Anda di halaman 1dari 3

Sore ini, dua hari setelah kebersamaan kita di kota kecilku, hampir di ujung Jawa

Timur. Kota yang akhirnya bisa juga kau kunjungi untuk sekedar bersamaku,
melewati beberapa hari bersamaku, meski keadaannya sekarang sudah "bukan
milik" lagi. Sore ini, langit mendung, bahkan rintik hujan turun, seolah-olah
mereka tahu, bahwa aku akan melepaskanmu, melepaskanmu pergi, merelakanmu
pergi, membiarkanmu memilih keputusan itu. Mereka seolah tahu bahwa dalam
hatiku, ada tangisan yang belum bisa terluapkan saat perjalanan kita menuju
sebuah tempat pemberhentian bus malam..
Aku hanya bisa terdiam, tertunduk, menahan sesak yang semakin menjadi-jadi
saat tempat tujuan kita sudah semakin terlihat di depan mata. Dan di sana, kita
menghabiskan waktu menunggu untuk sekedar makan siang. Aku hanya bisa diam
melihatmu di depanku, mengajakku bercengkerama seolah-olah tidak akan ada
perpisahan itu. Aku hanya bisa menatapmu bahkan nyaris tanpa kedip, seolah itu
adalah kesempatan terakhirku untuk bisa menatapmu dari jarak yang paling dekat.
Aku tahu, bahwa sebenarnya kau sangat tak menyukai jika ada kristal-kristal
bening mengalir dari mataku, tapi maaf, saat itu, aku tak bisa menahannya, benarbenar tak bisa menahannya..
Aku beruntung, Tuhan masih mendengarkanku saat itu, untuk membuat waktu
sedikit melambat agar aku masih bisa sedikit lebih lama bersamamu meski
nyatanya, saat aku harus melepaskanmu pergi akhirnya datang juga. Nyesek, itu
yang pertama ku rasakan. Melihatmu menenteng tiket, bertanya mana bus yang
akan membawamu pergi kepada para petugas. Aku hanya bisa terdiam melihatmu
wira-wiri dan akhirnya kau duduk kembali di sampingku, memberikan tangan
kananmu untuk ku cium punggung tanganmu menandakan bahwa kau akan segera
meninggalkanku di sini, 902 kilometer jaraknya. Dengan dada yang semakin
sesak, ku raih punggung tanganmu, ku tundukkan kepalaku agar aku bisa
menciumnya lalu sambil tetap tersenyum, kau mengajakku menuju bus yang akan
membawamu pergi..

Aaahh..aku tak kuat menahan kristal-kristal bening itu untuk tak jatuh. Di
depanmu, sambil menatapmu, aku hanya bisa menangis, menahan sesak, menahan
nyeri melihat semuanya. Kau mengalihkan perhatianku, kau tak menatapku, kau
sibuk dengan ini itumu, yaahh..aku tahu, itu hanya akal-akalanmu karena kau tak
sanggup melihatku menatapmu sambil beruraian air mata meski akhirnya, kau
menatapku, mengusap kristal-kristal bening yang jatuh dari mataku sambil berujar
beberapa kalimat, menundukkan kepalaku di bahumu dan itu membuat tangisku
semakin tumpah ruah..
Saat-saat terakhir itu akhirnya datang juga. Sambil menatapku, kau mulai
melangkahkan kakimu untuk menaiki bus itu. Aaahh..nyerinya semakin ku
rasakan saat melihatmu dari bawah, kau meletakkan tasmu dan memberikan
tiketmu untuk diperiksa petugas, lalu kau turun kembali dari bus, menghampiriku,
memberikan punggung tanganmu untuk ku cium sekali lagi dan memberikan
pelukan terakhirmu untukku lalu kembali menaiki bus itu. Perlahan, bus mulai
pergi dan kita masih saling menatap sampai bus yang kau tumpangi menghilang
dari pandanganku. Nyeri, nyeri dan semakin nyeri yang ku rasakan. Aku hanya
bisa terdiam, tertunduk dan tetap menangis. Segini beratnya perpisahan ini??
Kebersamaan kita, lipatan jarak yang kita buat di jogja, jakarta, jogja, surabaya
dan akhirnya jember, telah membuat kita menyadari apa arti perjuangan dan
pengorbanan. Kebersamaan kita, semua yang sudah kita lalui selama 16.070.400
detik, membuat kita semakin menyadari akan segala hal tentang sebuah
kebersamaan, pengertian, kasih sayang, dan segala hal di dalamnya. Kebersamaan
dengan jarak 902 kilometer yang kita awali penuh dengan rasa optimis meski tak
pernah kita mau akhirnya akan seperti ini akan jadi kebersamaan yang mempunyai
ruang tersendiri untuk tersimpan rapi dalam hatiku, dalam benakku..
Dua hari kamu di kota ini, menghabiskan waktu bersamaku, tertawa bersama,
menangis bersama, bahkan sampai melewati tragedi lucu tapi menyeramkan itu
bersama, membuatku tahu apa yang sebenarnya kau rasakan, mungkin kau juga

sebaliknya. Dua hari yang singkat, bahkan teramat singkat untuk kita lewati
bersama tapi dua hari ini sedikit cukup untuk mengobati semua yang terjadi antara
kita hampir dua bulan terakhir ini. Obrolan kita malam tadi, keputusanmu,
keinginanmu tentang akhir dari kebersamaan kita ini, aku tahu dan mengerti
alasannya meskipun aku belum sepenuhnya bisa menerima semua ini. Tapi
setidaknya, kehadiranmu di sini, di kota kecilku ini bisa membuatku sedikit lebih
bisa merelakan semuanya berakhir meski dengan rasa sesak yang belum juga mau
enyah. Dan setidaknya, kau meninggalkanku dengan sebuah pelukan perpisahan.

Anda mungkin juga menyukai