Anda di halaman 1dari 24

9

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hipertensi
1. Definisi Tekanan Darah
Tekanan darah adalah kekuatan darah menekan dinding pembuluh
darah. Setiap kali berdetak (sekitar 60-70 kali per menit dalam keadaan
istirahat), jantung akan memompa darah melewati pembuluh darah.
Tekanan terbesar terjadi ketika jantung memompa darah (dalam keadaan
kontriksi), dan ini disebut dengan tekanan sistolik. Ketika jantung
beristirahat (dalam keadaan dilatasi), tekanan darah berkurang disebut
tekanan darah diastolik (Smith, 2010).
Tekanan darah tidak pernah konsisten, Kondisinya berubah-ubah
sepanjang hari, sesuai dengan situasi. Tekanan darah akan meningkat
dalam keadaan gembira, cemas, atau sewaktu melakukan aktifitas fisik,
setelah situasi ini

berlalu, tekanan darah akan kembali normal. Apabila

tekanan darah tetap tinggi maka disebut hipertensi.


2. Definisi Hipertensi
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan
sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg.
Sedangkan pada usila hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160
mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg (Smeltzer, 2010).
Bustan (2011) mengatakan Hipertensi adalah keadaaan peningkatan
9

tekanan darah yang memberi gejala yang akan berlanjut ke suatu organ target

10

seperti stroke (untuk otak), penyakit jantung koroner (untuk pembuluh darah
jantung), dan hipertropi ventrikel kanan (untuk otot jantung).
Selain itu hipertensi atau penyakit darah tinggi juga didefinisikan sebagai
suatu keadaan di mana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di
atas normal yang ditunjukkan oleh angka systolic (bagian atas) dan angka
bawah (diastolic) pada pemeriksaan tensi darah menggunakan alat pengukur
tekanan darah baik yang berupa cuff air raksa (sphygmomanometer) ataupun
alat digital lainnya (Smith, 2010).
3. Epidemiologi Hipertensi
Hipertensi adalah suatu gangguan pada sistem peredaran darah yang
mengganggu kesehatan masyarakat. Umumnya, terjadi pada manusia yang
berusia (< 40 tahun). Namun banyak yang tidak menyadari bahwa
mereka menderita hipertensi akibat yang tidak nyata dan sering disebut
silent killer. Pada awal terkena penyakit hipertensi belum menimbulkan
gangguan

yang serius. Sekitar 1,8%-26,6% penduduk dewasa menderita

penyakit hipertensi (Arif, 2009).


Berdasarkan penelitian Survei Kesehatan Nasional (Surkesnas) 2001
menunjukkan proporsi hipertensi pada pria 27% dan perempuan 29%.
Sedangkan

hasil

Survei

Kesehatan

Rumah

Tangga

(SKRT)

2004,

hipertensi pada pria 12,2% dan perempuan 15,5%. Pada usia setengah baya
dan muda, hipertensi ini lebih banyak menyerang pria dari pada perempuan.
Pada golongan usia 55-64 tahun, pasien hipertensi pada pria dan perempuan

11

sama banyak. Pada usia 65 tahun ke atas, pasien hipertensi perempuan


lebih banyak daripada pria (Arif, 2009).
Sebagai gambaran umum masalah hipertensi ini adalah tingkat prevalensi
sebesar 6-15% pada orang dewasa. Sebagai suatu proses degeneratif, hipetensi
tentu hanya ditemukan pada golongan dewasa. Ditemukan kecenderungan
peningkatan prevalensi hipertensi menurut peningkatan usia. Sebesar 50%
penderita hipertensi tidak menyadari diri sebagai penderita hipertensi. Karena
itu mereka cenderung untuk menderita hipertensi yang lebih berat karena
penderita tidak berupaya mengubah dan menghindari faktor risiko. Sebanyak
70% hipertensi ringan, karena itu hipertensi banyak diacuhkan dan terabaikan
sampai saat menjadi ganas (hipertensi maligna). Sejumah 90% hipertensi
esensial mereka dengan hipertensi yang tidak diketahui seluk beluk
penyebabnya.
4. Klasifikasi Hipertensi
Ada beberapa klasifikasi dan pedoman penangan hipertensi dari World
Health Organization (WHO), dan International Society of Hypertension
(ISH), dari European Society of Hypertension (ESH bersama European
Society of Cardiology), British Hypertension Society (BSH), serta Canadian
Hypertension Education Program (CHEP), tetapi umumnya yang digunakan
saat ini yaitu klasifikasi Joint National Comitte (JNC VII) (Yogiantoro, 2009).
Menurut The Seventh Report Of The Joint National Committee On
Prevention, Detection, Evaluation, And Treatment Of High Blood Pressure

12

(JNC VII), klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi
kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat I dan derajat 2:
Tabel 1
Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC VII
Klasifikasi Tekanan

Tekanan Darah

Tekanan Darah Diastolic

darah
Sistolik (mmHg)
(mmHg)
Normal
< 120
< 80
Pra Hipertensi
120-139
80-89
Hipertensi derajat 1
140-159
90-99
Hipertensi Derajat 2
160
100
Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Hipetensi esensial (Yogiantoro,
2006)
5. Etiologi
Walaupun penyebab yang tepat untuk sebagian besar kasus hipertensi
tidak dapat di identifikasi, hal tersebut dapat di mengerti bahwa hipertensi
merupakan suatu kondisi yang multifaktor. Karena hipertensi sebagai tanda,
hal tersebut memiliki banyak penyebab.
Untuk tejadinya hipertensi harus ada perubahan pada salah satu faktor
pada tekanan darah: resistensi perifer (SVR) atau Cardiac output (CO). Untuk
terjadinya hipertensi pasti ada masalah dengan monitor system control atau
pengaturan tekanan, dan hubungan antara satu dengan beberapa faktor yang
lain pada takanan darah. Agar terjadinya peningkatan tekanan arterial, harus
ada peningkatan baik CO maupun SVR. Peningkatan CO kadang-kadang di

13

temukan pada orang dengan hipertensi tahap awal dan borderline (Smeltzer,
2010).
Berdasarkan etiologinya Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
1) Hipertensi Esensial (Primer)
Penyebab tidak diketahui penyebabnya, namun banyak faktor yang
mempengaruhi seperti genetika, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf
simpatik, system renin angiotensin, efek dari eksresi Natrium, obesitas,
merokok dan stress.
2) Hipertensi Sekunder
Dapat diakibatkan karena penyakit parenkim renal/vakuler renal.
Penggunaan kontrasepsi oral yaitu pil. Gangguan endokrin dan lain-lain.
2.

Faktor Risiko Hipertensi


Hipertensi primer terdapat pada lebih dari 90% penderita hipertensi,
sedangkan 10% sisanya disebabkan oleh hipertensi sekunder. Meskipun
hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data
penelitian telah menemukan beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya
hipertensi. Faktor risiko Hipertensi dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu:

1) Faktor risiko yang tidak dapat diubah


a) Umur
Umur mempengaruhi terjadinya hipertensi. Dengan bertambahnya
umur,

risiko

terkena

hipertensi

menjadi

lebih

besar sehingga

prevalensi hipertensi di kalangan usia lanjut cukup tinggi, yaitu sekitar


40%, dengan kematian sekitar di atas 65 tahun pada usia lanjut.
Sedangkan menurut WHO memakai tekanan diastolik sebagai bagian

14

tekanan yang lebih tepat dipakai dalam menentukan ada tidaknya


hipertensi (Depkes, 2008).
Prevalensi hipertensi di Indonesia pada golongan umur di
bawah 40 tahun masih berada di bawah 10%, tetapi diatas umur 50
tahun angka tersebut terus meningkat mencapai 20% hingga 30%,
sehingga ini sudah menjadi masalah serius untuk diperhatikan
(Depkes, 2002). Penelitian

yang dilakukan di 6 Kota besar seperti

Jakarta, Padang, Bandung, Yogyakarta, Denpasar, dan Makasar


terhadap usia lanjut (55-85 tahun), didapatkan prevalensi hipertensi
sebesar 52.5% (Depkes (2008).
b) Jenis Kelamin
Faktor jenis kelamin berpengaruh pada terjadinya hipertensi,
dimana pria lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan dengan
perempuan, dengan rasio sekitar 2,29% untuk peningkatan tekanan
darah sistolik. Pria diduga memiliki gaya hidup yang cenderung dapat
meningkatkan tekanan darah dibandingkan dengan perempuan. Namun,
setelah memasuki menopause, prevalensi hipertensi pada perempuan
meningkat.
Bahkan setelah usia 65 tahun, terjadinya hipertensi pada
perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan pria yang diakibatkan
oleh faktor hormonal karena pada wanita yang belum mengalami
menopause

dilindungi

hormon

estrogen

yang

berperan

dalam

meningkatkan kadar HDL. Kadar kolesterol HDL yang tinggi


merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses

15

aterosklerosis. Penelitian di Indonesia prevalensi yang lebih tinggi


terdapat pada wanita (Depkes, 2008)
c) Keturunan (Genetik)
Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor
keturunan) yang mempertinggi risiko (esensial). Tentunya faktor genetik
ini juga dipengaruhi faktor-faktor lingkungan lain, yang kemudian
menyebabkan seseorang menderita hipertensi. Faktor genetik juga
berkaitan dengan metabolisme pengaturan garam dan renin membran
sel. Menurut Davidson bila kedua orang tuanya menderita hipertensi
maka sekitar 45% akan turun ke anak-anaknya dan bila salah satu
orang tuanya yang menderita hipertensi maka sekitar 30% akan
turun ke anak-anaknya (Depkes, 2008).
2) Faktor Risiko Yang Dapat Diubah
Faktor risiko yang diakibatkan perilaku tidak sehat dari pasien hipertensi
antara lain:
a) Obesitas
Kegemukan (obesitas) adalah persentase abnormalitas lemak yang
dinyatakan dengan Indeks Masa Tubuh (IMT) yaitu perbandingan
antara berat badan dengan tinggi badan kuadrat dalam meter berkaitan
erat antara kelebihan berat badan dan kenaikan tekanan darah telah
dilaporkan oleh beberapa studi. Berat badan dan indeks masa tubuh
(IMT) berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan
darah sistolik (Depkes, 2008).
Obesitas bukanlah penyebab hipertensi. Akan tetapi prevalaensi
hipertensi pada obesitas jauh lebih besar. Risiko relatif untuk menderita

16

hipertensi pada orang-orang gemuk 5 kali lebih tinggi dibandingkan


dengan orang yang badannya normal, sedangkan pada pasien
hipertensi ditemukan sekitar 20-33% memiliki berat badan lebih (over
weight). Penentuan obesitas pada orang dewasa dapat dilakukan
pengukuran berat badan ideal, pengukuran persentase lemak tubuh dan
pengukuran IMT.
b) Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor risiko yang kuat untuk
terjadinya

kematian

akibat kardiovaskuler, dan penelitian telah

menunjukan bahwa penghentian merokok dapat mencegah terjadinya


penyakit kardiovaskuler seperti stroke dan infrak miokard. Telah
terbukti bahwa dengan mengkonsumsi satu batang rokok dapat terjadi
peningkatan denyut jantung dan tekanan darah selama 15 menit. Hal ini
disebabkan oleh peningkatan kadar katekolamin dalam plasma, yang
kemudian menstimulasi sistem syaraf simpatik (Depkes, 2008).
c) Stress
Stress atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, rasa marah,
dendam, rasa takut, rasa bersalah) dapat merangsang kelenjar anak
ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut
lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat.
Jika stress berlangsung lama, tubuh akan berusaha mengadakan
penyesuaian sehingga timbul perubahan patologis.
Gejala yang muncul dapat berupa hipertensi atau penyakit maag.
Diperkirakan, prevalensi atau kejadian hipertensi pada kulit hitam di

17

Amerika Serikat lebih tinggi dibandingkan dengan orang kulit putih


disebabkan stress atau rasa tidak puas orang kulit hitam. Stress adalah
suatu kondisi yang disebabkan oleh adanya transaksi antara individu
dengan

lingkungannya

yang

mendorong

seseorang

untuk

mempersepsikan adanya perbedaan antara tuntutan situasi dan sumber


daya (biologis, psikologi, dan sosial) yang ada pada diri seseorang.
Peningkatan tekanan darah akan lebih besar pada individu yang
mempunyai kecenderungan stress emosional yang tinggi (Depkes,
2008).
Sedangkan dalam penelitian Framingham dalam Yusida tahun
2001 bahwa bagi perempuan berusia 45-64 tahun, sejumlah faktor
psikososial seperti ketegangan, ketidakcocokan perkawinan, tekanan
ekonomi,
terpendam

stress

harian,

didapatkan

gejala

bahwa

ansietas
hal

dan kemarahan

yang

tersebut berhubungan dengan

peningkatan tekanan darah (Depkes, 2008)


d) Konsumsi Alkohol Berlebihan
Pengaruh alkohol terhadap kenaikan

tekanan

darah

telah

dibuktikan. Peningkatan kadar kortisol, dan peningkatan volume sel


darah merah serta kekentalan darah berperan dalam menaikan tekanan
darah. Beberapa studi menunjukan hubungan langsung antara tekanan
darah dan asupan alkohol sekitar 2-3 gelas ukuran standar setiap
harinya. Di negara barat seperti Amerika, konsumsi alkohol yang
berlebihan berpengaruh terhadap terjadinya hipertensi. Sekitar 10%.
e) Konsumsi Garam Berlebihan

18

Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena


menarik cairan di luar sel agar tidak dikeluarkan, sehingga akan
meningkatkan volume dan tekanan darah. Pada sekitar 60% kasus
hipertensi primer (esensial) terjadi respon penurunan tekanan darah
dengan

mengurangi

asupan

garam.

Pada

masyarakat

yang

mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang, ditemukan tekanan darah


rata-rata rendah, sedangkan pada masyarakat asupan garam sekitar 7-8
gram tekanan darah rata-rata lebih tinggi (Depkes, 2008).
7. Patofisiologi Hipertensi
Meningkatnya tekanan darah bisa terjadi melalui beberapa cara:
a) Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan
pada setiap detiknya
b) Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka
tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri
tersebut. Karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk
melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya dan menyebabkan
naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana dinding
arterinya telah menebal dan kaku karena arteriosklerosis. Dengan cara
yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi vasokonstriksi,

19

yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu mengkerut karena
perangsangan saraf atau hormon di dalam darah.
c) Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya
tekanan darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga
tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume
darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat.
Sebaliknya, jika Aktivitas memompa jantung berkurang, Arteri mengalami
pelebaran, Banyak cairan keluar dari sirkulasi, maka tekanan darah akan
menurun.
Penyesuaian terhadap faktor-faktor tersebut dilaksanakan oleh perubahan
di dalam fungsi ginjal dan sistem saraf otonom (bagian dari sistem saraf yang
mengatur berbagai fungsi tubuh secara otomatis).
1) Perubahan Fungsi Ginjal
Ginjal mengendalikan tekanan darah melalui beberapa cara:
a) Jika tekanan darah meningkat, ginjal akan menambah pengeluaran
garam dan air, yang akan menyebabkan berkurangnya volume darah
dan mengembalikan tekana darah ke normal.
b) Jika tekanan darah menurun, ginjal akan mengurangi pembuangan
garam dan air, sehingga volume darah bertambah dan tekanan darah
kembali ke normal.
c) Ginjal juga bisa meningkatkan TD dengan menghasilkan enzim yang
disebut Renin, yang memicu pembentukan hormon Angiotensin, yang
selanjutnya akan memicu pelepasan hormon Aldosteron.

20

Ginjal merupakan organ penting dalam mengendalikan tekanan darah;


karena itu berbagai penyakit dan kelainan pda ginjal bisa menyebabkan
terjadinya tekanan darah tinggi. Misalnya penyempitan arteri yang menuju
ke salah satu ginjal (Stenosis Arteri Renalis) bisa menyebabkan hipertensi.
Peradangan dan cedera pada salah satu atau kedua ginjal juga bisa
menyebabkan naiknya tekanan darah.
2) Perubahan Sistem Saraf Simpatis
Merupakan bagian dari sistem saraf otonom, yang sementara waktu
akan:
a) Meningkatkan tekanan darah selama respon fight-or-flight (reaksi fisik
tubuh terhadap ancaman dari luar).
b) Meningkatkan kecepatan dan kekuatan denyut jantung; juga
mempersempit sebagian besar arteriola, tetapi memperlebar arteriola
di daerah tertentu (misalnya otot rangka, yang memerlukan pasokan
darah yang lebih banyak)
c) Mengurangi pembuangan air dan garam oleh ginjal, sehingga akan
meningkatkan volume darah
d) Melepaskan hormon Epinefrin

(Adrenalin)

dan

Norepinefrin

(Noradrenalin), yang merangsang jantung dan pembuluh darah.

Gambar 1.
Mekanisme Regulasi Tekanan Darah

21

Sumber: Medical surgical Bruner & Sudart, Smeltzer (2010).


8. Manifestasi Klinis Hipertensi
Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi:
a. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan
peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter
yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah
terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
b. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi
meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan
gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari

22

pertolongan medis. Tingginya tekanan darah kadang-kadang merupakan


satu-satunya

gejala. Bila

demikian

gejala

baru

muncul

setelah

terjadinya komplikasi pada ginjal, mata, otak dan jantung. Gejala lain
yang sering ditemukan adalah sakit kepala, marah, telinga berdengung,
rasa berat ditengkuk, sukar tidur, mata berkunang-kunang dan pusing
9. Komplikasi Hipertensi
a. Stroke dapat timbul akibat perdarahan di otak, atau akibat embolus yang
terlepas dari pembuluh non-otak yang terkena tekanan darah. Stroke
dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi
otak mengalami hipertrofi dan menebal, sehingga aliran darah ke daerahdaerah yang dipendarahinya berkurang. Arteri-arteri otak yang mengalami
arterosklerosis dapat melemah

sehingga

meningkatkan kemungkinan

terbentuknya aneurisma (suatu dilatasi dinding arteri, akibat, kongenital


atau perkembangan yang lemah pada dinding pembuluh).
b. Infrak miokardium dapat tejadi apabila arteri koroner yang aterosklerotik
tidak menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk
thrombus yang menghambat aliran darah melalui pembuluh tersebut.
c. Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi
pada kapiler-kapiler ginjal, glomelurus. Dengan rusaknya glomelurus,
darah akan mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu
dan dapat berlanjut menjadi hipoksik dan kematian. Dengan rusaknya
membran glomelurus, protein akan keluar melalui urin sehingga tekanan
osmotik koloid plasma berkurang, menyebabkan edema.

23

d. Ensefalopati dapat terjadi, terutama pada hipertensi maligna (hipertensi


yang meningkat cepat). Tekanan yang sangat tinggi pada kelainan ini
menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke dalam
ruang interstisium di seluruh susunan saraf pusat. Neuron-neuron di
sekitarnya kolaps dan terjadi koma serta kematian
10. Upaya Pencegahan Komplikasi Hipertensi
Tujuan tiap program pengobatan bagi setiap pasien adalah mencegah
terjadinya morbiditas dan mortalitas penyerta dengan mencapai dan
mempertahankan tekanan darah dibawah 140/90mmHg. Efektifitas setiap
program ditentukan oleh derajat hipertensi, komplikasi, dan biaya perawatan,
dan kualitas hidup sehubungan dengan terapi (Smeltzer, 2010).
Beberapa penelitian menunjukan bahwa pendekatan non farmakologi,
termasuk penurunan berat badan, pembatasan alcohol dan tembakau, latihan
dan relaksasi merupakan intervensi wajib yang harus dilakukan pada setiap
anti hipertensi. Apabila penderita hipertensi ringan berada dalam risiko tinggi
(pria, perokok) atau bila tekanan darah diastoliknya menetap, diatas 130-139
mmHg, maka perlu dimulai terapi obat-obatan (Smeltzer, 2010).
Upaya pencegahan stroke pada penderita hipertensi ditujukan pada faktor
risikonya yaitu hipertensi (Bustan, 2009). Ada beberapa pendekatan yang
menggabungkan ketiga bentuk upaya pencegahan dengan 4 faktor utama yang
mempengaruhi terjadinya hipertensi yaitu gaya hidup, lingkungan, biologis
dan pelayanan kesehatan. Upaya pencegahan primer stroke dilakukan
intervensi terhadap (Bustan, 2009):

24

a.

Intervensi gaya hidup dengan melakukan reduksi stress, makan rendah

garam, lemak dan kalori, exercise, hentikan merokok dan vitamin.


b. Intervensi lingkungan dengan menghindari dan menyadari stress kerja.
c. Intervensi biologi dengan memberikan perhatian terhadap faktor intrisik
biologis (jenis kelamin dan riwayat keluarga).
d. Intervensi pelayanan kesehatan dengan memberikan pendidikan kesehatan
dan pemeriksaan tekanan darah secara berakala
11. Penatalaksanaan Hipertensi
a. Terapi Farmakologi (Dep.Kes, 2008)
1) Diuretik
Obat-obatan jenis diuretik dengan cara mengeluarkan cairan tubuh
(lewat kencing) sehingga volume cairan di tubuh berkurang yang
mengakibtkan daya pompa jantung menjadi ringan. Contoh obat-obatan
yang termasuk golongan diuretik adalah Hidroklorotiazid.
2) Penghambat simpatis
Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas saraf
simpatis (saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas). Contoh obat
yang termasuk dalam golongan penghambat simpatetik adalah:
Metildopa, Klonidin dan Reserpin).
3) Betabloker
Mekanisme kerja antihipertensi obat ini adalah melalui penurunan
daya pompa jantung. Jenis beta bloker tidak dianjurkan pada pasien
yang telah diketahui mengidap gangguan pernapasan seperti asma
bronkial. Contoh

obat-obatan yang termasuk dalam golongan beta

bloker adalah: Metoprolol, Propanolol dan Atenolol.


4) Vasodilator

25

Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan


relaksasi otot polos (otot pembuluh darah). Yang termasuk dalam
golongan ini adala: Prasosion, Hidralasin.
5) Penghambat enzim konversi Angiotension
Cara kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan
Angiotension II (zat yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan
darah). Contoh obat yang termasuk golongan ini adalah Catopril.

6) Angiotension Kalsium
Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan
cara menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas). Yang termasuk
golongan obat ini adalah Nifedipin, Diltiasem, dan Verapamil.
7) Penghambat Reseptor Angiotension II
Cara kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat
angiotension II pada reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya
pompa jantung. Obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini adalah
Valsartan (Diovan). (Depkes, 2008)
b. Terapi Non Farmakologi
1) Mengubah gaya hidup untuk menurunkan tekanan darah dengan
menghindari faktor hipertensi yang berkaitan dengan mengurangi
makan-makan yang mengandung garam, makan buah-buahan segar
dan perilaku sehat dengan cara olahraga (Dep.Kes, 2008).
2) Penurunan berat badan karena kenaikan tekanan darah berkaitan
dengan peningkatan berat badan. Akumulasi lemak dalam tubuh dan
perut berkaitan erat dengan hipertensi, hiperipidemia, dan diabetes.
Berdasarkan penelitian dengan menurunkan berat badan terbukti dapat

26

menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi sampai tekanan


darahnya normal setelah 18 bulan, penurunan berat badan rata-rata pria
dan perempuan 4,7 kg dan 1,6 kg. Penurunan tekanan darah sistolik
dan diastolik ialah 3,2/2,8 mmhg.
3) Pengurangi asupan alkohol. Minum-minuman keras secara teratur dapat
meningkatkan tekanan darah, pengurangan asupan alkohol selama 1-4
minggu dapat menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik sebesar
5,0/3,0 mmHg (Depkes, 2008)
4) Peningkatan gerakan tubuh dengan olahraga secara teratur dapat
bermanfaat untuk mencegah dan menanggulangi hipertensi. Orang yang
tekanan darahnya normal tetapi tidak melakukan aktivitas atau olahraga
mempunyai risiko 20-50% lebih tinggi terkena hipertensi dari pada
orang yang aktif. Olahraga dapat menurunkan tekanan darah sistolik
dan diastolik 5-10 mmHg (Depkes, 2008).
5) Berhenti merokok karena berdasarkan penelitian menunjukan bahwa
penghentian

merokok

dapat

mencegah

terjadinya

penyakit

kardiovaskuler seperti stroke dan infrak miokard. Telah terbukti bahwa


dengan mengkonsumsi satu batang rokok dapat terjadi peningkatan
denyut jantung dan tekanan darah selama 15 menit. Hal ini disebabkan
oleh peningkatan kadar katekolamin dalam plasma yang kemudian
menstimulasi saraf simpatik (Depkes, 2008).

27

B. Aktivitas Fisik
1. Defenisi Aktifitas Fisik
Latihan fisik adalah gerakan fisik yang dilakukan oleh otot tubuh dan
sistem penunjangnya (Sunita Almatsier, 2010).
Latihan fisik dibagi menjadi dua aktivitas fisik internal dan aktivitas
eksternal, aktivitas fisik internal yaitu suatu aktivitas dimana proses bekerjanya
organ-organ dalam tubuh saat istirahat, sedangkan aktivitas eksternal yaitu
aktivitas yang dilakukan oleh pergerakan anggota tubuh yang dilakukan
seseorang selama 24 jam serta banyak mengeluarkan energi (Siti Fathonah,
2011).
Latihan fisik adalah pergerakan anggota tubuh yang menyebabkan
pengeluaran tenaga secara sederhana yang sangat penting bagi pemeliharaan
fisik, mental dan kualitas hidup sehat (Baliwati, 2009).
Dari beberapa pengertian yang dikemukakan diatas dapat disimpulkan a
Latihan fisik adalah gerakan yang dilakukan tubuh baik secara internal maupun
eksternal yang menyebabkan pengeluaran tenaga secara sederha yang jika
dikakukan dalam porsi seimbang akan penting bagi pemeliharaan tubuh.
2. Cara Mengukur Latihan fisik
Sunita Almatsier (2010) mengatakan Latihan fisik dibagi menjadi 3 yaitu
Latihan fisik Berat, Latihan fisik sedang dan Latihan fisik Ringan, Penilaian
terhadap klasifikasi tersebut dapat dialakukan dengan menggunakan teknik
wawancara melalui quesioner yang berisikan 10 pertanyaan dengan beberapa

28

aspek diantaranya mencakup aspek aktifitas ringan seperti membaca,


menonton, main games,dll, mencakup aspek aktifitas diluar rumah seperti
kursus, ekstrakulikuler, sanggar, dll serta aktifitas di dalam rumah seperti
menyapu, mengepel, menyetrika,dll dan mencakup aspek aktifitas berat seperti
puasa, berlari,bersepeda dan senam aerobic. Analisanya adalah sebagai beriku:
Total Skor = 11-44 : Aktifitas Ringan
Total Skor = 45-75 : Aktifitas Sedang
Total skor = 76-99: Aktifitas Berat (Sunita Almatsier, 2003)
3. Intensitas latihan
Intensitas latihan dapat dipantau melalui perhitungan denyut nadi dengan
cara meraba pergelangan tangan menggunakan tiga jari tengah tangan yang
lain.
Lama latihan minimal 15- 45 menit secara kontinyu, untuk frekuensi
latihan dilakukan sebanyak 3-4 kali/ minggu (belum termasuk pemanasan dan
pendinginan), bila latihan dilakukan di luar gedung sebaiknya pagi hari
sebelum pukul 10.00 WIB atau sore hari setelah pukul 15.00 WIB. Sedangkan
untuk intensitas latihan adalah 60-80% denyut nadi maksimal (DNM) dimana
DNM = 220- usia.
Denyut Nadi Maksimum menurut Maryam (2008).
a Umur 55 tahun, Denyut Nadi Maksimumnya adalah 115- 140
b Umur 56 tahun, Denyut Nadi Maksimumnya adalah 115- 139

29

c Umur 57 tahun, Denyut Nadi Maksimumnya adalah 114- 138


d Umur 58 tahun, Denyut Nadi Maksimumnya adalah 113- 138
e Umur 59 tahun, Denyut Nadi Maksimumnya adalah 113- 137
f Umur 60 tahun, Denyut Nadi Maksimumnya adalah 112- 136
Ketentuan saat melakukan aktifitas fisik :
a.

Ketentuan latihan fisik


1) Latihan fisik harus disenangi/ diminati
2) Latihan fisik

harus disesuaikan

dengan kondisikesehatan

(ada kelainan/penyakit atau tidak).


3) Latihan fisik sebaiknya bervariasi
4) Latihan fisik sebaiknya bersifat aerobik, yaitu berlangsung lama dan
ritmis (berulang-ulang)
5) Pada awal latihan dilakukan dahulu pemanasan, peregangan,
kemudian latihan inti. Pada akhir latihan lakukan pendinginan dan
peregangan lagi (memeriksa tekanan darah dan nadi penting dilakukan
terlebih dulu).
6) Sebelum melakukan latihan, minum terlebih dulu untuk menggantikan
keringat yang hilang. Bila memungkinkan, minumlah air sebelum,
selama dan sesudah berlatih.
7) Latihan dilakukan minimal dua jam setelah makan

agartidak

mengganggu pencernaan. Bila latihan pagi hari tidak perlu makan


sebelumnya.

30

8) Latihan diawasi seorang pelatih agar tidak terjadi cedera


9) Latihan dilakukan secara lambat, tidak boleh eksplosif, disamping itu
gerakan tidak boleh menyentak dan memutar terutama untuk tulang
belakang.
10) Pakaian yang digunakan terbuat dari bahan yang ringan dan tipis serta
jangan memakai pakaian tebal dan sangat menutup badan.
11) Jenis sepatu sebaiknya sepatu lari atau sepatu untuk berjalan kaki yang
mempunyai sol/ bantalan yang tebal pada daerah tumit. Gunakan
sepatu khusus untuk lansia yang memiliki kelainan kaki.
12) Tempat latihan sebaiknya berupa lapangan atau taman.
13) Landasan tempat latihan tidak terlalu keras dan dianjurkan untuk
berlatih diatas tanah atau rumput, bukan diatas lantai ubin atau semen
yang keras,hal ini untuk menghindari cedera kaki atau tungkai.
b. Cara berlatih
Cara berlatih yang dilakukan terbagi dalam tiga segmen seperti yang
dijelaskan dibawah ini.
1) Pemanasan (warming up)
Gerakan umum (yang melibatkan sebanyak-banyaknya otot dan
sendi) dilakukan secara lambat dan hati-hati. Pemanasan dilakukan
bersama dengan peregangan (stretching). Lamanya kira-kira 8-10
menit. Pada 5 menit terakhir pemanasan dilakukan lebih cepat.
Pemanasan

dimaksudkan

untuk

mengurangi

cedera

dan

31

mempersiapkan sel-sel tubuh agar dapat turut sertadalam proses


metabolisme yang meningkat.
2) Latihan inti
Latihan ini bergantung pada komponen/ faktor yang dilatih. Gerakan
senam dilakukan berurutan dan dapat diiringi oleh musik yang
disesuaikan dengan gerakannya.
3) Pendinginan (cooling down)
Dilakukan secara aktif. Artinya, setelah latihan inti perlu dilakukan
gerakan umum yang ringan sampai suhu tubuh kembali normal yang
ditandai dengan pulihnya denyut nadi dan berhentinya keringat.
Pendinginan dilakukan seperti pada pemanasan, yaitu selama 8-10
menit.
4) Penatalaksanaan Latihan Olahraga
Pemilihan jenis olah raga sangat penting bagi manula.
Sebaiknya dipilih olah raga yang sesuai kemampuan masing-masing
individu, aman, berkesinambungan dan ada nilai rekreasinya. Target
latihan juga harus jelas, terutama yang menyangkut kapasitas
fungsional dan fungsi

32

Pada umumnya dikenal 2 macam jenis latihan fisik yaitu :


a. Latihan Isometrik
Latihan ini mengutamakan peningkatan tekanan otot dibanding
dengan gerakan, seperti halnya angkat besi. Latihan jenis ini tidak
bermanfaat untuk sistem kardiovaskular, tapi diperlukan untuk
memperkuat otot-otot.
b. Latihan Isotonik
Mengutamakan gerakan aktif dari sendi dan otot-otot dengan hanya
sedikit meningkatkan tekanan. Latihan sangat bermanfaat bagi sistem
kardiovaskular, karena akan meningkatkan curah jantung.
C. Kerangka Penelitian

Penurunan Tekanan
Latihan Fisik
D. Hipotesis
Darah
Ada pengaruh Latihan Fisik Terhadap Penurunan Tekanan
Darah Pada Pasien
Hipertensi di Puskesmas Bentiring Kabupaten Bengkulu Tengah

Anda mungkin juga menyukai

  • Rumus Eksperimen
    Rumus Eksperimen
    Dokumen42 halaman
    Rumus Eksperimen
    mardios
    50% (2)
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen24 halaman
    Bab Ii
    Angga Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen8 halaman
    Bab I
    Angga Nugraha
    Belum ada peringkat
  • TBC
    TBC
    Dokumen3 halaman
    TBC
    Angga Nugraha
    Belum ada peringkat
  • BAB II Oke
    BAB II Oke
    Dokumen29 halaman
    BAB II Oke
    Angga Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen8 halaman
    Bab I
    Angga Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Kuisioner
    Kuisioner
    Dokumen6 halaman
    Kuisioner
    Angga Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Dapus
    Dapus
    Dokumen2 halaman
    Dapus
    Angga Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen6 halaman
    Bab Iii
    Angga Nugraha
    Belum ada peringkat
  • BAB II Keperawatan
    BAB II Keperawatan
    Dokumen45 halaman
    BAB II Keperawatan
    Angga Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen7 halaman
    Bab I
    Angga Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen19 halaman
    Bab Ii
    Angga Nugraha
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen19 halaman
    Bab Ii
    Angga Nugraha
    Belum ada peringkat