Anda di halaman 1dari 29

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Anestesi lokal adalah obat yang menghasilkan blokade konduksi atau


blokade lorong natrium pada dinding saraf secara sementara terhadap rangsang
transmisi sepanjang saraf, jika digunakan pada saraf sentral atau perifer. Anestetik
lokal setelah keluar dari saraf diikuti oleh pulihnya konduksi saraf secara spontan
dan lengkap tanpa diikuti oleh kerusakan struktur saraf.3

Obat bius lokal mencegah pembentukan dan konduksi impuls saraf. Tempat
kerjanya terutama di selaput lendir. Disamping itu, anestesia lokal mengganggu
fungsi semua organ dimana terjadi konduksi/transmisi dari beberapa impuls.
Artinya, anestesi lokal mempunyai efek yang penting terhadap SSP, ganglia
otonom, cabang-cabang neuromuskular dan semua jaringan otot. Persyaratan obat
yang boleh digunakan sebagai anestesi lokal:

1. Tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara permanen


2. Batas keamanan harus lebar
3. Efektif dengan pemberian secara injeksi atau penggunaan setempat pada
membran mukosa
4. Mulai kerjanya harus sesingkat mungkin dan bertahan untuk jangka waktu
yang yang cukup lama
5. Dapat larut air dan menghasilkan larutan yang stabil, juga stabil terhadap
pemanasan.

2.2. Struktur anestesi local


Anestesi lokal terdiri dari kelompok-lipofilik biasanya cincin benzena
dipisahkan dari kelompok hidrofilik-biasanya-amina tersier oleh rantai menengah
yang mencakup ester atau keterkaitan amida. Anestesi lokal basa lemah yang
biasanya membawa muatan positif pada kelompok amina tersier pada pH
fisiologis. Sifat rantai menengah adalah dasar dari klasifikasi bius lokal sebagai
ester atau Amida (Tabel 1). Sifat fisikokimia bius lokal tergantung pada substitusi

1
di ring aromatik, jenis hubungan dalam rantai menengah, dan kelompok-
kelompok alkil yang terikat pada nitrogen amina.4
Anastesi lokal dapat digolongkan secara kimiawi dalam beberapa
kelompok sebagai berikut:
a. Senyawa ester (-COOC-)
Adanya ikatan ester sangat menentukan sifat anastesi lokal sebab pada
degradasi dan inanaktivasi di dalam tubuh, gugus tersebut akan dihidrolosis.
Karena itu golongan ester umumnya kurang stabil dan mudah mengalami
metabolisme dibandingkan golongan amida. Anestesi lokal yang tergolong
dalam senyawa ester adalah kokain, benzokain (amerikain), ametocain,
prokain (Novocain), tetrakain (pontocain), kloroprokain (nesacaine).
b. Senyawa amida (-NHCO-)
Lidokain (xylocaine,lignocaine), mepivacaine (carbocaine), prilokain
(citanest), bupivacain (marcaine), etidokain (duranest), dibukain
(nupercaine), ropikaine (naropine), levobupivacaine (chirocaine).
c. Lainnya : fenol, benzilalkohol dan etil klorida.
Semua obat tersebut di atas adalah sintesis, kecuali kokain yang alamiah.

2
Tabel 1. Sifat fisikokimia Anestesia Lokal.

3
Potensi berkorelasi dengan kelarutan lipid, yaitu, kemampuan molekul
anestesi lokal untuk menembus membran, lingkungan hidrofobik. Secara umum,
potensi dan lemak meningkatkan kelarutan dengan peningkatan jumlah atom
karbon dalam molekul (ukuran molekul). Lebih khusus, potensi meningkat
dengan menambahkan halida ke cincin aromatik (2-chloroprocaine sebagai lawan
prokain), sebuah keterkaitan ester (prokain versus procainamide), dan kelompok-
kelompok alkil besar pada nitrogen amida tersier. Ada beberapa pengukuran
potensi anestetik lokal yang analog dengan konsentrasi alveolar minimum (MAC)
dari anestesi inhalasi, tapi tidak ada yang umum digunakan secara klinis. Cm
adalah konsentrasi minimum anestesi lokal yang akan memblokir konduksi
impuls saraf. Ini ukuran potensi relatif dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk
ukuran serat, jenis, dan mielinasi; pH (pH asam antagonizes blok); frekuensi
stimulasi syaraf, dan konsentrasi elektrolit (hipokalemia dan hypercalcemia
menentang blokade).4

Tipe tipe serabut saraf

A : Myelinated Saraf sensorik dan motorik Alfa (),


Beta (), Gama (), Delta ()
B Myelinated Saraf pre-ganglionik autonomik
C: Non myelinated Pain dan temperatur

4
Table 2. Klasifikasi Serat saraf.

Serabut saraf perifer dan neuron masing-masing diklasifikasikan dari A ke


C sesuai dengan diameter aksonal, meliputi (myelinated atau unmyelinated), dan
kecepatan konduksi. Sensory serat juga dikategorikan sebagai I-IV. Tipe C (IV
jenis sensor) adalah unmyelinated serat, sedangkan tipe A serat yang ringan
myelinated.4

5
Tabel 3. Penggunaan anestesi lokal
Topikal Infiltrasi Blok ARIV Epidural Spinal
Saraf Intratekal
Ester
Prokain - + + - - +
Kloroprokain - + + - + -
Tetrakain + - - - - +
Amida
Lidokain + + + + + +
Etidokain - + + - + -
Prilokain - + + + + -
Mepivacain - + + - + -
Bupivacain - + + - + +
Ropivacain - + + - + +
Levobupivacain - + + - + +

Tabel 4. Efek farmakologi dan penggunaan klinis anestesi lokal

Ester / Mula Lama Penggunaan Properties


amida Kerja Kerja Klinis
Procaine Ester Lambat Singkat - Terbatas -Vasodilatasi
- Vascular - Alergenik
spam
- Diagnostik
prosedure
Amethocaine Ester Cepat Singkat - Topical - Toksisitas sistemik
anesthesia kuat
- Spinal
anesthesia
Chloroprocaine Ester Cepat Singkat - Peripheral -Toksisitas sistemik

6
anesthesia rendah
- Obstetric
extradural
block
Mepivacaine Amida Cepat Sedang - Infiltration -Versatile, dilatasi
- Peripheral sedang
nerve blocks
Prilocaine Amida Cepat Sedang - Infiltration -
- Methaemoglobinanemia
Intravenous pada dosis tinggi
anesthesia - Sedikit toksisitas
- Peripheral amida
nerve blocks
Bupivacaine Amida Sedang Lama - Infiltration -Pemisahan blockade
- sensoris dan motorik
Intravenous
regional
anesthesia
- Extradural
∓ spinal
blocks
Etidocaine Amida Cepat Lama - Infiltration - Blokade motorik yang
- snagat besar
Intravenous
regional
anesthesia
- Extradural
blocks
Lignocaine Amida Cepat Sedang - Infiltration - Agen paling
/ topical serbaguna

7
- - Vasodilatasi sedang
Intravenous
regional
anesthesia
- Extradural
& spinal
blocks
- Peripheral
nerve blocks

2.3. Mekanisme Kerja

Obat bekerja pada reseptor spesifik pada saluran natrium, mencegah


peningkatan permeabilitas sel saraf terhadap ion natrium dan kalium, sehingga
terjadi depolarisasi pada selaput saraf dan hasilnya tak terjadi konduksi saraf.
Potensi dipengaruhi oleh kelarutan dalam lemak, makin larut makin poten. Ikatan
dengan protein mempengaruhi lama kerja dan konstanta dissosiasi (pKa)
menentukan awal kerja. Konsentrasi minimal anestetika local dipengaruhi oleh:
ukuran, jenis dan mielinisasi saraf; pH (asidosis menghambat blockade saraf),
frekuensi stimulasi saraf.3

Mula kerja bergantung beberapa factor, yaitu: pKa mendekati pH fisiologis


sehingga konsentrasi bagian tak terionisasi meningkat dan dapat menembus
membrane sel saraf sehingga menghasilkan mula kerja cepat, alkalinisasi
anestetika local membuat mula kerja cepat, konsentrasi obat anestetika local.3

Lama kerja dipengaruhi oleh: ikatan dengan protein plasma, karena reseptor
anestetika local adalah protein; dipengaruhi oleh kecepatan absorpsi; dipengaruhi
oleh ramainya pembuluh darah perifer di daerah pemberian.3

8
2.3.1. Farmakokinetik
A. Absorbsi

Sebagian besar selaput lendir (misalnya, konjungtiva ocular, mukosa


trakea) memberikan penghalang lemah untuk penetrasi anestesi lokal,
mengarah ke onset cepat tindakan. Kulit utuh di sisi lain, membutuhkan
konsentrasi air yang tinggi untuk penetrasi dan konsentrasi tinggi lemak-larut
dasar anestesi lokal untuk memastikan analgesia. krim EMLA (a eutektik
[mudah meleleh] campuran dari anestesi lokal) terdiri dari campuran 1:1 dari
lidokain 5% dan prilocaine 5% dalam emulsi minyak-dalam-air. Dermal
analgesia yang cukup untuk memulai jalur intravena membutuhkan waktu
kontak minimal 1 jam di bawah dressing oklusif. Kedalaman penetrasi
(biasanya 3-5 mm), durasi tindakan (biasanya 1-2 h), dan jumlah obat yang
diserap tergantung pada waktu aplikasi, aliran darah dermal, ketebalan
keratin, dan dosis total diberikan. Biasanya, 1-2 g krim diterapkan per 10-
cm2 daerah kulit, dengan luas aplikasi maksimum 2000 cm2 pada orang
dewasa (100 cm2 pada anak-anak dengan berat kurang dari 10 kg).4

Efek samping termasuk blansing kulit, eritema, dan edema. EMLA


cream tidak boleh digunakan pada selaput lendir, kulit rusak, bayi kurang
dari 1 bulan, atau pasien dengan kecenderungan untuk methemoglobinemia.4

Penyerapan sistemik obat bius lokal disuntikkan tergantung pada aliran darah,
yang ditentukan oleh faktor-faktor berikut:
1. Tempat suntikan
Kecepatan absorbsi sistemik sebanding dengan ramainya vaskularisasi
tempat suntikan: absorbs intravena > trakeal > kaudal > para servikal >
epidural > pleksus brakhialis > skiatrik > subkutan
2. Penambahan Vasokontriktor
Penambahan epinefrin-atau vasokonstriksi kurang umum fenilefrin-
menyebabkan di lokasi administrasi. Penyerapan menurun akibat
meningkatkan serapan neuronal, meningkatkan kualitas analgesia,

9
memperpanjang durasi tindakan, dan efek samping toksik batas. Efek dari
vasokonstriktor yang lebih jelas dengan agen pendek-akting. Misalnya,
penambahan epinefrin untuk lidokain biasanya memperpanjang durasi anestesi
oleh paling sedikit 50%, tetapi epinefrin juga berpengaruh sedikit atau tidak
ketika ditambahkan ke bupivakain, yang lama durasi tindakan adalah karena
tingkat tinggi protein meningkat. Epinefrin juga dapat meningkatkan dan
memperpanjang analgesia melalui aktivasi reseptor 2-adrenergik.4
3. Karakteristik obat anestesi lokal
A. Absorbsi obat anestetika local terikat kuat pada jaringan sehingga dapat
diabsorpsi secara lambat.4

B. Distribusi, di pengaruhi oleh ambilan organ ( organ uptake) dan di tetukan


oleh faktor- faktor:4
1) Perfusi Jaringan :
Perfusi pada organ (otak, paru-paru, hati, ginjal, dan jantung) bertanggung
jawab atas pengambilan cepat awal (fase), yang diikuti oleh redistribusi
lebih lambat (fase) untuk jaringan perfusi sedang (otot dan usus). Secara
khusus, paru ekstrak sejumlah besar anestesi lokal, akibatnya, ambang
batas untuk toksisitas sistemik melibatkan dosis yang lebih rendah berikut
suntikan arteri dari suntikan vena.
2) Koefisiensi partisi jaringan / darah : protein plasma mengikat kuat
cenderung untuk mempertahankan anestesi dalam darah, sedangkan
kelarutan lipid tinggi memfasilitasi pengambilan jaringan.
3) Masa jaringan : Otot menyediakan reservoir terbesar bagi agen anestesi
lokal karena massa yang besar
C. Metabolisme dan ekskresi
Metabolisme dan ekskresi bius lokal berbeda tergantung pada struktur :4
1) Esters
Anestesi Ester lokal terutama dimetabolisme oleh pseudocholinesterase
(plasma cholinesterase atau butyrylcholinesterase). hidrolisis Ester sangat
cepat, dan metabolit larut air akan dikeluarkan melalui urin. Prokain dan

10
benzokain dimetabolisme menjadi asam p-aminobenzoic (PABA), yang
telah dikaitkan dengan reaksi alergi. Pasien dengan pseudocholinesterase
genetik abnormal pada peningkatan risiko untuk efek samping beracun,
sebagai metabolisme lebih lambat. cairan serebrospinal tidak memiliki
enzim esterase, sehingga penghentian tindakan anestesi ester intrathecally
disuntik lokal, misalnya, tetracaine, tergantung pada penyerapan mereka
ke dalam aliran darah. Berbeda dengan anestesi ester lainnya, kokain
sebagian dimetabolisme (N-metilasi dan hidrolisis ester) dalam hati dan
sebagian tidak berubah diekskresi dalam urin.
2) Amida
Anestesi Amide lokal dimetabolisme (N-dealkylation dan hidroksilasi)
oleh mikrosoma P-450 enzim dalam hati. Tingkat metabolisme amida
tergantung pada agen tertentu (prilocaine> lidocaine> mepivacaine>
ropivacaine> bupivakain), tapi secara keseluruhan jauh lebih lambat
dibandingkan dengan hidrolisis ester. Penurunan fungsi hati (misalnya
sirosis hati) atau hati aliran darah (misalnya, gagal jantung kongestif,
vasopressors, atau bloker H2-reseptor) akan mengurangi tingkat
metabolisme dan predisposisi pasien terhadap keracunan sistemik.
Sangat sedikit obat diekskresikan tidak berubah oleh ginjal, meskipun
metabolit bergantung pada clearance ginjal.
2.4. Penggunaan Anestesi lokal

Anestesi topikal biasanya digunakan pada daerah mukosa seperti hidung,


mulut, tenggorok, percabangan trakeobronkial, esofagus, kandung kemih.
Anestesi topikal ini akan diserap ke dalam sirkulasi darah sehingga dapat
menimbulkan efek samping yang toksik. Oleh karena itu, sangat penting untuk
memperhatikan jumlah maksimum yang boleh digunakan pada suatu area yang
akan di anestesi. Formula topikal ini tidak boleh digunakan untuk daerah mukosa
dan luka terbuka, karena akan terjadi penyerapan yang cepat oleh tubuh dan dapat
menyebabkan keracunan sistemik. 5

11
Adapun anestesi topikal yang biasa digunakan adalah tetrakain ( 2% ),
lidokain ( 2% sampai 10% ), dan kokain ( 1% sampai 4% ). Kokain hanya
digunakan untuk anestesi daerah hidung, nasofaring, mulut, tenggorok dan
telinga. Efek anestesi kokain dan lidokain muncul pada 2-5 menit ( 3-8 menit
dengan tetrakain ) setelah aplikasi dan akan bertahan sampai 30-45 menit ( 30-60
menit dengan tetrakain ).5

Lidokain ( xilokain ) merupakan anestesi lokal kuat yang digunakan


secara luas dengan pemberian topikal dan suntikan. Sifat kerja lidokain lebih
cepat, lebih kuat, lebih lama dan lebih ekstensif daripada yang ditimbulkan oleh
prilokain. Lidokain merupakan obat terpilih bagi mereka yang hipersensitif
terhadap prokain dan juga epinefrin.

Tabel 5. Anestesi lokal yang di gunakan secara topikal


Nama Penggunaan pada Keterangan
obat Mat Teling Hidun Tenggor Uretr Rektu Kuli
a a g ok a m t
Lidokai - - - - - - +
n
Lidokai - + + + + - -
n HCL
Dibuaki - + - - - + + Tidak
n menyebabkan
midriasis
Tetrakai + + + + - + + sda
n
Benoksi + - - - - - - Ester asam
nat benzoat.
Dosis 1-2
tetes larutan
0,4%

12
Kokain - + + + - - -
Pramok - - - + - + + Bentuk
sin lotion,larutan,
krim dan Gel
1%
Dikloni - - - + + + + Bentuk
n larutan 0,5-
1%. Mula
kerja dan
masa kerja
mirip prokain

Benzok - + + + + + + Obat ini


ain diberikan
sebagai
larutan
minyak,salep
atau
supositoria

Ket : ( - ) tidak dianjurkan atau tidak efektif, ( + ) biasa digunakan

13
2.5. Teknik Pemberian Anestetik Lokal
1. Anestesia Permukaan
Sebagai suntikan banyak di gunakan sebagai penghilang rasa oleh
dokter gigi untuk mencabut geraham atau dokter keluarga untuk
pembedahan kecil seperti menjahit luka di kulit. Sediaan ini aman dan
pada kadar yang tepat tidak akan mengganggu proses penyembuhan luka.
Anestesi permukaan juga di gunakan sebagai persiapan untuk prosedur
diagnostic, seperti bronkoskopi, gastroskopi, dan sitoskopi.
2. Anestesia infiltrasi
Disini beberapa injeksi di berikan pada atau sekitar jaringan yang
akan di anestesi, sehingga mengakibatkan hilangnya rasa di kulit dan di
jaringan yang terletak lebih dalam, misalnya: pada praktek THT atau
pencabutan gigi
3. Anestesi regional intravena dalam daerah anggota badan
Aliran darah ke dalam dan ke luar dihentikan dengan mengikat
dengan ban pengukur tekanan darah dan selanjutnya anestetik lokal yang
disuntikkan berdifusi ke luar dari vena dan menuju ke jaringan di
sekitarnya dan dalam waktu 10-15 menit menimbulkan anestesi.
Pengosongan darah harus dipertahankan minimum 20-30 menit untuk
menghindari aliran ke luar, sejumlah besar anestetik lokal yang
berpenetrasi, yang belum ke jaringan. Pada akhir pengosongan darah, efek
anestetik lokal menurun dalam waktu beberapa menit
4. Anestesi infiltrasi
Disuntikkan ke dalam jaringan, termasuk juga diisikan ke dalam
jaringan. Dengan demikian selain organ ujung sensorik, juga batang-
bataang saraf kecil dihambat.
5. Anestesi konduksi
Disuntikkan di sekitar saraf tertentuyang dituju dan hantarn rangsang
pada tempat ini diputuskan. Contoh : anestesi spinal, anestesi peridural,
anestesi paravertebral.

14
2.6. Efek Pada sistem Organ

Karena blokade saluran tegangan-gated sodium mempengaruhi perambatan


potensial aksi seluruh tubuh, tidak mengherankan bahwa anestesi lokal memiliki
kemampuan untuk toksisitas sistemik. Meskipun organ efek sistem yang dibahas
untuk obat ini sebagai sebuah kelompok, harus diakui bahwa obat individu
berbeda dalam farmakologi mereka.
Toksisitas sering langsung proporsional dengan potensi. dosis maksimum
yang aman tercantum pada Tabel 14-3. Campuran dari anestesi lokal harus
dipertimbangkan untuk memiliki efek toksik sekitar aditif: Sebuah solusi yang
mengandung 50% dari dosis beracun dari lidokain dan 50% dari dosis beracun
bupivakain akan memiliki sekitar 100% dari efek racun dari kedua obat tersebut.

2.6.1. Sistem saraf Pusat


Sistem saraf pusat sangat rentan terhadap toksisitas anestesi lokal
dan merupakan tempat tanda-tanda pertanda dari overdosis pada pasien
terjaga. Gejala awal adalah mati rasa circumoral, paresthesia lidah, dan
pusing. keluhan Sensory mungkin termasuk tinnitus dan penglihatan
kabur. tanda-tanda rangsang (misalnya, kegelisahan, agitasi, kegelisahan,
paranoia) sering mendahului depresi sistem saraf pusat (misalnya,
berbicara cadel, mengantuk, pingsan). berkedut otot pembawa timbulnya
kejang tonik-klonik. Dengan penurunan aliran darah otak dan paparan
obat, benzodiazepines dan hiperventilasi meningkatkan ambang kejang
yang disebabkan anestesi lokal. Thiopental (1-2 mg / kg) dengan cepat dan
andal berakhir aktivitas kejang. Ventilasi dan oksigenasi yang memadai
harus dijaga.4
2.6.2. Sistem Pernafasan

Lidocaine menekan drive hipoksia (respon ventilasi untuk PaO2


rendah). Apnea dapat hasil dari kelumpuhan saraf frenik dan interkostal
atau depresi pusat pernapasan meduler berikut kontak langsung dengan

15
agen anestesi lokal (misalnya, sindrom apnea postretrobulbar. Anestesi
lokal rileks otot polos bronkial. lidokain intravena (1,5 mg / kg) dapat
efektif dalam memblokir refleks bronkokonstriksi kadang-kadang
dikaitkan dengan intubasi. Lidocaine diberikan sebagai aerosol suatu dapat
menyebabkan bronkospasme pada beberapa pasien dengan penyakit
saluran napas reaktif.4

2.6.3. Sistem Kardiovakuler

Secara umum, semua bius lokal menekan otomatisitas miokard


(fase depolarisasi IV spontan) dan mengurangi durasi periode refraktori.
kontraktilitas miokard dan kecepatan konduksi juga tertekan pada
konsentrasi yang lebih tinggi. Hasil ini efek dari perubahan langsung
membran otot jantung (misalnya, natrium blokade saluran jantung) dan
penghambatan sistem saraf otonom. Semua anestesi lokal kecuali kokain
menghasilkan relaksasi otot polos, yang menyebabkan beberapa derajat
vasodilatasi arteriol. Kombinasi berikutnya dari bradikardi, blok jantung,
dan hipotensi dapat berujung pada serangan jantung. Mayor toksisitas
kardiovaskular biasanya membutuhkan sekitar tiga kali konsentrasi darah
yang menghasilkan kejang. aritmia jantung atau peredaran darah karena itu
tanda menyajikan biasa overdosis anestesi lokal selama anestesi umum.
Transient stimulasi kardiovaskular (takikardia dan hipertensi) dapat terjadi
lebih awal dan mencerminkan eksitasi sistem saraf pusat.4

2.6.4. Imunologi
Golongan ester menyebabkan reaksi alergi lebih sering, karena
merupakan derifat para amino benzoic acids (PABA) yang di kenal
sebagai allergen. PABA ini dapat meniadakan efek anti bakteriil dari
sulfonamide yang berdasarkan antagonisme persaingan dengan PABA,
oleh karena itu terapi dengan sulfa tidak boleh di kombinasikan dengan
penggunaan ester-ester tersebut.
Toksisitas sangat bergantung pada:

16
1. Jumlah larutan yang di suntikan
2. Konsentrasi obat
3. Ada tidaknya adrenalin
4. Vaskularisasi tempat suntikan
5. Absorbsi obat
6. Laju destruksi obat
7. Hipersensitivitas
8. Usia
9. Keadaan umum
10. Berat badan
2.6.5. Sistem muskuloskeletal
Ketika langsung disuntikkan ke dalam otot rangka (misalnya, injeksi
memicu-point), anestesi lokal myotoxic (bupivakain> lidocaine> prokain).
Histologi, hypercontraction myofibril berkembang menjadi degenerasi
litik, edema, dan nekrosis. Regenerasi biasanya terjadi setelah 3-4 minggu.
bersamaan injeksi steroid atau epinefrin memperburuk myonecrosis
tersebut. Pada Hewan menunjukkan ropivacaine yang menghasilkan
cedera otot lebih ringan daripada bupivakain.4

2.7. Komplikasi Karena Obat anestesi Lokal


Reaksi sistemik dan local adalah sama untuk semua jenis obat anestetik
local. Pada umumnya efek samping/ efek lain yang tak dikehendaki ringan dan
mudah diatasi/ diobati dan umumnya akibat overdosis atau kesalahan teknik.
Alat-alat untuk resusitasi kardiopulmoner harus tersedia, dan bila tindakan/
pengobatan yang tepat segera dikerjakan, reaksi yang paling beratpun dapat
diatasi (reversible). Terapi ditujukan untuk mempertahankan ventilasi dan
sirkulasi yang adekuat.

17
Reaksi sistemik karena obat anestetik local:

a) Reaksi sistemik karena kadar anestetik local dalam darah tinggi yang biasanya
disebabkan karena overdosis, absorbsi sistemik yang cepat atau penyuntikan
intravena secara tidak sengaja.

Pemberian intravena paling berbahaya.


Absorbsi lewat mukosa hidung, faring dan traktus respiratorius
berlangsung secepat penyuntikan intravena.
Factor lain yang berpengaruh terhadap reaksi toksik:

o Kecepatan metabolisme dan detoksikasi obat anestetik local.


o Adanya vasokonstriktor memperlambat absorbsi. Hialuronidase
memperlambat absorbsi.

b) Reaksi toksik terutama mempengaruhi jantung, sirkulasi, respirasi dan


susunan saraf pusat.

Pengaruh pada jantung dan pembuluh darah asalah depresi langsung pada
miokardium dan vasodilatasi. Manifestasi klinisnya hipotensi, bradikardi,
nadi kecil, pucat, kulit dingin dan berkeringat dan aritmia yang mungkin
berakibat cardiac arrest.
Pusat di medulla, depresi pada medulla dengan akibat depresi pernapasan,
apnu dan vascula collapse.

2.8. Obat Anestesi yang sering Digunakan


A. Dibukain2
Devirat kuinon ini, merupakan anestetik lokal yang paling kuat,
paling toksik dan mempunyai masa kerja panjang. Dibandingkan dengan
prokain, dibukain kira-kira 15 kali lebih kuat dan toksik dengan masa kerja
3 kali lebih panjang. Dibukain HCl digunakan untuk anesthesia suntikan
pada kadar 0,05-0,1%; untuk anesthesia topical telinga 0,5-2%; dan untuk

18
kulit berupa salep 0.5-1%. Dosis total dibukain pada anesthesia spinal
ialah 7,5-10mg.

B. Lidokain2
Lidokain (Xilokain) adalah anestetik lokal yang kuat yang digunakan
secara luas dengan pemberian topical dan suntikan. Anestesi terjadi lebih
cepat, lebih kuat, lebih lama dan lebih ekstensif daripada yang ditimbulkan
oleh prokain. Lidokain merupakan aminoetilamid. Pada larutan 0,5%
toksisitasnya sama, tetapi pada larutan 2% lebih toksik daripada prokain.
Larutan lidokain 0,5% digunakan untuk anesthesia
infiltrasi, sedangkan larutan 1,0-2% untuk anesthesia blok dan topical.
Anesthesia ini efektif bila digunakan tanpa vasokonstriktor, tetapi kecepatan
absorbs dan toksisitasnya bertambah dan masa kerjanya lebih pendek.
Lidokain merupakan obat terpilih bagi mereka yang hipersensitif terhadap
prokain dan juga epinefrin. Lidokain dapat menimbulkan kantuk sediaan
berupa larutan 0,5%-5% dengan atau tanpa epinefrin. (1:50.000 sampai 1:
200.000).
Lidokain mudah diserap dari tempat suntikan, dan dapat melewati sawar
darah otak. Kadarnya dalam plasma fetus dapat mencapai 60% kadar dalam
darah ibu. Di dalam hati, lidokain mengalami deakilasi oleh enzim oksidase
fungsi ganda (Mixed- Function Oxidases) membentuk monoetilglisin xilidid
dan glisin xilidid. Kedua metabolit monoetilglisin xilidid maupun glisin
xilidid ternyata masih memiliki efek anestetik lokal. Pada manusia 75% dari
xilidid akan disekresi bersama urin dalam membentuk metabolit akhir, 4
hidroksi-2-6 dimetil-anilin.
Efek samping lidokain biasanya berkaitan dengan efeknya terhadap SSP,
misalnya mengantuk, pusing, parestesia, gangguan mental, koma, dan
seizures. Mungkin sekali metabolit lidokain yaitu monoetilglisin xilidid dan
glisin xilidid ikut berperan dalam timbulnya efek samping ini.
Lidokain dosis berlebihan dapat menyebabkan kematian akibat fibrilasi
ventrikel, atau oleh henti jantung Lidokain sering digunakan secara suntikan

19
untuk anesthesia infiltrasi, blockade saraf, anesthesia epidural ataupun
anesthesia selaput lender. Pada anesthesia infitrasi biasanya digunakan larutan
0,25% - 0,50% dengan atau tanpa adrenalin. Tanpa adrenalin dosis total tidak
boleh melebihi 200mg dalam waktu 24 jam, dan dengan adrenalin tidak boleh
melebihi 500 mg untuk jangka waktu yang sama. Dalam bidang kedokteran
gigi, biasanya digunakan larutan 1 2 % dengan adrenalin; untuk anesthesia
infiltrasi dengan mula kerja 5 menit dan masa kerja kira-kira satu jam
dibutuhkan dosis 0,5-1,0 ml. untuk blockade saraf digunakan 1-2 ml.
Lidokain dapat pula digunakan untuk anesthesia permukaan. Untuk
anesthesia rongga mulut, kerongkongan dan saluran cerna bagian atas
digunakan larutan 1-4% dengan dosis maksimal 1 gram sehari dibagi dalam
beberapa dosis. Pruritus di daerah anogenital atau rasa sakit yang menyertai
wasir dapat dihilangkan dengan supositoria atau bentuk salep dan krem 5 %.
Untuk anesthesia sebelum dilakukan tindakan sistoskopi atau kateterisasi
uretra digunakan lidokain gel 2 % dan selum dilakukan bronkoskopi atau
pemasangan pipa endotrakeal biasanya digunakan semprotan dengan kadar 2-
4%. Lidokain juga dapat menurunkan iritabilitas jantung, karena itu juga
digunakan sebagai aritmia.

C. Mepivakain HCl2

Devirat amida dari xylidide ini cukup populer sejak diperkenalkan untuk
tujuan klinis pada akhir 1950-an. Anestetik lokal golongan amida ini sifat
farmakologiknya mirip lidokain. Mepivekain digunakan untuk anesthesia
infiltrasi, blockade saraf regional dan anesthesia spinal. sediaan untuk suntikan
merupakan larutan 1,0; 1,5 dan 2%.

Kecepatan timbulnya efek, durasi aksi, potensi, dan toksisitasnya mirip


dengan lidokain. Mepivakain tidak mempunyai sifat alergenik terhadap agen
anestesi lokal tipe ester. Agen ini dipasarkan sebagai garam hidroklorida dan
dapat digunakan untuk anestesi infiltrasi atau regional namun kurang efektif
bila digunakan untuk anestesi topikal. Mepivakain dapat menimbulkan

20
vasokonstriksi lebih ringan daripada lignokain tetapi biasanya mepivacain
digunakan dalam bentuk larutan dengan penambahan adrenalin 1: 80.000.
maksimal 5 mg/kg berat tubuh. Satu buah cartridge biasanya sudah cukup
untuk anestesi infiltrasi atau regional.

Mepivakain kadang-kadang dipasarkan dalam bentuk larutan 3 % tanpa


penambahan vasokonstriktor, untuk medapat kedalaman dan durasi anestesi
pada pasien tertentu di mana pemakaian vasokonstriktor merupakan
kontradiksi. Larutan seperti ini dapat menimbulkan anestesi pulpa yang
berlangsung antara 20-40 menit dan anestesi jaringan lunak berdurasi 2-4 jam.
Obat ini jangan digunakan pada pasien yang alergi terhadap anestesi lokal
tipe amida, atau pasien yang menderita penyakit hati yang parah. Mepivakain
lebih toksik terhadap neonatus, dan karenanya tidak digunakan untuk anestesia
obstetrik. Mungkin ini ada hubungannya dengan pH darah neonates yang lebih
rendah, yang menyebabkan ion obat tersebut terperangkap, dan memperlambat
metabolismenya. Pada orang dewasa, indeks terapinya lebih tinggi daripada
lidokain.
Mula kerjanya hampir sama dengan lidokain, tetapi lama kerjanya lebih
panjang sekitar 20%. Mepivakain tidak efektif sebagai anestetik topikal.
Toksisitas mepivacain serata dengan lignokain (lidokain) namun bila
mepivacain dalam darah sudah mencapai tingkat tertentu, akan terjadi eksitasi
system saraf sentral bukan depresi, dan eksitasi ini dapat berakhir berupa
konvulsi dan depresi respirasi.

D. Prilokain2
Walaupun merupakan devirat toluidin, agen anestesi lokal tipe amida ini
pada dasarnya mempunyai formula kimiawi dan farmakologi yang mirip
dengan lignokain dan mepivakain. Anestetik lokal golongan amida ini efek
farmakologiknya mirip lidokain, tetapi mula kerja dan masa kerjanya lebih
lama daripada lidokain. Prilokain juga menimbulkan kantuk seperti lidokain.
Sifat toksik yang unik ialah prilokain dapat menimbulkan

21
methemoglobinemia. Walaupun methemoglobinemia ini mudah diatasi
dengan pemberian biru-metilen intravena dengan dosis 1-2 mg/kgBB larutan 1
% dalam waktu 5 menit; namun efek terapeutiknya hanya berlangsung
sebentar, sebab biru metilen sudah mengalami bersihan, sebelum semua
methemoglobin sempat diubah menjadi Hb.
Anestetik ini digunakan untuk berbagai macam anestesia disuntikan
dengan sediaan berkadar 1,0; 2,0 dan 3,0%. Prilokain umumnya dipasarkan
dalam bentuk garam hidroklorida dengan nama dagang Citanest dan dapat
digunakan untuk mendapat anestesi infiltrasi dan regional. Namun prilokain
biasanya tidak dapat digunakan untuk mendapat efek anestesi topikal.Prilokain
biasanya menimbulkan aksi yang lebih cepat daripada lidokain namun anastesi
yang ditimbulkannya tidaklah terlalu dalam. Prilokain juga kurang
mempunyai efek vasodilator bila dibanding dengan lidokain dan biasanya
termetabolisme dengan lebih cepat.
Obat ini kurang toksik dibandingkan dengan lignokain tetapi dosis total
yang dipergunakan sebaiknya tidak lebih dari 400 mg.Salah satu produk
pemecahan prilokain adalah ortotoluidin yang dapat menimbulkan
metahaemoglobin. Metahaemoglobin yang cukup besar hanya dapat terjadi
bila dosis obat yang dipergunakan lebih dari 400 mg. metahaemoglobin 1 %
terjadi pada penggunaan dosis 400 mg, dan biasanya diperlukan tingkatan
metahaemoglobin lebih dari 20 % agar terjadi simtom seperti sianosis bibir
dan membrane mukosa atau kadang-kadang depresi respirasi. Karena
pemakainan satu cartridge saja sudah cukup untuk mendapat efek anestesi
infiltrasi atau regional yang diinginkan, dan karena setiap cartridge hanya
mengandung 80 mg prilokain hidroklorida, maka resiko terjadinya
metahaemoglobin pada penggunaan prilokain untuk praktek klinis tentunya
sangat kecil.
Walaupun demikian, agen ini jangan digunakan untuk bayi, penderita
metaharmoglobinemia, penderita penyakit hati, hipoksia, anemia, penyakit
ginjal atau gagal jantung, atau penderita kelainan lain di mana masalah
oksigenasi berdampak fatal, seperti pada wanita hamil. Prilokain juga jangan

22
dipergunakan pada pasien yangmempunyai riwayat alergi terhadap agen
anetesi tipe amida atau alergi paraben.Penambahan felypressin (octapressin)
dengan konsistensi 0,03 i.u/ml (=1:200.000) sebagai agen vasokonstriktor
akan dapat meningkatakan baik kedalam
maupun durasi anestesi. Larutan nestesi yang mengandung felypressin
akan sangat bermanfaat bagi pasien yang menderita penyakit kardio-vaskular.

E. Bupivakain (Markain)2
Struktur mirip dengan lidokain, kecuali gugus yang mengandung amin dan
butyl piperidin. Merupakan anestetik lokal yang mempunyai masa kerja yang
panjang, dengan efek blockade terhadap sensorik lebih besar daripada
motorik. Karena efek ini bupivakain lebih popular digunakan untuk
memperpanjang analgesia selama persalinan dan masa pascapembedahan.
Suatu penelitian menunjukan bahwa bupivakain dapat mengurangi dosis
penggunaan morfin dalam mengontrol nyeri pada pascapembedahan Caesar.
Pada dosis efektif yang sebanding, bupivakain lebih kardiotoksik daripada
lidokain.
Lidokain dan bupivakain, keduanya menghambat saluran Na+ jantung
(cardiac Na+ channels) selama sistolik. Namun bupivakain terdisosiasi jauh
lebih lambat daripada lidokain selama diastolic, sehingga ada fraksi yang
cukup besar tetap terhambat pada akhir diastolik. Manifestasi klinik berupa
aritma ventrikuler yang berat dan depresi miokard. Keadaan ini dapat terjadi
pada pemberian bupivakain dosis besar. Toksisitas jantung yang disebabkan
oleh bupivakain sulit diatasi dan bertambah berat dengan adanya asidosis,
hiperkarbia, dan hipoksemia. Ropivakain juga merupakan anestetik lokal yang
mempunyai masa kerja panjang, dengan toksisitas terhadap jantung lebih
rendah daripada bupivakain pada dosis efektif yang sebanding, namun sedikit
kurang kuat dalam menimbulkan anestesia dibandingkan bupivakain.Larutan
bupivakain hidroklorida tersedia dalam konsentrasi 0,25% untuk anestesia
infiltrasi dan 0,5% untuk suntikan paravertebral. Tanpa epinefrin, dosis
maksimum untuk anesthesia infiltrasi adalah sekitar 2 mg/KgBB.

23
F. Naropin (Ropivakain HCl)2
Naropin injeksi mengandung ropivakain HCl, yaitu obat anestetik lokal
golongan amida. Naropin injeksi adalah larutan isotonik yang steril,
mengandung bahan campuran obat (etantiomer) yang murni yaitu Natrium
Klorida (NaCl) agar menjadi larutan isotonik dan aqua untuk injeksi. Natrium
Hidroksida (NaOH) dan/ atau asam Hidroklorida (HCl) dapat ditambahkan
untuk meyesuaikan pHnya (keasamannya).
Naropin injeksi diberikan secara parentral. Nama kimia ropivakain HCl
adalah molekul S-(-)-1-propil-2,6-pipekoloksilida hidroklorida monohidrat.
Zat bat berupa bubuk kristal berwarn putih dengan rumus molekul
C17H26N2O-R-HCl-H2O dan berat molekulnya 328,89. Struktur molekulnya
adalah sebagai berikut: Pada suhu 250C, kelarutan ropivakain HCl dalam air
adalah 53,8 mmg/mL dengan rasio distribusi antara n-oktanol dan fosfat bufer
pada pH 7,4 adalah 14:1 dan pKanya 8,07 dalam larutan KCl 1 M. pKa
ropivakain hampir sama dengan bupivakain (8,1) dan mendekati pKa
mepivakain (7,7), akan tetapi kelarutan ropivakain dalam lemak (lipid) berada
diantar kelarutan bupivakain dan mepivakain.Naropin injeksi tidak
mengandung bahan pengawet dan tersedia dalam bentuk sediaan dosis tunggal
dengan konsentrasi masing-masing 2,0 mg/mL (o,2%), 5,0 mg/mL (0,5%), 7,5
mg/mL (0,75%), dan 10 mg/mL (1,0%). Gravitas (berat) larutan Naropin
injeksi berkisar antara 1,002 sampai 1,005 pada suhu 24oC.
Efek samping ropivakain mirip dengan efek samping anastetik lokal
kelompok amida lainnya. Reaksi efek samping anastetik lokal kelompok
amida terutama berkaitan dengan kadarnyan dalam plasma yang berlebihan,
yang dapat terjadi apabila melebihi dosis, jarum suntik masuk ke dalam
pembuluh darah tanpa sengaja atau jika metabolisme obat tersebut dalam
tubuh lambat. Kejadian tentang efek sampingnya telah dilaporkan berdasarkan
penelitian klinik yang telah dilakukan di amerika serikat dan negara-negara
lainnya. Obat yang dijadikan acuan biasanya adalah bupivakain. Penelitian
tersebut meggunakan bermacam-macam obat premedikasi, sedasi dan

24
prosedur pembedahan. Sebanyak 3988 pasien diberikan naropin dengan
konsentrasi sampai 1 % dalam percobaan klinik. Setiap pasien dihitung sekali
untuk setiap jenis reaksi efek samping yang dialaminya.
Efek samping akut yang Paling sering dijumpai dan memerlukan
penanganan yang cepat adalah efek sampingnya pada sistem saraf pusat (SSP)
dan system kardiovaskuler. Reaksi efek samping ini pada umumnya
tergantung pada dosis dan disebabkan oleh kadar obat dalam plasma yang
tinggi yang bisa terjadi karena over dosis, absorbsi (penyerapan) obat terlalu
cepat dari tempat suntikan, rendahnya toleransi pasien terhadap obat, atau
apabila jarum suntik anastesi lokal masuk ke dalam pembuluh darah.
Di samping toksisitas sistemiknya yang tergantung pada dosis, masuknya
obat ke dalam subaraknoid secara tidak sengaja ketika melakukan blok
epidural melalui lumbal (tulang punggung), atau ketika melakukan blok saraf
di dekat kolumna vertebra (khususnya di bagian kepala dan dibagian leher),
dapat mengakibatkan depresi pernafasan dan apnea (sesak nafas) total atau
apnea sesuai tingkat saraf spinal yang mengontrol pernafasan. Juga dapat
terjadi hipotensi karena berkurangnya tonus (kekuatan) saraf simpati atau para
lisis respirasi (kelumpuhan otot-otot pernafasan) serta hipoventilasi karena
obat anastetik mencapai tingkatan saraf motorik di kepala. Keadaan ini dapat
memicu henti jantung apabila tidak ditangani dengan segera.
Faktor-faktor yang mempengaruhi ikatan obat dengan protein plasma
misanya asidosis, penyakit sistemik yang dapat mengubah produksi protein
dalam tubuh, atau kompetensi dengan obat-obat lainnya untuk berikatan
dengan protein, dapat menurunkan toleransi (daya terima terhadap obat)
seorang pasien. Pemberian naropin secara epidural pada beberapa kasus
seperti halnya pemberian obat-obat anastesi lainnya dapat meningkatkan suhu
tubuh secara mendadak diatas 38,5oC. ini paling sering terjadi apabila dosis
naropin diatas 16mg/jam.
Efek samping ini ditandai dengan kegelisahan dan depresi. Ketegangan,
kecemasan, pusing, telinga berdengung (tinitus), penglihatan kabur atau
tremor (bergetar) dapat terjadi dan bahkan dapat menimbulkan komvulsi

25
(kejang otot). Akan tetapi, kegelisahan dapat terjadi mendadak atau bisajuga
tidak terjadi, dimana reaksi efek samping hanya berupa depresi. Depresi ini
bisa berlanjut menjadi rasa kantuk dan akhirnya kesadaran pasien hilang dan
terjadi henti nafas. Efek samping lainnya pada sistem saraf pusat adalah
nausea (mual), muntah menggigil, dan konstriksi pupil (pupil mata
menyempit). Dosis tinggi atau masuknya jarum suntik ke dalam pembuluh
darah dapat menyebabkan kadar obat dalam plasma meningkat sehingga
mengakibatkan depresi otot jantung (jantung menjadi lemah), darah yang
dipompa jantung berkurang, hambatan konduksi saraf pada jantung, hipotensi,
bradikardi (denyut nadi kurang 60 kali/menit), aritmia ventrikular (denyut
jantung tidak berirama), yaitu takikardi ventrikel (denyut jantung diatas 100
kali/ menit) dan vibrilasi atrium (jantung berdebar) dan bahkan henti jantung
(oleh karena itu, perlu diperhatikan catatan peringatan, pencegahan, dan
overdosis pada label obat). Pada penggunaan naropin injeksi, jarang terjadi
reaksi alergi tetapi bisa saja terjadi jika pasien terlalu sensitif terhadap obat
anestesi lokal (perhatikan peringatan pada label obat). Reaksi efek samping
alergi ditandai dengan gejala-gejala berupa urtikaria (kulit bengkak merah),
pruritus (gatal-gatal), eritema (kulit merah-merah), udem angioneurotik
(misalnya udem laring), takikardi, bersin-bersin, mual, muntah, pusing, sinkop
(pingsan), keringatan, badan panas dan bahkan reaksi anafilaksis (termaksuk
hipotensi berat). Sensistifitas silang antar obat anestesi lokal kelompok amida
pernah terjadi. Bupivacain Injeksi bupivacain HCl merupkan solusi isotonic
steril yang mengandung agen anastetik lokal dengan atau tanpa epinefrin
1:2000 dan diinjeksikan secara parenteral. Bupivacain PKA memiliki
kemiripan dengan lidocain dan memiliki derajat slubilitas lipid yang lebih
besar. Bupivacain dihubungkan secara kimia dan farmakologis dengan aastetik
lokal amino acyl. Bupivacain merupakan homolog dari mepivacain dan secara
kimiawi dihubungkan dengan lidocain. Ketiga anastetik ini mengandung
rantai amida dan amino. Berbeda dengan anastetik lokal tipe procain yang
memiliki ikatan ester. Setiap 1 ml larutan isotonik steril mengandung

26
bupivacain hidroklorida dan 0.005 mg epinefrin, dengan 0.5 mg sodium
metabisulfite sebagai anti oksidan dan 0.2 mg asam sitrat sebagai stabilisasi.

G. Duranest ( Etidokain)2
Duranest (etidocaine HCl) indikasi pemberian suntikan untuk anasesi
infiltrasi, perpheral nerve blok (pada Brachial Plexus, intercostals, retrobulbar,
ulnar dan inferior alveolar) dan pusat neural blok (Lumbat atau Caudal
epidural blok). Dengan semua anastesi lokal, dosis dari Duranest (Etidocaine
HCl) pemberian suntikan dengan memkai daerah depend upon untuk
pemberian anastetiknya, Pembuluh darahnya halus, nomor dari bagian
neuronal menjadi terhalang, tipe dari anastetik adalah regional, dan kondisi
badan dai seorang pasien.
Dosis maksimum dengan memakai 1 suntikan ditentukan pada dasar dari
status pasien, dengan menjalankan tipe anastetik regional meskipun 1 suntikan
450 mg yang dipakai untuk anastetik regional tanpa menimbulkan efek. Pada
waktu sekarang salah bila menerima bentuk dosis maksimum dari 1 suntikan
tidak melampaui 400 mg ( approximately 8,0 mg/kg atau 3,6 mg/lb dibawah
50 kg berat badan seseorang) dengan epenefrin 1:200,000 dan 1:300,000 (
approximately 6 mg/kg atau 2.7 mg/lb dibawah 50 kg berat badan seseorang)
tanpa epinefrin. Tindakan pencegahan bertentangan, kadang-kadang
pengalaman kurang baik sehingga tidak sengaja mengikuti penembusan pada
daerah Subarachnoid. Dosis percobaan 2-5 ml memberi bentuk obat sampai 5
menit pertama, total volume suntikan pada Lumbar atau Caudal Epidural blok,
bentuk dosis percobaan diberikan berulang-ulang jika pasien bergerak seperti
biasa bahwa catheter boleh dipindahkan. Epinefrin jika berisi dosis percobaan
(10-15 mg) boleh membantun pada penembusan suntikan intra vaskular. Jika
suntikan mengenai Blood Vessel, berjalanya epinefrin untuk menghasilkan
Respon Epinefrin dalam 45 menit terdiri dari bertambahnya tekanan darah
sistolik heart rate. Circumolar pallor, palpitis pada seorang pasien. Ketika
pemberian anastetik lokal pada bidang kedokteran gigi, dosis Duranest
(Etidocaine Hcl) pemberiannya pada saat pasien masih sadar pemberian

27
anastetiknya pada bagian oral cavity, vaskularisasinya pada oral tissue,
volume efektif pada anastesi lokal harus benar-benar tepat. Pada oral cavity
pemberian anastesi lokal dan teknik serta prosedurnya harus spesifik. Bentuk
keperluan dosis determinan pada individu dasar, pada maxilla, inferior
alveolar, nervus blok dosisnya 1,0-50 mL dan pemberian Duranest 1.5%
sedangkan dengan epinefrin 1:200,000 biasanya sangat efektif.
Manisfestasi kardiovakular biasanya menekan pada karakteristik oleh
bradikardi, pembuluh darah kolaps, dan berbagai macam penyakit cardiac,
reaksi alergi merupakan karakteristik dari lesi cutaneus, urticaria, edema atau
reaksi anapilaktik. Reaksi aleri bleh terjadi dari akibat sensitive dari anastesi
lokal, untuk methylparaben pada obat dengan berbagai macam dosis obat,
mengetahui sensifitas pada kulit jika disentuh dan biasanya double harganya.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Catterall W, Mackie K. Lokal Anesthetics. Dalam: Goodman & Gilman`s, editor


The Pharmacological Basis of Therapeutics. Edisi ke-9. Milan: Mc Graw-Hill;
2001.h.367-79.
2. Hruza GJ. Anesthesia. Dalam: Bolognia J, Jorizzo JL, Rapini RP, editor.
Dermatology. Toronto: Mosby;2003.h.2233-9.
3. Mardjono M, Sidharta P. Susunan Somestesia. Dalam: Neurologi Klinis Dasar.
Edisi ke-6. Jakarta: Dian Rakyat;1997:h.70-7.
4. Matarasso SL, Glogau RG. Lokal Anesthesia. Dalam: Lask GP, Moy RL, editor.
Principles and Techniques of Cutaneous Surgery. Singapore: Mc Graw-
Hill;1996.h.63-74.
5. Robinson JK, Hruza GJ. Dermatologic Surgery: Introduction and Approach.
Dalam: Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI,
editor. Fitzpatrick`s Dermatology in General Medicine. Edisi ke-6. New York:
Mc Graw-Hill;2003.h.2517-20.
6. Sherwood E, Williams CG, Prough DS. Anesthesiology Principles, Pain
Management, and Conscious Sedation. Dalam: Townsend CM, Beauchamp RD,
Evers BM, Mattox KL. Sabiston Textbook of Surgery. Edisi ke-17. Philadelpia:
Saunders;2004.h.429-30.

29

Anda mungkin juga menyukai