

dalam

bentuk

janin

yaitu

karena

adanya

pertumbuhan janin yang berlebihan, berat neonatus pada umunya adalah 4000
gram, makrosomia atau bayi besar apabila lebih dari 4000 gram, umumnya
hal ini karena adanya faktor genetik, kehamilan dengan diabetes mellitus,
kehamilan post matur atau pada grande multipara. Hidrocephalus pula
merupakan kelainan bentuk janin, hal ini merupakan keadaan dimana cairan
serebrospinal dalam ventrikel janin berlebih sehingga kepala janin menjadi
besar dan keadaan ini dapat menyebabkan cephalo pelvic disproportion
(Winkjosastro et al, 2006).
2.1 DISTOSIA KARENA KELAINAN KEKUATAN (POWER)
Etiologi Kelainan His
Kelainan his terutama ditemukan pada primigravida, khususnya
primigravida tua. Pada multipara lebih banyak ditemukan kelainan yang
bersifat inersia uteri. Faktor herediter mungkin memegang peranan pula
dalam kelainan his. Sampai seberapa jauh faktor emosi (ketakutakan dan lainlain) mempengaruhi kelainan his, belum ada persesuaian paham antara para
ahli. Satu sebab yang penting dalam kelainan his, khususnya inersia uteri,
ialah apabila bagian bawah janin tidak berhubungan rapat dengan segmen
bawah uterus seperti misalnya kelainan letak janin atau pada disproporsi
sefalopelvik. Peregangan rahim yang berlebihan pada kehamilan ganda
maupun hidroamnion juga dapat merupakan penyebab dari inersia uteri yang
murni. Akhirnya gangguan pembentukan uterus pada masa embrional,
misalnya uterus bikornus unikollis, dapat pula mengakibatkan kelainan his.
Akan tetapi pada sebagian besar kasus, kurang lebih separuhnya, penyebab
inersia uteri ini tidak diketahui.2
a. Inersia Uteri
Di sini his bersifat biasa dalam arti bahwa fundus berkontraksi
lebih kuat dan lebih dahulu daripada bagian-bagian lain, peranan fundus
tetap menonjol. Kelainannya terletak dalam hal bahwa kontraksi uterus
lebih aman, singkat, dan jarang daripada biasa. Keadaan umum penderita
biasanya baik, dan rasa nyeri tidak seberapa. Selama ketuban masih utuh

umumnya tidak banyak bahaya, baik bagi ibu maupun bagi janin, kecuali
jika persalinan berlangsung terlalu lama, dalam hal terakhir ini morbiditas
ibu dan mortalitas janin naik. Keadaan ini dinamakan inersia uteri primer
atau hypotonic uterine contraction. Kalau timbul setelah berlangsungnya
his kuat untuk waktu yang lama , hal itu dinamakan inersia uteri sekunder.
Karena dewasa ini persalinan tidak dibiarkan berlangsung demikian lama
sehingga dapat menimbulkan kelelahan otot uterus, maka inersia uteri
sekunder seperti yang digambarkan di atas jarang ditemukan, kecuali
pada wanita yang tidak diberi pengawasan baik waktu persalinan. Dalam
menghadapi inersia uteri harus diadakan penilaian yang seksama untuk
menentukan sikap yang harus diambil. Jangan dilakukan tindakan tergesagesa untuk mempercepat lahirnya janin. Tidak dapat diberikan waktu
yang pasti, yang dapat dipakai sebagai pegangan untuk membuat
diagnosis inersia uteri, atau untuk memulai terapi aktif.2
Diagnosis inersia uteri paling sulit dalam masa laten,untuk hal ini
diperlukan pengalaman. Kontraksi uterus yang disertai rasa nyeri, tidak
cukup untuk membuat diagnosis bahwa persalinan sudah mulai. Untuk
sampai pada kesimpulan ini diperlukan kenyataan bahwa sebagai akibat
kontraksi itu terjadi perubahan pada serviks, yakni pendataran dan/atau
pembukaan. Kesalahan yang sering dibuat ialah mengobati seorang
penderita untuk inersia uteri, padahal persalinan belum mulai.2
Penanganan
Dahulu selalu diajarkan bahwa menunggu merupakan sikap
terbaik dalam menghadapi inersia uteri selama ketuban masih utuh.
Pendapat ini dianut terutama karena bahaya besar yang menyertai
tindakan pembedahan pada waktu itu. Sekarang kebenaran sikap
menunggu itu ada batasnya, karena disadari bahwa menunggu terlampau
lama dapat menambah bahaya kematian janin, dan karena resiko tindakan
pembedahan kini sudah lebih kecil daripada dahulu.2
Setelah diagnosis inersia uteri ditetapkan, harus diperiksa keadaan
serviks, presentasi serta posisi janin, turunnya kepala janin dalam panggul
dan keadaan panggul. Kemudian harus disusun rencana menghadapi

persalinan yang lamban ini. Apabila ada disproporsi sefalopelvik yang


berarti, sebaiknya diambil keputusan untuk melakukan seksio saesaria.
Apabila tidak ada disproporsi atau ada disproporsi ringan dapat diambil
sikap lain. Keadaan umum penderita sementara itu diperbaiki, dan
kandung kencing serta rektum dikosongkan. Apabila kepala atau bokong
janin sudah masuk ke dalam panggul, penderita disuruh berjalan-jalan.
Tindakan yang sederhana ini kadang-kadang menyebabkan his menjadi
kuat, dan selanjutnya persalinan berjalan lancar. Pada waktu pemeriksaan
dalam, ketuban boleh dipecahkan. Memang sesudah tindakan ini
persalinan tidak boleh berlangsung terlalu lama, namun hal tersebut dapat
dibenarkan oleh karena dapat merangsang his, dan dengan demikian
mempercepat jalannya persalinan. Kalau diobati dengan oksitosin
dimasukkan ke dalam glukosa 5% dan diberikan secara infus intravena
dengan kecepatan kira-kira 12 tetes per menit, yang perlahan-lahan dapat
dinaikkan sampai kira-kira 50 tetes, tergantung pada hasilnya. Kalau 50
tetes tidak membawa hasil yang diharapkan,maka tidak banyak gunanya
untuk memberikan oksitosin dalam dosis yang lebih tinggi. Bila infus
oksitosin diberikan, penderita harus diawasi dengan ketat dan tidak boleh
ditinggalkan. Kekuatan dan kecepatan his, keadaan dan denyut jantung
janin harus diperhatikan dengan teliti. Infus harus dihentikan kalau
kontraksi uterus berlangsung lebih dari 60 detik, atau kalau denyut
jantung janin menjadi cepat atau menjadi lambat. Menghentikan infus
umumnya akan segera memperbaiki keadaan. Sangat berbahaya untuk
memberikan oksitosin pada panggul sempit dan pada adanya regangan
segmen bawah uterus. Demikian pula oksitosin jangan diberikan pada
grande multipara dan kepada penderita yang telah pernah mengalami
seksio sesarea atau miomektomi, karena memudahkan terjadinya ruptura
uteri. Pada penderita dengan partus lama dan gejal-gejala dehidrasi dan
asidosis, di samping pemberian oksitosin dengan jalan infus intravena
gejala-gejala tersebut perlu diatasi.2
Maksud pemberian oksitosin ialah memperbaiki his, sehingga
serviks dapat membuka. Satu ciri khas oksitosin ialah bahwa hasil

pemberiannya tampak dalam waktu singkat. Oleh karena itu tidak ada
gunanya untuk memberkan oksitosin berlarut-larut. Sebaiknya oksitosin
diberikan beberapa jam saja, kalau ternyata tidak ada kemajuan,
pemberiannya dihentikan, lebih baik dilakukan seksio sesarea. Oksitosin
yang diberikan dengan suntikan intramuskuler dapat menimbulkan
incoordinate uterine action. Tetapi ada kalanya terutama dalam kala II,
hanya diperlukan sedikit penambahan kekuatan his supaya persalinan
dapat diselesaikan. Di sini sering 0,5 satuan oksitosin intramuskulus
sudah cukup untuk mencapai hasil yang diinginkan. Oksitosin merupakan
obat yang sangat kuat, yang dahulu dengan pemberian sekaligus dalam
dosis besar sering menyebabkan kematian janin karena kontraksi uterus
terlalu kuat dan lama, dan dapat menimbulkan pula ruptura uteri.
Pemberian intravena dengan jalan infus (intravenous drip) yang
memungkinkan masuknya dosis sedikit demi sedikit telah mengubah
gambaran ini, dan sudah pula dibuktikan bahwa oksitosin dengan jalan ini
dapat diberikan dengan aman apabila penentuan indikasi, pelaksanaan dan
pengawasan dilakukan dengan baik.2
His terlampau kuat
His terlampau kuat atau juga disebut hypertonic uterine
contraction. Walaupun pada golongan coordinated hypertonic uterine
contraction bukan merupakan penyebab distosia, namun hal ini
dibicarakan juga di sini dalam rangka kelainan his. His yang terlalu kuat
dan terlalu efisien menyebabkan persalinan selesai dalam waktu yang
sangat singkat. Partus yang sudah selesai kurang dari 3 jam, dinamakan
partus presipitus: sifat his normal, tonus otot di luar his juga biasa,
kelainannya terletak pada kekuatan his. Bahaya partus presipitus bagi ibu
ialah perineum, sedangkan bayi bias mengalami perdarahan dalam
tengkorak karena bagian tersebut mengalami tekanan kuat dalam waktu
yang singkat.2
Batas antara bagian atas dan segmen bawah atau lingkaran retraksi
menjadi sangat jelas dan meninggi. Dalam keadaan demikian lingkaran
dinamakan lingkaran retraksi patologik atau lingkaran Bandl. Ligamenta

10

rotunda menjadi tegang serta lebih jelas teraba, penderita merasa nyeri
terus menerus dan menjadi gelisah. Akhirnya, apabila tidak diberi
pertolongan, regangan segmen bawah uterus melampaui kekuatan
jaringan, terjadilah ruptura uteri. 2
Penanganan
Pada partus presipitatus tidak banyak yang dapat dilakukan karena
biasanya bayi sudah lahir tanpa ada seorang yang menolong. Kalau
seorang wanita pernah mangalami partus presipitatus, kemungkinan besar
kejadian ini akan berulang pada persalinan berikutnya. Karena itu,
sebaiknya wanita dirawat sebelum persalinan, sehingga pengawasan dapat
dilakukan dengan baik. Pada persalinan keadaan diawasi dengan cermat,
dan epiostomi dilakukan pada waktu yang tepat untuk menghindarkan
terjadinya ruptura perinei tingkat ketiga. Bilamana his kuat dan ada
rintangan yang menghalangi lahirnya janin, dapat timbul lingkaran
retraksi patologik, yang merupakan tanda bahaya akan terjadi ruptura
uteri. Dalam keadaan demikian janin harus segera dilahirkan dengan cara
yang memberikan trauma sedikit-sedikitnya bagi ibu dan anak.2
c. Incoordinate uterine action
Di sini sifat his berubah. Tonus otot terus meningkat, juga di luar
his, dan kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa karena tidak ada
sinkronisasi antara kontraksi bagian-bagiannya. Tidak adanya koordinasi
antara kontraksi bagian atas, tengah dan bawah menyebabkan his tidak
efisien dalam mengadakan pembukaan.2
Di samping itu tonus otot uterus yang menarik menyebabkan rasa
nyeri yang lebih keras dan lama bagi ibu dan dapat pula menyebabkan
hipoksia pada janin. His jenis ini juga disebut sebagai uncoordinated
hypertonic

uterine

contraction.

Kadang-kadang

pada

persalinan

lamadengan ketuban yang sudah lama pecah, kelainan his ini


menyebabkan spasmus sirkuler setempat, sehingga terjadi penyempitan
kavumuteri pada tempat itu. Ini dinamakan lingkaran kontraksi atau
lingkaran konstriksi. Secara teoritis lingkaran ini dapat terjadi di manamana, akan tetapi biasanya ditemukan pada batas antara bagian atas dan

11

segmen bawah uterus. Lingkaran konstriksi tidak dapat diketahui dengan


pemeriksaan dalam, kecuali kalau pembukaan sudah lengkap, sehingga
tangan dapat dimasukkan ke dalam kavum uteri. Oleh sebab itu jika
pembukaan belum lengkap, biasanya tidak mungkin mengenal kelainan
ini dengan pasti. Adakalanya persalinan tidak maju karena kelainan pada
serviks yang dinamakan distosia servikalis. Kelainan ini bisa primer atau
sekunder. Distosia servikalis dinamakan primer kalau serviks tidak
membuka karena tidak mengadakan relaksasi berhubung dengan
incoordinate uterine action. Penderita biasanya seorang primigravida.
Kala I menjadi lama, dan dapat diraba jelas pinggir serviks yang kaku.
Kalau keadaaan ini dibiarkan, maka tekanan kepala terus menerus dapat
menyebabkan nekrosis jaringan serviks dan dapat mengakibatkan
lepasnya bagian tengah serviks secara sirkuler. Distosia servikalis
sekunder disebabkan oleh kelainan organik pada serviks, misalnya karena
jaringan parut atau karena karsinoma. Dengan his kuat serviks bisa robek,
dan robekan ini dapat menjalar ke bagian bawah uterus. Oleh karena itu,
setiap wanita yang pernah mengalami operasi pada serviks, selalu harus
diawasi persalinannya di rumah sakit.2
Penanganan
Kelainan ini hanya dapat diobati secara simtomatis karena belum
ada obat yang dapat memperbaiki koordinasi fungsional antara bagianbagian uterus. Usaha-usaha yang dapat dilakukan ialah mengurangi tonus
otot dan mengurangi ketakutan penderita. Hal ini dapat dilakukan dengan
pemberian analgetika, seperti morphin, pethidin dan lain-lain. Akan tetapi
persalinan tidak boleh berlangsung berlarut-larut apalagi kalau ketuban
sudah pecah. Dalam hal ini pada pembukaan belum lengkap,perlu
dipertimbangkan seksio sesarea. Lingkaran konstriksi dalam kala I
biasanya tidak diketahui, kecuali klau lingkaran ini terdapat di bawah
kepala anak sehingga dapat diraba melalui kanalis servikalis. Jikalau
diagnosis lingkaran konstriksi dalam kala I dapat dibuat persalinan harus
diselesaikan sengan seksio sesarea. Biasanya lingkaran konstriksi dalam
kala II baru diketahui, setelah usaha melahirkan janin dengan cunam

12

gagal. Dengan tangan yang dimasukkan ke dalam cavum uteri untuk


mencari sebab kegagalan cunam, lingkaran konstriksi, mudah dapat
diraba. Dengan narkosis dalam, lingkaran tersebut kadang-kadang dapat
dihilangkan, dan janin dapat dilahirkan dengan cunam. Apabila tindakan
ini gagal dan janin masih hidup, terpaksa dilakukan seksio sesarea.2
Pada distosis servikalis primer dimbil sikap seperti pada
incoordinate uterine action. Pada distosia servikalis sekunder harus
dilakukan seksio sesarea sebelum jaringan parut serviks robek, yang dapat
menjalar ke atas sampai segmen bawah uterus.2
2.2 DISTOSIA KARENA KELAINAN YANG MELIBATKAN JANIN
(PASSENGER)
a. Presentasi Muka
Merupakan akibat kelainan Sikap (Habitus) berupa defleksi kepala
maksimum. Pada presentasi muka terjadi hiperekstensi maksimum
kepala sehingga oksiput menempel dengan punggung janin dengan
demikian maka yang merupakan presentasi (bagian terendah) janin dan
sekaligus denominator adalah mentum. Dalam orientasinya dengan
simfisis pubis, maka presentasi muka dapat terjadi dengan mento anterior
atau mento posterior. Pada janin aterm dengan presentasi muka mentoposterior, proses persalinan terganggu akibat bregma (dahi) tertahan oleh
bagian belakang simfisis pubis. Dalam keadaan ini, gerakan fleksi kepala
agar persalinan pervaginam dapat berlangsung terhalang, maka persalinan
muka spontan per vaginam tidak mungkin terjadi.1

13

Gambar 2.1. Mentoposterior, dagu berada dibagian


posterior .
Persalinan

pervaginam

hanya

mungkin

berlangsung bila dagu berputar ke anterior.

Bila dagu berada di anterior, persalinan


kepala per vaginam masih dapat berlangsung
pervaginam melalui gerakan fleksi kepala. Pada sejumlah kasus presentasi muka
dagu posterior, dagu akan berputar spontan ke anterior pada persalinan lanjut
sehingga dapat terjadi persalinan spontan per vaginam atau menggunakan ekstraksi
cunam. Pada tahun 1995 sampai 1999 , angka kejadian presentasi muka di Parkland
Hospital sekitar 1 : 2000 persalinan.1

Gambar 2.2. Pemeriksaan Radiologis pada presentasi muka


(hiperekstensi kepala dan tulang belakang janin)

Etiologi
Sebab yang terpenting adalah panggul sempit dan anak yang besar. Secara
lengkap penyebab tesebut dapat dibagi dalam 2 golongan:
1) Letak muka primer yang disebabkan oleh kelainan anak dan tak dapat
diperbaiki, seperti:
- Struma congenitalis.
- Kelainan tulang leher.
- Lilitan tali pusat yang banyak.
- Meningocele.
- Anenchepal.
2) Letak muka sekunder: dapat diperbaiki, anak normal:
- Panggul picak.
14

Anak besar.
Dinding parut kendor, hingga rahim jatuh ke depan.
Bagian-bagian yang menumbung.
Hydramnion

Mungkin juga letak defleksi dapat terjadi karena tonus otot-otot ekstensor anak
lebih kuat daripada tonus otot-otot fleksor.3
Diagnosis
Diagnosis presentasi muka ditegakkan apabila pada pemeriksaan vaginal dapat
diraba mulut, hidung, tepi orbita, dan dagu. Penunjuk presentasi muka adalah dagu.
Pada palpasi abdomen kadang-kadang dapat diraba tonjolan kepala janin di dekat
punggung janin. Pada waktu persalinan, seringkali muka menjadi edema, sehingga
diagnosis dapat keliru menjadi presentasi bokong. Pada keadaan tersebut, perabaan
pada mulut mirip dengan perabaan pada anus. Sebanyak 49% kasus presentsi muka
tidak terdiagnosa sebelum kala II.2

Gambar 2.3. Edema muka janin pada presentasi muka.

Mekanisme persalinan pada presentasi muka


Presentasi muka jarang terjadi bila kepala masih diatas Pintu Atas Panggul.
Umumnya keadaan diawali dengan presentasi dahi yang kemudian pada proses
desensus berubah menjadi presentasi muka. Mekanisme persalinan terdiri dari
densensus putar paksi dalam fleksi ekstensi dan putar paksi luar.3

15

Gambar 2.4. Mekanisme


persalinan pada presentasi
muka mentoposterior. Terjadi
putar paksi dalam sehingga
dagu berputar keanterior dan
lahir pervaginam.

Tujuan Putar Paksi Dalam adalah agar dagu berada dibelakang simfisis pubis
oleh karena hanya pada posisi ini kepala janin dapat melewati perineum melalui
gerakan fleksi. Setelah Putar Paksi Dalam dagu kedepan selesai dan tahapan
desensus berikutnya berlangsung, maka dagu dan mulut nampak di vulva dan
persalinan kepala berlangsung melalui gerakan fleksi. Setelah kepala lahir, oksiput
akan mendekati anus dan dagu berputar seperti saat memasuki Pintu Atas Panggul.
Persalinan bahu berlangsung seperti pada presentasi belakang kepala. Pada presentasi
muka, edema akan merubah bentuk wajah. Molase juga terjadi dan menyebabkan
bertambah panjangnya diameter occipitomentalis.3
Penatalaksanaan
Bila ukuran panggul normal dan kemajuan proses persalinan berlangsung secara
normal, persalinan pervaginam pada presentasi muka dapat berlangsung dengan
wajar. Observasi detik Jantung Janin dilakukan dengan monitor eksternal. Presentasi
muka sering terjadi pada panggul sempit, maka terminasi kehamilan dengan SC
sering terpaksa harus dilakukan. Usaha untuk merubah presentasi muka menjadi
presentasi belakang kepala , pemutaran posisi dagu posterior menjadi dagu anterior
secara manual atau dengan cunam, serta dengan versi ekstraksi dalam era obstetri
modern tidak lagi dikerjakan.3
Prognosa

16

Letak muka dapat lahir spontan. Pada umumny partus lebih lama, yang
meninggkan angka kematian janin. Kemugkinan rupture perinea lebih besar.3
a. Presentasi Dahi
Bentuk

dari

Kelainan

Sikap

(habitus)

berupa

gangguan

defleksi

moderate.Presentasi yang sangat jarang. Diagnosa ditegakkan bila VT pada PAP


meraba orbital ridge dan ubun-ubun besar.1

Gambar 2.5. Presentasi dahi.

Pada Gambar 2.5 diatas, terlihat bahwa kepala


berada diantara posisi fleksi sempurna dengan ekstensi sempurna. Kecuali pada
kepala yang kecil atau panggul yang sangat luas, engagemen kepala yang diikuti
dengan persalinam pervaginam tak mungkin terjadi.1
Diagnosis
Diagnosis presentasi dahi dapat ditegakkan apabila pada pemeriksaan vaginal
dapat diraba pangkal hidung, tepi ats orbita, sutura frontalis, dan ubun-ubun besar,
tetapi tidak dapat meraba dagu dan mulut janin. Apabila dagu dan mulut janin teraba,
maka diagnosisnya adalah presentasi muka. Sebanyak 24% presentasi dahi tidak
dapat terdiagnosa sebelum kala II. Pada palpasi abdomen dapat teraba oksiput dan
dagu janin di atas simfisis dengan mudah.2
Etiologi
Etiologi sama dengan penyebab presentasi muka. Presentasi dahi sering
merupakan keadaan temporer dan dalam perjalanan persalinan selanjutnya dapat
spontan berubah menjadi presentasi muka atau presentasi belakang kepala.3

17

Mekanisme persalinan
Pada janin kecil atau panggul luas persalinan pervaginam biasanya berlangsung
dengan mudah. Pada janin aterm dengan ukuran normal, persalinan pervaginam sulit
berlangsung oleh karena engagemen tidak dapat terjadi sampai adanya molase hebat
yang memperpendek diameter occipitomentalis atau sampai terjadinya fleksi
sempurna atau ekstensi menjadi presentasi muka. Persalinan pervaginam pada
presentasi dahi yang persisten hanya dapat berlangsung bila terdapat molase
berlebihan sehingga bentuk kepala berubah.1
Molase berlebihan akan menyebabkan caput didaerah dahi sehingga palpasi dahi
menjadi sulit. Pada presentasi dahi yang bersifat sementara (penempatan dahi) ,
progonosis tergantung pada presentasi akhir. Bila presentasi dahi sudah bersifat
menetap, prognosis persalinan pervaginam sangat buruk kecuali bila janin kecil atau
jalan lahir sangat luas. Prinsip penatalaksanaan sama dengan pada presentasi muka.1
Penanganan
Sebagian besar presentasi dahi memerlukan pertolongan secara bedah sesar untuk
menghindari manipulasi vaginal yang sangat meningkatkan mortallitas perinatal.2
Apabila presentasi dahi didiagnosis pada persalinan awal dengan selaput ketuban
yang utuh, observasi ketat dapat dilakukan. Observasi ini dimaksudkan untuk
menunggu kemungkinan perubahan presentasi secara spontan. Pemberia stimulasi
oksitosin pada kontraksi uterus yang lemah harus dilakukan dengan sangat hati-hati
dan tidak boleh dilakukan bila tidak terjadi penurunan kepala atau dicurigai adanya
disproporsi kepala-panggul. Presentasi dahi yang menetap atau dengan selaput
ketuban yang sudah pecah sebaiknya dilakukan bedah sesar untuk melhirkannya.
Jangan melahirkan menggunakan bantuan ekstraksi vakum, forceps, atau
simpisiotomi karena hanya akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas.2
Prognosa
Pada letak dahi yang bersifat sementara anak dapat lahir spontan sebagai letak
belakang kepala atau letak muka. Kalau letak dahi menetap maka prognosa buruk,
kecuali kalau anak kecil.3

18

b. Letak sungsang
Letak sungsang adalah letak memanjang dengan bokong sebagian yang terendah
(presentasi bokong). Letak sungsang dibagi sebagai berikut:
-

Letak bokong murni (Frank breech): bokong saja yang menjadi bagian depan

sedangkan bagian tungkai lurus ke atas.


Letak bokong kaki (Complete breech): di samping bokong teraba kaki.
Letak lutut atau letak kaki (Incomplete breech): teraba satu kaki, atau lutut.
Dari letak-letak ini, letak bokong murni paling sering dijumpai. Punggung

biasanya terdapat di kiri depan. Frekuensi letak sungsang lebih tinggi pada
kehamilan muda dibandingkan dengan kehamilan aterm dan lebih banyak pada
multigravida daripada primigravida.3
.

Gambar 2.6. Tipe letak sungsang.

Etiologi
-

Prematuritas karena bentuk rahim relatif kurang lonjong, air ketuban masih

banyak dan kepala anak relatif besar.


Hydramnion karena anak mudah bergerak.
Plasenta previa karena menghalangi turunnya kepala ke dalam pintu atas

panggul.
Bentuk rahim yang abnormal seperti uterus bicornis.
Kelainan bentuk kepala: hydrocephalus, anencephalus, karena kepala kurang
sesuai dengan bentuk pintu atas panggul.3

Diagnosis
Pergerakan anak diraba oleh ibu di bagian perut bawah, di bawah pusat dan ibu
sering merasa benda keras (kepala) mendesak tulang iga. Pada palpasi teraba bagian
keras bundar dan melenting pada fundus. Punggung anak dapat diraba pada salah

19

satu sisi perut dan bagian-bagian kecil dan pihak yang berlawanan. Di atas sympisis
teraba bagian yang kurang bundar dan lingan. Bunyi jantung terdengar pada
punggung anak setinggi pusat.3
Mekanisme Persalinan
Menurut Sarwono Prawirohardjo, berdasarkan jalan lahir yang dilalui, maka
persalinan sungsang dibagi menjadi :
Persalinan Pervaginam
1) Spontaneous breech (Bracht)
2) Partial breech extraction : Manual and assisted breech delivery
3) Total breech extraction
Persalinan per abdominal : Seksio Sesaria.3
1) Persalinan Spontan Bracht
Pada Persalinan secara Bracht ada 3 tahap :
-

Fase Lambat (Bokong lahir sampai umbilikus / scapula anterior),


Fase Cepat (Dari umbilikus sampai mulut / hidung)
Fase Lambat (Dari mulut / hidung sampai seluruh kepala)

Pertolongan persalinan sungsang secara bracht :

Setiap ada his ibu di pimpin meneran sampai bokong nampak di vulva.
Setiap ada his ibu di pimpin meneran sampai bokong lahir.
Setiap ada his ibu di pimpin meneran sampai tali tali pusat lahir .
Bokong dipegang sedemikian rupa dengan dua tangan ibu jari berdampingan

pada paha, 4 jari lain pada sacrum.


Mengikuti hyperlodose kearah perut ibu, seorang asisten membantu menekan
kepala di supra symphisis ke arah jalan lahir. Maka lahirlah berturut turut dagu,
mulut, hidung, mata, dahi, dan lahirlah kepala seluruhnya diletakan melintang
diatas perut ibu dengan sikap kepala hiperekstensi.4

20

Gambar 2.7. Persalinan spotan


dengan cara Bracht.

2) Manual Aids / Partial Bracht


Janin dilahirkan sebagian dengan tenaga dan kekuatan ibu sebagian lagi dengan
tenaga penolong.4

Melahirkan bahu depan Klasik + Mauriceau


Melahirkan bahu belakang Muller + Mauriceau
Melahirkan dengan bahu menjungkit Lovset + mauriceau

a) Melahirkan secara Klasik


Caranya :

Setiap ada his ibu di pimpin meneran sampai bokong lahir.


Setiap ada his ibu di pimpin meneran sampai tali pusat lahir, kalau perlu tali pusat

dikendorkan.
Melahirkan bahu depan dengan setiap ada his di pimpin lagi sampai ujung
scapula lahir, pada sungsang dengan punggung kiri. Kedua kaki dipegang oleh
tangan kiri, dibawa kearah lipat paha kanan ibu, tangan kanan menyusuri ujung
scapula, scapula, nahu lengan atas, dua jari sebagai bidai, mencari fosa cubiti,

ditekan kearah dada, lengan dikeluarkan seolah-olah mengusap muka.


Kedua kaki dipegang oleh tangan kanan, dibawa curam ke kiri belakang. Tangan
kiri menyusuri ujung scapula, scapula, bahu lengan atas, dua jari sebagai bidai,
mencari fosa cubiti, ditekan kearah dada, lengan dikeluarkan seolah olah

mengusap muka.
Melahirkan kepala secara Mauriceau.4

21

Gambar 2.8. Melahirkan secara Klasik.

b) Melahirkan secara Muller


- Melahirkan bahu depan
Setiap ada his, ibu dipimpin meneran
sampai bokong lahir, dipimpin lagi sampai
tali pusat lahir, dikendorkan bila teregang. Dipimpin meneran sampai scapula lahir.
Kedua kai dipegang oleh tangan kanan (pada sunsang dengan punggung kiri), dibawa
curam kebawah, tangan kiri menyusuri scapula, bahu, lengan ata 2 jari sebagai bidai,
mencari fosa cubiti. Ditekan kearah dada, lengan dikeluarkan seolah-olah mengusap
muka.4

Melahirkan bahu belakang


Kedua kaki dipegang dibawa kelipat paha kanan, dua jari menyusuri scapula

bahu lengan atas, dua jari sebagai bidai , mencari fosa cubiti, ditekan kea rah dada,
lengan dikeluarkan seolah-olah mengusap muka, lahirlah lengan belakang.4

Gambar 2.9. Melahirkan secara Muller.

c) Melahirkan secara Lovset


Cara melahirkan bahu dan lengan :
Dilakukan periksa dalam untuk mengetahui apa yang menyebabkan tangan tidak
lahir/hambatan ternyata tangan menjungkit, lakukan dengan prasat Lovset.4
Setelah sumbu bahu janin berada dalam ukuran muka belakang, tubuhnya ditarik
kebawah lalu dilahirkan bahu lengan belakang. Bokong di pegang di femuro pelvic
22

(jari telunjuk diletakan pada crista iliaka ibu jari berdampingan pada sacrum), lalu di
putar searah 180 derajat kearah perut dan dilahirkan sampai kedua tangan lahir lalu
dilanjutkan dengan prasat Mauriceau.4

Gambar 2.10. Melahirkan secara


Lovset.

d)

Ekstraksi Kaki
Dilakukan bila kala II tidak maju

atau tampak gejala kegawatan ibu-bayi. Keadaan bayi / ibu mengharuskan bayi
segera dilahirkan.
-

Tangan kanan masuk secara obstetrik melahirkan bokong, pangkal paha sampai
lutut, kemudian melakukan abduksi dan fleksi pada paha janin sehingga kaki
bawah menjadi fleksi,tangan yang lain mendorong fundus ke bawah. Setelah kaki
fleksi pergelangan kaki dipegang dengan dua jari dan dituntun keluar dari vagina

sampai batas lutut.


Kedua tangan penolong memegang betis janin, yaitu kedua ibu jari diletakkan di
belakang betis sejajar sumbu panjang paha dan jari-jari lain di depan betis, kaki

ditarik turun ke bawah sampai pangkal paha lahir.


Pegangan dipindah ke pangkal paha sehingga mungkin dengan kedua ibu jari di

belakang paha, sejajar sumbu panjang paha dan jari lain di depan paha.
Pangkal paha ditarik curam ke bawah sampai trokhanter depan lahir kemudian
pangkal paha dengan pegangan yang sama dievaluasi ke atas hingga trokhanter

belakang lahir. Bila kedua trokhanter lahir berarti bokong telah lahir.
Sebaliknya bila kaki belakang yang dilahirkan lebih dulu, maka yang akan lahir
lebih dahulu ialah trokhanter belakang dan untuk melahirkan trokhanter depan

maka pangkal paha ditarik terus cunam ke bawah.


Setelah bokong lahir maka dilanjutkan cara Klasik , atau Muller atau Lovset.4

23

Gambar 2.11. Ekstraksi kaki dan ekstraksi


bokong.

e) Teknik Ekstraksi Bokong


Dikerjakan bila presentasi bokong murni dan bokong sudah turun di dasar
panggul, bila kala II tidak maju atau tampak keadaan janin lebih dari ibu yang
mengharuskan bayi segera dilahirkan.
-

Jari penunjuk penolong yang searah dengan bagian kecil janin, dimasukkan
kedalam jalan lahir dan diletakkan dilipatan paha bagian depan. Dengan jari ini
lipat paha atau krista iliaka dikait dan ditarik curam ke bawah. Untuk
memperkuat tenaga tarikan ini, maka tangan penolong yang lain menekam

pergelangan tadi dan turut menarik curam ke bawah.


Bila dengan tarikan ini trokhanter depan mulai tampak di bawah simfisis, maka
jari telujuk penolong yang lain mengkait lipatan paha ditarik curam ke bawah

sampai bokong lahir.


Setelah bokong lahir, bayi dilahirkan secara Klasik , atau Muller atau Lovset.4
-

Gambar 2.12. Teknik melahirkan


ekstraksi bokong.

f) Melahirkan secara Mauriceau


Tangan penolong yang searah dengan perut bayi, secara obstetric dimasukan
kedalam vagina, mencari mulut dan 2 jari diletakan pada fosa canina, badn di

24

tunggang kkudakan pada lengan kiri, dua jari tangan kanan, diletakan dibawah
kuduk. Bila UUK masih miring, maka didorong sedikit keatas untuk menempatkan
UUK dibawah symphisis, seorang asisten membantu menekan kepala di supra
symphisis kearah jalan lahir, badan anak di bawa curam kebawah sampai batas
rambut tampak di vulva.4
Badan anak dibawa kearah perut ibu, maka lahirlah berturut-turut dagu, mulut,
hidung, mata dan lahirlah kepala seluruhnya diletakan diatas perut ibu.4

Gambar 2.13. Melahirkan kepala bayi secara


Mauriceau.

c. Letak Lintang
Keadaan ini terjadi bila sumbu panjang janin tegak lurus dengan sumbu panjang
tubuh ibu. Kadang-kadang sudut yang ada tidak tegak lurus sehingga terjadi letak
oblique yang sering bersifat sementara oleh karena akan berubah menjadi presentasi
kepala atau presentasi bokong (unstable lie). Pada letak lintang, bahu biasanya
berada diatas pintu atas panggul, kepala berada pada salah satu fossa iliaca
sedangkan bokong pada fossa illiaca lainnya. Pada keadaan yang disebut presentasi
bahu ini, arah akromion yang menghadap sisi tubuh ibu menentukan jenis letaknya
yaitu letak akromion kiri atau kanan. Lebih lanjut, karena pada posisi tersebut,
punggung dapat mengarah ke anterior atau posterior, ke superior atau inferior,
biasanya jenis letak lintang ini dapat dibedakan menjadi letak lintang dorsoanterior
dan dorsoposterior (Gambar 6).1

25

Gambar 2.14. Pemeriksaan Leopold pada letak lintang.

Diagnosis
Diagnosa biasanya mudah dan kadang-kadang hanya melalui inspeksi dimana
abdomen terlihat melebar dengan fundus uteri sedikit diatas umbilikus. Tidak ada
kutub janin yang teraba dibagian fundus dan kepala teraba di fossa iliaca. Pada
dorso-posterior, teraba bagian kecil pada palpasi dinding abdomen. VT pada
persalinan dini dapat meraba tulang rusuk, bila pembukaan servik sudah bertambah
maka dapat teraba skapula dan klavikula. Arah penutupan aksila menunjukkan arah
bahu dan lokasi kepala. Pada persalinan lanjut, bahu terperangkap dalam jalan lahir
dan seringkali disertai prolapsus lengan dan keadaan ini disebut letak lintang kasep neglected transverse lie.1
Etiologi
-

Grandemultipara akibat dinding abdomen yang kendor

Janin Preterm

Plasenta previa

Kelainan anatomis uterus

Hidramnion

Panggul sempit
Wanita yang sudah mengalami persalinan > 4 kali dengan bayi aterm memiliki

kemungkinan mengalami kehamilan dengan presentasi lintang 10 kali lipat nulipara.


Kekendoran otot abdomen yang mengakibatkan perut gantung (pendulous

26

abdomen) dapat menyebabkan uterus jatuh kedepan sehingga sumbu panjang janin
menjauh dari sumbu jalan lahir. Letak plasenta pada Segmen Bawah Rahim dan
kesempitan panggul dapat menyebabkan gangguan akomodasi bagian terendah janin
sehinga terjadi letak lintang.1
Mekanisme persalinan

Gambar 2.15. Letak lintang kasep (neglected


transverse lie)
Terdapat lingkaran muskular (pathological retraction
ring-Bandl ) diatas SBR yang sudah sangat menipis.
Tekanan His disebarkan secara sentripetal pada dan
diatas lingkaran retraksi patologis sehingga regangan
terus bertambah dan menyebabkan robekan pada SBR.

Persalinan spontan pervaginam pada janin aterm normal dengan presentasi


lintang tidak mungkin berlangsung. Setelah selaput ketuban pecah, lengan janin
memasuki panggul dan menyebabkan prolapsus lengan. Kontraksi uterus selanjutnya
akan menyebabkan bahu masuk kedalam SBR dan menyebabkan regangan SBR
berlebihan yang dapat berakhir dengan ruptura uterus (neglected transverse lie).
Bila janin kecil (kurang dari 800 gram) dan panggul cukup luas, persalinan
pervaginam dapat berlangsung bila his yang cukup kuat untuk melipat tubuh janin
agar melewati PAP dan persalinan berlangsung dengan mekanisme conduplicatio
corporae.1
Penatalaksanaan
Presentasi lintang pada awal persalinan adalah indikasi untuk melakukan SC.
Pada minggu ke 39 sebelum persalinan atau pada awal persalinan, bila selaput
ketuban masih utuh dapat dilakukan tindakan versi luar pada presentasi lintang tanpa
disertai komplikasi lain . Pada saat melakukan SC, akibat terperangkapnya tubuh
janin dalam SBR maka insisi uterus lebih baik dilakukan secara vertikal.1

27

Prognosa
Letak lintang merupakan letak yang tidak mungkin lahir spontan dan berbahaya
bagi ibu maupun anak. Biarpun lahir spontan, anaknya lahir mati. Bahaya yang
terbesar adalah rupture uteri yang spontan atau traumatis karena persi dan ekstraksi.
Selain itu sering terjadi infeksi karena partus lama.3
Sebab kematian bayi adalah prolapsus foeniculi dan asfiksia karena kontraksi
rahim yang terlalu kuat. Juga tekukan leher yang kuat dapat menyebabkan kematian.
Prognosa bayi sangat bergantung pada saat pecahnya ketuban. Selama ketuban masih
utuh bahaya bagi anak dan ibu tidak seberapa.3
d. Letak Majemuk
Yang dimaksud dengan letak majemuk ialah kalau disamping bagian terendah
teraba aggota badan. Tangan yang menumbung pada letak bahu tidak disebut letak
majemuk, begitu pula adanya kaki di samping bokong pada letak sungsang tidak
termasuk letak majemuk.3
Pada letak kepala dapat terjadi:
-

Tangan menumbung
Lengan menumbung
Kaki menumbung

Pada tangan menumbung hanya teraba jari dan telapak tangan di samping kepala,
tidak teraba pergelangan tangan.3
Jika pergelangan tangan teraba atau lebih, disebut lengan menumbung. Tangan
menumbung, prognosanya lebih baik dari lengan menumbung, karena tangan yang
ceper bentuknya tidak banyak mengambil tempat dibandingkan dengan lengan.
Tangan menumbung pada letak kepala tidak menghalangi turunnya kepala, hanya
mungkin menyebabkan terganggunya putaran paksi, sebaliknya lengan emnumbung
dapat menghalangi turunnya kepala.3
Kaki yang menumbung di samping kepala jarang terjadi pada anak hidup yang
cukup besar tapi kemungkinan pada anak yang sudah bermaserasi, pada monstrum,
dan anak kecil. Juga dapat terjadi pada kehamilan kembar dimana di samping kepala
anak I menumbung kaki anak ke II yang dalam letak sungsang.3

28

Pada letak sungsang jarang sekali tangan teraba di samping bokong dan keadaan
ini biasanya tidak menimbulkan kesukaran. Pada letak majemuk sering juga tali pusat
menumbung, dan hal ini sangat mempengaruhi prognosa.3
Etiologi
Letak majemuk terjadi kalau pintu atas panggul tidak tertututp dengan baik oleh
bagian depan anak, seperti pada:
-

Multipara, karena kepala sering masih tertinggal pada permulaan persalinan.


Pada disproporsi cephalopelvik
Pada anak yang premature
Hydramnion.3

Gambar 2.16. Letak ganda. Tangan kiri berada didepan


bagian terendah janin dan biasanya desensus kepala dapat
berlangsung normal. Prolapsus lengan disamping bagian
terendah janin.

Penatalaksanaan
Tangan yang menumbung tidak menghalangi persalinan spontan, jadi baiknya
dibiarkan; kalau terjadi gangguan putaran paksi dapat diselesaikan dengan ekstraksi
forcipal dengan memasang sendok forceps antara tangan yang menumbung dan
kepala anak.3
Lengan yang menumbung, baiknya direposisi kalau pembukaan sudah lengkap,
karena dapat menghalangi turunnya kepala. Kalau kepala sudah jauh masuk ke dalam
rongga panggul, reposisi tidak mungkin lagi, maka persalinan diselesaikan dengan
forceps. Kalau reposisi tidak berhasil dan kepala tidak mau turun, dilakukan section
cessarea.3
Kaki yang menumbung di samping kepala, baiknya direposisi.3
Prognosis

29

Angka kematian perinatal meningkat sebagai konsekuensi dari :


-

persalinan preterm,
prolapsus talipusat dan
prosedur obstetrik yang traumatik.1

e. Posisio Oksipitalis Posterior


Satu bentuk kelainan putar paksi dalam ( internal rotation ) pada proses
persalinan. Pada 10% kehamilan, kepala masuk PAP dengan oksiput berada pada
segmen posterior panggul. Sebagian besar keadaan ini terjadi pada arsitektur panggul
yang normal, namun sebagian kecil terjadi pada bentuk android.1
Diagnosa ditegakkan melalui palpasi abdomen dimana punggung janin teraba
disatu sisi pinggang ibu dan dilokasi tersebut DJJ terdengar paling keras. Pada
persalinan aktif, pemeriksaan VT dapat memberi informasi yang lebih banyak
dengan terabanya occiput dan ubun-ubun besar .1

Gambar 2.17. Posisio Occipitalis Posterior


Pemeriksaan Vaginal : ubun ubun kecil kiri belakang.

Selama persalinan berlangsung, kepala janin memperoleh tekanan kearah pelvis


sehingga terjadi fleksi kepala. Setelah dilatasi lengkap, proses persalinan selanjutnya
dapat terjadi melalui satu dari 3 kemungkinan dibawah:
1)

65% kasus, kepala melakukan PPD sejauh 1350 sehingga occiput berada
dibelakang simfisis (rotasi panjang) persalinan spontan pervaginam normal.

2)

20% kasus, kepala tidak dapat melakukan PPD secara lengkap sehingga
ubun-ubun kecil berada dikiri atau dikanan (deep tranverse arrest).

3)

15% kasus, terjadi PPD 450 kearah posterior (rotasi pendek) positio
occipitalis posterior persisten.1

30

Gambar 2.18. Kemungkinan arah Putar


Paksi

Dalam

(PPD)

pada

posisio

oksipitalis posterior.

Gambar 2.19. Kepala melakukan


PPD

sejauh

occiput
simfisis

1350

berada
(rotasi

sehingga
dibelakang

panjang)

persalinan spontan pervaginam


normal.

Gambar 2.20. 15% kasus, terjadi PPD 450 kearah


posterior (rotasi pendek) positio occipitalis
posterior persisten.

Persalinan pervaginam dapat terjadi melalui berbagai kemungkinan :


-

Persalinan spontan.
Ekstraksi cunam dengan occiput posterior.
Rotasi manual menjadikan occiput anterior dan diikuti dengan persalinan spontan

atau dengan ekstraksi cunam.


Rotasi dengan cunam kearah occiput anterior dan kemudian dilahirkan.1

Prognosis

31

Fitzpatrick dkk (2001) , Ponkey dkk (2003) : membandingkan prognosa antara


246 pasien POPPersisten dengan presentasi occiput anterior (POA) dan tercatat
adanya komplikasi persalinan yang lebih tinggi pada POPP dibandingkan pada POA.
Hanya 40% kasus POPP yang dapat mengalami persalinan spontan pervaginam. 12%
kasus POPP berakhir dengan SC atas indikasi distosia.1
f. Posisi Oksipitalis Tranversal Persisten (deep tranverse arrest letak malang
melintang rendah)
Pada arsitektur panggul normal, posisi occiput tranversal umumnya bersifat
sementara (penempatan) sebelum berakhir sebagai posisi occiput anterior atau
posterior. Bila kontraksi uterus cukup kuat, dapat terjadi PPD keanterior dan
persalinan dapat berlangsung secara normal atau dengan bantuan ekstraksi cunam
outlet. Bila kontraksi uterus tidak kuat atau terdapat kelainan bentuk panggul,
persalinan pervaginam mungkin berlangsung dengan didahului oleh tindakan rotasi
manual kepala dan dilanjutkan dengan persalinan ekstraksi cunam dengan occiput di
anterior atau di posterior. Etiologi posisi occipitalis tranversal tidak selalu sederhana.
Panggul jenis platipeloid atau android tidak memiliki cukup ruangan untuk terjadinya
rotasi kepala. Pada panggul android, engagemen tidak terjadi sehingga kulit kepala
sering terlihat didepan introitus vagina sebagai akibat adanya molase dan
pembentukan caput yang berlebihan. Dalam keadaan ini tindakan persalinan dengan
cunam harus dilakukan secara hati-hati dan tidak dipaksakan.1
g. Tali Pusat Menumbung (Prolapsus Foeniculi)
Kalau tali pusat teraba di samping atau lebih rendah dari bagian depan sedangkan
ketuban sudah pecah, maka dikatakan tali pusat menumbung. Kalau hal ini terjadi
pada ketuban yang masih utuh disebut tali pusat terkemuka.3

32

Gambar 2.21. Tali pusat menumbung.

Etiologi
Segala keadaan dimana pintu atas panggul kurang tertutup oleh bagian depan
dapat menimbulkan prolapsus foeniculi, seperti pada:
-

Disproporsi cephalopelvic
Letak lintang
Letak kaki
Kehamilan ganda
Letak majemuk
Hydramnion.
Kejadian ini lebih sering terjadi kalau tali pusat panjang dan kalau

placentarendah letaknya. Tali pusat menumbung lebih sering terjadi pada multipara
daripada primipara. Prolapsus foeniculi tidak membahayakan ibu, sebaliknya sangat
membahayakan anak, karena tali pusat tertekan antara bagian depan anak dan
dinding depan panggul, sehingga timbul asfiksia. Bahaya terbesar pada letak kepala,
karena bagian yang menekan itu bundar dan keras.3
Diagnosis
Dibuat kalau pada toucher meraba benda seperti tali yang berdenyut, atau kalau
tali pusat Nampak keluar dari vagina.3
Penatalaksanaan
Yang penting ialah supaya diagnose dapat ditegakkan dengan cepat hendaknya
dilakukan toucher kalau ketuban sudah pecah, sedangkan kepala masih tinggi. Juga
kalau bunyi jantung memburuk dalam persalinan, hendaknya diperiksa apakah bukan
disebabkan tali pusat menumbung.3
Tali pusat yang menumbung merupakan indikasi untuk segera menyelesaikan
persalinan kalau bunyi jantung masih ada. Sebaliknya, kalau anak sudah mati,
persalinan dapat ditunggu berlangsung spontan.3

33

1) Tali pusat menumbung letak kepala


- Kalau pembukaan belum lengkap, dilakukan sectio cessarrea (SC) kecuali kalau
bunyi jantung sudah sangat buruk. Selama menungg persiapan operasi
diusahakan supaya tekanan pada tali pusat dihindarkan atau dikurangi misalnya
dengan letak Trendelenburg. Diberi oksigen. Sebelum melakukan SC, bunyi
-

jantung anak diperiksa lagi.


Kalau pembukaan sudah lengkap, maka dilakukan SC kalau kepala masih tinggi
dan ekstraksi dengan forceps kalau kepala sudah masuk ke dalam rongga
panggul. Pada anak kecil (anak II gemelli) dapat diusahakan ekspressi dan

setelah syarat-syarat forceps terpenuhi dilakukan ekstraksi dengan forceps.


Kalau anak sudah meninggal dilakukan persalinan spontan. Jangan membuang

waktu dengan mereposisi tali pusat.3


2) Tali pusat menumbung pada letak sungsang (anak hidup)
- Kalau pembukaan masih kecil dilakukan SC
- Kalau pembukaan lengkap dilakukan SC atau ekstraksi.3
3) Tali pusat menumbung pada letak lintang (anak hidup), dilakukan SC.3
h. Distosia Bahu
Distosia bahu adalah suatu keadaan diperlukannya tambahan manuver obsetrik
oleh karena dengan tarikan biasa ke arah belakang pada kepala bayi tidak berhasil
untuk melahirkan bayi. Pada persalinan dengan presentasi belakang kepala, setelah
kepala lahir bahu tidak dapat dilahirkan dengan cara pertolongan biasa dan tidak
didapatkan sebab lain dari kesulitan tersebut.2
Pada mekanisme persalinan normal,ketika kepala dilahirkan, maka bahu
memasuki panggul dalam posisi oblik. Bahu posterior memasuki panggul lebih
dahulu sebelum bahu anterior. Ketika kepala melakukan putaran paksi luar, bahu
posterior berada dicekungan tulang sakrum atau disekitar spina iskiadika, dan
memberikan ruang yang cukup bagi bahu anterior untuk memasuki panggul melalui
belakang tulang pubis atau berotasi dari foramen obturator. Apabila bahu berada
dalam posisi antero-posterior ketika hendak memasuki pintu atas panggul, maka
bahu posterior dapat tertahan promontorium dan bahu anterior tertahan tulanh pubis.
Dalam keadaan demikian kepala yang sudah dilahirkan akan tidak dapat melakukan
putar paksi luar, dan tertahan akibat adanya tarikan yang terjadi antara bahu posterior
dengan kepala (disebut dengan turtle sign).2

34

Komplikasi
Komplikasi distosia bahu pada janin adalah fraktur tulang (klavikula dan
humerus), cedera pleksus brakialis, dan hipoksia yang dapat menyebabkan kerusakan
permanen di otak. Dislokasi tulang servikalis yang fatal juga dapat terjadi akibat
melakukan tarikan dan putaran pada kepala dan leher. Fraktur tulang pada umumnya
dapat sembuh sempurna tanpa sekuele, apabila didiagnosis dan diterapi dengan
memadai. Cedera pleksus brakialis dapat membaik dengan berjalannya waktu, tetapi
sekuele dapat terjadi pada 50% kasus. Pada ibu, komplikasi yang dapat terjadi adalah
perdarahan akibat laserasi jalan lahir, episiotomy, ataupun atonia uteri.2
Faktor Risiko dan Pencegahannya
Bayi cukup bulan pada umumnya memiliki ukuran bahu yang lebih lebar dari
kepalanya, sehingga mempunyai resiko terjadinya distosia bahu. Risiko akan
meningkat dengan bertambanhya perbedaan antara ukuran badan dan bahu dengan
ukuran kepalanya. Pada bayi makrosomia, perbedaan ukuran tersebut lebih besar
dibanding bayi tanpa makrosomia, sehingga bayi makrosomia lebih beresiko.
Keadaan intrapartum yang banyak dilaporkan berhubungan dengan kejadian distosia
bahu adalah kala I lama, partus macet, kala II lama, stimulasi oksitosin, dan
persalinan vaginal dengan tindakan. Meskipun demikian, perlu disadari bahwa
sebagian besar kasus distosia bahu tidak dapat diprediksi dengan tepat sebelumnya.
Upaya pencegahan distosia bahu dan cedera yang dapat ditimbulkannya dapat
dilakukan dengan cara :
-

Lakukan bedah sesar pada persalinan vaginal beresiko tinggi; janin luar biasa
besar (> 5kg), janin sangat besar (> 4,5 kg) dengan ibu diabetes, janin besar (> 4
kg) dengan riwayat distosia bahu pada persalinan sebelumnya, kala II yang

memanjang dengan janin besar.


Identifikasi dan obati diabetes pada ibu.
Selalu bersiap bila sewaktu-waktu terjadi.
Kenali adanya distosia seawal mungkin. Upaya mengejan, menekan suprapubis

atau fundus, dan traksi berpotensi meningkatkan risiko cedera pada janin.
Perhatikan waktu dan segera minta pertolongan begitu distosia diketahui.2

Diagnosis
Distosia bahu dapat dikenali apabila didapatkan adanya:
35

Kepala bayi sudah lahir, tetapi bahu tertahan dan tidak dapat dilahirkan.
Kepala bayi sudah lahir, tetapi tetap menekan vulva dengan kencang.
Dagu tertarik dan menekan perineum.
Traksi pada kepala tidak berhasil melahirkan bahu yang tetap tertahan di cranial
simpisis pubis.2

Penanganan
Jangan melakukan tarikan atau dorongan sebelum memastikan bahwa bahu
posterior sudah masuk ke panggul.bahu posterior yang belum melewati pintu atas
panggul akan semakin sulit dilahirkan bila dilakukan tarikan pada kepala. Untuk
mengendorkan ketegangan yang menyulitkan bahu posterior masuk panggul tersebut,
dapat dilakukan episiotomy yang luas, posisi McRobert, atau paosisi dada-lutut.
Dorongan pada fundus juga tidak diperkenankan karena semakin menyulitkan bahu
untuk dilahirkan dan berisiko menimbulkan rupture uteri.2
Langkah pertama: Manuver McRobert
Manuver McRobert dimulai dengan memosisikan ibu dalam posisi McRobert,
yaitu terlentang, memfleksikan kedua paha sehingga lutut menjadi sedekat mungkin
ke dada, dan rotasikan kedua kaki ke arah luar (abduksi). Lakukan episiotomi yang
cukup lebar. Gabungan episiotomy dan posisi McRobert akan mempermudah bahu
posterior melewati promontorium dan masuk ke dalam panggul. Mintalah asisten
menekan suprasimfisis ke arah posterior menggunakan pangkal tangannya untuk
menekan bahu anterior agar mau masuk di bawah simfisis. Sementara itu lakukan
tarikan pada kepala janin kea rah posterokaudal dengan mantap.2
Langkah tersebut akan melahirkan bahu anterior. Hindari tarikan yang berlebihan
karena akan mencederai pleksus brakialis. Setelah bahu anterior dilahirkan, langkah
selanjutnya sama dengan pertolongan persalinan presentasi kepala. Manuver ini
cukup sederhana, aman, dan dapat mengatasi sebagian besar distosia bahu derajat
ringan sampai sedang.2
Langkah kedua: Manuver Rubin
Oleh karena diameter anteroposterior pintu atas panggul lebih sempit daripada
diameter oblik atau tranversanya, maka apabila bahu dalam anteroposterior perlu
diubah menjadi posisi oblik atau transversa untuk memudahkan melahirkannya.

36

Tidak boleh melakukan putarn pada kepala atau leher bayi untuk mengubah posisi
bahu. Yang dapat dilakukan adalah memutar bahu secara langsung atau melakukan
tekanan suprapubik ke arah dorsal. Pada umumnya sulit menjangkau bahu anterior,
sehingga pemutaran bahu lebih mudah dilakukan pada bahu posteriornya. Masih
dalam posisi McRobert, masukkan tangan pada bagian posterior vagina, tekanlah
daerah ketiak bayi sehingga bahu berputar menjadi posisi oblik atau tranversa. Lebih
menguntungkan bila pemutaran itu ke arah yang membuat punggung bayi
menghadap ke arah anterior (Maneuver Rubin Anterior) oleh karena kekuatan tarikan
yang diperlukan untuk melahirkannya lebih rendah dibandingkan dengan posisi bahu
anteroposterior atau punggung bayi menghadap ke areh posterior. Ketika dilakukan
penekanan suprapubikpada posisi punggung janin anterior akan membuat bahu lebih
abduksi, sehingga diameternya mengencil. Dengan bantuan tekan suprasimfisis ke
arah posterior, lakukan tarikan kepala ke arah posterokaudal dengan mantap untuk
melahirkan bahu anterior.2
Langkah ketiga: melahirkan bahu posterior, posisi merangkak, atau manuver
wood
Melahirkan bahu posterior dilakun pertama kali dengan mengidentifikasi dulu
posisi punggung bayi. Masukkan tangan penolong yang berseberangan dengan
punggung bayi (punggung kanan berarti tangan kanan, punggung kiri berarti tangan
kiri) ke vagina. Temukan bahu posterior, telusuri lengan atas dan buatlah sendi siku
menjadi fleksi (bisa dilakukandengan menekan fossa kubiti). Peganglah lengan
bawah dan buatlah gerakan mengusap ke arah dada bayi. Langkah ini akan membuat
bahu posterior lahir dan memberikan ruang cukup bagi anterior masuk ke bawah
simfisis. Dengan bantuan tekanan suprasimfisis ke arah posterior, lakukan tarikan
kepala ke arah posterokaudal dengan mantap untuk melahirkan bahu anterior.2
Manuver Wood dilakukan dengan menggunakan dua jari dari tangan yang
berseberangan dengan punggung bayi (pumggung kanan berarti tangan kanan,
punggung kiri berarti tangan kiri) yang diletakkan di bagian depan bahu posterior.
Bahu posterior dirotasi 180 derajat. Dengan demikian, bahu posterior menjadi bahu
anterior dan posisinya berada di bawah arkus pubis, sedangkan bahu anterior

37

memasuki pintu atas panggul dan berubah menjadi bahu posterior. Dalam posisi
seperti itu, bahu anterior akan dengan mudah dapat dilahirkan.2
i. Distosia Akibat Hidrosefalus
Hidrosepalus: penumpukan cairan cerebro spinal yang berlebihan menyebabkan
pembesaran kepala janin.1

Gambar 2.21. Distosia karena hidrosefalus.

Seringkali disertai dengan kelainan lain terutama NTDs. BPD normal pada
kehamilan aterm berkisar antara 32 38 cm ; pada hidrosepalus dapat melebihi 50
cm dan bahkan ada yang mencapai 80 cm. Volume CSF umumnya mencapai 500
1500 ml dan bahkan dapat mencapai 5 liter. Pada 1/3 kasus disertai dengan presentasi
sungsang.1
Diagnosa dengan ultrasonografi lebih mudah dilakukan yaitu dengan mengukur
diameter ventrikel lateral dan ketebalan cortex cerebri serta membandingkan ukuran
kepala dengan ukuran thorax dan abdomen.1
j. Distosia Akibat Pembesaran Abdomen
Pembesaran abdomen janin dapat menyebabkan distosia. Pembesaran abdomen
janin dapat terjadi oleh karena :

Vesika urinaria yang penuh.

Pembesaran ginjal atau hepar.

Asites.1
Diagnosa pembesaran abdomen janin jarang ditegakkan sampai terjadinya

distosia. Bila diagnosa dapat ditegakkan sebelum persalinan, keputusan melakukan


SC harus dipertimbangkan. Prognosa pada umumnya sangat buruk. Pada 97% kasus,
38

persalinan terjadi pada presentasi kepala ; 3% pada presentasi sungsang ; 0.5% pada
letak lintang.1

Gambar 2.22. Abdominal dystocia pada


kehamilan 28 minggu akibat pembesaran vesica
urinaria.
Persalinan dapat berlangsung pervaginam setelah
dilakukan pungsi VU setinggi umbilkus.
Penampang menunjukkan bagian dalam VU dan
tekanan pada organ abdomen dan rongga thorax.

3. DISTOSIA KARENA KELAINAN JALAN LAHIR (PASSAGE)


Disproporsi Cephalopelvic (CPD)
Ganguan keseimbangan kepala janin dan panggul:
1)

CPD absolut : perbedaan antara kepala janin dengan panggul ibu sedemikian
rupa sehingga menghalangi terjadinya persalinan per vaginam dalam kondisi
optimal sekalipun

2)

CPD relatif : jika akibat kelainan letak, kelainan posisi atau kelainan defleksi
sedemikian rupa sehingga menghalangi persalinan per vaginam.

Kurangnya diameter panggul dapat menyebabkan distosia. Kesempitan panggul


dapat terjadi pada : pintu atas panggul, bidang tengah panggul pintu bawah
panggul atau kombinasi diantaranya.
a. Kesempitan Pintu Atas Panggul (PAP)
Pintu atas panggul dinyatakan sempit bila ukuran
-

antero-posterior terpendek < 10 cm

tranversal terbesar < 12 cm

Perkiraan AP PAP dilakukan dengan mengukur Conjugata Diagonalis secara


manual (VT) dan kemudian dikurangi 1.5 cm ; kesempitan PAP ditegakkan bila
39

ukuran

CD

<

11.5

cm.1

Gambar 3.1. Mengukur Conjugata Diagonalis.

Pada kehamilan aterm, ukuran rata-rata


biparietal - BPD 9.5 9.8 cm. Sehingga kepala janin
yang normal tidak mungkin dapat melewati panggul bila AP PAP < 10 cm. Perlu
diingat bahwa ibu yang bertubuh kecil, biasanya memiliki panggul yang kecil namun
anak dalam kandungan ibu yang dimaksud biasanya juga kecil. Dalam keadaan
normal, bila ketuban masih utuh dilatasi servik dibantu pula dengan tekanan
hidrostatik pada selaput ketuban atau bila sudah pecah, dilatasi servik terjadi akibat
tekanan langsung bagian terendah janin terhadap servik serta penebalan fundus uteri
dan penipisan segmen bawah rahim.1
Pada kasus kesempitan panggul dimana kepala janin masih berada diatas PAP,
semua tekanan hidrostatik disalurkan pada bagian selaput ketuban yang berada diatas
ostium uteri internum sehingga sering terjadi peristiwa Ketuban Pecah Dini-KPD
pada kasus kesempitan PAP.1
Setelah ketuban pecah, tidak adanya tekanan hidrostatik pada selaput ketuban
pada daerah servik dan Segmen Bawah Rahim menyebabkan kontraksi uterus
menjadi tidak efektif bagi jalannya persalinan normal.1
Kesempitan PAP merupakan predisposisi terjadinya kelainan presentasi. Pada
wanita dengan kesempitan panggul, angka kejadian letak muka dan letak lintang
meningkat 3 kali lipat dan angka kejadian prolapsus talipusat meningkat 5 6 kali
lipat.1
b. Kesempitan Bidang Tengah Panggul (BTP)
Kejadian ini lebih sering terjadi dibandingkan kesempitan PAP. Kejadian ini
sering menyebabkan kejadian deep tranverse arrest pada perjalanan persalinan

40

dengan posisio occipitalis posterior, sebuah gangguan putar paksi dalam akibat
kesempitan BTP.1
Bidang obstetrik BTP terbentang dari tepi bawah simfisis pubis melalui spina
ischiadica dan mencapai sacrum didekat pertemuan antara vertebra sacralis 4 5.
Garis penghubung kedua spina ischiadica membagi BTP menjadi bagian anterior dan
bagian posterior. Batas anterior bagian anterior BTP adalah tepi bawah Simfisis
Pubis dan batas lateralnya adalah rami ischiopubic. Batas dorsal bagian posterior
BTP adalah sacrum dan batas lateralnya adalah ligamentum sacrospinosum.1
Ukuran rata-rata BTP:
-

tranversal (interspinous) = 10.5 cm


AP (tepi bawah SP sampai pertemuan S4 S5) = 11.5 cm
Sagitalis Posterior - DSP (titik pertengahan interspinous dengan pertemuan
S4 S5) = 5 cm
Kesempitan BTP tidak dapat dinyatakan secara tegas seperti kesempitan PAP

BTP diperkirakan mengalami kesempitan bila penjumlahan dari Interspinous +


DSP ( normal 10.5cm + 5cm = 15.5 cm) <13.5 cm. Dengan demikian maka BTP
diduga mengalami penyempitan bila interspinous < 10 cm dan bila < 8 cm,
dinyatakan bahwa pasti terdapat kesempitan pada BTP. Dugaan adanya kesempitan
BTP adalah bila pada pemeriksaan panggul teraba adanya penonjolan spina
ischiadica yang menyolok.1
c. Kesempitan Pintu Bawah Panggul (PBP)
Terjadi kesempitan pada PBP bila intertuberosa < 8 cm. PBP berbentuk dua
buah segitiga yang memiliki satu sisi bersama (berupa distansia intertuberous) dan
tidak terletak pada bidang yang sama.1
-

Apex segitiga anterior permukaan posterior arcus pubis.

Apex segitiga posterior ujung vertebra sacralis terakhir ( bukan ujung


coccyx).
Berkurangnya nilai distansia intertuberosa menyebabkan sempitnya segitiga

anterior sehingga pada kala II, kepala terdorong lebih kearah posterior dengan
konskuensi dapat terjadinya robekan perineum yang luas. Distosia akibat kesempitan
PBP saja jarang terjadi oleh karena kesempitan PBP hampir selalu disertai dengan
kesempitan BTP.1

41

d. Fraktura Panggul dan Kontraktur


Trauma panggul akibat cedera kecelakaan lalulintas sering terjadi sehingga dapat
terjadi gangguan pada bentuk dan ukuran panggul. Riwayat adanya cedera panggul
membutuhkan evaluasi lebih lanjut pada kehamilan lanjut. Tinggi badan, cara
berjalan, bentuk perut gantung, kelainan bentuk tulang punggung (skoliosis) dapat
mendorong pemikiran adanya kecurigaan pada kesempitan panggul.1

Gambar 3.2. Perut Gantung (Pendular Abdomen).

Penilaian Kapasitas Panggul


-

Pengukuran Conjugata Diagonalis dengan pemeriksaan panggul

Pengukuran diameter interspinarum

Penonjolan spina ischiadica

Sudut arcus pubis

Pemeriksan X-ray pelvimetri

Computed Tomography Scanning

Magnetic Resonance Imaging.1

Distosia Akibat Jalan Lahir Lunak


Abnormalitas

anatomik

organ

reproduksi

wanita

dapat

menyebabkan

abnormalitas atau gangguan jalannya proses persalinan. Kelainan dapat meliputi :


vulva, vagina, cervix, uterus.
a. Vulva
Kelainan yang bisa menyebabkan distosia ialah oedema vulva, stenosis vulva,
kelainan bawaan, varises, hematoma, peradangan, kondiloma akuminata dan fistula.5

42

1) Oedema Vulva
Bisa timbul pada waktu hamil, biasanya sebagai gejala pre eklamsia akan tetapi
dapat pula mempunyai sebab lain misalnya gangguan giza. Pada persalinan lama
dengan penderita dibiarkan mengedan terus, dapat pula timbul oedema pada vulva.
Kelainan ini umumnya jarang merupakan rintangan bagi kelahiran per vaginam.5
2) Stenosis Vulva
Biasanya terjadi sebagai akibat perlukaan dan radang yang menyebabkan ulkusulkus yang sembuh dengan parut-parut yang dapat menimbulakn kesulitan.
Walaupun umumnya dapat diatasi dengan mengadakan episiotomi, yang cukup luas.
Kelainan congenital pada vulva yang menutup sama sekali hingga hanya orifisium
utrethra eksternum tampak dapat pula, terjadi. Penanganan ini ialah mengadakan
sayatan median secukupnya untuk melahirkan kepala.5
3) Kelainan Bawaan
Atresia vulva dalam bentuk atresia hymenalis yang menyebabkan hematokolpos,
hematimetra dan atresia vagina dapat menghalangi konsepsi.5

4) Varises
Wanita hamil sering mengeluh melebarnya pembuluh darah di tungkai, vagina,
vulva dan wasir. Serta dapat menghilang setelah kelahiran. Hal ini karena reaksi
system vena pembuluh darah seperti otot-otot di tempat lain melemah akibat
hormone estroid. Bahaya varises dalam kehamilan dan persalinan adalah bila pecah
dapat mengakibatkan fatal dan dapat terjadi pula emboli udara. Varises yang pecah
harus dijahit baik dalam kehamilan maupun setelah lahir.5
5) Hematoma
Pembuluh darah pecah sehingga hematoma dijaringan ikat yang renggang di
vulva, sekitar vagina atau ligamentum latum. Hematoma vulva dapat juga terjadi
karena trauma misalnya jatuh terduduk pada tempat yang keras atau koitus kasar.

43

Bila hematoma kecil resorbsi sendiri, bila besar harus insisi dan bekuan darah
dikeluarkan.5
6) Peradangan
Peradangan vulva sering bersamaan dengan peradangan vagina dan dapat terjadi
akibat infeksi spesifik, seperti sifilis, gonorea, trikomoniasis.5
Sifilis disebabkan oleh troponema palladium. Luka primer di vulva sering tidak
disadari penderita dalam stadium 2 dijumpai kondiloma akuminata yaitu tonjolan
kulit lebar-lebar dengan permukaan licin, basah, warna putih atau kelabu dan sangat
infeksius. Wanita hamil fluor albus harus diperiksa kemungkinan lues di samping
pemeriksaan gonorea, trikomoniasias dan kandidiasis. Gonorea dapat menyebabkan
vulvovaginitis dalam kehamilan dengan keluhan fluor albus dan disuria.Bayi yang
lahir dengan ibu yang menderita gonorea dapat mengalami blenora neonaturum.5
Trikomoniasis

vaginalis

yang

disebabkan

parasit

golongan

protozoa

menimbulkan gejala fluor albus dan gatal. Pasangan pria dapat ditulari melalui
persetubuhan dan sebaliknya dia dapat menulari pasangan wanita. Penularan dapat
terjadi juga melalui handuk.5
7) Kondiloma Akuminata
Merupakan pertumbuhan pada kulit selaput lender yang menyerupai jengger
ayam jago. Berlainan dengan kondiloma latum permukaan kasar papiler, tonjolan
lebih tinggi, warnaya lebih gelap. Sebaiknya diobati sebelum bersalin, banyak
penulis menganjurkan insisi dengan elektrocavteratau atau dengan tingtura podofilin.
Kemungkinan residif selalu ada penyebab rangsangan tidak berantas lebih dahulu
atau penyakit primernya kambuh.5
8) Fistula
Fistula vesikovaginal atau fistula rectovaginal biasanya terjadi pada waktu
bersalin baik sebagai tindakan operatif maupun akibat nekrosis tekanan. Tekanan
lama antara kepala dan tulang panggul gangguan sirkulasi sehingga terjadi kematian
jaringan local dalam 5-10 hari lepas dan terjadi lubang. Akibatnya terjadi

44

inkotenensia alvi. Fistula kecil yang tidak disertai infeksi dapat sembuh dengan
sendirinya. Fistula yang sudah tertutup merupakan kontra indikasi per vaginam.5
b. Vagina
Kelainan yang dapat menyebabkan distosia adalah :
1) Kelainan Vagina
Pada aplasia vagina tidak ada vagina dan ditempatnya introitus vagina dan
terdapat cekungan yang agak dangkal atau yang agak dalam.Terapi terdiri atas
pembuatan vagina baru beberapa metode sudah dikembangkan untuk keperluan itu,
operasi ini sebaiknya pada saat wanita bersangkutan akan menikah. Dengan
demikian vagina dapat digunakan dan dapat dicegah bahwa vagina buatan dapat
menyempit. Pada atresia vagina terdapat gangguan dalam kanalisasi sehingga
terdapat satu septum yang horizontal, bila penetupan vagina ini menyeluruh
menstruasi timbul tapi darahnya tidak keluar, namun bila penutupan vagina tidak
menyeluruh tidak akan timbul kesulitan kecuali mungkin pada partus kala II.5
2) Stenosis Vagina Kongenital
Jarang terdapat , lebih sering ditemukan septum vagina yang memisahkan vagina
secara lengkap atau tidak lengkap pada bagian kanan atau bagian kiri. Septum
lengkap biasanya tidak menimbulkan distosia karena bagian vagina yang satu
umumnya cukup lebar, baik untuk koitus maupun lahirnya janin.5
Septum tidak lengkap kadang-kadang menahan turunnya kepala janin pada
persalinan dan harus dipotong dahulu. Stenosis dapat terjadi karena parut-parut
akibat perlukaan dan radang. Pada stenosis vagina yang tetap laku dalam kehamilan
dan merupakan halangan untuk lahirnya janin perlu ditimbangkan seksio sesar.5
3) Tumor Vagina
Dapat merupakan rintangan bagi lahirnya janinm per vaginam, adanya tumor
vagina bisa pula menyebabkan persalinan per vaginam dianggap mengandung
terlampau banyak resiko. Tergantung dari jenis dan besarnya tumor perlu
dipertimbangkan apakah persalinan dapat berlangsung secara per vaginam atau
diselesaikan dengan seksio sesar.5

45

4) Kista Vagina
Kista vagina berasal dari duktus gartner atau duktus muller, letak lateral dalam
vagina bagian proximal, ditengah, distal di bawah orifisium urethra eksterna. Bila
kecil dan tidak ada keluhan dibiarkan tetapi bila besar dilakukan pembedahan.
Marsupialisasi sebaiknya 3 bulan setelah lahir.5
c. Cervix
Kelainan yang penting berhubungan dengan persalinan ialah:
1) Distosia Servikalis
Karena dysfunctional uterine action atau karena parut pada serviks uteri. Kala I
serviks uteri menipis akan tetapi pembukaan tidak terjadi, sehingga merupakan
lembaran kertas dibawah kepala janin. Diagnosis dibuat dengan menemukan lubang
kecil yakni ostium uteri eksternum ditengah-tengah lapisan tipis atau disebaut
dengan konglutinasio orifisii eksterni bila ujung, dimasukkan ke orifisium ini
biasanya serviks yang kaku pada primi tua sebagai akibat infeksi atau operasi.5
d. Uterus
1) Retroflexio Uteri
Retroflexio uteri gravida yang tetap menimbulkan abortus atau retroflexio uteri
gravidi incarcerate. Jarang sekali kehamilan pada uterus dalam retroflexio mencapai
umur cukup bulan. Jika ini terjadi, maka partus dapat terjadi rupture uteri.5
2) Prolapsus Uteri
Biasanya prolapsus uteri yang inkomplit berkut\rang karena setelah bulan ke IV
uterus naik dan keluar dari rongga panggul kecil. Tetapi ada kalanya portio ini
menjadi oedemateus.5
3) Kelainan Bawaan Uterus
Secara embriologis uterus, vagina, servik dibentuk dari kedua duktus muller yang
dalam pertumbuhan mudigah mengalami proses penyatuan. Kelainan bawaan dapat

46

terjadi akibat gangguan dalam penyatuan, dalam berkembangnya kedua saluran


muller dan dalam kanalisasi.5
Uterus didelfis atau uterus duplek terjadi apabila kedua saluran muller
berkembang sendiri-sendiri tanpa penyatuan sedikitpun sehingga terdapat 2 saluran
telur, 2 serviks, dan 2 vagina.5
Uterus subseptus terdiri atas 1 korpus uteri dengan septum yang tidak lengkap, 1
serviks, 1 vagina, cavum uteri kanan dan kiri terpisah secara tidak lengkap. Uterus
arkuatus hanya mempunyai cekungan di fundus uteri. Kelainan ini paling ringan dan
sering dijumpai. Uterus birkornis unilateral. Radi mentarius terdiri atas 1 uterus dan
disampingnya terdapat handuk lain. Uterus unikornis terdiri atas 1 uterus, 1 serviks
yang berkembang dari satu saluran kanan dan kiri. Kelainan ini dapat menyebabkan
abortus, kehamilan ektopik dan kelainan letak janin.5
Efek Fetomaternal dari Distosia
a. Infeksi intrapartum
Infeksi adalah bahaya serius yang mengancam ibu dan janinnya pada partus
lama, terutama bila disertai pecahnya ketuban. Bakteri di dalam cairan amnion
menembus amnion dan menginvasi desidua serta pembuluh korion sehingga terjadi
bakteremia dan sepsis pada ibu dan janin. Pneumonia pada janin, akibat aspirasi
cairan amnion yang terinfeksi adalah komplikasi serius lainnya. Pemeriksaan serviks
dengan jari tangan akan memasukkan bakteri vagina ke dalam uterus. Pemeriksaan
ini harus dibatasi selama persalinan, terutama apabila dicurigai adanya distosia.1
b. Ruptur uteri
Penipisan abnormal segmen bawah uterus menimbulkan bahaya serius selama
partus lama, terutama pada wanita dengan paritas tinggi dan pada mereka dengan
riwayat seksio sesarea. Apabila disproporsi antara kepala janin dan panggul
sedemikian besar sehingga kepala tidak cakap (engaged) dan tidak terjadi penurunan,
segmen bawah uterus menjadi sangat teregang yang kemudian dapat menyebabkan
ruptur. Pada keadaan ini mungkin terbentuk cincin retraksi patologis yang dapat
diraba sebagai sebuah Krista transversal atau oblik yag berjalan melintang di uterus

47

antara simfisis dan umbilicus. Apabila dijumpai keadaan ini, diindikasikan persalinan
perabdominal segera.1

c. Cincin retraksi patologis


Walaupun sangat jarang, dapat timbul cincin kontraksi atau cincin lokal uterus
pada persalinan yang berkepanjangan. Tipe yang paling sering adalah retraksi
patologis Bandl, yaitu pembentukan cincin retraksi normal yang berlebihan. Cincin
ini sering timbul akibat persalinan yang terhamat, disertai peregangan dan penipisan
berlebihan segmen bawah uterus. Pada situasi semacam ini, cincin dapat terlihat jelas
sebagai suatu indentasi abdomen dan menandakan ancaman akan rupturnya segmen
bawah uterus. Konstriksi uterus lokal jarang dijumpai saat ini karena terhambatna
persalinan secara berkepanjangan tidak lagi dibiarkan. Konstriksi lokal ini kadangkadang masih terjadi sebagai konstiksi jam pasir (hourglass constriction) utrus
setelah lahirnya kembar pertama. Pada keadaan ini, konstriksi tersebut kadangkadang dapat dilemaskan dengan anesthesia umum yang sesuai dan janin dilahirkan
secara normal, dan kadang-kadang seksio sesarea yang dilakukan dengan segera
menghasilkan prognosis yang lebih baik bagi kembar kedua.1
d. Pembentukan fistula
Apabila bagian terbawah janin menekan kuat ke pintu atas panggul tetapi tidak
maju dalam jangka waktu yang cukup lama, bagian jalan lahir yang terletak
diantaranya dan dinding panggul dapat megalami tekanan yang berlebihan. Karena
gangguan sirkulasi, dapat terjadi nekrosis yang akan jelas dalam beberapa hari
setelah melahirkan dengan munculnya fistula vesikovaginal, vesikoservikal, atau
rektovaginal. Umumnya nekrosis akibat penekanan ini terjadi setelah persalinan kala
dua yang sangat berkepanjangan. Dahulu, saat tindakan operasi ditunda selama
mungkin, penyulit ini sering dijumpai, tetapi saat ini jarang terjadi kecuali di Negaranegara yang belum berkembang.1
e. Cedera otot dasar panggul

48

Saat pelahiran bayi, dasar panggul mendapat tekanan langsung dari kepala janin,
serta tekanan ke bawah akibat upaya engejan ibu. Gaya-gaya ini meregangkan dan
melebarkan dasar panggul sehingga terjadi perubahan fungsional dan antomis di otot,
saraf, dan jaringan ikat. Terdapat semakin banyak kekhawatiran bahwa efek-efek
pada otot dasar panggul selama melahirkan ini dapat meneyebabkan inkontinensia
urin dan alvi sertas prolaps organ panggul.
Contoh klasik cedera karena melahirkan adalah robekan sfingter ani selama
persalinan pervaginam. Robekan ini terjadi pada 3 sampai 6 persen persalinan dan
sekitar separuh dari para wanita ini mengeluhkan adanya inkontinensia alvi.1
f. Kaput suksedaneum pada janin
Apabila panggul sempit, sewaktu persalinan sering terjadi kaput suksedaneum
yang besar di bagian terbawah kepala janin. Kaput ini dapat berukuran cukup besar
dan menyebabkan kesalahan diagnostik yang serius. Kaput dapat hmpir mencapai
dasar panggul sementara kepala sendiri belum sampai. Biasanya kaput suksadeneum,
bahkan yang bear sekalipun, dapat menghilang dalam beberapa hari.1
g. Moulage pada kepala janin
Akibat tekanan his yang kuat, lempeng-lempeng tulang tengkorak saling
bertumpang tindih satu sama lain di sutura-sutura besar, suatu proses yang disebut
moulage atau molding. Biasanya batas median tulang parietal yang berkontak dengan
promontorium sacrum bertumpang tindih dengan tulang disebelahnya; hal yang sama
terjadi pada tulang-tulang frontal. Namun tulang oksipital terdorong ke bawah tulang
parietal. Perubahan-perubahan ini dapat terjadi tanpa menyebabkan kerugian yang
nyata. Di lain pihak, apabila distorsi yang terjadi mencolok, moulage dapat
menyebabkan robekan tentorium, laserasi pembuluh darah janin, dan perdarahan
intracranial pada janin.1
Dampak Emosional Selama persalinan
Persalinan dapat memperlambat atau berhenti ketika si ibu berada dalam emosi
yang intens. Penelitian telah menunjukkan bahwa korban pelecehan atau kekerasan
membutuhkan perawatan yang sangat khusus selama persalinan. Ada sejumlah besar

49

bukti bahwa kehadiran wanita lain dalam peran penyedia perawatan mengurangi rasa
takut ibu dan dapat mengurangi risiko nya persalinan lama dan kelahiran sesar.6
Mencegah Distosia
Pencegahan adalah terapi terbaik. Dan berikut ini adalah beberapa pencegahan
yang dapat Anda lakukan:
-

Pada awal kehamilan, memperhatikan gizi dan aktivitas. Mempersiapkan tubuh


Anda makanlah makanan yang bergizi dan kaya biji-bijian, protein dari berbagai
sumber, buah-buahan dan sayuran. Jaga berat badan dalam batas yang

direkomendasikan dan mempertahankan olahraga sehari-hari.


Belajar tentang teknik melahirkan dan apa yang diharapkan. Siapkan daftar

keinginan preferensi kelahiran Anda.


Hindari intervensi dalam persalinan.
Memperhatikan saran dari bidan atau dokter, tetapi cobalah untuk tinggal di

rumah selama mungkin.


Ubah posisi sesering mungkin saat Anda berada dalam proses persalinan .
Cari tahu apakah rumah sakit atau klinik bersalin menawarkan melahirkan di
dalam air. Air hangat telah dapat mengurangi waktu yang dihabiskan dalam
persalinan dan kebutuhan untuk obat nyeri.6

50

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Distosia adalah persalinan yang sulit dan ditandai oleh terlalu lambatnya
kemajuan persalinan. Ada banyak etiologi terjadinya distosia, yaitu: 1) karena
kelainan kekuatan (power); 2) karena kelainan yang melibatkan janin (passanger); 3)
karena kelainan pada jalan lahir (passage). Ketiga etiologi tersebut juga dapat dibagibagi lagi.
Penanganan dari setiap penyebab distosia berbeda-beda, semua itu bergantung
pada prognosa dan efek yang dapat terjadi baik pada ibu maupun pada janin. Untuk
itu penanganan yang cepat dan tepat sangat dibutuhkan dalam mengatasi distosia.

51

DAFTAR PUSTAKA
1.

Cunningham F. G et al. 2014. Distosia. Obstetri Williams.

Edisi 24. Jakarta: EGC


2.
Prawirohardjo Sarwono. 2010. Persalinan Lama. Ilmu
Kebidanan. Edisi ke-4 Cetakan ke-3. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
3.

Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Universitas Padjajaran

4.

Bandung. Dystocia. Obstetri Patologi. Bandung: Elstar Offset. 1982.


Cuningham F G, Norman F, Kenneth J, Larry C, John C,
Katharine D, et al. Abnormal Labor. In. Williams Obstetrics 23rd Edition. Thw

Mc Graw-Hill Companies, New York. 2010


5.
Distosia karena Kelainan Alat Kandungan. Diunduh dari
http://rahmawardah.blogspot.com/2010/07/distosia-karena-kelainan-alatkandungan.html pada tanggal 16 Juli 2012.

52

6.

Distosia

dalam

Persalinan.

Diunduh

dari

http://www.bidankita.com/joomla-license/all-about-childbirth/417-distosia7.

dalam-persalinan pada tanggal 16 Juli 2012.


Widyastuti,Y, Rahmawati A, 2009 kesehatan reproduksi

8.

Cetakan kedua. Yogyakarta Fitramaya


Cunningham FG, et al 2014 Obstetri Williams edisi 24 Jakarta
EGC

9.
10.

Depkes RI 2004 Asuhan Persalinan Normal Jaringan Nasional


Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi Jakarta
Corwin, Elizabeth J. 2009. Sistem Reproduksi. Dalam : Buku
Saku Patofisiologi. Jakarta :EGC, 784-785.

11.

53

Anda mungkin juga menyukai