Anda di halaman 1dari 8

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrrohiim,

Segala tumpuan hidup penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Sebagai


pencipta, penata dan pengatur alam semesta raya. Yang senan tiasa memberikan
rahmatnya sehingga terwujudlah makalah ini. Solawat serta salam semoga tetap
tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, sahabat-sahabatnya,
dan sampailah kepada kita semua sebagai umat akhir zaman.

Berkat taufik dan hidayahnya Allah SWT selesailah penulis menyusun


makalah ini dengan selamat, walaupun mungkin dalam penulisan makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan karena kurangnya pengetahuan penulis. Untuk itu penulis
mengharpkan tegur sapa dari para pembaca dengan tujuan agar makalah ini menjadi
layak untuk dipergunakan.

Kadungora, maret 2008

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

Manusia hidup di dunia penuh dengan ujian yang selalu menggoncangkan

kondisi kejiwaannya. Setiap waktu godaan yang datang dapat membuat manusia

terjerumus kepada kesesatan. Dan akibatnya banyak manusia yang menderita

hidupnya karena keidak mampuan untuk membendung pengaruh negatif yang

mempengaruhi dirinya.

Manusia sebagai makhluk paling sempurna yang Allah ciptakan, sebagai

wakil-Nya didunia. Manusia dijadikan wakil Allah karena pasilitas yang dimilikinya

melebihi makhluk Allah lainya. Kelebihan manusia terdapat pada akal, hati, serta

fisik yang sempurna. Namun kesempurnaan manusia terkadang dapat membuat

manusia menjadi makhluk yang paling hina. Tidak sedikit manusia yang memiliki

tabiat yang sama dengan hewah atau bisa jadi lebih paraah dari itu.

Nah.... untuk membentengi kehidupan manusia supaya dia tidak terjerumus

pada perbuatan yang dapat menghinakan dirinya, maka Allah menurunkan tuntunan

kepadanya berupa tatacara hidup yang benar (akhlak) agar dalam kehidupanya

manusia akan terbimbing serta menjaga potensi-potensi yang telah dimilikinya.


BAB II

AKHLAK DAN ADAB

Ilmu akhlak merupakan bagian dari pembahasan dalam hikmah amali

(filsafat amal), di samping ilmu keluarga dan kemasyarakatan (siyasah). Biasanya,

ilmu akhlak dipahami sebagai ilmu yang mempersoalkan bagaimana seharusnya

kita hidup. Atau, dalam rumusan lain, ilmu mengenai bagaimana berperilaku yang

baik.

Pengertian ini berlaku sepanjang menyangkut insan bagaimana yang harus

bertindak (beramal). Ini bertolak dari adanya pemahaman yang absolut dan general

terhadap ilmu akhlak pada diri insan tersebut.

Adapun bila persoalannya adalah pada penggunaan ilmu tersebut sebagai

pembimbing (petunjuk) untuk hidup (beramal) secara baik, maka pengertian ini tidak

relevan. Artinya, ilmu akhlak harus meletakkan insan-pelaku sebagai cerminan ilmu,

bukan sebaliknya.

Lebih lanjut, dapat diperoleh sebuah pengertian bahwa perbuatan yang sesuai

dengan kriteria akhlak meng-atas-i perbuatan biasa (alami). Unsur penyebabnya

adalah, antara lain, adanya ikhtiar si pelaku dalam mewujudkannya serta adanya

kandungan nilai-nilai keagungan dan kemuliaan di dalamnya.

Tambahan lagi, pembahasan mengenai ilmu akhlak pada dasarnya memiliki

dua aspek: bagaimana mewujudkannya dan bagaimana sebelumnya. Persoalan untuk

mewujudkan perbuatan yang akhlaki erat kaitannya dengan ilmu akhlak itu sendiri.

Sedangkan persoalan mengenai motivasi berakhlak dikembalikan pada kemauan dan

kesanggupan insan itu sendiri, yang tentunya juga harus didasari dengan ilmu

tentang insan dan kehidupan.


Akhlak

Rasulullah saww bersabda, “Berpeganglah kalian kepada akhlak yang mulia,

sesungguhnya Tuhanku mengutus aku dengannya.”

Ilmu akhlak merupakan sebuah spesialisasi, yang di dalamnya dibahas

tentang potensi manusia yang berhubungan dengan kekuatan syahwaniyyah

(syahwat), ghadhabiyyah (amarah), dan fikr (pikir). Ilmu tersebut juga membedakan

antara sifat-sifat terpuji dan sifat-sifat rendah manusia, sehingga manusia dapat

mencapai kesempurnaan nilai manusiawinya.

Dalam hidupnya, manusia tidak dapat melepaskan diri dari pencariannya atas

sesuatu, seperti makan, minum, dan beristirahat, yang semuanya didorong oleh

kekuatan syahwani. Begitu juga, dari upaya untuk menghindar dari sesuatu, seperti

sakit, kerja keras, dan sebagainya, yang didorong oleh kekuatan ghadhabi. Juga, dari

kekuatan fikr seperti berhujah, yang didorong oleh kekuatan fikr dalam diri manusia.

Ilmu akhlak mengajarkan kepada manusia agar menjaga keseimbangan

semua potensi tersebut, agar mereka dapat mencapai kemuliaan dan terhindar dari

segala bentuk kehinaan. Artinya, seluruh kekuatan tersebut harus selalu dijaga

keseimbangannya, sehingga tidak melewati batas (ifrad) dan kurang dari yang

semestinya (tafrid).

Dalam pada itu, dengan menjaga keseimbangan ketiga kekuatan yang mereka

miliki itu, manusia akan memiliki empat nilai kesempurnaan akhlak, yang menjadi

dasar atau ushul dari sifat-sifat terpuji lainnya.

Dengan menjaga keseimbangan kekuatan syahwaninya, manusia akan

memiliki harga (kemuliaan) diri. Sementara perlakuan ifrad terhadapnya akan


menumbuhkan keserakahan dan perlakuan tafrid terhadapnya akan menimbulkan

rasa rendah diri.

Dengan menjaga keseimbangan kekuatan ghadhabinya, manusia akan

memiliki sifat pemberani. Sementara perlakuan ifrad terhadapnya akan melahirkan

kebrutalan dan perlakuan tafrid terhadapnya akan melahirkan sifat pengecut.

Kekuatan berpikir, pabila dijaga keseimbangannya, akan melahirkan

kebijaksanaan. Sementara perlakuan ifrad terhadapnya akan melahirkan kelicikan

dan perlakuan tafrid terhadapnya akan melahirkan kebodohan.

Sedangkan, pabila manusia menjaga keseimbangan tiga kekuatan tersebut, ia

akan menjadi manusia yang memiliki sifat keadilan. Sehingga dapat dikatakan

bahwa kemuliaan dapat dilihat dari kepemlikan mereka atas empat sifat

kesempurnaan tersebut: harga diri, keberanian, kebijaksanaan, dan keadilan.

Sementara itu, tingkatan akhlak dalam perjalanan manusia, dapat dilihat

dari:

1. Tujuannya untuk mencapai sifat-sifat mulia dan terpuji di tengah-tengah (di

mata) manusia.

2. Tujuannya untuk mendapatkan keberuntungan nilai manusiawi dan bebas

dari segala kerendahan.

3. Tujuannya yang semata-mata mencari keridhaan Allah Swt. Ia tidak lagi

mencari sifat-sifat terpuji di mata manusia atau kesempurnaan nilai-nilai

manusiawi belaka. Ini sebagaimana yang dijelaskan dalam al-Quran, surat al-

Baqarah ayat ke-165: Dan orang-orang yang beriman, mereka lebih besar

lagi cintanya kepada Allah Swt.


Adab

Ditinjau dari maknanya, adab adalah sikap dan bentuk perbuatan bajik, yang

diharuskan oleh syariat maupun para bijak untuk melakukannya. Adab tidak berlaku

bagi perbuatan di luar syariat dan tindakan terlarang lainnya. Karena itu, kezaliman,

kebohongan, dan pengkhianatan tidak dapat dikatakan sebagai tindakan beradab.

Adab juga hanya berlaku bagi perbuatan yang didorong oleh ikhtiar bebas

manusia. Sehingga, sebagian manusia memiliki adab yang tidak dimiliki oleh

sebagian manusia lainnya. Seperti makan, yang dalam Islam didahului dengan

bismillah dan diakhiri dengan hamdalah. Atau, shalat yang memiliki cara duduk

yang khas, dan sebagainya.

Pabila diperhatikan, adab merupakan tindakan bajik yang berasal dari ikhtiar

manusia. Karenanya, berdasarkan nalar, tidak akan ditemui ikhtilaf di dalamnya,

meskipun pada kenyataannya manusia terdiri dari berbagai bangsa dan agama

dengan gaya dan cara hidup berbeda. Sehingga suatu adab terkadang dipandang baik

bagi golongan tertentu dan dipandang buruk oleh golongan lainnya.

Dari pembahasan di atas, dapat dipahami bahwa bajik merupakan

muqawwim (penguat) dari definisi adab, sedangkan perbedaannya terdapat pada

tujuan-tujuan dari setiap kaum (golongan) tersebut. Ya, adab merupakan cermin

yang menggambarkan akhlak yang ada pada suatu kaum.

Sementara itu, adab sendiri tidaklah sama dengan akhlak. Pabila akhlak

merupakan potensi yang tertanam di dalam ruh, maka adab adalah sikap bajik yang

menjadi pakaian bagi perbuatan manusia, yang muncul dari sifat-sifat mereka yang

berbeda. Karena itu, adab adalah cerminan akhlak manusia, sementara akhlak adalah

hakim bagi sebuah masyarakat.


Apabila adab mengikuti tujuan khusus yang diinginkan dalam kehidupan

manusia, maka adab Ilahi, yang diajarkan Allah Swt kepada para nabi dan rasul-Nya,

adalah sikap yang baik dalam amal-amal diniyah, yang menggambarkan tujuan-

tujuan dan maksud agama tersebut. Artinya, bahwa ibadah adalah sesuai dengan

masing-masing agama yang berbeda, berdasarkan tingkat kesempurnaan tujuan dari

masing-masing agama tersebut.

Islam, dengan kelengkapannya, berhubungan dengan semua sisi kehidupan

manusia. Oleh karena itu, semua sisi kehidupan manusia diatur oleh adab tertentu.

Dan tujuan umum di dalam Islam adalah bertauhid kepada Allah Swt dalam setiap

tingkatan keyakinan dan tindakan manusia.

Dengan ibarat lain, hendaknya manusia meyakini bahwa mereka memiliki

Tuhan, yang dari-Nya-lah segala sesuatu berasal dan kepada-Nya-lah segala sesuatu

kembali. Dia-lah yang memiliki Asma al-Husna.

Ya, manusia harus menjalani kehidupan ini dengan perbuatan yang

menggambarkan penghambaan kepada Allah Swt. Dengan demikian, adab Ilahi

adalah sikap bertauhid dalam perbuatan.

Dalam hal ini, kita perlu merenungkan dalam-dalam, bait munajat Imam Ali

Zainal Abidin berikut ini, “Tuhanku, janganlah Engkau ajari aku adab dengan siksa-

siksa-Mu…”[]
BAB III

KESIMPULAN DAN DARAN

KESIMPULAN

Dalam menghadapi hidup yang penuh dengan ujian yang dihadapi manusia,

manusia perlu menyelamatkan dirinya supaya tidak terjerumus pada kesalahan yang

dapat membuat dirinya menjadi makhluk yang hina. Dan untuk membimbing

hidupnya ia akan selalu berusaha untuk melakukan perbuatan yang baik. Karena jika

dia berbuat yang tidak baik sama saja dengan mencelakakan dirinya.

Ada banyak uraian ayat Qur’an yang menekankan kapada manusia agar ia

senan tiasa berprilaku baik, tidak berbuat keruksakan di muka bumi dan tidak

merendahkan makluk lain. Untuk lebih jelas bisa dipelajari ayat-ayat berikut :

2:83, 2:112, 2:177, 2:195, 2:229, 3:134, 3:148, 3:172, 4:125, 4:128, 5:85, 5:93, 7:56,

7:161, 9:91, 9:100, 9:120, 10:26, 11:115, 12:22, 12:78, 12:90, 16:30, 16:90, 16:128,

17:7, 22:37, 28:14, 28:77, 29:69, 31:3, 31:22, 37:80, 37:105, 37:110, 37:121, 37:131,

39:10, 39:34, 46:12, 51:16, 53:31, 55:60, 77:44, 2:177, 2:189,

SARAN

Sebelum makalah ini diakhiri penyusun menekankan pada para pembaca

supaya senan tiasa menjaga prilakunya jangan sampai berbuat hal-hal yang dapat

menjerumuskan dirinya. Allah telah memberikan solusi pada kita agar terhindar dari

pengaruh jelek yang datang pada kita dengan cara selalu berpegang pada petunjuk

yang telah Allah berikan pada manusia, karena hanya dengan petunjuknya kita akan

terhindar dari maksiat firman Allah .

Anda mungkin juga menyukai