Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN KATALIS
1.1 Latar Belakang
Pada zaman modern ini, hampir semua benda yang digunakan oleh masyarakat tidak
terlepas dari bahan kimia. Untuk memproduksi suatu produk kimia maka dibutuhkan alat dan
bahan yang dapat memperbanyak dan mempercepat suatu proses atau reaksi kimia. Katalis
merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari suatu reaksi kimia. Katalis tersebut
memainkan peranan

dominan dalam industri kimia karna keberadaannya yang sangat

dibutuhkan. Banyak proses manufaktur melibatkan kimia katalitik. Perkembangan kimia


katalitik akan terus ditingkatkan dalam berbagai penelitian, terutama yang dikaitkan dengan
kimia anorganik dan organologam.
Katalis meningkatkan laju reaksi kimia tanpa mempengaruhi keseimbangan. Katalis
biasanya membentuk ikatan dengan reaktan dan membuka urutan langkah-langkah reaksi
baru. Katalisis diklasifikasikan menurut fasa dari campuran reaktan-katalis. Kinerja katalis
berkaitan dengan kinetika kimia. Aktivitas adalah ukuran dari seberapa cepat reaksi katalitik
terjadi (mungkin aktivitas laju reaksi, dengan laju konstan, atau konversi). Selektivitas adalah
ukuran distribusi produk, seperti rasio tingkat laju kehilangan kegiatan atau selektivitas
selama operasi sebagai katalis mengalami perubahan struktur dan komposisi. Permukaan
katalisis sangat dipengaruhi oleh perkembangan teknologi.
1.2.1

Sejarah
Istilah katalisator berawal dari penelitian Berzelius (1836) tentang proses proses

pemercepatan laju reaksi dan menjabarkannya sebagai akibat adanya gaya katalisis. Sebutan
gaya katalisis ternyata tidak terbukti, tetapi istilah katalisator tetap digunakan untuk
menyebuitkan pengaruh substansi tertentu yang ikut dalam proses tanpa mengalami
perubahan. Senyawa yang menurunkan laju reaksi biasa disebut sebagai katalisator negatif
atau inhibitor, yang saat ini lebih dikenal dengan istilah katalis.
Definisi katalis pertama kali dikemukakan oleh Ostwalsd sebagai suatu substansi yang
mengubah laju suatu reaksi kimia tanpa merubah besarnya energi yang menyertai reaksi
tersebut. Pada tahun 1902 Ostwald mendefinisikkan katalis sebagai substansi yang mengubah
laju reaksi tanpa terdapat sebagai produk pada akhir reaksi, dengan kata lain katalisator
mempengaruhi laju reaksi dan berperan sebagai reaktan sekaligus produk reaksi. Selanjutnya

pada tahun 1941, Bell menjelaskan substansi yang dapat disebut sebagai katalis suatu reaksi
adalah ketika sejumlah tertentu substansi ditambahkan maka akan mengakibatkan laju reaksi
bertambah dari laju pada keadaan stoikiometri biasa. Jika substansi tersebut ditambahkan
pada reaksi maka tidak mengganggu kesetimbangan.
1.3 Definisi Katalis
Katalis mempercepat reaksi kimia. Ia melakukannya dengan membentuk ikatan dengan
bereaksi molekul, dan dengan memungkinkan ini untuk bereaksi terhadap produk, yang mele
paskan dari katalis, dan daun itu berubah sedemikian rupa sehingga tersedia untuk reaksi
berikutnya. Bahkan, kita dapat menggambarkan reaksi katalitik sebagai siklik dimana katalis
berpartisipasi dan pulih dalam bentuk aslinya pada akhir siklus.
Mari kita mempertimbangkan reaksi katalitik antara dua molekul A dan B untuk memberi
kanproduk P, lihat Gambar. 1.1. Siklus dimulai dengan ikatan molekul A dan B untuk
katalis. A dan B kemudian bereaksi dalam kompleks ini untuk memberikan P produk, yang
juga terikat untuk katalis. Pada tahap akhir, P memisahkan dari katalis, sehingga siklus reaksi
dalam keadaan semula.

Untuk melihat bagaimana katalis mempercepat reaksi, kita perlu melihat potensi
diagram energi pada Gambar. 1.2, yang membandingkan nonkatalitik dan reaksi katalitik
Untuk reaksi nonkatalitik, angka itu hanya cara akrab untuk memvisualisasikan persamaan
Arrhenius: reaksi berlangsung ketika A dan B bertabrakan dengan cukup energi untuk
mengatasi hambatan aktivasi pada Gambar. 1.2. Perubahan Gibbs membebaskan energi antara
reaktan, A + B, dan produk P adalah G.

Reaksi katalitik dimulai dengan ikatan reaktan A dan B untuk katalis, di

reaksi

spontan. Oleh karena itu, pembentukan kompleks ini adalah eksotermik, dan energi bebas
diturunkan.

Ada kemudian

terikat untuk katalis. Langkah ini

mengikuti reaksi
terkait dengan

antara A dan B sementara


energi

secara signifikan lebih rendah dari itu untuk reaksi yang

tidak

aktivasi;

mereka

bagaimanapun,

menggunakan

katalis.

Akhirnya, produk P memisahkan diri dari katalis dalam langkah endotermik.

Diagram energi Gambar. 1.2 mengilustrasikan beberapa poin penting:

Katalis menawarkan jalur alternatif untuk reaksi, yang jelas lebih kompleks, tapi jauh
lebih menguntungkan. Energi aktivasi dari reaksi katalitik secara signifikan

lebih kecil dari reaksi tanpa katalis; maka, laju reaksi katalitik jauh lebih besar.
Perubahan keseluruhan energi bebas untuk reaksi katalitik sama dengan reaksi tanpa
katalis. Oleh karena itu, katalis tidak mempengaruhi konstanta kesetimbangan untuk
reaksi keseluruhan A + B untuk P. Dengan demikian, jika reaksi termodinamika tidak
baik katalis tidak dapat mengubah situasi ini. Katalis mengubah kinetika, tapi tidak

termodinamika.
Katalis mempercepat kedua maju dan reaksi balik untuk sama
kata lain

jika katalis

mempercepat pembentukan produk P

tingkat.

Dengan

dari

A dan B,

akan melakukan hal yang sama untuk dekomposisi P menjadi A dan B.

Sejauh itu sangat jelas bahwa ada juga kasus di mana kombinasi dari katalis dengan reaktan
atau produk tidak akan berhasil:

Jika ikatan antara reaktan dan katalis terlalu lemah, akan hampir tidak ada

konversi

A dan B menjadi produk. Sebaliknya jika ikatan antara katalis dan salah satu reaktan
A, terlalu

kuat,

katalis

akan

kebanyakan

diduduki

dengan spesies A,

dan

B tidak tersedia untuk membentuk produk. Jika A dan B keduanya membentuk ikatan
yang

kuat dengan katalis,

situasi menengah

dengan

A atau B

pada katalis mungkin begitu stabil bahwa reaksi menjadi tidak mungkin. Dalam hal
Gambar. 1.2, tingkat kedua terletak begitu dalam bahwa aktivasi energi untuk
membentuk

P pada katalis menjadi terlalu tinggi. Katalis dikatakan

diracuni oleh salah satu reaktan.


Dengan cara yang sama, produk P mungkin terlalu kuat terikat dengan
sehingga

ikatan

yang

terjadi

sulit

katalis
untuk

dipisahkan. Dalam hal ini produk meracuni katalis.


Oleh karena itu, kita secara intuitif merasa bahwa kombinasi sukses dari katalis dan reaksi
adalah bahwa dimana interaksi antara katalis dan spesies bereaksi tidak terlalu lemah,
tetapi juga tidak terlalu kuat.
1.4 Pentingnya katalis
Industri kimia dari abad ke-20 tidak bisa dikembangkan apabila menggunakan reaksi
tanpa katalis atau dengan reaksi stoikiometri saja. Reaksi umum dapat dikendalikan atas
dasar suhu, konsentrasi, tekanan dan waktu. Meningkatkan suhu dan tekanan akan
memungkinkan reaksi stoikiometri untuk melanjutkan pada tingkat yang wajar untuk
produksi, tetapi reaktor di mana kondisi dapat dengan aman dipelihara menjadi semakin lebih
mahal dan sulit untuk dibuat. Selain itu, ada keterbatasan termodinamika untuk kondisi di
produk yang dapat dibentuk, misalnya konversi N2 dan H2 menjadi amonia praktis tidak
mungkin di atas 600 C. Namun demikian, suhu yang lebih tinggi diperlukan untuk
memecahkan ikatan

yang sangat kuat pada N2. Tanpa katalis banyak reaksi yang umum

dalam industri kimia tidak akan mungkin, dan banyak proses lainnya tidak akan ekonomis.

Katalis mempercepat reaksi dengan memerintahkan, memungkinkan mereka untuk


dilakukan dibawah rezim termodinamika yang paling menguntungkan, dan pada temperatur
yang jauh lebih rendah membangun struktur dan tekanan. Dengan cara ini katalis efisien,
dalam kombinasi dengan dioptimalkan reaktor dan jumlah desain pabrik, adalah faktor kunci
dalam mengurangi baik investasi dan biaya operasi dari proses kimia, tetapi tidak semua.
1.4.1

Katalis dan Kimia Hijau


Teknologi ini disebut "hijau" jika menggunakan bahan baku secara efisien, sehingga

penggunaan reagen beracun dan berbahaya dan pelarut dapat dihindari sementara
pembentukan limbah atau produk sampingan yang tidak diinginkan diminimalkan. Rute
katalis

sering memenuhi kriteria tersebut.

Sebuah

contoh yang

baik disediakan

oleh oksidasi selektif etilena untuk etilena epoksida, perantara penting menuju etilena glikol
(antibeku) dan berbagai polieter dan poliuretan (Gambar. 1.6).

Rute tanpa katalis (disebut proses epichlorohydrine) berikut merupakan tiga langkah sintesis:

Atau reaksi totalnya:

Oleh karena itu, untuk setiap molekul etilen oksida, 1 molekul garam yang terbentuk,
menciptakan masalah limbah yang secara tradisional diselesaikan dengan membuangnya di
sungai. Praktek seperti itu tentu saja sekarang benar-benar tidak dapat diterima.
Katalitik rute, bagaimanapun, adalah sederhana dan bersih, meskipun menghasilkan
sejumlah kecil CO2. Menggunakan perak, dipromosikan oleh sejumlah kecil katalis, etilen
oksida terbentuk langsung dari C klorin, sebagai C 2H4 dan O2 pada selektivitas sekitar 90%,

dengan sekitar 10% dari etilena berakhir sebagai CO2. Saat ini semua fasilitas produksi untuk
katalis penggunaan etilen oksida.

BAB IX
KATALIS DALAM INDUSTRI MAKANAN DAN OBAT

Enzim di alam telah digunakan sebagai katalis sejak zaman dahulu untuk
memproduksi produk-produk makanan, seperti keju, bir dan cuka. Berkembangnya proses
fermentasi selama beberapa abad terakhir memungkinkan untuk produksi enzim semakin
dimurnikan, baik persiapan skala kecil maupun skala besar. Aplikasi enzim dalam industri
makanan sangat banyak dan beragam, umumnya untuk semua aplikasi makanan.
Enzim bekerja dengan mengurangi energi aktivasi dari substrat tertentu. Mekanisme kerja
enzim yaitu dengan terikat sementara ke substrat untuk membentuk sebuah kompleks enzimsubstrat yang lebih tidak stabil dibanding substrat jika berdiri sendiri. Ini menyebabkan
substrat mudah bereaksi. Dengan demikian substrat tereksitasi ke tingkat energi lebih rendah
dengan membentuk produk-produk reaksi yang baru. Selama berlangsungnya reaksi, enzim
dilepaskan dalam keadaan tidak berubah. Pelepasan enzim tetap utuh sehingga bisa terus
bereaksi dan menyebabkan enzim tetap efektif meski dalam jumlah yang sangat kecil.
Kegiatan enzim dapat berlangsung dengan baik jika kondisi lingkungannya mendukung.

Dalam industri makanan atau minuman enzim banyak digunakan untuk menghasilkan atau
meningkatkan kualitas dan keanekaragaman produk. Beberapa contoh produk yang
memanfaatkan enzim antara lain keju, yoghurt, dan lain sebagainya. Industri makanan
menggunakan enzim telah banyak dikembangkan oleh para ahli dengan memanfaatkan sifatsifat yang dimiliki oleh enzim. Sifat penting enzim dalam bidang pangan yang mendukung
antara lain:

Dalam segmen bioteknologi tradisional dan skala kecil, seperti berbagai industri makanan
tingkat rumah tangga, pengetahuan empiris tentang enzim diwariskan secara turun-temurun
dan biasanya bercampur dengan pengetahuan tentang penggunaan praktis mikroorganisme,
yang

secara

umum

dinamai

ragi.

Manfaat

enzim

dalam

peragian

adalah:

Dari bahan tepung dan sirup malt, enzim diastase berguna mencairkan pati, dan mengubah
pati cair menjadi gula malt (jelai).
1. Dari bahan tepung dan sirup malt, enzim protease berguna melembutkan gluten
sehingga adonan roti dapat mengembang.
2. Dari sumber ragi, enzim invertase dapat mengubah gula tebu menjadi gula campuran
(invert sugar).
3. Dari sumber ragi, enzim maltase dapat mengubah gula malt menjadi gula dekstrose.
4. Dari sumber ragi, enzim zymase dapat mengubah gula campuran dan gula dektrose
menjadi gas karbondioksida yang mengembangkan adonan dan alkohol yang hilang
dari dalam roti selama proses pembakaran atau oven.

Enzim dalam Industri Makanan dan obat

Dalam bidang bioteknologi enzim merupakan salah satu produk yang banyak digunakan atau
diaplikasikan untuk keperluan industri seperti industri makanan, minuman, farmasi, kosmetik
dan lain sebagainya. Beberapa contoh jenis enzim yang umum dan banyak digunakan dalam
industri makanan dan obat antara lain :
1. Rennet
Rennet adalah enzim yang digunakan dalam proses pembuatan keju (cheese) yang
terbuat dari bahan dasar susu. Susu adalah cairan yeng tersusun atas protein yang
terutama kasein yang dapat mempertahankan bentuk cairnya. Rennet merupakan

kelompok enzim protease yang ditambahkan pada susu pada saat proses pembuatan
keju. Rennet berperan untuk menghidrolisis kasein terutama kappa kasein yang
berfungsi mempertahankan susu dari pembekuan. Enzim yang paling umum yang
diisolasi

dari

rennet

adalah

chymosin.

Chymosin dapat diisolasi dari beberapa jenis binatang, mikroba atau sayuran.
Chymosin yang berasal dari mikroorganisme lokal atau asli yang belum mendapat
rekayasa genetik dalam aplikasi pembuatan keju atau cheddar kadang-kadang menjadi
kurang efektif.
2. Laktase
Laktase adalah enzim likosida hidrolase yang berfungsi untuk memecah laktosa
menjadi gula penyusunnya yaitu glukosa dan galaktosa. Tanpa suplai atau produksi
enzim laktase yang cukup dalam usus halus, akan menyebabkan terjadinya lactose
intolerant yang mengakibatkan rasa tidak nyaman diperut (seperti kram, banyak
buang gas, atau diare) dalam saluran cerna selama proses pencernaan produk-produk
susu. Secara komersial laktase digunakan untuk menyiapkan produk-produk bebas
laktosa seperti susu. Ini juga dapat digunakan untuk membuat es krim dalam
pembuatan cream dan rasa produk yang lebih manis. Laktase biasanya diisolasi dari
yeast (Kluyveromyces sp.) dan fungi (Aspergillus sp.).
3. Katalase
Katalase adalah enzim yang dapat diperoleh dari hati sapi (bovine livers) atau sumber
mikrobial. Katalase digunakan untuk mengubah hidrogen peroksida menjadi air dan
molekul oksigen. Enzim ini digunakan secara terbatas pada proses produksi keju.
Hidrogen peroksida selain digunakan sebagai agen bleaching atau pemutih di industri
kertas atau tekstil, juga digunakan untuk melindungi buah dan sayuran segar dari
bakteri patogen seperti Salmonella atau E.coli, pasteurisasi produk susu, ataupun
digunakan dalam sterilisasi karton pembungkus jus atau susu segar sehingga tak perlu
pendinginan.
4. Lipase
Lipase digunakan untuk memecah atau menghidrolisis lemak susu dan memberikan
flavour keju yang khas. Flavour dihasilkan karena adanya asam lemak bebas yang
diproduksi ketika lemak susu dihidrolisis. Selain pada industri pengolahan susu
Lipase juga digunakan pada industri lainnya. Mikroba penghasil lipase antara lain
adalah Pseudomonas aeruginosa, Serratia marcescens, Staphylocococcus aureus dan
Bacillus subtilis. Enzim lipase ini digunakan sebagai biokatalis untuk memproduksi
asam lemak bebas, gliserol, berbagai ester, sebagian gliserida, dan lemak yang

dimodifikasi atau diesterifikasi dari substrat yang murah, seperti minyak kelapa sawit.
Produk-produk tersebut secara luas digunakan dalam industri farmasi, kimia dan
makanan.
Di samping itu, enzim lipase dapat digunakan untuk menghasilkan emulsifier,
surfaktant, mentega, coklat tiruan. Aplikasi enzim lipase untuk sintesis senyawa
organik semakin banyak dikembangkan, terutama karena reaksi menggunakan enzim
bersifat regioselektif dan enansioselektif. Aktifitas katalitik dan selektivitas enzim
tergantung dari struktur substrat, kondisi reaksi, jenis pelarut, dan penggunaan air
dalam media. Contohnya biosintesis senyawa pentanol, hexanol & benzyl alkohol
ester, serta biosintesis senyawa terpene ester menggunakan enzim lipase yang berasal
dari Candida antartica dan Mucor miehei. Sampai saat ini lipase yang banyak
digunakan untuk keperluan reaksi sintesis adalah lipase komersial dari Rhizomucor
miehei dan Pseudomonas sp.
5. Protease
Protease adalah enzim yang berfungsi untuk menghidrolisis ikatan peptida dari
senyawa-senyawa protein dan diurai menjadi senyawa lain yang lebih sederhana
(asam amino). Protease yang dipakai secara komersial seperti serine, protease, dan
metalloprotease biasanya berasal dari Bacillus subtilis yang mempunyai kemampuan
produksi

dan

sekresi

enzim

yang

tinggi.

Enzim protease berfungsi melembekkan, melembutkan atau menurunkan gluten yang


membentuk protein. Contoh protease yang dapat dimanfaatkan adalah bromelin dan
papain sebagai bahan pengempuk daging. Enzim protease dapat digunakan sebagai
pelembut daging bagi daging yang liat supaya mudah dikunyah, dan membantu
menanggalkan kulit ikan dalam industri pengetinan ikan.
6. Enzim Papain
Manfaat utama papain adalah pelunak daging. Daging dari hewan tua dan bertekstur
bisa menjadi lunak. Pada pH, suhu, dan kemurnian papain tertentu daya pemecahan
protein yang dimiliki papain dapat diintensifkan lebih jauh menjadi kegiatan hidrolisis
protein. Manfaat lainnya adalah bahan perenyah pada pembuatan kue kering seperti
crackers, bahan penggumpal susu pada pembuatan keju, bahan pelarut glatin, dan
bahan pencuci lensa. Buah pepaya juga menghasilkan pektin. Industri makanan dan
minuman telah menggunakan pektin sebagai bahan pemberi tekstur pada roti dan
keju, bahan pengental dan stabilizer pada minuman sari buah, bahan pokok
pembuatan jelly, jam, dan marmalade.

7. Amilase
Amilase merupakan enzim yang berfungsi untuk menghidrolis amilum (pati) menjadi
gula-gula sederhana seperti dekstrin dan glukosa. Enzim amilase digunakan untuk
menghidrolisis pati menjadi suatu produk yang larut dalam air serta mempunyai berat
molekul rendah yaitu glukosa. Enzim amilase dapat digunakan dalam proses
pembuatan biskuit, minuman beralkohol, dan pembuatan sirup glukosa. Namun, pada
umumnya amilase banyak digunakan pada industri minuman misalnya pembuatan
High Fructose Syrup (HFS). Enzim amilase dapat diproduksi oleh berbagai jenis
mikroorganisme terutama dari keluarga Bacillus, Psedomonas dan Clostridium.
Bakteri potensial yang akhir-akhir ini banyak digunakan untuk memproduksi enzim
amilase

pada

skala

industri

antara

lain

Bacillus

licheniformis

dan

B.stearothermophillus. Bahkan penggunaan B.stearothermophillus lebih disukai


karena mampu menghasilkan enzim yang bersifat termostabil sehingga dapat
menekan biaya produksi.
Enzim amilase juga dapat digunakan untuk menghilangkan kanji dalam buah-buahan
dan cocoa saat proses pengejusan buah-buahan dan coklat, dan sebagai bahan
tambahan dalam proses pencairan kanji sebelum penambahan malt dalam industri
alkohol. Pada industri pembuat pemanis misalnya, enzim amilase dan glucose
isomerase hipertermofilik akan sangat membantu proses pemecahan pati (starch)
menjadi oligomer lalu menjadi fruktusa atau glukosa dalam bentuk sirup. Proses ini
semua dilakukan pada suhu sangat tinggi dan ada pula proses pengadukan, sehingga
menuntut enzim yang mendegradasi pati atau mengubah gula oligomer menjadi
glukosa atau fruktosa harus sangat stabil dan aktif di suhu panas. Dalam keperluan
proses kontrol produksi makanan jadi atau olahan misalnya, kadar pelezat asam dalam
bentuk monosodium glutamate (MSG) sangat penting. Karena kadar MSG yang
berlebihan dapat menyebabkan gejala sakit kepala yang dikenal dengan Chinese food
syndrome.
8. Enzim Xylanase
Xilanase juga dapat digunakan untuk menghidrolisis xilan (hemiselulosa) menjadi
gula xilosa. Xilan banyak diperoleh dari limbah pertanian dan industri makanan.
Pengembangan proses hidrolisis secara enzimatis merupakan prospek baru untuk
penanganan limbah hemiselulosa. Gula xilosa banyak digunakan untuk konsumsi
penderita diabetes. Di Malaysia gula xilosa banyak digunakan untuk campuran pasta
gigi karena dapat berfungsi memperkuat gusi, telah dilakukan penelitian pemanfaatan

xilanase untuk campuran makanan ayam boiler, dengan melihat pengaruhnya terhadap
berat yang dicapai dan efisiensi konversi makanan serta hubungannya dengan
viskositas pencernaan. Campuran makanan ayam boiler dengan xilanase yang berasal
dari T. longibrachiatum ternyata mampu mengurangi viskositas pencernaan, sehingga
meningkatkan pencapaian berat dan efisiensi konversi makanan. Xilanase dapat juga
digunakan untuk menjernihkan juice, ekstraksi kopi, minyak nabati, dan kombinasi
dengan selulase dan pektinase dapat untuk penjernihan juice dan likuifikasi buah dan
sayuran. Efisiensi xilanase dalam perbaikan kualitas roti yang telah dilakukan, yaitu
xilanase yang berasal dari Aspergillus niger var awamori yang ditambahkan ke dalam
adonan roti untuk menghasilkan kenaikan volume spesifik roti dan untuk lebih
meningkatkan kualitas roti maka perlu dilakukan kombinasi penambahan amilase dan
xilanase.
9. Enzim Selulase
Enzim selulase dapat digunakan untuk melembutkan sayur-sayuran dengan
mencernakan sebagian selulosa sayur itu, mengeluarkan kulit dari biji-bijian seperti
gandum, mengeluarkan agar-agar dari rumput laut dengan menguraikan dinding sel
daun

rumput

dan

membebaskan

agar-agar

yang

terkandung

dalamnya.

Enzim Komersial dan Aplikasinya


Kalau kita tengok sejarah, enzim pertama yang diproduksi secara industrial adalah
amilase kapang. Belakangan seiring perkembangan iptek bidang mikrobial, ada banyak enzim
yang telah diproduksi secara komersial. Enzim-enzim itu dapat digolongkan menjadi tiga
golongan.
1. Enzim-enzim yang digunakan dalam industri, seperti amilase, protease, katalase, isomerase
dan penisilin asilase.
2. Enzim-enzim yang digunakan untuk keperluan analisis, seperti glukosa oksidase,
galaktosa oksidase, alkohol dehidrogenase, heksokinase, muramidase,dan cholesterol
oksidase.
3. Enzim-enzim yang digunakan di bidang kedokteran, seperti asparaginase, protease,
lipase, dan streptokinase.
Berikut ini merupakan dua contoh enzim yang sering digunakan dalam industri dan
bersifat sangat komersial. Pertama, amilase. Enzim ini merupakan enzim yang menghidrolisis
pati, digunakan dalam pro duksi gula untuk keperluan industri pangan. Selain itu, amilase

juga

digunakan dalam industri alkohol, roti, kertas, tekstil, dan deterjen. Jenis

mikroorganisme yang digunakan dalam produksi amilase, yaitu Bacillus subtilis, Bacillus
cereus, Lado penecillium, Rhizopus, Mucor dan Neurospora. Kedua, protease. Enzim ini
digunakan terutama dalam industri deterjen, pengolahan susu, obat-obatan, penyamakan
kulit, pembuatan

makanan, dan pengolahan limbah. Beberapa mikroorganisme yang

digunakan dalam produksi protease, diantaranya Bacillus licheniformis, Bacillus pumilus,


Streptomyces jradioe, Streptococcus rectus, dan Aspergillus.
Akhirnya, dapatlah dikatakan seiring dengan perkembangan rekayasa genetika
mikrobial, optimalisasi kondisi fermentasi metode ekstraksi enzim-enzim intraseluler, proses
pemurnian enzim, perkembangan imobilisasi enzim dan perkembangan proses produksi yang
kontinyu dewasa ini, maka prospek pemanfaatan enzim mikrobial ini secara komersial
sungguh menjanjikan.
Terkadang kita ingin membatasi tingkat aktivitas sebuah enzim yang ditambahkan
tetapi tidak bisa dengan mudah menonaktifkan enzim tanpa mempengaruhi makanan. Salah
satu cara untuk mencapai hal ini adalah dengan mengimobilisasi enzim melalui perlekatan ke
permukaan sebuah membran atau objek lembam (iner) lainnya yang bersentuhan dengan
makanan yang sedang diolah. Dengan cara ini, waktu reaksi bisa diregulasi tanpa enzim
menjadi bagian dari makanan. Enzim-enzim yang diimobilisasi seperti ini sekarang
digunakan untuk menghidrolisis laktosa susu menjadi glukosa dan galaktosa, untuk
mengisomerisasi glukosa dari starch jagung menjadi fruktosa, dan pada berbagai proses
makanan industri lainnya.
Enzim dalam pengolahan pangan
Ada dua cara penggunaan enzim dalam pengolahan pangan, yaitu memanfaatkan
enzim yang alami ada dalam produk pangan (enzim endogenus) dan menambahkan enzim
dari luar ke dalam bahan pangan yang diolah (enzim eksogenus). Enzim endogenus dapat
berasal dari bahan baku pangan (nabati atau hewani) maupun dari mikroorganisme yang
digunakan dalam proses fermentasi produk pangan. Enzim eksogenus sudah banyak
diproduksi secara komersial untuk dapat dimanfaatkan dalam proses pengolahan pangan.
Secara alami enzim terdapat dalam sel dari mikroorganisme, jaringan tanaman dan
jaringan hewan. Keterlibatan enzim dalam pengolahan pangan tidak semua menguntungkan.
Enzim yang merugikan dapat menyebabkan kerusakan pangan seperti pembusukan,

perubahan flavor, warna, tekstur dan kandungan gizi pangan. Untuk itu, dalam pengolahan
pangan, inaktivasi enzim yang tidak menguntungkan tersebut perlu dilakukan. Namun
beberapa enzim alami pada makanan apabila dikonsumsi segar dapat membantu kerja
pencernaan dan kerja pankreas untuk sekresi enzim tidak bekerja berat. Bahan pangan yang
melalui pemasakan (pemanasan) akan menginaktifkan enzim-enzim alami yang terdapat
dalam makanan segar. Apabila kita selalu mengonsumsi makanan yang dimasak dalam waktu
yang lama, maka akan terjadi kekurangan enzim yang kronis (chronic enzyme deficiency)
yang memberi kecendrungan pada penyakit kanker.
ENZIM PADA INDUSTRI BIR
Pembuatan bir (bahasa Inggris: brewing, dibaca; bruwing) adalah proses yang
menghasilkan minuman beralkohol melalui fermentasi. Metode ini digunakan dalam produksi
bir, sake, dan anggur. Brewing memiliki sejarah yang panjang, dan bukti arkeologi
menunjukkan bahwa teknik ini telah digunakan di Mesir kuno. Berbagai resep bir ditemukan
dalam tulisan-tulisan Sumeria. Tempat pembuatan bir dinamakan brewery (bahasa Inggris)
atau brauerei (bahasa Jerman). Teknologi pembuatan bir mengalami perubahan yang cukup
besar dari abad ke abad, dan bahkan dewasa ini setiap pembuat punya caranya sendiri. Tetapi,
secara umum, hampir semua bir mengandung empat bahan dasar: barli, hop, air dan ragi.
Seluruh proses pembuatan bir dapat dibagi menjadi empat tahap: pembuatan malt,
pengolahan wort, fermentasi dan pematangan. Pembuatan malt : semua bir dibuat dari malt.
Malt ini, tergantung kebiasaan, dibuat dari bulir jelai, gandum, atau kadang gandum hitam.
Selama tahap ini, barli disortir, ditimbang, dan dibersihkan. Setelah itu, barli direndam dalam
air dengan tujuan supaya barli itu berkecambah. Prosesnya memakan waktu antara lima
sampai tujuh hari pada suhu sekitar 14oC. Hasilnya adalah malt hijau, yang dipindahkan ke
oven khusus untuk dikeringkan di kiln. Proses perkecambahan menghasilkan beberapa enzim,
terutama -amilase dan -amilase, yang akan digunakan untuk mengubah pati dalam bulir
menjadi gula. Kadar air dalam malt hijau itu diturunkan hingga antara 2% sampai 5% agar
berhenti berkecambah. Setelah dikeringkan, kecambah dibuang dari butiran malt, lalu malt itu
digiling. Kemudian, tahap berikutnya bisa dimulai. Pengolahan wort Malt yang telah digiling
dicampur dengan air untuk menghasilkan adonan, yang kemudian dipanaskan perlahan-lahan
dalam sebuah proses yang dinamai mashing. Mashing biasanya memakan waktu 1 sampai 2
jam.

Pada suhu tertentu, enzim-enzimnya mulai mengubah sarinya menjadi gula sederhana.
Tetapi ini berlangsung lebih dari empat jam dan menghasilkan wort yang kemudian disaring
sampai bersih. Berikutnya adalah proses pendidihan, yang menghentikan kegiatan enzim.
Selama pendidihan, hop ditambahkan ke dalam wort untuk menghasilkan rasa pahit bir yang
khas. Setelah kira-kira dua jam dididihkan, wort didinginkan sampai suhu tertentu.
Fermentasi inilah tahap terpenting dalam proses pembuatan bir. Dengan bantuan ragi, gula
sederhana dalam wort diubah menjadi alkohol dan karbon dioksida. Lama fermentasi yang
berlangsung tidak lebih dari seminggu, dan suhu proses itu bergantung pada jenis bir
misalnya ale (bir keras) atau lager (bir ringan) yang dihasilkan.
Bir mentah itu kemudian dipindahkan ke dalam tangki-tangki di ruang penyimpanan
bawah tanah untuk dimatangkan. Selama tahap ini, terbentuklah rasa serta aroma bir yang
khas dan juga gelembung-gelembung dari karbon dioksida. Bir mengalami pematangan
selama suatu periode dari tiga minggu sampai beberapa bulan, bergantung pada jenis bir.
Akhirnya, bir yang telah jadi itu dikemas dalam gentong atau botol dan siap dikirim ke
tempat tujuan akhir.
ENZIM PADA PRODUKSI HIGH FRUCTOSE CORN SYRUP (HFCS)
Pembuatan HFCS (High Fructose Corn Syrup) dapat dilakukan dengan tersediaanya
substrat pati jagung dan enzim isomerase yang mampu merubah glukosa menjadi fruktosa.
Kini telah berkembang penggunaan immobilized enzymes, suatu enzim yang dikurung
dalam sejenis kapsul, sehingga substrat dan produknya saja yang dapat masuk ke luar, sedang
enzimnya tidak ke luar (immobilize) dari kapsulnya. Dengan demikian penggunaannya dapat
berulang-ulang, sampai mengalami stadium fatigue.
Salah satu produk HFCS (yang pertama diproduksi) mengandung 71 persen padatan
terlarut, dengan susunan 42 persen fruktosa, 52 persen dekstrosa (glukosa) dan 6 persen gulagula lain. Karena kandungan dektrosanya, suhu penyimpanan sebaiknya dilakukan pada 80
0
90 F, untuk mencegah terjadinya kristalisasi glukosa. Skema produksi HFCS terlihat pada
Gambar 1.

Gambar 1. Skema produksi HCFS 42 %


Untuk per ton pati diperlukan enzym liquefaction amylase sebanyak 1.15 kg, enzim
sacharifikasi 0.85 kg, enzim isomerase 0.70 kg, filter aw 5.54, active carbon 6.00 kg. NaCI
10.9 kg dan HCI 56.20 kg. Untuk perhitungan tahun 1983 biaya bahan tambah tersebut
meliputi Rp. 80.000,- per ton HFCS.
a. Likuifikasi
Kanji pati jagung (40 45%) dimasukkan ke dalam pompa dengan dicampur enzim
amilase dan cofaktor. PH diatur sampai sekitar 6.8 sebelum ditambah dengan enzim. Dan
0
kemudian dinjeksikan uap air panas sehingga mencapai suhu reaksi enzim yaitu 104 C.
Dengan tekanan uap, mampu sekaligus mengocok sehingga mempercepat reaksi.
0
Penambahan enzim dilakukan dan produk dibiarkan pada suhu 93 C selama 60 menit
sehingga proses likuifikasi berlangsung lengkap. Pada tahap tersebut seluruhpati telah
dirubah sehingga mencapai dekstrose-eqivalen (DE) sekitar 15 20.
b. Sacharifikasi
0
Campuran didinginkan sehingga mencapai 60 C, suhu yang optimal untuk proses
sacharifikasi. Karena reaksinya exotherm maka ada kecenderungan proses menyebabkan
bertambahnya suhu, karena itu harus diturunkan dan dikendalikan. Pengendalian suhu sangat
penting pada tahap sacharifikasi. Produk akhir mencapai DE 95 98.
Whitaker (1972) mengatakan dalam kurun waktu 50 tahun mendatang, khususnya
dalam penelitian daging, perkembangan teknologi enzim akan mengarah ke masalah
pemanfaatan enzim selama pemeraman daging (kaskas) sehingga dapat dicapai sesingkat

mungkin. Dengan teknologi enzim yang maju misalnya dengan pengendalian enzim dalam
daging, digabung dengan penambahan enzim yang spesifik akan dapat mencernakan polimerpolimer yang bertanggung jawab terhadap keempukan daging berbagai enzim daging
tersebut, enzim kolagenase akan banyak berperan, diharapkan daging yang memenuhi mutu
yang dikehendaki tanpa mengalami proses pemeraman. Dengan demikian cara tersebut akan
sangat lebih ekonomis dibanding harus menunggu proses pemeraman yang lamanya 2 3
minggu atau lebih.
Pada hakekatnya yang menyebabkan kekerasan daging itu bukan jumlahnya kolagen
tetapi mutu atau jenis kolagen yang menentukan kekerasan daging. Enzim spesifik tersebut
(kolagenase) diperlukan untuk mencegah pemeraman dan terjadinya penuaan.

Enzim kolagenase tersebut dapat diperoleh dari mikroba khususnya yang diisolasi dari
kulit yang telah disamak C. histolyticum, yang memiliki keaktifan enam kali lebih aktif dari
kolagenase ternak.
Bahkan enzim kolagenase tersebut telah berkembang penggunaannya untuk mencegah
proses penuaan pada manusia sehingga dapat lebih awet muda. Usaha-usaha mencari enzim
anti crosslink tersebut akan berkembang maju di masa depan. Bjorksten (1977) dalam
mencari jenis enzim tersebut telah menemukan dan mengisolasi Ca-activated (microprotease) dari B. ceresu, yang istimewa dari enzim tersebut adalah ukurannya yang sangat
kecil, dengan demikian memungkinkan memasuki dan menembus serat-serat kolagen.
Enzim-enzim yang mampu memecah ikatan C-N akan besar perannya dalam memecahkan
cross-link.
Enzim yang mampu menghambat bahkan menyetop terjadinya senescen = kelayuan
dan penuaan pada buah khususnya memantapkan kemudaan, kelayuan dan kerenyahan
produk hortikultura akan terus mendapat perhatian khususnya enzim yang berasal dari
mikroba.
c. Refining sirup dekstrosa
Proses refining dimulai dengan proses filtrasi. Filtrasi dilakukan secara vakum yang
mampu menjaring protein, serat atau padatan lain dengan cara sirup ampas dikeringkan untuk
kemudian dibuat pellet untuk makanan ternak.
Sirup yang telah disaring tersebut dipompakan ke dalam kolom karbon aktif dan ion
exchange dalam bentuk seri untuk lebih memurnikan sirup. Kolom karbon aktif biasanya
terdiri dari dua buah kolom yang mampu menampung aliran sirup dnegan retention time
400 jam, yang diperlengkapi dengan alat distributor yang menjamin distribusi sehomogen
mungkin.
Setelah melalui karbon aktif, sirup tersebut dialirkan dalam tangki-tangki ion
exchange dan kemudian disaring lagi untuk memisahkan adanya karbon yang terikut dalam
sirup.
Fungsi ion-exchange ialah untuk menghilangkan zat-zat mineral dalam sirup dan
residu protein atau zat-zat warna yang mungkin lolos dari kolom karbon aktif.
Tahap berikutnya adalah pengentalan kembali dengan dilakukan evaporator.

d. Isomerisasi
Glukosa dan fruktosa adalah merupakan isomer satu dengan yang lainnya, artinya
memilih berat molekul dan susunan atom yang sama tetapi dengan struktur konfigurasi yang
berbeda.
Glukosa dapat dirubah strukturnya menjadi fruktosa atau sebaliknya, fruktosa dapat
dirubah menjadi glukosa dengan pertolongan enzim yang sama yaitu glukosa-isomerase.
Proses perubahan tersebut disebut enzymatic glucose-isomerization.
Karena enzim tersebut reversible artinya dapat mengkatalis ke aksi bolak-balik
maka produk akhir selalu merupakan campuran dari biak glukosa maupun fruktosa. Relatif
komposisi campuran dari kedua jenis gula tersbut dapat bervariasi tergantung kondisi reaksi,
suhu dan keasaman dimana proses isomerasi berlangsung. High Fructose yang diproduksi
mengandung fruktosa 42 persen, 50 persen glukosa dan 8 persen oligomerasi (gula lain).
Sirup kental dengan kadar padatan 45 persen dimasukkan ke dalam isomerasi selama
15 menit untuk mengatur pH 8.0 dan penambahan Mg sulfat sebagai promts, sirup
dipompakan ke dalam kolom-kolom isomerasi. Sebelum proses dimulai, suhu kasar dan suhu
0
tepat (60 C) diatur secara cermat, dilakukan di aerasi dalam kolom sehingga mencapai
kevakuman 254 mm Hg dan enzim gluko isomerasenya telah pula disiapkan. Adanya oksigen
terlarut dapat memblokir reaksi isomerasi.
Dalam industri yang berskala besar proses isomerasi dilakukan pada sembilan kolom
reaktor (fixed bed, densiflow) dan beberapa immobilized enzym kolom reaktor. Enzim
dalam kolom secara cepat berubah secara isomerisasi, glukose menjadi fruktosa.
Kadar sirup glukosa harus diatur selalu tetap yaitu antara 42.5 43 persen agar
flowratenya konstan.
e. Refining HFS
High Fructose Syrup yang diperoleh kemudian ditampung dalam tangki penampung
dan kemudian dialirkan ke dalam filter, karbon aktif dan ion-exchange kolom seperti yang
digunakan dalam proses pemurnian sirup glukosa.
Karbon aktif mengambil senyawa berwarna yang terjadi selama proses isomerasi dan
ion-exchange mengambil garam anorganik yang digunakan dalam proses isomerasi
sehingga kadar abu dapat ditekan menjadi serendah mungkin.

Sirup HFS yang diperoleh disaring lagi, dipanaskan pada suhu di bawah diskolom
HFS untuk meningkatkan kekentalan sirup sehingga mencapai kadar padatan terlarut 71
persen, disaring lagi baru ditampung ke dalam tangki-tangki penyimpanan.
IENZIM PADA PRODUKSI GULA XILOSA dengan ENZIM XILANASE
Jenis mikroorganisme yang sudah umum menghasilkan xilanase ialah jamur dan
bakteri. Beberapa jenis bakteri dan jamur diketahui mampu menghasilkan xilanase secara
ekstraseluler. Xilanase dari Clostridium acetobuty-licum telah diteliti oleh Lee et al. (1985),
yaitu dari 20 strain Clostri-dium sp. ternyata C. acetobutylicum NRRL B527 dan ATCC 824
menghasilkan xilanase terbanyak. Strain NRRL B527 menghasilkan xilanase pada pH 5,2,
sedangkan

strain

ATCC

824

menghasilkan

xilanase,

xilopiranosidase,

dan

arabinofuranosidase pada kultur anaerob. Bacillus sp. penghasil xilanase bersifat alkalofilik
yang telah diteliti adalah Bacillus sp. YC 335 (Park etal., 1992), Bacillus sp. 41M-1
(Nakamura et al., 1993), dan Bacillus sp.TAR-1 yang juga bersifat termofilik (Nakamura et
al., 1994). Kubata et al. (1992) telah mengisolasi Aeromonascaviae ME-1 penghasil xilanase
I dari usus herbivorous insect, sedangkan Dung et al. (1993) melakukan penelitian -1,4xilanase 2 dan 3 dari A. caviae W-61. Irawadi (1992) berhasil memproduksi selulase dan
xilanase dari Neurospora sitophila pada substrat padat limbah kelapa sawit. Richana et al.
(2000) telah melakukan isolasi bakteri penghasil xilanase alkalofilik yang berasal dari tanah
berkapur pH 7,9.
Dalam memproduksi enzim dari mikroorganisme, hal yang penting untuk dikerjakan
adalah mulai menggunakan strain mikroorganisme yang paling aktif yang tersedia. Suatu
program seleksi strain harus dilakukan dengan mengambil kultur dari alam atau koleksi
kultur, dan melakukan pengujian-pengujian aktivitas enzim. Persyaratan utama dalam seleksi
adalah kemudahan metodologi, sehingga pengujian yang cepat untuk sejumlah besar strain
dapat dikerjakan.
Jenis mikroorganisme yang sudah umum menghasilkan xylanase ialah dari golongan
jamur dan bakteri. Meskipun enzim yang dihasilkan oleh golongan bakteri memiliki
ketahanan pada temperatur yang lebih tinggi dibanding jamur, namun aktifitas xylanase dari
golongan jamur jauh lebih tinggi dari bakteri. Disamping itu, level produksi yang tinggi dan
kemudahan dalam cultivikasi membuat jamur lebih banyak digunakan dalam produksi enzim
skala industri (Bergquist et al, 2002).
Adapun jenis jamur yang berpotensi menghasilkan enzim xylanase yaitu jamur
Aspergillus niger dan Trichoderma ressei.

Aspergillus niger adalah mould dari klas fungi imperfecti, tersebar dimana-mana pada
bermacam substrat antara lain terdapat pada buah-buahan, sayur-sayuran dan makanan lain
yang telah busuk. Jamur ini berperan dalam mendekomposisi polisakarida di dalam kayu,
mempunyai suhu pertumbuhan 300C - 370C, pH : 4 6 dan aerob.
Menurut tinjauan umum A.niger diklasifikasikan sebagai berikut:
Divisi : Fungi imperfecti
Sub kelas : Hyphomyces
Ordo : Monoliales
Famili : Monoleaceae
Genus : Aspergillus
Spesies : Niger
(Dwijoseputro, 1984)
Pemanfaatan Xilanase Sebagai Gula Xilosa
Xilanase juga dapat digunakan untuk menghidrolisis xilan (hemiselulosa) menjadi
gula xilosa. Xilan banyak diperoleh dari limbah pertanian dan industri makanan.
Pengembangan proses hidrolisis secara enzimatis merupakan prospek baru untuk penanganan
limbah hemiselulosa (Biely, 1985; Rani dan Nand, 1996;Beg et al., 2001).
Gula xilosa banyak digunakan untuk konsumsi penderita diabetes. Di Malaysia gula xilosa
banyak diguna-kan untuk campuran pasta gigi karena dapat berfungsi memperkuat gusi.
Dengan beragamnya kegunaan gula xilosa maka perlu adanya inovasi ke arah produksi xilosa
tersebut.Inovasi tersebut muncul diantaranya apabila enzim penghidro-lisis lignoselulosa
tersebut sudah tersedia.
Adakalanya untuk mem-proses gula xilosa belum diminati karena kurang ekonomis
meng-ingat kandungan xilan sangat rendah dibandingkan dengan selulosa. Namun demikian,
perlu dipertimbangkan untuk melakukan proses multienzim sehingga hasilnya tidak hanya
xilosa saja (dari xilan) tetapi juga glukosa (dari selulosa dan oligo sakarida lainnya).
Sedangkan adanya teknologi baru seperti teknologi membran, di mana dapat memisahkan
komponen sesuai ukuran molekul maupun berat molekul maka dapat dilakukan fraksinasi
glukosa dan xilosa dengan mudah.
Pemanfaatan Xilanase untuk Makanan Ternak
Van Paridon et al. (1992) telah melakukan penelitian pemanfaatan xilanase untuk
campuran makanan ayam boiler, dengan melihat pengaruhnya terhadap berat yang dicapai

dan efisiensi konversi makanan serta hubungannya dengan viskositas pencernaan. Hal yang
sama juga di-lakukan oleh Bedford dan Classen (1992), yang melaporkan bahwa campuran
makanan ayam boiler dengan xilanase yang berasal dari T.longibrachiatum ternyata mampu
mengurangi viskositas pencernaan, sehingga meningkatkan pencapaian berat dan efisiensi
konversi makanan.
Pemanfaatan Xilanase untuk Makanan dan Minuman
Xilanase dapat juga digunakan untuk menjernihkan juice, ekstraksi kopi, minyak
nabati, dan pati (Wongdan Saddler, 1993). Kombinasi dengan selulase dan pektinase dapat
untuk penjernihan juice dan likuifikasi buah dan sayuran (Beg et al.,2001).
Efisiensi xilanase dalam perbaikan kualitas roti yang telah dilakukan, yaitu xilanase yang
berasal dari Aspergillus niger var awamori yang ditambahkan ke dalam adonan roti
menghasilkan kenaikan volume spesifik roti dan untuk lebih meningkatkan kualitas roti maka
perlu dilakukan kombinasi penambahan amilase dan xilanase (Maatet al., 1992).
Sekalipun potensi penggunaan enzim xilanase cukup beragam tetapi untuk
memproduksi juga masih menghadapi beberapa kendala, antara lain tidak tersedianya strain
mikroorganisme unggul dan kurangnya pengetahuan tentang teknologiproduksi enzim. Di
lain pihak, pakar dari negara maju mengakui bahwa negara yang kaya akan keanekaragaman
hayati, termasuk Indonesia, merupakan sumber mikroorganisme maupun tanaman yang
potensial untuk bioproses (Fox, 1994).
Melihat potensi bahan limbah berlignoselulosa yang melimpah, serta kekayaan
sumber keanekaragaman hayati mikroorganisme di Indonesia, maka perlu dilakukan inovasi
ke arah industri enzim. Xilanase yang sangat beragam penggunaannya dapat diproduksi
sendiri di Indonesia seandainya memiliki strain mikroorganisme unggul penghasil xilanase
dan menguasai teknologi produksinya.

Ekstraksi secara mekanis memiliki keuntungan dalam pengambilan sari buah dari daging
buahnya karena caranya yang sederhana, biaya murah, tekanan dapat disesuaikan dengan
jenis bahan, dan alat pengempa dapat untuk bermacam-macam bahan.
ENZIM PADA PROSES PENJERNIHAN SARI BUAH dengan ENZIM PEKTINASE
Pada proses produksi sari buah, metode pengambilan sari buah dari buah asalnya
biasa menggunakan metode ekstraksi. Buah yang diekstrak akan menghasilkan saribuah. Sari

buah yang diperoleh biasanya masih mengandung partikel padat. Sehingga perlu dihilangkan
agar mendapatkan sari buah yang jernih. Penghilangan dapat dilakukan dengan penyaringan.
Pemisahan dengan didiamkan beberapa waktu akan terjadi pengendapan padat karena adanya
gaya gravitasi partikel padat, kemudian dapat diambil bagian jernihnya. Proses penjernihan
yang lebih efisien dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan enzim, yaitu enzim
pektinase.
Enzyme treatment
Perlakuan pemberian enzim dapat membantu proses penjernihan sari buah. Enzim
yang digunakan adalah pektinase, yaitu enzim yang memecah pektin, suatu substrat
polisakarida yang ditemukan di dinding sel tumbuhan. Salah satu pektinase yang banyak
digunakan secara komersial adalah poligalakturonase. Hal ini dikarenakan petin merupakan
suatu matriks mirip jelly yang merekatkan sel-sel tumbuhan dan merekatkan antar dinding sel
tumbuhan, seperti serbut selulosa. Oleh karenanya, enzim ini berperan dalam proses yang
melibatkan degradasi bahan yang berasal dari tumbuhan, seperti mempercepat ektraksi jus
dari buah-buahan.
Pektinase biasanya merupakan campuran dari beberapa enzim, seperti selulase, yang
digunakan secara luas dalam industri jus untuk membantu ekstraksi, menjernihkan, dan
memodifikasi jus. Selain itu, enzim yang termasuk dalam kelompok pektinase adalah
poligalakturonase, pektin metil esterase, dan pektin lyase.
Penambahan enzim pectin membantu penjernihan dalam 2 cara: (1) enzim pektin
menyebabkan koagulasi dan sedimentasi bahan-bahan tersuspensi dan kandungan koloid
yang terdapat dalam jus, dan (2) penambahan enzim memperkecil viskositas jus dan sebagai
akibatnya mempermudah dan mempercepat filtrasi.
ENZIM LIPASE UNTUK PRODUK BAKERY
Enzim lipase merupakan salah satu enzim yang memiliki sisi aktif sehingga dapat
menghidrolisis triasilgliserol menjadi asam lemak dan gliserol. Enzim lipase dapat digunakan
untuk menghasilkan emulsifier, surfaktant, mentega, coklat tiruan, protease untuk membantu
pengempukan daging, mencegah kekeruhan bir, naringinase untuk menghilangkan rasa pahit

pada juice jeruk, glukosa oksidase untuk mencegah reaksi pencoklatan pada produk tepung
telur dan lain-lain.

Sumber-sumber enzim lipase antara lain : bakteri (S. aureus), kapang (Aspergillus
niger, Rhizopus arrhizus), tanaman yang menghasilkan trigliserida (kacang-kacangan),
pancreas, susu.
Aplikasi enzim lipase untuk sintesis senyawa organik semakin banyak dikembangkan,
terutama karena reaksi menggunakan enzim lipase bersifat regioselektif dan enansioselektif.
Aktifitas katalitik dan selektivitas enzim, tergantung dari struktur substrat, kondisi reaksi,
jenis pelarut, dan penggunaan air dalam media.Contohnya biosintesis senyawa pentanol,
hexanol & benzyl alkohol ester, serta biosintesis senyawa terpene ester menggunakan enzim
lipase yang berasal dari Candida antartica dan Mucor miehei.

Referensi

http://www.wiley-vch.de/books/sample/3527316728_c01.pdf
https://selvyfransisca.files.wordpress.com/2011/07/enzim-dalam-industri-pangan.docx
http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=87823&val=4902&title=Pemanfaatan%20Enzim%20Mikrobial
http://rickhalsaputra.blogspot.co.id/2012/09/keterlibatan-enzim-dalam-bahanpangan.html

Anda mungkin juga menyukai