PENDAHULUAN
pengetahuan atau pengertian, kepercayaan yang keliru terhadap kusta dan cacat yang
ditimbulkannya.4 Kusta dapat disembuhkan, MDT membunuh bakteri dan
menghentikan penyebaran penyakit sehingga penderita dapat menjalani kehidupan
dengan normal, jika terdeteksi dini dan diobati dengan MDT kusta tidak akan
menyebabkan kecacatan.5 Sehinga pengetahuan akan manifestasi klinis yang baik
sangat diperlukan untuk mendiagnosis kusta dan memberikan terapi MDT sehingga
tujuan tersebut dapat dicapai secara masksimal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi
Kusta merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya ialah M.
leprae yang bersifat intraseluler obligat. Saraf perifer sebagai afinitas pertama,
lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke organ
lain kecuali susunan saraf pusat.2
Dalam pengertian lain, lepra dapat juga didefinisikan sebagai infeksi
granulomatosa kronis dan termasuk gejala sisanya, yang disebabkan oleh
Mycobacterium leprae yang mempengaruhi terutama kulit dan saraf. ( pattrick).
2.2
Epidemiologi
Dalam 12 tahun terakhir (2000-2011), situasi penyakit kusta di Indonesia
tidak mengalami perubahan. Hal ini ditunjukkan dari data pada tabel berikut :
2.3
a.
Penyebab
Penyebab penyakit kusta yaitu Mycobacterium leprae, untuk pertama kali
ditemukan oleh G.H. Armauer Hansen pada tahun 1873. M. Leprae hidup
intraselular dan memiliki afinitas yang besar pada sel saraf (Schwan cell) dan sel dari
sistem retikulo endotelial. Waktu pembelahannya sangat lama yaitu 2-3 minggu. Di
luar tubuh manusia (dalam kondisi tropis) kuman kusta dari sekret nasal dapat
bertahan, sampai 9 hari. Pertumbuhan optimal in vivo kuman kusta pada tikus pada
suhu 270-300 C. (PDF)
Sumber Penularan.
Sampai saat ini ghanya manusia satu-satunya yang dianggap sebagai sumber
penularan walaupun kuman kusta dapat hidup pada armadillo, simpanse dan pada
telapak kaki tikus yang tidak mempunyai kelenjar thymus (athymic nude mouse).
2.4
Klasifikasi
Diagnosis penyakit kusta didasarkan gambaran klinis, bakterioskopis, dan
Multibasilar (MB)
(PB)
Multibasiler berarti mengandung banyak kuman yaitu tipe LL, BL, dan BB.
Sedangkan paulibasiler berarti mengandung sedikit kuman, yakni tipe TT, BT, dan I.
Menurut WHO tahun 1981, kusta dibagi menjadi multibasiler (LL, BL, BB) pada
klasifikasi Ridley-Jopling dengan indeks bakteri (IB) lebih dari 2+ sedangkan
paulibasiler (I, TT, BT) dengan IB kurang dari 2+.
Untuk kepentingan pengobatan pada tahun 1987 telah terjadi perubahan. Yang
dimaksud dengan kusta PB adalah kusta dengan BTA negatif pada pemeriksaan
kerokan jaringan kulit, yaitu tipe I, TT, dan BT. Bila pada tipe tersebut disertai BTA
positif, maka akan dimasukkan ke dalam kusta MB. Sedangkan kusta MB adalah
semua penderita kusta tipe BB, BL, dan LL atau apapun klasifikasi klinisnya dengan
BTA positif, harus diobati dengan redjimen MDT-MB. (FKUI)
Spektrum kusta memiliki dua tipe yang stabil, yaitu tuberkuloid dan
lepromatosa. Bentuk-bentuk tipe tersebut tidak dapat berubah, pasien tetap dalam
satu bentuk atau bentuk lain sepanjang perjalanan penyakit. Tuberkuloid atau yang
disebut TT, memiliki kekebalan SIS yang tinggi, ditandai dengan lesi yang kurang
dari lima (sering hanya satu) dan organisme yang ditemukan sangat sedikit
(pausibasilar). Pasien memiliki imunitas seluler yang kuat terhadap organisme.
Dalam sejarah banyak pasien kusta TT sembuh secara spontan selama beberapa
tahun. Bentuk lepromatosa disebut juga LL memiliki SIS yang sangat terbatas
terhadap organisme, lesi sangat banyak, dan banyak ditemukan organisme
(multibasilar). 3
Diantara tipe lepromatus dan tuberkuloid terdapat berbagai tipe. Kasus yang
dekat dengan tipe tuberkuloid disebut borderline tuberkuloid (BT), kasus yang dekat
dengan tipe lepromatous yang disebut lepromatous borderline (BL), dan kasus yang
berada di tengah-tengah disebut borderline (BB). Tipe Borderline adalah
karakteristik yang labil, dan dalam perjalanan waktu tipe TT menuju LL, disebut
sebagai proses downgrading.3 Morbus Hansen bisa hanya menyerang saraf saja. Di
Nepal dan India, Morbus Hansen yang murni menyerang saraf ditemukan sebesar
5% dari semua kasus baru Morbus Hansen.3
Tabel 2.4 Bagan diagnosis klinis menurut WHO (1995).2
PB
1.
Lesi kulit
(macula
datar, papul
yang
meninggi,
nous)
2. Kerusakan
saraf
(menyebabka
n hilangnya
sensasi/kelem
ahan otot
yang
dipersarafi
oleh saraf
yang terkena
2.5
1-5 lesi
Hipopigmentasi
Distribusi tidak
simetris
Hilangnya sensasi
yang jelas
Hanya
satu
cabang saraf
MB
-
> 5 lesi
Distribusi lebih
simetris
Hilangnya sensasi
kurang jelas
Banyak
saraf
cabang
Patogenesis
Sebenarnya M. leprae mempunyai patogenitas dan daya invasi yang rendah,
sebab penderita yang mengandung kuman lebih banyak belum tentu memberikan
gejala yang lebih berat, bahkan dapat sebaliknya. Ketidakseimbangan antara derajat
infeksi dengan derajat penyakit, tidak lain disebabkan oleh respon imun yang
berbeda.5
Meskipun cara masuk M. leprae belum diketahui secara pasti, tetapi beberapa
penelitian memperlihatkan bahwa yang tersering melalui kulit yang lecet pada
bagian tubuh yang bersuhu dingin dan melalui mukosa nasal (secar ainhalasi).
Pasien sering datang dengan gejala gangguan pada saraf: yaitu kelemahan
atau anestesi karena lesi yang menyerang saraf perifer, atau melepuh, terbakar atau
ulkus di tangan dan kaki yang mengalami anestesi. Pada pasien dengan tipe
borderline mungkin tampak reaksi dengan nyeri saraf, tiba-tiba palsy, beberapa lesi
baru pada kulit, nyeri pada mata, atau demam sistemik.1
Lesi yang pertama kali muncul biasanya adalah berkurangnya sensasi sensorik
pada kulit, atau lesi kulit terlihat. Lesi yang awal kali muncul, berdasarkan survei,
merupakan kusta indeterminate, yang paling sering ditemukan pada wajah,
permukaan ekstremitas, pantat atau badan (lihat gambar 2.3). Pada daerah Kulit
kepala, ketiak, lipatan paha dan kulit daerah pinggang cenderung aman dari lesi.
Lesi indeterminate terdiri dari satu atau lebih dengan sedikit hipopigmentasi atau
makula eritematosa, dengan diameter beberapa sentimeter, dengan batas yang tidak
tegas. Pertumbuhan rambut dan fungsi saraf tidak terganggu. Biopsi dapat
menunjukkan infiltrasi perineurovascular, dan bila dilakukan pemeriksaan yang
berkelanjutan akan ditemukan sedikit BTA.1 atau bahkan tidak didapatkan BTA.3
Lesi tuberkuloid yang tunggal atau sedikit jumlahnya (lima atau kurang) dan
distribusi yang asimetris.3 Lesi dapat hipopigmentasi atau eritematosa, dan biasanya
kering, bersisik, dan rambut yang rontok1,3 (Gambar 2.4). Lesi khas kusta tuberkuloid
besar, disertai plaque eritematosa dengan batas jelas dengan bagian tepi yang
meninggi dan didapatkan central healing. Predileksi tersering adalah wajah, tungkai,
atau tubuh. Sedangkan bagian yang tidak didapatkan lesi pada kulit kepala, ketiak,
selangkangan, dan perineum.3
asimetris. Lesi satelit biasanya ada dan terletak dekat saraf perifer yang menebal.
Terdapat lebih sedikit rambut rontok.8
lesi punched out yang merupakan cirri khas tipe ini. Pemeriksaan bakteriologis
ditemukan sejumlah bakteri, reaksi lepromin biasanya negatif, lesi merah dan bentuk
ireguler, lesi satelit kecil meungkin tampak, mungkin terdapat regional adenopathy.8
Borderlinelepromatousleprosy
Dalam kusta tipe borderline lepromatosa, lesi simetris, banyak (terlalu
banyak untuk dihitung), dan mungkin termasuk makula, papula, plak, dan nodul.
Kemudian saraf mulai terkena, nervus yang membesar, nyeri, atau keduanya, dan
biasanya simetris. Hilangnya sensasi dan berkeringat lebih lesi individual adalah
normal. Pasien biasanya tidak menunjukkan gambaran fullblown kusta lepromatosa,
seperti madarosis (hilangnya rambut alis), keratitis, ulserasi hidung, dan leonine
facies.3
Secara klasik lesi dimulai dengan makula. Awalnya hanya dalam jumlah
sedikit dan dengan cepat menyebar ke seluruh badan. Makula lebih jelas dan lebih
bervariasi bentuknya. Walaupun masih kecil, papul dan nodul lebih tegas dengan
distribusi lesi yang hampir simetris dan beberapa nodus tampaknya melekuk pada
bagian tengah. Lesi bagian tengah sering tampak normal dengan pinggir luarnya, dan
beberapa plak tampak seperti punched out. Tanda-tanda kerusakan saraf berupa
hilangnya sensasi, hipopigmentasi, berkurangnya keringat dan hilangnya rambut
lebih cepat muncul dibandigkan dengan tipe LL. Penebalan saraf dapat teraba pada
tempat predileksi.8
Lepromatousleprosy
Lesi kusta lepromatous berupa makula yang menyebar dan simetris tersebar ke
seluruh tubuh. Makula tuberkuloid bentuknya besar dan sedikit jumlahnya,
sedangkan makula lepromatosa berbentuk kecil dan banyak. Makula lepromatosa
yang tidak jelas, menunjukkan tidak ada perubahan dalam tekstur kulit, dan samar
dengan kulit di sekitarnya. Ada sedikit anastesi atau mungkin tidak ditemukannya
anastesi pada lesi, tidak ada penebalan saraf, dan tidak didapatkan gangguan
berkeringat. Hilangnya rambut secara lambat namun progesif terjadi pada sepertiga
bagian luar alis, kemudian bulu mata, dan akhirnya, tubuh, namun, rambut kulit
kepala biasanya tidak terkena.3
Infiltrasi lepromatosa dapat dibagi menjadi diffuse, plak, dan nodular
(Gambar 2.8). Jenis diffuse ditandai dengan perkembangan infiltrasi diffuse di wajah,
terutama dahi, madarosis, dan kulit yang mengkilap dan seperti lilin, kadang-kadang
digambarkan seperti tampilan yang dipernis (varnished).3
(madarosis), lobus telinga menebal, hidung menjadi cacat, dan dapat terjadi
deformitas hidung karena perforasi pada septum, dan kehilangan tulang hidung
bagian depan.1 Pada stadium lanjut serabut-serabut saraf perifer mengalami
degenerasi hialin atau fibrosis yang menyebabkan anestesi dan pengecilan otot
tangan dan kaki.8
Gambaran klinis ogan tubuh lain yang dapat diserang yaitu: mata berupa iritis,
iridosiklitis, gangguan visus sampai kebutaan. Dan hidung: epistaksis, hidung
pelana. Tulang dan sendi: aborsi, mutilasi, arthritis. Lidah: Ulkus dan nodus.
Larings: suara parau. Testis: ginekomasti, epididimitis akut, orkhitis, atrofi. Kelenjar
limfe : limfadenitis. Rambut: alopesia, madarosis. Ginjal: glumerulonefritis,
Amioloidoisis ginjal, pielonefritis, nefritis interstitial.8
Kerusakan pada saraf
Dari ketiga fungsi fisiologis saraf, komponen sensorik adalah yang pertama dan
yang paling parah terkena dampaknya, tapi terkadang didapatkan lesi murni pada
motorik. Disfungsi otonom akan selalu muncul dengan kerusakan saraf yang parah.
Dalam lesi kulit ini terkait dengan hilangnya pertumbuhan rambut, dan kelenjar
sebasea dan sekresi keringat, dan minimnya pembentukan pigmen. Di tungkai akan
menyebabkan statisnya kapiler, sianosis dan kekeringan, yang menyebabkan rentan
terhadap kulit yang pecah-pecah.
Dua penelitian kohort besar dengan pemeriksaan saraf sistematis menunjukkan
bahwa saraf tibialis posterior adalah yang paling sering terkena, diikuti oleh ulnaris,
median, poplitea lateral dan wajah. Lesi pada nervus ulnaris dan nervus median
biasanya rendah/sedikit, yang menyebabkan pengecilan otot tapi kelemahan fleksor
tidak mendalam, dan anestesi dari dua bagian tangan. Umumnya lesi pada saraf
peroneal menyebabkan kesulitan dalam dorsofleksi dan eversi kaki dan anestesi pada
bagian luar kaki, sebuah kombinasi yang merupakan predisposisi trauma dan ulserasi
plantar. Kerusakan saraf tibialis posterior termasuk hal yang serius karena
menyebabkan kelumpuhan dan kontraktur otot-otot kecil kaki dan anestesi dari
telapak kaki.1
Kuman M.leprae sering menyerang saraf tepi yang terletak superfisial dengan
suhu yang relative dingin. Saraf tepi yang dapat terserang akan menunjukkan
berbagai kelainan yaitu: N. Fasialis (lagoptalmus, mulut, mencong), N. Trigeminus
(anestesi kornea), N. auricularis magnus, N. Radialis (drop wrist), N. Ulnaris
(anestesi dan paresis/paralisis otot tangan jari V dan sebagaian jari IV), N.Medianus
(anestesi dan paresis/paralisis otot tangan jari I,II,III dan sebagaian IV), kerusakan
nervus ulnaris dan nervus medianus menyebabkan jari kiting (clow toes) dan tangan
cakar (claw hand), N. peroneus komunis (droop foot). N. tibialis posterior (mati rasa
telapak kaki dan jari kitting (Claw toes).8
Mengenai saraf perifer yang perlu diperhatikan ialah pembesaran, konsistensi,
dan nyeri atau tidak. Hanya beberapa saraf superficial yang dapat dan perlu
diperiksa, yaitu N. fasialis, N. Aurikularis magnus, N. Radialis, N. Ulnaris, N.
Medianus, N. poplitea lateralis, dan N. tibialis posterior. Tampaknya mudah, tetapi
memerlukan latihan dan kebiasaan untuk memeriksanya. Bagi tipe ke arah
lepromatosa kelainan saraf biasanya bilateral dan menyeluruh, sedang bagi tipe
tuberkuloid, kelainan sarafnya lebih terlokalisasi mengikuti tempat lesinya.
Deformitas pada kusta, sesuai dengan patofisiologinya, dapat dibagi dalam
deformitas primer dan sekunder. Deformitas primer sebagai akibat langsung oleh
granuloma yang terbentuk sebagai reaksi terhadap M. leprae, yang mendesak dan
merusak jaringan di sekitarnya, yaitu kulit, mukosa traktus respiratorius atas, tulang-
tulang jari, dan wajah. Deformitas sekunder terjadi sebagai akibat kerusakan saraf,
umumnya deformitas diakbatkan keduanya, tetapi terutama karena kerusakan saraf.
Gejala-gejala kerusakan saraf:
N. ulnaris :
N. medianus :
Anesthesia pada ujung jari bagian anterior ibu jari, telunjuk, dan jari tengah
Tidak mampu aduksi ibu jari
Clawing ibu jari, telunjuk, danjari tengah
Ibu jari kontraktur
Atrofi otot tenar dan kedau otot lumbrikalis lateral
N. radialis :
N. poplitea laeralis :
N. tibialis posterior
N. fasialis
N. trigeminus
Kerusakan mata pada kusta juga dapat primer dan sekunder. Primer
mengakibatkan alopesia pada alis mata dan bulu mata, juga dapat mendesak jaringan
mata lainnya. Sekunder disebabkan oleh rusaknya N. fasialis yang dapat membuat
paralisis N. orbikularis palpebrarum sebagaian atau seluruhnya, mengakibatkan
lagoftalmus yang selanjutnya, menyebabkan kerusakan bagian-bagian mata lainnya.
Secara sendiri sendiri atau bergabung akhirnya dapat menyebabkan kebutaan.2
Infiltrasi granuloma ke dalam adneksa kulit yang terdiri atas kelenjar keringat,
kelenjar palit, dan folikel rambut dapat mengakibatkan kulit kering dan alopesia.
Pada tipe lepromatosa dapat timbul ginekomastia akibat gangguan keseimbangan
hormonal dan oleh karena infiltrasi granuloma pada tubulus seminiferus testis.2
2.7 Diagnosis
Pemeriksaan Klinis yang lengkap dan lengkap sangat penting dalam
menegakkan diagnosis kusta.
2.7.1 Anamnesis
Pada anamnesis ditanyakan lengkap mengenai riwayat datangnya keluhan8 :
- Menanyakan tentang lesi di kulit :
1. Durasi lesi di kulit : sejak kapan lesi muncul? Bercak yang muncul beberapa
hari yang lalu atau baru tumbuh bukan termasuk penyakit kusta.
2. Perkembangan lesi di kulit : bagaimana mulai terjadinya? Lesi di kulit yang
tiba-tiba muncul bukan penyakit kusta (kecuali reaksi kusta). Kusta biasanya
muncul pelan-pelan
3. Karakteristik lesi kulit : bercak kusta tidak gatal dan biasanya tidak nyeri.
Rambut rontok biasanya ada pada kulit yang terdapat bercak.
4. Keringat : area lesi di kulit biasanya tidak berkeringat
5. Riwayat rekuren : lesi yang hilang timbul atau musiman biasanya bukan
-
kusta
Pertanyaan yang lain :
Riwayat pengobatan :
Pengobatan apa yang telah dilakukan, nama obat yang didapatkan
(menunjukkan kemasan obat), lama pengobatan, apakah obat-obatan
diminuPem teratur atau tidak?
Riwayat Keluarga :
Apakah ada dikeluarga ada tetangga dekat yang memiliki penyakit atau gejala
yang sama?
Jika pasien perempuan :
Menanyakan dnegan detail kapan terakhir menstruasi untuk menyingkirkan
2.7.2
MB
-
1-5 lesi
Hipopigmentas
i
> 5 lesi
Distribusi
simetris
lebih
Kerusakan saraf
(menyebabkan hilangnya
sensasi/kelemahan otot
yang dipersarafi oleh saraf
yang terkena
Distribusi tidak
simetris
Hilangnya
sensasi
yang
jelas
Hilangnya
sensasi
kurang jelas
Hanya
satu
cabang saraf
Kelainan kulit pada penyakit kusta tanpa komplikasi dapat hanya berbentuk
makula saja, infiltrat saja, atau keduanya. Jika pada temuan secara inspeksi mirip
penyakit lain, ada tidaknya anestesia sangat banyak membantu penentuan diagnosis,
meskipun tidak selalu jelas. Hal ini dapat mudah dilakukan dengan menggunakan
jarum terhadap rasa nyeri, kapas terhadap rasa raba dan kalau masih belum jelas
dengan kedua cara tersebut barulah pengujian terhadap raa suhu, yaitu panas dan
dingin dengan menggunakan 2 tabung reaksi.(FKUI)
Untuk mengetahui adanya kerusakan fungsi saraf otonom perhatikan ada
tidaknya dehidrasi di daerah lesi yang dapat jelas dan dapat pula tidak, yang
dipertegas dengan pensil tinta ( tanda Gunawan). Gangguan fungsi motoris diperiksa
dengan voluntary muscle test (VMT).
Deformitas primer
pengamatan pengobatan. sediaan dibuat dari kerokan jaringan kulit atau usapan
dan kerokan mukosa hidung yang diwarnai dengan pewarnaan terhadap basil
tahan asam (BTA), antara lain dnegan Ziehl-Neelsen. Hasil negatif bukan berarti
orang tersebut tidak mengandung kuman M. Leprae. (FKUI)
Tentukan lesi di kulit yang paling padat oleh kuman, dan menentukan
jumlah tempat yang akan diambil. Jumlah lesi juga ditentukan oleh tujuannya,
riset (10 tempat) atau rutin (4-6 tempat) yaitu di kedua cuping telinga tanpa
menghiraukan ada tidaknya lesi, dan 2-4 lesi lain yang paling aktif, berarti yang
paling eritema dan infiltrat.
Gambar. Letak pengerokan di telinga dan lesi yang paling eritema
Solid, bila :
Dindin sel tak putus
Mengambil zat warna secara merata
Panjangn kuman 4-5 kali lebar
Ujung tumpul
Fragmented
Granular (titik-titik tersusun garis atas berkelompok)
Globus ( dapat berbentuk solid, ftagmented , atau granular)
Clump ( granular, membentuk pulau)
Gambar 2.31 Gambar bentuk bakteri9
2.7.4
pemeriksaan histopatologi
Gambaran histopatologik tipe tuberkuloid adalah tuberkel dan kerusakan
saraf yang nyata, tidak ada kuman atau hanya sedikit dan non solid. Pada tipe
Tatalaksana
BAB III
KESIMPULAN
Morbus Hansen merupakan penyakit kronis yang menyerang syaraf tepi, kulit
dan organ tubuh manusia yang dalam jangka panjang menakibatkan sebagian
anggota tubuh penderita tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Penyebab
morbus Hansen adalah mycobacterium leprae.
Klasifikasi bentuk bentuk penyakit morbus Hansen yang sering digunakan
dalam
penelitian
adalah
klasifikasi
menurut
ridley
dan
jopling
yang
Program MTD dimulai pada tahun 1971 yaitu kelompok studi terapi WHO
secara resmi megeluarkan rekomendasi pengobatan morbus Hansen dengan regimen
kombinasi yang selanjutnya dikenal sebagai regimen MTD-WHO. Regimen ini
terdiri dari kombinasi obat-obat DDS, rifampisin, dan klofazimin.