Anda di halaman 1dari 10

REVIEW RENCANA PENGEMBANGAN PARIWISATA ALAM

A. PENDAHULUAN
Paradigma baru dalam pemanfaatan hutan yang berbasis sumberdaya hutan (forest
resources based management) saat ini telah membuka peluang bagi pemanfaatan jasa
lingkungan hutan yang selama ini relatif terabaikan. Hal ini mendorong terjadinya
pergeseran nilai jasa lingkungan yang semula merupakan barang tak bernilai (non
marketable goods) bergeser ke barang bernilai (marketable goods). Perubahan apresiasi
nilai tersebut memerlukan upaya pengaturan dan perencanaan yang komprehensif agar
pemanfaatan jasa lingkungan tetap berada di dalam koridor pembangunan hutan
berkelanjutan.
Pemanfaatan jasa lingkungan hutan di kawasan taman nasional dapat dilakukan
berdasarkan prinsip kelestarian, efisiensi dan keadilan. Prinsip kelestarian menekankan
bahwa pemanfaatan harus dapat mendorong terwujudnya kelestarian lingkungan, bukan
justru merusak lingkungan. Prinsip efisiensi dilakukan untuk meningkatkan efisiensi ekonomi
secara keseluruhan, dengan memperhitungkan nilai jasa lingkungan dalam kegiatan
ekonomi melalui pembayaran jasa lingkungan. Sedangkan prinsip keadilan dilakukan untuk
terjadinya distribusi manfaat dan biaya pemanfaatan jasa lingkungan secara adil, melalui
penerapan sistem imbal jasa dari penerima manfaat kepada penyedia jasa lingkungan dan
juga dari pencemar kepada penyedia jasa lingkungan.
Aplikasi ketiga prinsip pemanfaatan jasa lingkungan tersebut dapat menekan konflik
yang terjadi di lapangan. Konflik sering terjadi antara pengelola, masyarakat dan Pemerintah
Daerah. Pengelola Taman Nasional berorientasi pada kelestarian hutan dan fungsi ekologis,
sedangkan masyarakat yang biasanya memiliki akses ke dalam taman nasional untuk
pemenuhan kebutuhan hidup merasa terbatasi dengan adanya taman nasional. Demikian
juga Pemerintah Daerah, bahwa keberadaan taman nasional dipersepsikan sebagai beban
karena hilangnya kewenangan pengaturan dan hilangnya pendapatan asli daerah (PAD).
Konflik tersebut dapat ditekan melalui peningkatan distribusi manfaat dan biaya jasa
lingkungan diantara ketiganya.
Taman Nasional (TN) merupakan aset nasional dan internasional yang memiliki nilai
manfaat penting bagi kehidupan umat manusia, maka IUCN (1994) memberikan kriteria
penetapannya yang berfungsi sebagai upaya perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan
lestari. Undang-undang nomor 5 tahun 1990 juga memberikan panduan dalam pengelolaan
taman nasional yang didasarkan pada sistem zonasi (zona inti, zona rimba, zona
pemanfaatan dan zona lainnya).
Kawasan taman nasional pada umumnya memiliki potensi jasa lingkungan yang
beragam, dari pengatur tata air, perlindungan keanekaragaman hayati, penyimpan dan
penyerap karbon dan pariwisata alam. Namun demikian setiap taman nasional memiliki
keunggulan nilai jasa lingkungan yang berbeda antara satu lokasi dengan lokasi taman
nasional yang lain. Hal tersebut memberikan nilai pasar yang berbeda dari masing-masing
1

taman nasional sesuai keunggulan masing-masing. Terdapat beberapa taman nasional yang
memiliki keunggulan nilai jasa lingkungan pariwisata alam yang spesifik. Salah satunya
adalah Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) yang memiliki keindahan bentang alam
dan keindahan danau vulkanik di atas bukit sebagai atraksi wisata alam yang menakjubkan.
Pemanfaatan potensi pariwisata alam ini diharapkan dapat memberikan manfaat
ekonomi bagi masyarakat sekitar kawasan, Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat.
Pemberdayaan ekonomi masyarakat di dalam dan di sekitar hutan dalam pemanfaatan jasa
lingkungan pariwisata alam, diharapkan menjadi alternatif peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Pengaturan pemanfaatan jasa lingkungan dapat meningkatkan pendapatan asli
daerah (PAD), peningkatan penerimaan negara bukan pajak (PNBP), dan peningkatan dana
konservasi untuk perbaikan lingkungan. Pengaturan pemanfaatan jasa lingkungan ditujukan
juga untuk pengendalian pemanfaatan dan dukungan pendanaan dalam melakukan upaya
konservasi.
Upaya pencapaian manfaat pengembangan pariwisata alam didasarkan pada lima
prinsip pengembangan (konservasi, edukasi, ekonomi, partisipasi, rekreasi). Kelima prinsip
tersebut merupakan koridor pemanfaatan obyek daya tarik wisata alam yang dilakukan
secara hati-hati agar fungsi perlindungan dan pengawetan kawasan konservasi tetap
terjaga.
Implementasi konsep ekowisata bagi pengembangan wisata alam TNGR mengacu
pada keadaan wilayah yang mencakup sumberdaya hayati dan masyarakat sekitar. Melihat
pertimbangan tersebut, pola pengembangan wisata TNGR diarahkan pada wisata alam
trekking dan wisata yang berbasis pada sosial masyarakat (pola kearifan tradisional) yang
masih dianut dengan kental. Selanjutnya pola tersebut diterjemahkan dalam masing-masing
cluster yang ada.
Dalam kerangka mewujudkan pemanfaatan jasa lingkungan secara lestari di TNGR,
maka perlu upaya strategis dan terprogram yang dituangkan dalam master plan pariwisata
alam tingkat kawasan. Master plan ini difungsikan sebagai rencana teknis pengembangan
pariwisata alam tingkat kawasan, untuk jangka waktu 20 tahun (sebagai turunan dari
Rencana Pengelolaan Taman Nasional). Penyusunan master plan didasarkan pada rencana
pengelolaan taman nasional (RPTN), peraturan perundangan terkait, kebijakan
pemanfaatan pariwisata alam, potensi, pasar, daya dukung, organisasi dan sumberdaya
manusianya.

B. PERENCANAAN PENGEMBANGAN PARIWISATA ALAM

1. Kebijakan Pengembangan Pariwisata Alam TNGR


1.1 Kebijakan Pariwisata Alam Taman Nasional Gunung Rinjani
Sejalan dengan kebijakan pengembangan pariwisata alam nasional (UU no 9 tahun
1990 dan UU no 5 tahun 1990) dan kebijakan pengembangan pariwisata alam daerah
(NTB), kebijakan pengembangan TNGR juga menetapkan sektor wisata (wisata alam)
sebagai sektor unggulan. (ditunjukkan dengan visi dan misi TNGR). Karena salah satu

tujuan pengembangan wisata alam TNGR adalah menyelaraskan pembangunan konservasi


dengan pembangunan ekonomi, yakni meningkatkan kesejahteraan masyarakat disamping
tetap menjaga kelestarian lingkungan, maka pengembangan wisata alam mutlak menjadi
sektor yang harus dikedepankan karena dapat mengakomodir kedua kepentingan tersebut.
Cara untuk mencapainya adalah dengan melakukan kegiatan/program yang bersifat terpadu
yang melibatkan seluruh unsur terkait (balai TNGR, masyarakat lokal, pemerintah daerah,
sektor swasta, lembaga donor dan lain sebagainya).

1.2 Strategi Operasional


1.2.1 Perencanaan Secara Terintegrasi
Melibatkan institusi terkait dalam mewujudkan pengelolaan wisata alam TNGR
secara terpadu. Institusi dimaksud adalah pemerintah daerah (berkenaan dengan kebijakan
dan perencanaan daerah), dunia usaha (tour operator, pengusaha transportasi, pengusaha
homestay dll), masyarakat lokal (pengembangan koperasi, pelatihan peningkatan skill
bidang wisata), LSM dan lembaga donor (NZAID, WWF dll)
Pengelolaan lebih lanjut mengenai aktivitas wisata harus ada kesepakatan bersama
antara pemerintah daerah, masyarakat (tokoh-tokohnya) dan swasta terutama pelaku wisata
di kawasan wisata tersebut.

1.2.1.1

Mendorong Pengembangan Wisata Alam TNGR

Wisata alam petualangan (adventure tourism) merupakan jenis kegiatan utama pada
TNGR. Bentuk kegiatannya dapat berupa trekking, lintas alam, berkemah dll. Hal ini
mengingat potnsi SDA yang dimiliki TNGR.

1.2.1.2

Mendorong Penataan Wisata Alam Pada Setiap Zonasi


Zona pemanfaatan sepanjang jalur trekking Senaru Sembalun untuk wisata
petualangan. Zona penerimaan Senaru, Kembang Kuning dan Sembalun untuk pusat
informasi dan pendidikan. Zona inti dan rimba untuk wisata alam yang berkenaan dengan
penelitian (wisata alam terbatas)

1.2.1.3

Mendorong Upaya/Program Pengembangan Tapak


Perlu penataan pada pengembangan tapak untuk menghindari terjadinya konflik
pengembangan, serta mengarahkan pengembangan tapak yang berkualitas.
Pengembangan tapak diarahkan untuk memenuhi sarana dan prasarana yang menunjang
keamanan, kenyamanan dan pencapaian tujuan wisata petualangan bagi pengunjung.

1.2.1.4

Mendorong Kebijakan Pengembangan Akses Masyarakat

Akses masyarakat terhadap kawasan perlu diatur kembali sehingga menghormati


hak-hak masyarakat lokal disekitar TNGR (desa yang berbatasan terutama Desa Senaru

dan Sembalun). Regulasi yang dibuat harus mengakomodir kepentingan/akses masyarakat


lokal

1.2.1.5

Mendorong Efisiensi Pemanfaatan

Pembangunan sarana, prasarana dan kegiatan wisata dilakukan sefisien mungkin


agar tidak merusak lingkungan. Perlu mengkaji analisis manfaat baik secara ekonomi, sosial
dan lingkungan guna tujuan efisiensi sumberdaya.

1.2.1.6

Mendorong kebijakan kelestarian

Regulasi tentang sampah, pemanfaatan air, pelarangan penebangan vegetasi dan


penangkapan satwa dll

1.2.1.7

Mendorong Kebijakan Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat

Menggiatkan kinerja koperasi citra wisata, meningkatkan skill guide dan porter
(pelatihan bahasa asing dan pelatihan mountaineering), peningkatan skill usaha bagi wanita,
penyuluhan berkenaan dengan sektor pertanian dan kehutanan, dll

1.3

Pembiayaan Dan Manfaat Ekonomi

Pengelolaan pembiayaan dan distribusi manfaat dari penyelenggaraan wisata alam


di TNGR untuk ke depan membutuhkan inovasi untuk peningkatan kualitasnya. Inovasi
tersebut dapat berupa pencarian sumber-sumber pembiayaan baru diluar dari sumber
pembiayaan saat ini. Saat ini sumber pembiayaan berasal dari pemerintah pusat dan karcis
masuk serta penyewaan fasilitas taman nasional.
Untuk kedepan perlu inovasi baru sebagai alternatif lain pembiayaan TNGR antara lain
dengan menjalin kerjasama dengan lembaga donor dari dalam maupun luar negeri,
kerjasama usaha dengan tour operator dan penyelenggara wisata (homestay, hotel dll),
masyarakat sekitar maupun dengan LSM
Pengembangan pariwisata alam membutuhkan investasi yang cukup besar. Investasi ini
membutuhkan biaya yang cukup besar. Namun dari pembiayaan yang cukup besar nilai
manfaat financial, ekonomi, sosial dan konservasi dapat menutup biaya investasi.
Pariwisata alam di TNGR merupakan bagian dari pengelolaan kawasan konservasi dimana
kepemilikan dan pemanfaatan TNGR adalah public goods . Oleh karena itu pengelolaan
dan pembiayaan utama berasal public dan dipertanggung-jawabkan secara public pula.
Rasa kepemilikan ini tidak hanya terbatas secara lokal, tetapi juga nasional bahkan
internasional. Sehingga aspek pembiayaan juga bersifat public yang mampu menjangkau
secara global. Terlebih lagi TNGR memiliki fungsi perlindungan satwa.
Namun demikian dalam kegiatan pemanfaatan kawasan konservasi mempunyai nilai
ekonomi. Nilai ekonomi ini dapat juga bernilai finansial yang menguntungkan. Sehingga
pemanfaatan pariwisata dapat dikelola secara bisnis. Dari aspek ini maka pembiayaan
dapat bersifat partisipatif

1. Sumber Pembiayaan Utama


Sumber utama pembiayaan pariwisata alam adalah dari pemerintah pusat. Bentuk
pembiyaan dari pemerintah pusat dikarenakan TNGR masih dikelola oleh pemerintah
pusat Pembiyaan ini dapat berupa anggaran rutin, anggaran APBN, Dana reboisasi,
anggaran program/proyek, atau dana pinjaman yang dibayar pemerintah pusat.
Pembiyaan parwisata alam ini diharapkan dari pendapatan dari kunjungan pariwisata
alam itu sendiri.
Diharapkan pendapatan dari pariwisata alam melebihi biaya
operasional sehingga dapat dialokasikan untuk pembiayaan kegiatan pariwisata alam
lainnya atau mengurangi biaya beban operasional pengelolaan TNGR.
2. Sumber Pembiyaan Pendukung
Sumber pembiyaan pendukung ini berupa bantuan atau investasi yang dikeluarkan oleh
pemerintah propinsi atau pemerintah kabupaten dalam hal ini Pemprov Nusa Tenggara
Barat dan Pemkab setempat. Pembiayaan sebagai bagian dari rasa kepemilikan
terhadap TNGR menjadi icon bagi masyarakat dan Pemerintah daerah di Nusa Tenggara
Barat. Bentuk pembiyaan dari pemerintah daerah ini adalah bentuk bantuan baik secara
tunai, natural ataupun fasilitas pendukung.
3. Sumber Pembiyaan Partisipasif
Sumber pembiayaan partisipasif ini berasal dari kalangan masyarakat yang berusaha
dan berinventasi di TNGR. Inventasi dari kalangan pengusaha ini dalam rangka
mengurangi beban investasi oleh pemerintah pusat.
Namun demikian sumber
pembiayaan yang bersifat komersial ini diharapkan memberikan keuntungan secara
finansial, ekonomi, sosial dan konservasi bagi pihak pengelola TNGR sehingga mampu
mengurangi beban anggaran pengelolaan TNGR.
4. Sumber Pembiyaan Sukarela
Pembiayaan pengembangan pariwisata alam di TNGR dapat berupa sumbangan
sukarela atau pinjaman tanpa bunga dan tidak mengikat. Pembiayan ini dapat berasal
dari lembaga donor nasional dan internasional, Lembaga swadaya masyarakat ataupun
perorangan. Pembiayaan sukarela ini tetap harus dikoordinasikan dengan pemerintah
pusat sebagai pemegang kendali keuangan TNGR.

1.4
1.4.1

Profil Investasi
Analisis Nilai Manfaat Ekonomi Jasa Pariwisata Alam TNGR

Kalau diestimasi berapa sebenarnya nilai ekonomi atau benefit yang dinikmati oleh
kawasan Rinjani dan sekitarnya, dapat diketahui dengan menghitung jumlah wisatawan
yang berkunjung ke Kawasan Rinjani dengan jumlah pengeluaran yang dilakukan perkapita.
Jumlah wisatawan yang berkunjung ke kawasan Rinjani serta estimasi benefit yang
diperoleh dapat dikaji pada tabel berikut.

Tabel IV-1
Estimasi Nilai Manfaat Jasa Pariwisata Alam Terhadap Ekonomi
Internasional, Nasional, Lokal (Milyar Rupiah)

Estimasi Nilai Manfaat Jasa Pariwisata Alam


Tahun

THD Ekonomi
Internasional
(milyar rupiah)

THD Ekonomi
Nasional (milyar
rupiah)

Total (milyar
rupiah)

THD Ekonomi
Lokal (milyar
rupiah)

2001

87

13

107

2002

1200

114

53

1367

2003

1320

124

58

1501

2004

2075

194

90

2359

2005

2135

202

94

2431

Jumlah

6817

647

301

7765

Sumber : Data Hasil Survei Lapangan Tahun 2006 yang dianalisis

Nilai benefit yang bisa dihasilkan dari kawasan Rinjani, pada tahun 2001 bisa
mencapai Rp. 107 milyar per tahun. Sejak tahun 2001 nilai ekonomi pariwisata kawasan
TNGR tersebut cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Jika jumlah kunjungan wisatawan
khususnya wisatawan mancanegara meningkat dan diikuti dengan meningkatnya nilai
pengeluaran mereka di kawasan Rinjani atau pulau Lombok. Untuk itu pengelolaan kawasan
Rinjani sebagai obyek wisata alam (natural tourism) harus senantiasa memperhatikan
kondisi lingkungan kawasan sehingga daya tarik kawasan menjadi tetap terjaga. Faktorfaktor nonekonomi seperti politik dalam bentuk kerusuhan serta kegiatan yang
mempengaruhi rasa aman dan kenyamanan wisatawan harus tetap dijaga.
Kawasan TNGR sudah cukup dikenal oleh wisatawan yang mengunjungi Pulau
Lombok, terutama wisatawan lokal dan wisatawan mancanegara. Lokasi utama yang
dikunjungi adalah Danau Segara Anak, Puncak Gunung Rinjani dan desa adat Senaru.
Wisatawan yang datang berkunjung terdiri dari kelompok pencinta alam, mahasiswa,
petualang, pelajar dan masyarakat umum lainnya. Tujuan utama wisatawan adalah
melakukan kegiatan rekreasi sepeti berkemah, melakukan petualangan, berziarah, berobat
serta melakukan penelitian. Dilihat dari maksud berkunjung ke TNGR, sebagian besar
pengunjung datang untuk kegiatan rekreasi, wisata pendidikan, tujuan khusus kemudian
terakhir untuk kepentingan penelitian. Laju kunjungan wisatawan yang ke TNGR untuk
kegiatan rekreasi dari tahun ke tahun cenderung mengalami peningkatan. Data tujuan
berkunjung wisatawan selama lima tahun terakhir disajikan pada tabel berikut.

Tabel IV-2

Wisatawan Menurut Keperluan Di TNGR (5 Tahun Terakhir)


No.

Tahun

Rekreasi

Penelitian

Wisata
Pendidikan

Tujuan
Khusus

Jumlah

1.

2001

10.305

10.305

2.

2002

88.817

29

220

325

89.391

3.

2003

96,471

497

766

97,743

4.

2004

151.247

363

330

151.944

5.

2005

157.203

532

157,749

Jumlah

504,043

51

1.612

1.426

507.132

Sumber : Data Hasil Survei Lapangan Tahun 2006 yang dianalisis

Potensi permintaan wisata di TNGR dapat ditunjukkan oleh jumlah kunjungan


wisatawan yang datang ke kawasan ini. Jumlah kunjungan pada kawasan TNGR terlihat
mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Jumlah kunjungan terbanyak terjadi pada bulan
Juli hingga September setiap tahunnya karena bertepatan dengan musim libur. Tabel IV-3
adalah data jumlah kunjungan wisatawan ke TNGR dari tahun 1990 hingga Oktober 2005
berdasarkan jumlah karcis masuk yang terjual.
Dilihat dari Tabel IV-3 di bawah ini, jumlah kunjungan yang tinggi terjadi pada
periode tahun 1990/1991 hingga 1991/1993 dan pada tahun-tahun berikutnya mengalami
fluktuasi walaupun tidak begitu besar. Hal ini disebabkan karena pengelolaan penjualan
karcis saat itu dikelola oleh tiga perusahaan berbeda sehingga kemungkinan besar terjadi
pencatatan ganda dalam laporannya. Selanjutnya pada tahun 1994 terjadi gejala alam yaitu
meletusnya Gunung Baru di tengah Danau segara Anak yang mempengaruhi jumlah
kunjungan pada saat itu. Pada periode tahun 19962000 seringkali terjadi kebakaran hutan
(padang ilalang) yang disebabkan perubahan iklim yang terjadi hampir diseluruh wilayah
Indonesia.
Tabel IV-3
Jumlah Kunjungan ke TNGR Periode Agustus 1990 s.d Oktober 2005
Waktu (tahun)
990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2001
2002
2003
2004

Jumlah (orang)
Wisman1)
Wisnu2)
5,042
18,132
40,495
30,744
3,442
444
898
343
633
589
6,243
85,877
94,402
148,425

1,236
8,051
6,456
4,934
2,213
756
976
1,321
938
365
4,062
2,940
2,069
2,822

Jumlah
6,268
26,183
49,951
57,678
5,655
1,201
1,874
1,664
1,571
954
10,305
88,817
96,471
151,247

Jumlah (orang)
Wisman1)
Wisnu2)

Waktu (tahun)
2005

152,779

Jumlah

Jumlah

4,424

588,488

157,203

43,563

657,052

Sumber :
Kantor Pengelola TNGR dan Hasil Survei Lapangan Tahun 2006 yang dianalisis
Keterangan: 1) Wisatawan mancanegara
2) Wisatawan nusantara

Dari kunjungan wisatawan nusantara maupun wisatawan asing ini teleh memberikan
kontribusi kepada penerimaan negara. Adapun penerimaan dari kegiatan wisata pada
TNGR ini selama 5 tahun terakhir disajikan pada Tabel IV-4 berikut ini.
Selama 5 tahun terakhir, TNGR telah memberikan manfaat ekonomi bagi berbagai pihak.
Dari penjualan tiket yang sudah masuk sebesar Rp. 1.622.830.000,-. Dari keseluruhan
pendapatan tersebut 17% diberikan kepada desa, 23% untuk pengelola RIC/RTC, 18%
untuk PEMDA TK I, 24% untuk PEMDA TKII, 9% untuk Pusat dan 9% untuk DR Pusat.
Dengan adanya manfaat yang cukup besar bagi berbagai pihak tersebut maka aset TNGR
bukan menjadi monopoli Balai TNGR tetapi sudah menjadi milik publik. Oleh karena itu
sudah semestinya stakeholder yang terkait dengan TNGR dapat berkolaborasi dalam
rangka pengelolaan TNGR yang berkelanjutan. Sistem pengelolaan TNGR kolaboratif ini
sangat diperlukan untuk menjamin kontribusi stakeholder dalam pengelolaan TNGR.
Tabel IV-4
Penerimaan dan Distribusi Hasil Penjualan Tiket Masuk (5 Tahun terakhir)

Jumlah

Penyetoran
No. Tahun

Desa

RIC/RTC

PemdaTkI

Pemda
TKII

DR Pusat

1.

2001

13276500

33586500

21088350

28117800

10544175

10544175

117157500

2.

2002

50288500

64988500

51874650

64756200

25937325

25937325

283782500

3.

2003

52373500

62718500

51791400

69055200

25895700

25895700

287730000

4.

2004

81267500

95377500

79490250

105987000

39745125

39745125

441612500

5.

2005

87449500

109569500

88658550

118211400

44329275

44329275

492547500

Total 284655500
(%)
17

366240500
23

292903200
18

386127600
24

146451600
9

146451600
9

1622830000
100

Sumber :

Pusat

Kantor Pengelola TNGR dan Hasil Survei Lapangan Tahun 2006 yang dianalisis

Berdasarkan Tabel tersebut di atas terlihat bahwa penerimaan negara dari tiket masuk dari
tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa minat wisatawan
untuk berkunjung ke kawasan TNGR setiap tahun terus mengalami peningkatan. Oleh
karena itu pihak pengelola perlu terus memperbaiki fasilitas dan layanan sehingga dapat
menjadi promosi yang baik bagi wisatawan untuk berkunjung ke TNGR.

4.4.2

Analisis Finansial

Analisis finansial dalam kajian ini dilakukan untuk memberikan gambaran tentang tingkat
kelayakan investasi pengusahaan pariwisata alam selama jangka pengusahaan (10 tahun).
Kelayakan pengembangan pengusahaan pariwisata alam dapat dilihat dari tiga kriteria, yaitu
: Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (BCR) dan IRR Internal Rate of Return (IRR).
Jasa pariwisata alam dinyatakan layak untuk dikembangkan jika NPV yang diperoleh
mempunyai nilai positif, BCR mempunyai nilai lebih dari satu, dan IRR mempunyai nilai lebih
besar dari suku bunga bank konvensional (dengan suku bunga bank saat ini rata-rata 10%).
Berdasarkan analisis terhadap cash flow selama jangka waktu pengusahaan 20 tahun
diperoleh hasil analisis finansial sebagai berikut.
Tabel V-5
Analisis Finansial Pengembangan Jasa Pariwisata Alam TNGR Selama Jangka Waktu
Pengusahaan 10 Tahun
Uraian

Tingkat Bunga
10%

Total Penerimaan

15%

20%

17577074594

23409641411

31230922301

12921913167

16079036801

20251953001

4655161427

73306046
10

10978969299

1,36

1,46

1,54

Terdiskonto
Total Pengeluaran
Terdiskonto
NPV
BCR
IRR
Kesimpulan

0,107 (10,70%)
NPV +++

BCR>1

IRR > Suku Bunga


Bank Berlaku(Rata-rata 9%)

Berdasarkan hasil analisis finansial dapat disimpulkan bahwa pengembangan jasa


pariwisata alam TNGR memberikan keuntungan finansial dan layak untuk dikembangkan.
Hal ini terlihat dari NPV yang mempunyai nilai positif, BCR yang mempunyai nilai lebih dari
satu dan IRR yang nilainya lebih besar dari suku bunga yang berlaku yaitu 10%.
Pengembangan jasa pariwisata alam TNGR sangat prospektif hal ini dapat dilihat pada hasil
analisis finansial yang menunjukkan nilai positif pada tahun ke dua setelah dilakukan
pengembangan. Investasi yang dikeluarkan sudah dapat kembali hanya dalam waktu satu
tahun kemudian. Jika dikelola dengan profesional pengembangan jasa pariwisata alam
TNGR dapat memberikan nilai manfaat ekonomi yang besar yang dapat berkontribusi bagi
pembangunan ekonomi lokal, nasional dan internasional.
C. PENUTUP

Rencana teknis pengembangan pariwisata alam yang merupakan pengejawantahan


dari Recana Pengelolaan Taman Nasional. Master Plan Pariwisata Alam diharapkan sebagai
arahan teknis pengembangan pariwisata alam di Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR)
untuk jangka waktu 20 tahun dengan peninjauan dan di evaluasi setiap 5 tahun.

Anda mungkin juga menyukai