KASUS II - Tipus Herpes Zooster
KASUS II - Tipus Herpes Zooster
HERPES ZOOSTER
A. DEFINISI
Herpes zoster adalah radang kulit akut dan setempat, terutama terjadi
pada orang tua, yang khas ditandai adanya nyeri unilateral serta timbulnya
lesi vesikuler yang terbatas pada dermatom yang dipersarafi serabut saraf
spinal maupun ganglion saraf sensorik dari nervus kranialis. Infeksi ini
merupakan reaktivasi virus varisela-zoster dari infeksi endogen yang telah
menetap dalam bentuk laten setelah infeksi primer oleh virus.1,3,5,6
Setelah infeksi primer oleh virus varisela zoster atau setelah
mendapatkan vaksinasi dengan virus varisela zoster yang dilemahkan, virus
ini akan berdiam di sel ganglion posterior susunan saraf tepi dan ganglion
kranialis. Virus dalam keadaan dormansi atau laten. Pada suatu ketika, virus
dapat bereplikasi dan berjalan turun menyusuri saraf sensoris menuju ke kulit
dan menimbulkan manifestasi berupa herpes zoster. 3,5,6
B. ETIOLOGI
Herpes Zoster disebabkan oleh virus yang sama yang menyebabkan
chickenpox atau varisela dan disebut varicella zoster virus. Varisela zoster
virus merupakan kelompok virus herpes yang berukuran 140-200 nm dan
berinti DNA. Varicella zoster virus dapat menjadi laten di ganglion posterior
susunan saraf tepi dan ganglion kranialis tanpa menimbulkan gejala.
Beberapa tahun atau dekade setelah infeksi primer jika terjadi reaktivasi dari
virus ini akan menyebabkan erupsi yang terlokalisir pada kulit yaitu herpes
zoster.5,6,8,10
VZV mempunyai kapsid yang tersusun dari 162 subunit protein dan
berbentuk simetri ikosehedral dengan diameter 100 nm. Virion lengkapnya
berdiameter 150-200 nm dan hanya virion yang berselubung yang bersifat
infeksius.1
Infeksiositas virus ini dengan cepat dapat dihancurkan oleh bahan
organik deterjen, enzim proteolitik, panas, dan lingkungan pH yang tinggi.1
10
11
sehingga dapat menyebabkan infeksi viral pada kulit sepanjang saraf yang
terkena. Virus ini dapat menyebar dari satu atau lebih ganglion sepanjang
saraf yang terkena dan menginfeksi dermatom yang berhubungan dengan
saraf tersebut kemudian menyebabkan kelainan pada kulit. Walaupun
biasanya kelainan kulit ini dapat sembuh dalam 2 sampai 4 minggu, beberapa
pasien mengalami nyeri saraf dalam waktu berbulan-bulan sampai bertahuntahun, kondisi seperti ini disebut postherpetic neuralgia.5,6
Kelainan kulit yang timbul memberikan lokasi yang setingkat dengan
daerah persarafan ganglion tersebut. Kadang-kadang virus ini juga menyerang
ganglion anterior, bagian motorik kranialis sehingga memberikan gejalagejala gangguan motorik. 2
12
Gambar 3. Perbedaan infeksi virus pada infeksi primer, periode laten dan
reaktivasi
E. MANIFESTASI KLINIS
Sebelum timbul gejala kulit terdapat, gejala prodromal baik sistemik
(demam, pusing, malaise), maupun gejala prodromal lokal (nyeri otot-tulang,
gatal, pegal, dan sebagainya).2 Gejala prodromal herpes zoster biasanya
berupa rasa sakit dan parestesi pada dermatom yang terkena. Gejala ini
terjadi
keluhan nyeri dan paraestesi berlangsung 2-3 minggu (pada 84% dari kasus) 6.
Gambaran yang paling khas pada herpes zoster adalah erupsi yang lokalisata
dan hampir selalu unilateral. Jarang erupsi tersebut melewati garis tengah
tubuh. Umumnya lesi terbatas pada daerah kulit yang dipersarafi oleh salah
satu ganglion saraf sensorik.1
Erupsi mulai dengan makulopapula eritematous (24 jam pertama). Dua
belas hingga 48 jam kemudian terbentuk vesikula berisi cairan yang jernih,
kemudian menjadi keruh (berwarna abu-abu) yang dapat berubah menjadi
pustula pada hari ke-4.1,2,6 Kadang-kadang vesikel mengandung darah dan
disebut sebagai herpes zoster hemoragik. Dapat pula timbul infeksi sekunder
sehingga menimbulkan ulkus dengan
13
15
menunjukkan
H. DIAGNOSIS BANDING
1. Herpes simpleks dan herpes zoster sulit dibedakan bila lesi yang terjadi
linear, atau bila lesi zoster kecil dan terlokalisasi pada 1 tempat saja
(tidak sesuai dengan dermatom).2,4,9
2. Varisela (chickenpox)9
3. Dermatitis venenata
4. Impetigo vesikobulosa, lebih sering pada anak-anak, dengan gambaran
vesikel dan bula yang lebih cepat pecah.9
5. Pada nyeri yang merupakan gejala prodromal lokal sering salah
diagnosis dengan penyakit reumatik maupun dengan angina pektoris,
jika terdapat di daerah setinggi jantung.2 Selain itu, rasa nyeri dalam
stadium pra-erupsi ini juga seringkali dirancukan dengan penyebab rasa
nyeri lainnya seperti pleuritis, kolesistitis, apendisitis, kolik renal, dan
sebagainya. 1
16
I. KOMPLIKASI
Komplikasi dari herpes zoster yang bersifat kutaneus antara lain
superinfeksi bacterial, skar, zoster gangrenosum.5 Komplikasi neurologis
yang paling sering adalah postherpetic neuralgia yaitu rasa nyeri yang timbul
pada daerah bekas penyembuhan lebih dari sebulan setelah penyakitnya
sembuh.2 Bila daya tahan tubuh penderita mengalami penurunan, akan terjadi
reaktivasi virus. Virus mengalami multiplikasi dan menyebar di dalam
ganglion. Ini menyebabkan nekrosis pada saraf serta terjadi inflamasi yang
berat, dan biasanya disertai neuralgia yang hebat. 1 Nyeri ini dapat
berlangsung sampai beberapa bulan bahkan bertahun-tahun dengan gradasi
nyeri yang bervariasi dalam kehidupan sehari-hari. Kecenderungan ini
dijumpai pada orang yang mendapat herpes zoster di atas usia 40 tahun.2
Sindrom ramsay hunt diakibatkan oleh gangguan nervus fasialis dan
optikus, sehingga memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis Bell),
kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat persarafan, tinitus, vertigo,
gangguan pendengaran, nistagmus dan nausea, juga terdapat gangguan
pengecapan.2
Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa
komplikasi. Sebaliknya pada yang disertai defisiensi imunitas, infeksi HIV,
keganasan, atau berusia lanjut dapat disertai komplikasi. Vesikel sering
menjadi ulkus dengan jaringan nekrotik.2
Pada herpes zoster oftalmikus dapat terjadi berbagai komplikasi, di
antaranya ptosis paralitik, keratitis, skleritis, uveitis, korioretinitis, dan
neuritis optik.2
Paralisis motorik terdapat pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat
penjalaran virus secara per kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem
saraf yang berdekatan. Paralisis biasanya timbul dalam 2 minggu sejak
awitan munculnya lesi.2 Melalui cabang-cabang intrakranial nervus
trigeminus, VZV dapat masuk ke sistem susunan saraf pusat dan menginfeksi
arteri cerebal, sehingga pasien dapat mengalami sakit kepala dan hemiplegia.
Dengan adanya invasi viral melalui pembuluh darah, maka terapi antiviral
sistemik dapat berguna.6
J. PENATALAKSANAAN
17
pendekatan
multidisiplin.
Penelitian-penelitian
klinik
18
19
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
Klaus Wolff and Ricardallen Johnson. 2009. Viral infections of skin and
mucosa. In: Fitzpatricks Color Atlas And Synopsis Of Clinical Dermatology
Sixth Edition. United States: The McGraw-Hill Companies. pp :837-849.
5.
Dworkin RH, Johnson RW, Breuer J, Gnann JW, Levin MJ, Backonja M,
Bets RF. 2007. Recommendations for the Management of Herpes Zoster.
Clin Infect Dis, 44:S126.
6.
Cunningham AL, Breuer J, Dwyer DE, Gronow DW, Helme RD, Litt JC,
Levin MJ. 2008. The prevention and management of herpes zoster. MJA,
188:171176.
7.
20
8.
9.
10.
Hagiya H, Kimura M, Miyamoto T, Otsuka F. 2013. Systemic varicellazoster virus infection in two critically ill patients in an intensive care unit.
Virology Journal, 10:225.
21