HALAMAN
Linda ( 406117066 )
PENGESAHAN
REFERAT
Nama
: LINDA YULIANDARI
NIM
: 406117066
Fakultas
: Kedokteran Umum
Universitas
: Tarumanagara
Tingkat
Bagian
Judul
Oktober 2012
- 10 2012
Pembimbing
dr.Reni Yuniati,SpKK
Morbus Hansen
Linda ( 406117066 )
KATA PENGANTAR
Salam Sejahtera,
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan karunia , rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga referat yang berjudul
Terapi Morbus Hansen pada Wanita Hamil dan Anak-anak dapat diselesaikan dengan
baik dan tepat pada waktunya.
Referat ini disusun untuk memenuhi tugas Klinik Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin di Rumah Sakit Umum Kota Kudus periode 8 Oktober 10 November 2012.
Selain itu diharapkan dengan adanya referat ini dapat memberikan pengetahuan tambahan
bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umunya.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
atas bantuan dan bimbingan yang telah diberikan dalam penyusunan referat ini, kepada :
-
Kelamin
dr. Endang Soekmawati selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin
Ibu perawat Poliklinik Kulit dan Kelamin
Keluarga tercinta yang senantiasa mendoakan dan membimbing penulis
Teman-teman coass yang telah membantu dan menyelesaikan tugas ini. Serta semua
pihak yang turut mendukung dan membantu hingga terselesaikannya referat ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan keterbatasan dalam penyusunan tulisan
ilmiah ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran, masukan, dan kritikan yang membangun
untuk penyempurnaan referat ini. Apabila ada kata-kata yang kurang berkenan mohon
dimaafkan.Terima Kasih.
Kudus, Oktober 2012
Penulis
Morbus Hansen
Linda ( 406117066 )
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kusta adalah penyakit kronik granulomatosa yang secara primer menyerang saraf
tepi, selanjutnya menyerang kulit, mukosa mulut, saluran nafas bagian atas, sistem
retikuloendotel, mata, otot, tulang, dan testis.Penyebab kusta adalah Mycobacterium
Leprae yang bersifat intraseluler obligat, dan pada tahun 2009 telah ditemukan
penyebab baru yaitu Mycobacterium lepramatosis. Kusta dahulu dikenal dengan
penyakit yang tidak dapat sembuh dan diobati, namun sejak tahun 1980 dimana
program Multi Drug Treatment (MDT) mulai diperkenalkan, kusta dapat didiagnosis
dan diterapi. Pengobatan Kusta pada wanita hamil dan anak-anak harus sangat di
perhatikan. Baik dari dosis sampai pemilihan jenis obat. Agar dapat menghindari
efek samping yang tidak di kehendaki.
1.2 Tujuan dan Manfaat
Dalam menyusun referat ini, penulis memiliki tujuan-tujuan yang diharapkan
dapat tercapai, sebagai berikut Bagi penulis Melalui penyusunan referat ini, penulis
berharap mampu menerapkan ilmu-ilmu yang dimiliki dan menambah bekal
pengetahuan yang dapat berguna kelak dalam memasuki dunia kerja di masa depan.
Manfaat yang diharapkan adalah agar bagi penulis maupun pembaca lebih
memahami mengenai proses terjadinya penyakit morbus hansen, penyebab,
klasifikasi, dan pengobatan yang tepat dan rasional terlebih pengobatan lepra pada
ibu hamil dan anak-anak.
BAB II
Morbus Hansen
Linda ( 406117066 )
PEMBAHASAN
MORBUS HANSEN
I.
DEFINISI :
Kusta atau morbus Hansen merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan
penyebabnya ialah Mycobacterium leprae yang bersifat intraselular obligat. Saraf
perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian
atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat. 1
II.
EPIDEMIOLOGI:
Masalah epidemiologi masih belim terpecahkan, cara penularan belum
diketahui pasti hanya berdasarkan anggapan klasik yaitu melalui kontak langsung
antar kulit yang lama dan erat. Anggapan kedua ialah secara inhalasi, sebab
M.leprae masih dapat hidup beberapa hari dalam droplet. 1
Masa tunas nya sangat bervariasi antara 40 hari sampai 40 tahun,
umumnya beberapa tahun, rata-rata 3-5 tahun. 1
Kelompok umur terbanyak yang menderita penyakit ini adalah usia 25-35
tahun. Frekuensi pada jenis kelamin pria atau pun wanita adalah sama. 2
III.
ETIOLOGI:
Kuman penyebab adalah Mycobacterium leprae yang ditemukan oleh
G.A.HANSEN pada tahun 1874 di Norwegia
intrasel, aerob, tidak dapat dibiakkan secara in vitro , berbentuk basil Gram positif
dengan ukuran 3 -8m x 0,5m, bersifat tahan asam dan alkohol.Kuman ini
memunyai afinitas terhadap makrofag dan sel Schwann, replikasi yang lambat di
Morbus Hansen
Linda ( 406117066 )
Sumber
:
http://www.ciriscience.org/ph_130Mycobacterium_leprae_Copyright_Dennis_Kunkel_Microscopy
IV.
PATOFISIOLOGI: 3
Sebenarnya M.leprae mempunyai patogenitas dan daya invasi yang
rendah, sebab penderita yang mengandung kuman lebih banyak belum tentu
memberikan gejala yang lebih berat, bahkan dapat sebaliknya. Ketidakseimbangan
antara derajat infeksi dengan derajat penyakit, tidak lain disebabkan oleh respon
imun yang berbeda yang memicu timbulnya reaksi granuloma setempat atau
menyeluruh yang dapat sembuh sendiri atau progresif. Oleh karena itu penyakit
kusta dapat disebut penyakit imunologik.
Kusta bukanlah penyakit yang sangat menular. Sarana utama penularan
adalah dengan penyebaran aerosol dari sekret hidung yang terinfeksi pada mukosa
hidung dan mulut terbuka. Kusta tidak umumnya menyebar melalui kontak
langsung melalui kulit utuh, meskipun kontak dekat adalah yang paling rentan.
Morbus Hansen
Linda ( 406117066 )
Masa inkubasi kusta adalah 6 bulan sampai 40 tahun atau lebih. Masa
inkubasi rata-rata adalah 4 tahun untuk kusta tuberkuloid dan 10 tahun untuk kusta
lepromatosa.
Daerah yang paling sering terkena kusta adalah saraf perifer dangkal, kulit,
selaput lendir saluran pernapasan bagian atas, ruang anterior dari mata, dan testis.
Daerah-daerah tersebut cenderung bagian dingin dari tubuh. Kerusakan jaringan
tergantung pada sejauh mana imunitas diperantarai sel diungkapkan, jenis dan
luasnya penyebaran bacillary dan perkalian, penampilan yang merusak jaringan
komplikasi imunologi (yaitu, reaksi lepra), dan pengembangan kerusakan saraf dan
gejala sisa.
M. leprae adalah bakteri intraseluler obligat, asam-cepat, gram positif basil
dengan afinitas untuk makrofag dan sel Schwann. Untuk sel Schwann pada
khususnya, mengikat mikobakteri ke domain G dari rantai alpha laminin-2 (hanya
ditemukan di saraf perifer) dalam lamina basal. Replikasi lambat mereka dalam sel
Schwann akhirnya merangsang respon kekebalan yang dimediasi sel, yang
menciptakan reaksi peradangan kronis. Akibatnya, pembengkakan terjadi di
perineurium, menyebabkan iskemia, fibrosis, dan kematian aksonal.
Urutan genom M leprae hanya selesai dalam beberapa tahun terakhir. Satu
penemuan penting adalah bahwa meskipun itu tergantung pada host untuk
metabolisme, mikroorganisme mempertahankan gen untuk pembentukan dinding
sel mikobakteri. Komponen dinding sel merangsang antibodi immunoglobulin M
dan tuan diperantarai sel respon imun, sementara juga moderator kemampuan
bakterisidal makrofag.
Morbus Hansen
Linda ( 406117066 )
Morbus Hansen
Linda ( 406117066 )
untuk berkontribusi pada patogenesis kusta. Jalur lain dimanfaatkan oleh M leprae
adalah jalur ubiquitin-proteasome, dengan menyebabkan apoptosis sel kekebalan
tubuh dan tumor necrosis factor (TNF) -alpha/IL-10 sekresi.
Sebuah peningkatan mendadak dalam T-sel kekebalan bertanggung jawab
untuk tipe I reaksi reversal. Ketik II hasil reaksi dari aktivasi TNF-alpha dan
pengendapan kompleks imun pada jaringan dengan infiltrasi neutrophilic dan dari
aktivasi komplemen pada organ. Satu studi menemukan bahwa siklooksigenase 2
diungkapkan di microvessels, berkas saraf, dan serat saraf terisolasi dalam dermis
dan subcutis selama reaksi reversal.
Bila basil M.leprae masuk kedalam tubuh seseorang, dapat timbul gejala
klinis sesuai dengan kerentanan orang tersebut. Bentuk tipe klinis bergantung pada
system imunitas seluler (SIS) penderita. SIS baik akan tampak gambaran klinis
kearah tuberkuloid, sebaliknya SIS rendah memberikan gambaran lepromatosa. 1
Morbus Hansen
Linda ( 406117066 )
Sumber : http://mmbr.asm.org/content/74/4/589/F2.expansion.html
V.
KLASIFIKASI:
Ridley dan Jopling memperkenalkan istilah spektrum determinate pada
penyakit lepra yang terdiri berbagai tipe, yaitu :
TT
: tuberkuloid polar, bentuk yang stabil
Ti
: tuberkuloid indefinite
BT
: borderline tuberculoid
BB
: Mid borderline
Bl
: borderline lepromatous
Li
: lepromatosa indefinite
LL
: Lepromatosa polar, bentuk yang stabil
TT adalah tipe tuberkuloid polar, yakni tuberkuloid 100%, tipe yang stabil.
Jadi tidak mungkin berubah tipe. Begitu juga LL adalah tipe lepromatosa polar,
Morbus Hansen
Linda ( 406117066 )
yakni lepromatosa 100%. Sedangkan tipe antara Ti dan Li disebut tipe borderline
atau campuran, berarti campuran antara tuberkuloid dan lepromatosa. BB adalah
tipe campuran 50% tuberkuloid dan 50% lepromatosa. BT dan Ti lebih banyak
tuberkuloidnya, sedangkan BL dan Li lebih banyak lepromatosanya. Tipe-tipe
campuran ini adalah tipe yang labil, berarti dapat beralih tipe, baik ke arah TT
maupun ke arah LL.
Menurut WHO (1981), lepra dibagi 2 menjadi multibasilar (MB) dan
pausibasilar (PB). Multibasilar berarti mengandung banyak basil dengan indeks
bakteri (IB) lebih dari 2+, yaitu tipe LL,BL, dan BB pada klasifikasi RidleyJoping. Pausibasilar mengandung sedikit basil dengan IB kurang dari 2+, yaitu
tipe TT,BT, dan I. 1
Untuk kepentingan pengobatan, pada tahun 1987 telah terjadi perubahan.
Yang dimaksud dengan kusta PB adalah kusta dengan BTA negatif pada
pemeriksaan kulit, yaitu tipe TT,BT, dan I, sedangkan kusta MB adalah semua
penderita kusta tipe BB,BL,LL atau apapun klasifikasi klinisnya dengan BTA
positif ,harus diobati dengan rejimen MDT-MB. 1
Bagan Diagnosis Klinis Menurut WHO ( 1995 ) 1
PB
1. Lesi kulit
(makula datar, papul
yang meninggi, nodus)
-
1-5 lesi
Hipopigmentasi/eritema
Distribusi tidak simetris
Hilangnya sensasi jelas
2. Kerusakan
saraf
(menyebabkan
MB
- > 5 lesi
- Distribusi
lebih
simetris
Hilangnya
sensasi
kurang jelas
Banyak
cabang
saraf
hilangnya
sensasi/kelemahan otot
yang dipersarafi oleh
saraf yang terkena)
Morbus Hansen
Sifat
Lesi
Bentuk
Jumlah
Distribusi
Permukaan
Batas
Anestesia
BTA
Lesi kulit
Sekret
hidung
Tes Lepromin
Linda ( 406117066 )
Lepromatosa (LL)
Borderline
Lepromatosa (BL)
Mid
(BB)
Borderline
Makula
Infiltrat difus
Papul
Nodus
Tidak terhitung, praktis
tidak ada kulit sehat
Simetris
Halus berkilat
Makula
Plakat
Papul
Plakat
Dome-shape (kubah)
Punched-out
Sukar
dihitung,
masih ada kulit sehat
Hampir simetris
Halus berkilat
Tidak jelas
Biasanya tidak jelas
Agak jelas
Tak jelas
Banyak
Biasanya negatif
Agak banyak
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Karakteristik
Lesi
Tipe
Tuberkuloid
(TT)
Borderline
Tuberculoid (BT)
Jumlah
Distribusi
Permukaan
Batas
Jelas
Jelas
Anestesia
Jelas
Jelas
Indeterminate (I)
Hanya Infiltrat
Satu atau beberapa
Bervariasi
Dapat
halus
agak
berkilat
Dapat jelas atau dapat
tidak jelas
Tak ada sampai tidak
jelas
Morbus Hansen
BTA
lesi kulit
Linda ( 406117066 )
Hampir
selalu Negatif atau hanya 1+
negatif
Positif kuat (3+)
Positif lemah
Tes lepromin
Biasanya negatif
Dapat positif lemah atau
negatif
Masa inkubasinya 2 40 tahun (rata-rata 5 7 tahun). Onset terjadinya perlahanlahan dan tidak ada rasa nyeri. Pertama kali mengenai system saraf perifer dengan
parestesi
dan
baal yang
persisten
atau rekuren
tanpa terlihat
adanya gejala klinis. Pada stadium ini mungkin terdapat erupsi kulit berupa macula dan
bula yang bersifat sementara. Keterlibatan sistem saraf menyebabkan kelemahan otot,
atrofi otot, nyeri neuritik yang berat, dan kontraktur tangan dan kaki.
Gejala prodromal yang dapat timbul kadang tidak dikenali sampai lesi erupsi ke
kutan terjadi. 90% psien biasanya mengalami keluhan pada pertama kalinya adalah rasa
baal, hilangnya sensori suhu sehingga tidak dapat membedakan panas dengan dingin.
Selanjutnya, sensasi raba dan nyeri, terutama dialami pada tangan dan kaki, sehingga
dapat terjadi kompliksi ulkus atau terbakar pada ekstremitasyang baal tersebut. Bagian
tubuh lain yang dapat terkena kusta adalah daerah yang dingin, yaitu daerah mata, testis,
dagu, cuoing hidung, daun telinga, dan lutut.
Perubahan saraf tepi yang terjadi dapat berupa
o
pembesaran saraf tepi yang asimetris pada daun telinga, ulnar, tibia
posterior, radial kutaneus,
Morbus Hansen
Linda ( 406117066 )
maupun
saraf. Lesi kulit bisa satu atau beberapa, dapat berupa makula atau plak, dan pada bagian
tengah dapat ditemukan lesi yang regresi atau central clearing. Permukaan lesi dapat
bersisik, dengan tepi yang meninggi. Dapat disertai penebalan saraf tepi yang biasanya
teraba. Kuman BTA negatif merupakan tanda terdapatnya respon imun yang adekuat
terhadap kuman kusta.
Pada BT, tidak dapat sembuh spontan, Lesi menyerupai tipe TT namun dapat disertai lesi
satelit di tepinya.
hipopigmentasi,kekeringan kulit atau skuama tidak sejelas TT. Gangguan saraf tidak
berat dan asimetris.
Morbus Hansen
Linda ( 406117066 )
2. Borderline Leprosy
Pada tipe BB borderline,meruapakan tipe yang paling tidak stabil, disebut
juga
bentuk
dimorfik.
Lesi
kulit
berbentuk
antara
tuberculoid
dan
Morbus Hansen
Linda ( 406117066 )
dan
hilangnya
rambut
berkurangnya
lebih
cepat
multipel,
batas
tegas,
nodul,
eritem.Distribusi lesi khas pada wajah, mengenai dahi, pelipis, dagu, cuping
telinga. Pada stadium lanjut tampak penebalan kulit yang progresif membentuk
facies leonine. Kerusakan saraf menyebabkan gejala stocking and glove
anesthesia
Morbus Hansen
Linda ( 406117066 )
2. N. medianus
Anestesia pada ujung jari bagian anterior ibu jari, telunjuk, dan jari
tengah
Morbus Hansen
Linda ( 406117066 )
3. N. radialis
4. N. poplitea lateralis
5. N. tibialis posterior
Claw toes
6. N. fasialis
Morbus Hansen
Linda ( 406117066 )
Kerusakan mata pada kusta juga dapat terjadi secara primer dan sekunder. Primer
mengakibatkan alopesia pada alis mata dan bulu mata, juga dapat mendesak jaringan
mata lainnya. Sekunder disebabkan oleh rusaknya N. Fasialis yang dapat membuat
paralisis
N.Orbicularis
palpebrarum
sebagian
atau
seluruhnya,
mengakibatkan
Morbus Hansen
Linda ( 406117066 )
Pasien menoleh ke kanan/kiri semaksimal mungkin, maka saraf yang
Morbus Hansen
Linda ( 406117066 )
Menggunakan jarum yang disentuhkan ke kulit pasien. Setelah
disentuhkan bagian tajamnya, lalu disentuhkan bagian tumpulnya,
kemudia pasien diminta menentukan tajam atau tumpul. Tes dilakukan
Morbus Hansen
Linda ( 406117066 )
Morbus Hansen
Linda ( 406117066 )
Pada penderita dengan SIS rendah atau lumpuh, histiosit tidak dapat
menghancurkan M.Leprae yang sudah ada didalamnya, bahkan dijadikan tempat
berkembang biak dan disebut sebagai sel Virchow atau sel lepra atau sel busa dan
sebagai alat pengangkut penyebarluasan. 1
Gambaran histopatologi tipe tuberkoloid adalah tuberkel dan kerusakan
saraf yang lebih nyata, tidak ada basil atau hanya sedikit dan non solid. Tipe
lepromatosa terdpat kelim sunyi subepidermal ( subepidermal clear zone ) yaitu
suatu daerah langsung di bawah epidermis yang jaringannya tidak patologik. Bisa
dijumpai sel virchow dengan banyak basil. Pada tipe borderline terdapat
campuran unsur unsur tersebut.
3. Pemeriksaan serologik:
Didasarkan terbentuk antibodi pada tubuh seseorang yang terinfeksi oleh
M.leprae. Antibodi yang terbentuk dapat bersifat spesifik terhadap M.Leprae,
yaitu antibodi anti phenolic glycolipid-1 (PGL-1) dan antibodi antiprotein 16kD
serta 35kD. Sedangkan antibodi yang tidak spesifik antara lain antibodi antilipoarabinomanan (LAM), yang juga dihasilkan oleh kuman M.tuberculosis.
Kegunaan pemeriksaan serologik ialah dapat membantu diagnosis kusta yang
meragukan, karena tanda klinis dan bakteriologik tidak jelas.Pemeriksaan
serologik adalah MLPA (Mycobacterium Leprae Particle Aglutination), uji
ELISA
(Enzyme
Linked
Immuno-Sorbent
Assay)
dan
ML
dipstick
Morbus Hansen
Linda ( 406117066 )
Morbus Hansen
Linda ( 406117066 )
Meskipun secara teoritis reaksi tipe I ini dapat terjadi pada semua bentuk
kusta yang subpolar, tetapi pada bentuk BB jauh lebih sering terjadi daripada
bentuk yang lain sehingga disebut reaksi borderline.
Gejala klinis reaksi reversal ialah umumnya sebagian atau seluruh lesi
yang telah ada bertambah aktif dan atau timbul lesi baru dalam waktu yang relatif
singkat. Artinya lesi hipopigmentasi menjadi eritema, lesi eritema menjadi lebih
eritematosa, lesi makula menjadi infiltrat, lesi infiltrat makin infiltrat dan lesi
lama menjadi bertambah lesi luas. Tidak perlu seluruh gejala harus ada, satu saja
sudah cukup 4.
b. Reaksi tipe II
Reaksi tipe II disebabkan oleh hipersensitivitas humoral , yaitu reaksi
hipersnsitivitas tipe III karena adanya reaksi kompleks antigen-antibodi yang
melibatkan komplemen. Terjadi lebih banyak pada tipe lepromatous juga tampak
pada BL. Reaksi tipe II sering disebut sebagai Erithema Nodosum Leprosum
(ENL) dengan gambaran lesi lebih eritematus, mengkilap, tampak nodul atau
plakat, ukuran bernacam-macam, pada umunnya kecil, terdistribusi bilateral dan
simetris, terutama di daerah tungkai bawah, wajah, lengan, dan paha, serta dapat
pula muncul di hampir seluruh bagian tubuh kecuali daerah kepala yang
berambut, aksila, lipatan paha, dan daerah perineum. Selain itu didapatkan nyeri,
pustulasi dan ulserasi, juga disertai gejala sistematik seperti demam dan malaise.
Perlu juga memperhatikan keterlibatan organ lain seperti saraf, mata, ginjal, sendi,
testis, dan limfe. 4
Tabel perbedaan reaksi kusta tipe 1 dan tipe 2 4
No. Gejala/tanda
1
Kondisi umum
2
Peradangan
Tipe I (reversal)
Baik atau demam ringan
Tipe II (ENL)
Buruk, disertai malaise dan
febris
di Bercak kulit lama menjadi Timbul nodul kemerahan,
Morbus Hansen
kulit
Linda ( 406117066 )
lebih
meradang
Waktu terjadi
(ulserasi)
Setelah pengobatan yang
Tipe kusta
Saraf
tekan
6
Keterkaitan
organ lain
Faktor pencetus
6 bulan
MB
Dapat terjadi
PB atau MB
Sering terjadi
Umumnya berupa
saraf
nyeri
dan
atau
Melahirkan
Obat-obat
meningkatkan
kekebalan tubuh
fisik lainnya
kehamilan
Tabel Perbedaan Reaksi Kusta Ringan dan Berat tipe 1 dan tipe 2 4
No Gejala/tanda
1.
Kulit
Tipe I
Ringan
Berat
Bercak : Bercak
Tipe II
Ringan
: Nodul
Berat
: Nodul
merah,
merah,
tebal,
tebal,
bertambah
panas,
panas,
sampai pecah
nyeri
nyeri yang
merah,
bertambah
parah
sampai
2
Saraf tepi
Nyeri
pecah
Nyeri pada Nyeri
Morbus Hansen
Linda ( 406117066 )
pada
perabaan
perbaan
(+)
perabaan (-)
(+)
Keadaan
(-)
Demam
Demam (+)
Demam (+)
Demam (+)
umum
Keterlibatan
(-)
-
+
Terjadi peradangan
organ lain
pada :
mata
iridocyclitis
testis
epididimoorchiti
s
ginjal : nefritis
kelenjar limpa :
limfadenitis
gangguan pada
tulang,
hidung,
dan tenggorokan
*bila ada reaksi pada lesi kulit yang dekat dengan saraf, dikategorikan sebagai
reaksi berat
Fenomena Lucio
Fenomena lucio merupakan reaksi kusta yang sangat berat yang terjadi
pada kusta tipe lepromatosa non nodular difus. Gambaran klinis berupa plak atau
infiltrat difus, bewarna merah muda, bentuk tidak teratur dan terasa nyeri. Lesi
terutama di ekstremitas, kemudian meluas ke seluruh tubuh. Lesi yang berat
tampak lebih eritematous disertai purpura dan bula kemudian dengan cepat terjadi
nekrosis serta ulserasi yang nyeri. Lesi lambat menyembuh dan akhirnya
terbentuk jaringan parut.
Gambaran histopatologi menunjukkan nekrosis epidermal iskemik dengan
nekrosis pembuluh darah superfisial, edema, dan proliferasi endhotelial pembuluh
Morbus Hansen
Linda ( 406117066 )
2.
3.
4.
atau psoriasis.
Tipe LL (bentuk nodula): lupus eritematous sistemik, dermatomiositis,
atau erupsi obat
VIII.
PENATALAKSANAAN
Tujuan utama dari pengobatan yaitu untuk memutuskan mata rantai
penularan untuk menurunkan insiden terjadinya penyakit, mengobati dan
menyembuhkan penderita, mencegah timbulnya penyakit, dan untuk mencapai
tujuan tersebut, strategi pokok yang dilakukan didasarkan atas deteksi dini dan
pengobatan penderita4
Program Multi Drug Therapy (MDT) dengan kombinasi rifampisin,
klofazimin, dan DDS dimulai tahun 1981. Program ini bertujuan untuk mengatasi
resistensi dapson yang semakin meningkat, mengurangi ketidaktaatan pasien,
menurunkan angka putus obat, dan untuk mengeliminasi persistensi kuman kusta
dalam jaringan. 4
Morbus Hansen
Linda ( 406117066 )
Obat antikusta yang paling banyak dipakai pada saat ini adalah DDS
(Diaminodifenil sulfon) kemudoan klofazimin dan rifampicin. Pada tahun 1998
WHO menambahkan 3 obat antibiotic lain untuk pengobatan alternative yaitu
ofloksasin, minosiklin, dan klaritomisin. Sejak tahun 1951 pengobatan
tuberculosis dengan obat kombinasi ditujukan untuk mencegah kemungkinan
resistensi obaat sedangkan MDT untuk kusta baru dimulai tahun 1971.1
Morbus Hansen
Linda ( 406117066 )
DDS,
nekrosis
epidermal
toksik,
hepatitis,
methemoglobinemia. 1
Rifampicin:
hipoalbuminemia,
dan
Morbus Hansen
Linda ( 406117066 )
Kombinasi DDS dengan dosis 10mg/kg BB, diberikan setiap hari atau setiap
bulan. Rifampicin tidak bileg diberikan sebagai monoterapi karena dapat memperbesar
kemungkinan terjadinya resistensi.
Efek Samping yang harus di perhatikan adalah hepatotoksik, nefrotoksik, gejala
gastrointestinal, flu-like syndrome dan erupsi kulit. 1
Klofazimin (lamprene) :
Dosis sebagai antikusta ialah 50mg setiap hari, atau 100 mg selang sehari atau
3x100mg setiap minggu. Juga bersifat sebagai antiinflamasi sehingga dapat dipakai pada
penanggulangan E.N.L dengan dosis lebih tinggi yaitu 200-300 mg/hari namun awitan
kerja baru timbul setelah 2-3 minggu.
Efek sampingnya adalah warna kecokelatan pada kulit dan warna kekuningan
pada sclera sehingga mirip ikterus. Hal tersebut disebabkan oleh klofazimin yang
merupakan zat warna dan dideposit terutama pada sel system retikuloendotelial, mukosa,
dan kulit. Obat ini menyebabkan pigmentasi kulit yang sering merupakan masalah dalam
ketaatan berobat penderita. Efek samping hanya terjadi dalam dosis tinggi, berupa
gangguan gastrointestinal yakni nyeri abdomen, nausea, diare, anoreksia, dan vomitus.
Selain itu dapat terjadi penurunan berat badan.Perubahan warna tersebut akan mulai
menghilang setelah 3 bulan obat diberikan. 1
Ofloksasin:
Merupakan turunan flurokuinolon yang paling aktif terhadap Mycobacterium
leprae in vitro. Dosis optimal harian adalah 400 mg. Dosis tunggal yang diberikan dalam
22 dosis akan membunuh kuman Mycobacterium Leprae hidup sebesar 99,99%.
Morbus Hansen
Linda ( 406117066 )
Efek sampingnya adalah mual, diare, dan gangguan saluran cerna lainnya.,
berbagai gangguan susunan saraf pusat termasuk insomnia, nyeri kepala, dizziness,
nervousness dan halusinasi. Walaupun demikian hal ini jarang ditemukkan dan biasanya
tidak membutuhkan penghentian pemakaian obat.
Penggunaan pada anak, remaja, wanita hamil dan menyusui harus hati-hati,
karena pada hewan muda kuinolon menyebabkan artropati. Selain ofloksasin dapat pula
digunakan levofloksasin dengan dosis 500 mg sehari. Obat tersebut lebih baru, jadi lebih
efektif. 1
Minosiklin:
Termasuk dalam kelompok tetrasiklin. Efek bakterisidalnya lebih tinggi daripada
klaritromisin, tetapi lebih rendah daripada rifampicin. Dosis standar harian 100 mg. Efek
sampingna adalah pewarnaan gigi bayi dan anak-anak, kadang-kadang menyebabkan
hiperpigmentasi kulit dan membran mukosa, berbagai simptom saluran cerna dan
susunan saraf pusat, termasuk dizzines dan unsteadiness. Oleh sebab itu tidak di anjurkan
untuk anak-anak atau selama kehamilan1
Klaritromisin:
Merupakan kelompok antibiotik makrolid dan mempunyai aktivitas bakterisidal
terhadap Mycobacterium leprae pada tikus dan manusia. Pada penderita kusta
lepromatosa, dosis harian 500 mg dapat membunuh 99 % kuman hidup dalam 28 hari dan
lebih dari 99,9% dalam 56 hari. Efek sampingnya adalah nausea, vomitus dan diare yang
terbukti sering di temukan bila obat ini diberikan dengan dosis 2000 mg. 1
Morbus Hansen
Linda ( 406117066 )
tindak lanjut tanpa pengobatan secara klinis dan bakterioskopis minimal setiap tahun
selama minimal 5 tahun. Kalau bakterioskopis tetap negative dan klinis tidak ada
keaktivan baru, maka dinyatakan bebas dari pengamatan atau disebut Release From
Control (RFC). 1
MDT untuk pausibasilar ( I, TT, BT ) adalah rifampicin 600 mg setiap bulan dan
DDS 100 mg setiap hari. Keduanya diberikan selama 6 bulan sampai 9 bulan. Selama
pengobatam, pemeriksaan secara klinis setiap bulan dan bakterioskopis setelah 6 bulan
pada akhir pengobatan. Pemeriksaan dilakukan minimal setiap tahun selama 2 tahun
secara klinis dan bakterioskopis. Kalau tidak ada keaktivan baru secara klinis dan
bakterioskopis tetap negative, maka dinyatakn RFC. 1
WHO pada tahun 1998 telah memperpendek masa pengobatan untuk kasus
Multibasilar menjadi 12 dosis dalam 12-18 bulan, sedangkan pengobatan untuk kasus
Pausibasilar dengan lesi kulit 2-5 buah tetap 6 dosis dalam 6-9 bulan. 1
Penderita multibasilar yang resisten dengan rifampisin biasanya akan resisten pula
dengan DDS sehingga hanya bisa mendapat klofazimin. Dalam hal ini rejimen
pengobatan menjadi klofazimin 50 mg, ofloksasin 400 mg dan minosiklin 100 mg setiap
hari selama 6 bulan, dilanjutkan klofazimin 50 mg ditambah ofloksasin 400 mg atau
minosiklin 100 mg setiap hari selama 8 bulan. 1
Bagi penderita MB yang menolak klofazimin dapat di berikan ofloksasin 400
mg/hari atau minosiklin 100 mg/hari selama 12 bulan. Alternatif lain ialah diberikan
rifampicin 600 mg ditambah dengan ofloksasin 400 mg dan minosiklin 100 mg dosis
tunggal setiap bulan selama 24 bulan. 1
WHO Recommended treatment regimens 6
Morbus Hansen
Linda ( 406117066 )
Dewasa
Dapson
100 mg
Rifampisin
600 mg
50-70 kg
Setiap hari
Anak
50 mg
pengawasan
450 mg
10-14 tahun *
Setiap hari
Menyesuaikan dosis tepat untuk anak kurang dari 10 tahun. Misalnya, dapson 25 mg
setiap hari dan rifampisin 300 mg diberikan sebulan sekali di bawah pengawasan
12 month regimen for Multibacillary (MB) Leprosy
Dewasa
Dapsone
100 mg
Rifampisin
600 mg
Clofazimin
50 mg
DAN 300 mg
50-70 kg
Setiap Hari
Sebulan sekali di
di
bawah
bawah
Anak
50 mg
pengawasan
450 mg
10-14 tahun *
Setiap hari
Sebulan sekali di
di
bawah
50 mg
bawah
pengawasan
pengawasan
DAN 150 mg
pengawasan
Menyesuaikan dosis tepat untuk anak kurang dari 10 tahun. Misalnya, dapson 25 mg
Morbus Hansen
Linda ( 406117066 )
Single Lesion Paucibacillary (SLPB) Leprosy (one time dose of 3 medications taken
together)
Dewasa
Rifampisin
600 mg
Ofloxasin
400 mg
Minosiklin
100 mg
50-70 kg
Anak
300 mg
200 mg
50 mg
5- 14 tahun *
*
Tidak dianjurkan untuk wanita hamil atau anak-anak kurang dari 5 tahun
Tipe PB4
Pengobatan MDT untuk kusta tipe PB dilakukan dalam 6 dosis minimal yang
diselesaikan dalam 6-9 bulan dan setelah minum 6 dosis maka dinyatakan RFT (released
from treatment)
Anak
Hari 1 : diawasi petugas
Rifampisin
Dewasa
2caps Rifampisin
2caps
tab (50mg)
(100mg)
Rifampisin
Dewasa
2caps Rifampisin
2caps
Morbus Hansen
Linda ( 406117066 )
(300mg+150mg)
Klofazimin
+ (2x300mg)
3caps klofazimin
3caps
(100mg)
Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/File:MDTRegimens.jpg
1cap
Morbus Hansen
Linda ( 406117066 )
Morbus Hansen
Linda ( 406117066 )
dan dengan dosis yang adekuat untuk mengurangi terjadinya kerusakan saraf secara
mendadak. 1
Anggoata gerak yang terkena neuritis akut harus diistirahatkan. Analgetik dan
sedativa kalau diperlukan dapat diberikan. Klofazimin dan thalidomid untuk reaksi
reversal kurang efektif, oleh karena itu jarang dipakai. 1
Pencegahan Cacat:
Kerusakan saraf terutama berbentuk nyeri saraf, hilangnya sensibilitas dan
berkurangnya kekuatan otot. Cara terbaik untuk melakukan pencegahan cacat adalah
dengan melaksanakan diagnosis dini kusta, pemberian pengobatan MDT yang cepat dan
tepat. Selanjutnya dengan mengenali gejala dan tanda reaksi kusta yang disertai gangguan
saraf serta memulai pengobatan dengan kortikosteroid sesegera mungkin. 1
IX. KOMPLIKASI 4
Tangan/kaki
kurang rasa
luka
mutilasi
sensorik
motorik
anestesi
kelemahan
Kornea mata
anestesi, reflek
kedip
infeksi
Tangan/kaki
lemah atau
lumpuh
Jari
bengkok/kaku
kebutaan
luka
otonom
Mata lagoftalmus
Kulit kering/pecah
infeksi
luka
kebutaan
infeksi
Morbus Hansen
X.
Linda ( 406117066 )
PROGNOSIS
Dengan adanya obat-obat kombinasi, pengobatan menjadi lebih sederhana
dan lebih singkat, serta prognosis menjadi lebih baik. Jika sudah ada kontraktur
dan ulkus kronik, prognosis kurang baik. 4
Morbus Hansen
Linda ( 406117066 )
BAB III
KESIMPULAN
Kusta merupakan penyakit yang di sebablan oleh kuman Mycobacterium leprae.
Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius
bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat.
Klasifikasi bentuk penyakit kusta yang banyak dipakai dalam bidang penelitian
adalah klasifikasi menurut Ridley dan Jopling yang mengelompokkan penyakit kusta
menjadi 5 kelompok berdasarkan gambaran klinis, bakteriologis, histopatologis, dan
imunologis, yaitu tipe tuberculoid (TT), tipe borderline tuberculoid(BT), tipe mid
borderline (BB), tipe borderline lepromatosa (BL) , dan tipe lepromatosa (LL).
Program MDT dimulai pada tahun 1981,yaitu ketika kelompok studi kemoterapi
WHO secara resmi mengeluarkan rekomendasi pengobatan kusta dengan rejimen
kombinasi yang selanjutnya dikenal sebagai rejimen MDT-WHO. Rejimen ini terdiri
atas kombinasi obat-obat DDS, Rifampisin, dan Klofazimin. Kusta diperburuk selama
kehamilan, sehingga sangat penting bahwa terapi multidrug standar dilanjutkan
selama kehamilan. Program Aksi untuk Penghapusan Kusta, WHO, Jenewa telah
menyatakan bahwa rejimen MDT standar dianggap aman, baik untuk ibu dan anak,
dan karena itu, harus dilanjutkan berubah selama kehamilan. Sebuah jumlah kecil
obat anti-lepra diekskresikan melalui ASI, tetapi tidak ada laporan efek samping
sebagai akibat dari ini kecuali untuk perubahan warna kulit ringan dari bayi karena
klofazimin. Pemakaian Thalidomide pada pengobatan E.N.L harus dihindari karena
mempunyai efek teratogenik. Perlakuan dosis tunggal untuk pasien kusta lesi tunggal
paucibacillary harus ditunda sampai setelah melahirkan.
Morbus Hansen
Linda ( 406117066 )
DAFTAR PUSTAKA
1. A.Kosasih, I Made Wisnu, Emmy Sjamsoe Dili, Sri Linuwih Menaldi. Kusta.
Dalam : Djuanda,Adhi dkk.(ed). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kelima
Cetakan Kelima. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.2010;73-88
2. Siregar, Saripati Penyakit Kulit, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2003 :
124-126
3. Lewis.
S.Leprosy.
Update
Feb
4,
2010.
Available
http://emedicine.medscape.com/article/1104977-overview#showall
at
Hayley.
Update
Apr
20,
2010.
Available
at
http://www.patient.co.uk/doctor/Leprosy.htm
6. WHO.1998 Model Prescribing Information: Drugs Used in Leprosy. Available at:
http://apps.who.int/medicinedocs/en/d/Jh2988e/1.html
Morbus Hansen
Linda ( 406117066 )