Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk yang memiliki akal yang dalam
eksistensinya selalu membutuhkan orang lain sebagai zoon politicon .
Karena kodratnya sebagai makhluk yang saling membutuhkan satu sama
lain, akhirnya mereka akan membentuk suatu komunitas yang mana dalam
komunitas tersebut akan ada yang ditunjuk sebagai pemimpin di antara
komunitas itu. Wilayah atau area daerah yang luas di bumi ini
mengakibatkan adanya pembagian kekuasaan antara komunitas-komunitas
tersebut. Pembagian area tersebut dimungkinkan atas perbedaan yang ada
pada system kehidupan komunitas itu, baik itu nilai, norma, budaya,
bahasa dan lainnya.
Beranjak dari tulisan di atas, maka timbullah istilah otonomi di
Indonesia sebagai perealisasi atas UUD 1945 yang telah diamanatkan
dalam pasal-pasalnya. Otonomi tersebut lahir sebagai pengukuhan rasa
persamaan ras yang ada di suatu daerah sebagai ciri budaya kesatuan
Indonesia. Selain itu, luasnya wilayah daerah Indonesia, yang mana ada
komunitas atau sekumpulan masyarakatnya yang tinggal di daerah
pegunungan, pantai atau kepulauan menyebabkan sulitnya pemerintah
pusat untuk langsung menunggangi semuanya. Atas dasar inilah muncul
otonomi daerah sebagai sarana untuk bisa menjamah daerah yang tidak
bisa dijangkau pemerintah pusat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pengertian dan Dasar Hukum Otonomi
Daerah?
2. Bagaimana terbentuknya sejarah otonomi daerah?
3. Apa arti penting dari otonom daerah?
4. Bagaimana bentuk rumusan pasal 18 UUD 1945?
C. Tujuan

1.
2.
3.
4.

Untuk mengetahui pengertian dan Dasar Hukum Otonomi Daerah.


Untuk memahami proses terbentuknya sejarah otonomi daerah.
Untuk mengetahui tentang arti penting dari otonomi daerah.
Untuk memahami bentuk rumusan pasal 18 UUD 1945.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Dasar Hukum Otonomi Daerah


Perberlakuan sistem otonomi daerah merupakan amanat yang
diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 amandemen kedua tahun 2000 untuk dilaksanakan berdasarkan
Undang-Undang yang dibentuk khusus untuk mengatur pemerintahan
daerah. UUD 1945 pasca-amandemen itu mencantumkan permasalahan
pemerintahan daerah dalam Bab VI, yaitu pasal 18, pasal 18A, dan pasal
18B. Sistem otonomi daerah sendiri tertulis secara umum dalam pasal 18
untuk diatur lebih lanjut oleh Undang-Undang.
Pasal 18 ayat (2) menyebutkan, Pemerintahan daerah provinsi,
daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Selanjutnya,
pada ayat (5) tertulis, Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluasluasnya kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang-Undang
ditentukan sebagai urusan pemerintahan pusat. Dan ayat (6) pasal yang
sama menyatakan, Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan
daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan
tugas pembantuan.
Secara khusus, pemerintahan daerah diatur dalam Undang-Undang
Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Namun, karena
dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan,
dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah, maka aturan baru pun
dibentuk untuk menggantikannya. Pada 15 Oktober 2004, Presiden
Megawati Soekarnoputri mengesahkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 memberikan definisi otonomi daerah sebagai berikut.
Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundangundangan.

UU Nomor 32 Tahun 2004 juga mendefinisikan daerah otonom


sebagai berikut. Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah
kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang
berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat dalam system Negara Kesatuan Republik Indonesia.
B. Sejarah Otonomi Daerah
Sejarah terbentuknya sistem otonomi daerah di Indonesia
mengalami beberapa periodesasi. Dasar-dasar pembentukan otonomi
daerah ini juga tidak terlepas dari landasan historis yang ada di daerah
masing-masing terhadap Indonesia. Berikut periodisasi dari system
otonomi daerah :
1. Periode I (1945-1948)
Peraturan perundangan yang pertama yang mengatur otonomi
daerah di Indonesia adalah UU No. 1 Tahun 1945. Undang-undang ini
dibuat dalam keadaan darurat, sehingga sehingga hanya mengatur halhal yang bersifat darurat dan segera saja.UU ini menekankan pada
aspek cita-cita kedaulatan rakyat melalui pengaturan pembentukan
Badan Perwakilan Rakyat Daerah.
UU No. 1 Tahun 1945 menyebutkan ada tiga jenis daerah yang
memiliki otonomi yaitu:
a. Karesidenan.
b. Kota otonom.
c. Kabupaten serta lain-lain daerah yang dianggap perlu (kecuali
daerah

Surakarta dan Yogyakarta).

Pemberian otonomi itu dilakukan dengan membentuk Komite


Nasional Daerah sebagai Badan Perwakilan Rakyat Daerah. Sebagai
penyelenggara pemerintahan daerah adalah Komite Nasional Daerah
bersama-sama dengan dan dipimpin oleh Kepala Daerah. Untuk

pemerintahan sehari-hari dibentuk Badan Eksekutif dari dan oleh


Komite Nasional Daerah dan dipimpin oleh Kepala Daerah.
2. Periode II (1948-1957)
Peraturan kedua yang mengatur tentang otonomi daerah di
Indonesia adalah UU Nomor 22 Tahun 1948 yang ditetapkan dan
mulai berlaku pada tanggal 15 April 1948.UU ini berfokus pada
pengaturan tentang susunan pemerintahan daerah yang demokratis.
Dalam UU dinyatakan bahwa ada tiga tingkatan daerah otonom, yaitu:
a. Provinsi.
b. Kabupaten/Kota Besar.
c. Desa/Kota Kecil, negeri, marga dan lain-lain.
UU ini menganut sistem atau ajaran materiil. Sebagai mana
dikatakan Nugroho (2001) bahwa peraturan ini menganut otonomi
material, yakni dengan mengatur bahwa pemerintah pusat menentukan
kewajiban apa saja yang diserahkan kepada daerah. Artinya setiap
daerah otonom dirinci wewenangnya yang diserahkan, diluar itu
merupakan wewenang pemerintah pusat
3.

Periode III (1957-1965)


Pada periode ini berlaku UU No. 1 Tahun 1957 tentang PokokPokok Pemerintahan Daerah yang disebut juga Undang-Undang tentang
pokok-pokok pemerintahan 1956.
Dalam perjalanannya, UU ini mengalami dua kali penyempurnaan,
yaitu dengan Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959 dan Penetapan
Presiden Nomor 5 Tahun 1960. Adapun nama resmi dari sistem otonomi
yang dianut adalah sistem otonomi riil, sebagaimana secara tegas
dinyatakan dalam penjelasan UU tersebut. (Soejito;1976)

4. Periode IV (1965-1974)

Pada periode ini berlaku UU No. 18 Tahun 1965 tentang Pokokpokok Pemerintahan Daerah. UU ini menganut sistem otonomi yang
seluas-luasnya.
Dikatakan oleh Sujamto(1990), seperti halnya UU No. 1 Tahun
1957 UU ini juga menganut sistem otonomi riil.
Dalam pelaksanaannya, meski konsepsinya adalah penyerahan
otonomi daerah secara riil dan seluas-luasnya, namun kenyataannya
otonomi daerah secara keseluruhan masih berupa penyerahan oleh
pusat, daerah tetap menjadi aktor yang pasif.
5.

Periode V (1974-1999)
Pada periode ini berlaku UU No. 5 Tahun 1974 tentang PokokPokok Pemerintahan di Daerah.
Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974, otonomi daerah
adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Dalam Undang-Undang ini juga menganut
prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung jawab.
Menurut Undang-Undang ini secara umum Indonesia dibagi
menjadi satu macam Daerah Otonom sebagai pelaksanaan asas
desentralisasi dan Wilayah Administratif sebagai pelaksanaan asas
dekonsentrasi.

Tingkatan

Daerah Otonom
Nomenklatur Daerah Otonom

Tingkat I

Deerah Tingkat I/(Dati I)/Daerah Khusus

Tingkat II

Ibukota/Daerah Istimewa
Daerah Tingkat II (Dati II)

Tingkatan
Tingkat I
Tingkat II
Tingkat IIa
Tingkat III

Wilayah Administrasi
Nomenklatur Wilayah Administratif
Provinsi/Ibukota Negara
Kabupaten/Kotamadya
Kota Administratif
Kecamatan

Nama dan batas Daerah Tingkat I adalah sama dengan nama dan batas
Wilayah Provinsi atau Ibukota Negara. Ibukota Daerah Tingkat I adalah ibukota
Wilayah Provinsi.
Nama dan batas Daerah Tingkat II adalah sama dengan nama dan batas
Wilayah Kabupaten atau Kotamadya. Ibukota Daerah Tingkat II adalah ibukota
Wilayah Kabupaten.
Undang-undang No. 5 Tahun 1974 ini juga meletakkan dasar-dasar sistem
hubungan pusat-daerah yang dirangkum dalam tiga prinsip:
1. Desentralisasi, penyerahan urusan pemerintah dari Pemerintah atau Daerah
tingkat atasnya kepada Daerah menjadi urusan rumah tangganya.
2. Dekonsentrasi, pelimpahan wewenang dari Pemerintah atau Kepala Wilayah
atau Kepala Instansi Vertikal tingkat atasnya kepada Pejabat-pejabat di daerah.
3. Tugas Pembantuan, tugas untuk turut serta dalam melaksanakan urusan
pemerintahan yang ditugaskan kepada Pemerintah Daerah oleh Pemerintah oleh
Pemerintah Daerah atau Pemerintah Daerah tingkat atasnya dengan kewajiban
mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya.
Meskipun harus diakui bahwa UU No. 5 Tahun 1974 adalah suatu
komitmen politik, namun dalam prakteknya yang terjadi adalah sentralisasi yang
dominan dalam perencanaan maupun implementasi pembangunan Indonesia.
Salah satu fenomena paling menonjol dari pelaksanaan UU No. 5 Tahun 1974 ini

adalah ketergantungan Pemerintah daerah yang relatif tinggi terhadap pemerintah


pusat.
6.

Periode VI (1999-2004)
Pada periode ini berlaku UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Daerah.
Menurut UU ini Indonesia dibagi menjadi satu macam daerah otonom
dengan mengakui kekhususan yang ada pada tiga daerah yaitu Aceh, Jakarta, dan
Yogyakarta dan satu tingkat wilayah administratif.
Tiga jenis daerah otonom adalah Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten, dan
Daerah Kota. Ketiga jenis daerah tersebut berkedudukan setara dalam artian tidak
ada hirarki daerah otonom. Daerah Provinsi berkedudukan juga sebagai wilayah
administratif.
Undang-Undang menentukan bahwa pemerintahan lokal menggunakan
nomenklatur

"Pemerintahan

Daerah".

Pemerintahan

Daerah

adalah

penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Otonom oleh Pemerintah Daerah dan


DPRD

menurut

asas

Desentralisasi.

Daerah

Otonom

(disebut

Daerah

Provinsi/Kabupaten/Kota) adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai


batas daerah tertentu, berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
7.

Periode VII (mulai 2004)


Pada periode ini berlaku UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah. UU ini menggantikan UU No. 22 Tahun 1999.


Menurut UU ini Indonesia dibagi menjadi satu jenis daerah otonom
dengan perincian Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah
provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas daerah kabupaten dan daerah kota.
Selain itu Negara mengakui kekhususan dan/atau keistimewaan yang ada pada
empat daerah yaitu Aceh, Jakarta, Papua, dan Yogyakarta. Negara juga mengakui
dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat (Desa atau nama

lain) beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan.
Diberlakukannya UU No. 32 dan UU No. 33 tahun 2004, kewenangan
Pemerintah didesentralisasikan ke daerah, ini mengandung makna, pemerintah
pusat tidak lagi mengurus kepentingan rumah tangga daerah-daerah. Kewenangan
mengurus, dan mengatur rumah tangga daerah diserahkan kepada masyarakat di
daerah. Pemerintah pusat hanya berperan sebagai supervisor, pemantau, pengawas
dan penilai.
Visi otonomi daerah dapat dirumuskan dalam tiga ruang lingkup utama,
yaitu : Politik, Ekonomi serta Sosial dan Budaya.
C. Arti Penting Otonomi Daerah
Krisis ekonomi dan politik yang melanda Indonesia sejak tahun 1997 telah
memporak-porandakan seluruh sendi-sendi ekonomi dan politik negeri ini yang
telah di bangun cukup lama. Krisis tersebut salah satunya diakibatkan oleh
sistem manajemen Negara dan pemerintah yang sentralisasikan oleh sistem
manejemen Negara dan pemerintah yang sentralistik, di mana kewenangan dan
pengelolahan segala sektor pembangunan berada dalam kewenangan pemerintah
pusat. Sementara daerah tidak memiliki kewenangan untuk mengelolah dan
mengatur daerahnya.
Sebagai respon dari krisis tersebut pada masa reformasi di canangkan suatu
restrukturisasi sistem-sistem pemerintah yang cukup penting yaitu melaksanakan
otonomi daerah dan pengaturan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah.
Paragdima lama dalam menejemen Negara dan pemerintah yang berporos pada
sentralisme kekuasaan diganti menjadi kebijakan otonomi yang berpusat pada
desentralisme
Desentralisme dianggap dapat menjawab tuntutan pemerintah, pembangunan
sosial ekonomi, penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan kehidupan
berpolitik yang efektif. Ada beberapa alasan mengapa Indonesia membutuhkan
desentralisasi. Pertama, kehidupan berbngsa dan bernegara selama ini sangat
terpusat di Jakarta (jakrta Centris). Sementara itu pembangunan di beberapa

wilayah lain dilalaikan. Kedua pembagian kekayaan sebara tidak adil dan merata.
Daerah-daerah yang memiliki sumber kekayaan yang melimpah, seperti Aceh,
Riau, Irian Jaya (papua), Kalimantan, dan Sulawesi ternyata tidak menerima
perolehan dana yang patut dari pemerintah, Ketiga, kesenjangan sosial antara satu
daerah dengan daerah lain sengat terasa.
D.

Mengenai Pembagian Daerah


Demi mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial untuk

seluruh rakyat Indonesia, republik Indonesia dibagi dalam beberapa daerah,


pembagian tersebut adalah konsekuensi logis dari sistem pemerintahan yang
desentralistis dan demi kemudahan manajemen pemerintahan mengingat luas
daerah yang sangat besar dengan jumlah penduduk yang banyak, mengingat
pentingnya pengaturan mengenai ketentuan tentang pemerintahan daerah dalam
struktur Negara Kesatuan Republik Indonesia. Maka dalam pasal 18 UUD 1945
setelah amademen ke-2 Tahun 2000 di rumuskan cukup rinci sebagai berikut:
1. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas kabupaten dan kota,
yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintah
daerah yang di atur dengan undang-undang.
2. Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan.
3. Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki
DPRD yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
4. Gubernur, bupati dan walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah
daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.
5. Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan
pemerintahan yang oleh UU di tentukan sebagai urusan pemerintah.
6. Pemerintah daerah berhak menentukan peraturan daerah dan peraturanperaturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
7. Susunan dan tata cara penyelegaraan pemerintahan daerah di atur dalam
undang-undang.
Mengenai pembagian daerah Indonesia yang semula diatur dalam satu
pasal tanpa ayat diubah menjadi satu pasal dengan tujuh ayat. Substansi
10

pembagian daerah yang semula diatur dalam Pasal 18, setelah diubah
ketentuan tersebut diatur menjadi Pasal 18 ayat (1) dengan rumusan sebagai
berikut.
Rumusan Perubahan : Pasal 18 Ayat 1
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan
daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi,
kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan
undang-undang.
Rumusan Perubahan : Pasal 18
Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk
susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan
negara, dan hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa.
Perubahan itu dimaksudkan untuk lebih mem-perjelas pembagian daerah
dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang meliputi daerah
provinsi dan dalam daerah provinsi terdapat daerah kabupaten dan kota.
Ketentuan Pasal 18 ayat (1) mempunyai keterkaitan erat dengan ketentuan
Pasal 25A mengenai wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ungkapan dibagi atas (bukan terdiri atas) dalam ketentuan Pasal 18 ayat (1)
bukanlah istilah yang digu-nakan secara kebetulan. Ungkapan itu digunakan
untuk menjelaskan bahwa negara kita adalah negara kesatuan yang
kedaulatan negara berada di tangan Pusat. Hal itu konsisten dengan
kesepakatan untuk tetap mem-pertahankan bentuk negara kesatuan. Berbeda
dari terdiri atas yang lebih menunjukkan substansi federalisme karena istilah
itu menunjukkan letak kedaulatan berada di tangan negara-negara bagian.
Ketentuan Pasal 18 ayat (1) ini sesuai dengan sejarah Indonesia, yakni asal
muasal negara Indonesia adalah negara kesatuan.
Untuk menjabatkan sistem pasal 18 UUD 1945, maka ketentuan tersebut
menghendaki di bentuknya undang-undang yang mengatur tentang system
pemerintahan di daerah. Namun mengingat sempitnya waktu dan keadaan

11

ketika permulaan kemerdekaan tahun 1945, maka panitia persiapkan


kemerdekaan republik indonesia sebagai berikut:
I. Untuk sementara waktu daerah Negara Indonesia di bagi dalam delapan
provinsi yang masing-masing kepalai oleh seorang gubernur dan provinsi
tersebut ialah :
1. Jawa Barat.
2. Jawa Tengah.
3. Jawa Timur.
4. Sumatera.
5. Borneo (Kemudian Berubah menjadi Kalimantan).
6. Sulawesi.
7. Maluku.
8. Sunda Kecil.
II. Daerah provinsi di bagi dalam kedisidenan yang di kepalai oleh seorang
residen di bantu oleh komite nasional daerah.
III. Untuk sementara waktu kedudukan kooti (swapraja) dan sebagainya di
teruskan seperti sekarang.
IV. Untuk sementara waktu kedudukan kota (gemeente) di teruskan seperti
sekarang (Koesoeddiprodjo,1951:114).

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perberlakuan sistem otonomi daerah merupakan amanat yang diberikan
oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
amandemen kedua tahun 2000 untuk dilaksanakan berdasarkan UndangUndang yang dibentuk khusus untuk mengatur pemerintahan daerah. UUD
1945 pasca-amandemen itu mencantumkan permasalahan pemerintahan
daerah dalam Bab VI, yaitu pasal 18, pasal 18A, dan pasal 18B. system

12

otonomi daerah sendiri tertulis secara umum dalam pasal 18 untuk diatur
lebih lanjut oleh Undang-Undang.
Berdasarkan Undang-undang yang mengatur tentang otonomi daerah,
maka sejarah otonomi daerah di Indonesia dibagi menjadi 7 periode, yaitu:
a.
Periode I (1945-1948), berlaku UU No. 1 Tahun 1945
b.
Periode II (1948-1957), berlaku UU No. 22 Tahun 1948
c.
Periode III (1957-1965), berlaku UU No. 1 Tahun 1957
d.
Periode IV (1965-1974), berlaku UU No. 18 Tahun 1965
e.
Periode V (1974-1999), berlaku UU No. 5 Tahun 1975
f.
Periode VI (1999-2004), berlaku UU No. 22 Tahun 1999
g.
Periode VII (mulai 2004), berlaku UU No. 32 Tahun 2004
Demi mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial untuk
seluruh rakyat Indonesia, republik Indonesia dibagi dalam beberapa
daerah, pembagian tersebut adalah konsekuensi logis dari sistem
pemerintahan yang desentralistis dan demi kemudahan manajemen
pemerintahan mengingat luas daerah yang sangat besar dengan jumlah
penduduk yang banyak mengingat pentingnya pengaturan mengenai
ketentuan tentang pemerintahan daerah dalam struktur Negara kesatuan
republik Indonesia.
B. Saran
Bagi pembaca makalah ini, kami selaku penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran yang sekiranya dapat kami gunakan sebagai masukan
untuk perbaikan makalah ini ke depannya.

13

DAFTAR PUSTAKA
http://www.blog.limc4u.com/2012/12/penjelasan-pasal-18-uud-1945.html
Abdul Razak, dkk. Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education).
ICCE UIN Syarif Hidayah Jakarta dan The Asia Foundation, Jakarta :2004

14

Anda mungkin juga menyukai