BAB 1
PENDAHULUAN
Sefalgia (rasa sakit/nyeri) merupakan keluhan yang sering didapatkan
dalam klinik, walaupun istilah sakit ini tampaknya sulit didefinisikan. Persepsi
tiap orang akan berbeda beda, karena keluhan ini berasal dari pengalaman
subjektif seseorang yang sulit dilakukan pengukurannya. Reaksi dan sikap
individu terhadap stimulasi yang identik yang menyebabkan sakit akan berbeda
pula. Oleh karena itu, dokter pemeriksa diharapkan pada tugas untuk
mendapatkan informasi yang selengkap mungkin dari pasien dan juga harus dapat
membayangkan bagaimana pasien bereaksi terhadap rasa sakitnya itu. Ada banyak
rasa sakit yang dijumpai pada pasien salah satunya adalah sakit kepala. Sakit
kepala adalah rasa sakit atau tidak nyaman antara orbita dengan kepala yang
berasal dari struktur sensitif terhadap rasa sakit.
Prevalensi sakit kepala di USA menunjukkan 1 dari 6 orang (16,54%)
atau 45 juta orang menderita sakit kepala kronik dan 20 juta dari 45 juta tersebut
merupakan wanita. 75 % dari jumlah di atas adalah tipe tension headache yang
berdampak pada menurunnya konsentrasi belajar dan bekerja sebanyak 62,7 %.
Sakit kepala dapat diklasifikasikan menjadi sakit kepala primer, sakit
kepala sekunder, dan neuralgia kranial, nyeri fasial serta sakit kepala lainnya.
Sakit kepala primer dapat dibagi menjadi
cluster headache dengan sefalgia trigeminal / autonomik, dan sakit kepala primer
lainnya. Sakit kepala sekunder dapat dibagi menjadi sakit kepala yang disebabkan
oleh karena trauma pada kepala dan leher, sakit kepala akibat kelainan vaskular
kranial dan servikal, sakit kepala yang bukan disebabkan kelainan vaskular
intrakranial, sakit kepala akibat adanya zat atau withdrawal, sakit kepala akibat
infeksi, sakit kepala akibat gangguan homeostasis, sakit kepala atau nyeri pada
wajah akibat kelainan kranium, leher, telinga, hidung, gigi, mulut atau struktur
lain di kepala dan wajah, sakit kepala akibat kelainan psikiatri.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
kepala yang berasal dari struktur sensitif terhadap rasa sakit. Dorlands Pocket
Medical Dictionary (2004) menyatakan bahwa nyeri kepala adalah nyeri di kepala
yang ditandai dengan nyeri unilateral dan bilateral disertai dengan flushing dan
mata dan hidung yang berair.
Sakit kepala bisa disebabkan oleh kelainan: (1) vaskular, (2) jaringan saraf,
(3) gigi geligi, (4) orbita, (5) hidung dan (6) sinus paranasal, (7) jaringan lunak
di kepala, kulit, jaringan subkutan, otot, dan periosteum kepala. Selain kelainan
yang telah disebutkan diatas, sakit kepala dapat disebabkan oleh stress dan
perubahan lokasi (cuaca, tekanan, dll).
2.2.
jenis kelamin, umur, pemberian histamin atau nitrogliserin sublingual dan faktor
genetik.
Prevalensi sakit kepala di USA menunjukkan 1 dari 6 orang (16,54%)
atau 45 juta orang menderita sakit kepala kronik dan 20 juta dari 45 juta tersebut
merupakan wanita. 75 % dari jumlah di atas adalah tipe tension headache yang
berdampak pada menurunnya konsentrasi belajar dan bekerja sebanyak 62,7 %.
Menurut IHS, migren sering terjadi pada pria dengan usia 12 tahun
sedangkan pada wanita, migren sering terjadi pada usia besar dari 12 tahun. HIS
juga mengemukakan cluster headaache
Klasifikasi Sefalgia
Sakit kepala dapat diklasifikasikan menjadi sakit kepala primer dan sakit
kepala sekunder. Sakit kepala primer dapat dibagi menjadi migraine, tension type
2.4.
Patofisiologi Sefalgia
Beberapa mekanisme umum yang tampaknya bertanggung jawab memicu
nyeri kepala adalah sebagai berikut: (1) peregangan atau pergeseran pembuluh
darah; intrakranium atau ekstrakranium, (2) traksi pembuluh darah, (3) kontraksi
otot kepala dan leher (kerja berlebihan otot), (3) peregangan periosteum (nyeri
lokal), (4) degenerasi spina servikalis atas disertai kompresi pada akar nervus
servikalis (misalnya arteritis vertebra servikalis), defisiensi enkefalin (peptida otak
mirip opiat, bahan aktif pada endorfin).
2.5.
otot
yang
berlebihan,
berkurangnya
aliran
darah,
dan
serangan tidak mencapai 15 hari setiap bulan. Tension Type Headache episodik
(ETTH) dapat berlangsung selama 30 menit 7 hari. Tension Type Headache
kronik (CTTH) apabila frekuensi serangan lebih dari 15 hari setiap bulan dan
berlangsung lebih dari 6 bulan.
2.5.5. Patofisiologi Tension Type Headache (TTH)
Patofisiologi TTH masih belum jelas diketahui. Pada beberapa literatur
dan hasil penelitian disebutkan beberapa keadaan yang berhubungan dengan
terjadinya TTH adalah disfungsi sistem saraf pusat yang lebih berperan daripada
sistem saraf perifer, disfungsi saraf perifer meliputi kontraksi otot yang involunter
dan permanen tanpa disertai iskemia otot, transmisi nyeri yang meningkatkan
input nosiseptif pada jaringan perikranial dan miofasial lalu akan terjadi regulasi
mekanisme perifer yang akan meningkatkan aktivitas otot perikranial. Hal ini
akan meningkatkan pelepasan neurotransmitter pada jaringan miofasial. Nilai
ambang deteksi nyeri (tekanan, elektrik, dan termal) akan menurun di sefalik dan
ekstrasefalik. Selain itu, kelainan fungsi filter nyeri di batang otak menyebabkan
kesalahan interpretasi info pada otak yang diartikan sebagai nyeri.
Ada beberapa teori yang menjelaskan stress dapat menyebabkan sakit
kepala yaitu:
(1) adanya stress fisik (kelelahan) akan menyebabkan pernafasan hiperventilasi
sehingga kadar CO2 dalam darah menurun yang akan mengganggu keseimbangan
asam basa dalam darah. Hal ini akan menyebabkan terjadinya alkalosis yang
selanjutnya akan mengakibatkan ion kalsium masuk ke dalam sel dan
menimbulkan kontraksi otot yang berlebihan sehingga terjadilah nyeri kepala.
(2) stress mengaktifasi saraf simpatis sehingga terjadi dilatasi pembuluh darah
otak selanjutnya akan mengaktifasi nosiseptor lalu aktifasi aferen gamma
trigeminus yang akan menghasilkan neuropeptide.
(3) stress dapat dibagi menjadi 3 tahap yaitu alarm reaction, stage of resistance,
dan stage of exhausted. Alarm reaction dimana stress menyebabkan vasokontriksi
perifer yang akan mengakibatkan kekurangan asupan oksigen lalu terjadilah
metabolisme anaerob, maka terjadi penumpukan asam laktat sehingga merangsang
pengeluaran bradikinin dan enzim proteolitik yang selanjutnya akan menstimulasi
jaras nyeri. Stage of resistance dimana sumber energi yang digunakan berasal dari
glikogen yang akan merangsang peningkatan aldosteron, dimana aldosteron akan
menjaga simpanan ion kalium. Stage of exhausted dimana sumber energi yang
digunakan berasal dari protein dan aldosteron pun menurun. Deplesi ion ini akan
menyebabkan disfungsi saraf.
2.5.6. Diagnosa Tension Type Headache (TTH)
Tension Type Headache harus memenuhi syarat yaitu sekurang
kurangnya dua dari berikut ini :
(1) adanya sensasi tertekan/terjepit,
(2) intensitas ringan sedang,
(3) lokasi bilateral,
(4) tidak diperburuk aktivitas. Selain itu, tidak dijumpai mual muntah, tidak ada
salah satu dari fotofobia dan fonofobia.
Gejala klinis dapat berupa nyeri ringan- sedang berat, tumpul seperti
ditekan atau diikat, tidak berdenyut, menyeluruh, nyeri lebih hebat pada daerah
kulit kepala, oksipital, dan belakang leher, terjadi spontan, memburuk oleh stress,
insomnia, kelelahan kronis, iritabilitas, gangguan konsentrasi, kadang vertigo, dan
rasa tidak nyaman pada bagian leher, rahang serta temporomandibular.
2.5.7. Terapi Tension Type Headache (TTH)
Relaksasi selalu dapat menyembuhkan TTH. Pasien harus dibimbing untuk
mengetahui arti dari relaksasi yang mana dapat termasuk bed rest, massage, dan/
atau latihan biofeedback. Pengobatan farmakologi adalah simpel analgesia
dan/atau mucles relaxants. Ibuprofen dan naproxen sodium merupakan obat yang
efektif untuk kebanyakan orang. Jika pengobatan simpel analgesia (asetaminofen,
aspirin, ibuprofen, dll) gagal maka dapat ditambah butalbital dan kafein (dalam
bentuk kombinasi seperti Fiorinal) yang akan menambah efektifitas pengobatan.
2.5.8. Pencegahan Tension Type Headache (TTH)
Pencegahan TTH adalah dengan mencegah terjadinya stress dengan
olahraga teratur, istirahat yang cukup, relaksasi otot (massage, yoga, stretching),
meditasi, dan biofeedback. Jika penyebabnya adalah kecemasan atau depresi maka
dapat dilakukan behavioral therapy. Selain itu, TTH dapat dicegah dengan
mengganti bantal atau mengubah posisi tidur dan mengkonsumsi makanan yang
sehat.
2.6.
Migren
fonofobia.
2.6.2. Etiologi dan Faktor Resiko Migren
Etiologi migren adalah sebagai berikut:
(1) perubahan hormon (65,1%), penurunan konsentrasi esterogen dan
progesteron pada fase luteal siklus menstruasi,
(2) makanan (26,9%), vasodilator (histamin seperti pada anggur merah,
natrium nitrat), vasokonstriktor (tiramin seperti pada keju, coklat, kafein),
zat tambahan pada makanan (MSG),
(3) stress (79,7%),
(4) rangsangan sensorik seperti sinar yang terang menyilaukan(38,1%) dan
bau yang menyengat baik menyenangkan maupun tidak menyenangkan,
(5) faktor fisik seperti aktifitas fisik yang berlebihan (aktifitas seksual) dan
perubahan pola tidur,
(6) perubahan lingkungan (53,2%), (7) alkohol (37,8%),
(7) merokok (35,7%).
Faktor resiko migren adalah adanya riwayat migren dalam keluarga,
wanita, dan usia muda.
2.6.3. Klasifikasi Migren
Migren dapat diklasifikasikan menjadi migren dengan aura, tanpa aura,
dan migren kronik (transformed). Migren dengan aura adalah migren dengan satu
atau lebih aura reversibel yang mengindikasikan disfungsi serebral korteks dan
atau tanpa disfungsi batang otak, paling tidak ada satu aura yang terbentuk
berangsur angsur lebih dari 4 menit, aura tidak bertahan lebih dari 60 menit, dan
sakit kepala mengikuti aura dalam interval bebas waktu tidak mencapai 60 menit.
Migren tanpa aura adalah migren tanpa disertai aura klasik, biasanya bilateral dan
terkena pada periorbital. Migren kronik adalah migren episodik yang tampilan
klinisnya dapat berubah berbulan- bulan sampai bertahun- tahun dan berkembang
menjadi sindrom nyeri kepala kronik dengan nyeri setiap hari.
10
BAB 3
KESIMPULAN
Sifat nyeri
Lokasi
Lama nyeri
frekuensi
Migren umum
Berdenyut
Unilateral
/bilateral
6-38 jam
Migren klasik
Berdenyut
Unilateral
3-12 jam
Sporadik
Beberapa kali
sebulan
Idem
Klaster
Menjemukan,
Tajam
Unilateral,
Orbital
5-120 menit
Sinus
Tumpul
/tajam
Sinus
Bervariasi
Serangan
berkelompok
dengan remisi
lama
Sporadik,
konstan
Gejala
ikutan
Mual,muntah,
malaise,
fotofobia
Prodroma
Visual,
muntah,
mual,
malaise,
fotofobia
Wajah
merah,
hidung
tersumbat
rinore
11
DAFTAR PUSTAKA
Lindsay, Kenneth W. Headache.Neurology and Neurosurgery Illustrated. London:
Churchill Livingstone. 2004. 66-72.
ISH Classification ICHD II ( International Classification of Headache Disorders)
available at http://ihs-classification.org/_downloads/mixed/ICHD-IIR1final.doc
Price, Sylvia dan Lorraine M. Wilson. 2003. Nyeri. Huriawati, dkk. Patofisiologi
Edisi 6. Jakarta: EGC.
Reksodiputro, Hariyanto, dkk. Migren dan Sakit Kepala.
Aru W.sudoyo,
Bambang Setyohadi, dkk. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi IV. Jakarta : Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2007. 934-936.
Reskin, Neil H. Headache. Harrison, T.R, dkk. Harrisons Internal Medicine.
United States of America: McGraw-Hill Companies. 2005. 85- 93.
Sherwood, L. Susunan Saraf Pusat. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta:
EGC. 2001. 115-119.