paling tinggi;
prinsip persamaan kesempatan (equal opportunity principle), yaitu
semua jabatan dan posisi di masyarakat harus dibuka bagi semua orang
dalam keadaan di mana adanya persamaan kesempatan yang adil.
Sen mengkritik metode pengambilan keputusan sosial oleh kaum utilitarian yang
mengagregasi keinginan (preferensi) individu-individu berdasarkan suara mayoritas
(kebaikan umum), karena: preferensi bersifat ambigu; preferensi tidak memadai
sebagai basis informasi untuk mengetahui karakteristik masyarakat (keberuntungan
dan ketidakberuntungannya); preferensi dibentuk secara sosial; serta pengambilan
keputusan yang cenderung hanya berfokus pada hasil (utilitas) dan mengabaikan
prosedur yang fair.
Kefungsian individual lebih dapat digunakan untuk perbandingan antar-individu
daripada perbandingan utilitas, karena memiliki karakteristik nonmental dan lebih
dapat diamati (diukur). Namun demikian, perbandingan antar-individu dengan
pendekatan kapabilitas ini masih memiliki keberagaman, yang disebabkan oleh:
1. ada begitu banyak kefungsian individu yang berbeda-beda; dan
2. seberapa besar bobot kebebasan substantif, termasuk juga seperangkat
kapabilitas, terhadap pencapaian kefungsian aktual yang dipilih (chosen
functioning vector).
Dalam menilai sebuah keputusan sosial yang akan diambil, tidak bisa hanya
berdasarkan pada partial order, yaitu focal space (fokus variabel) tertentu atau
kefungsian tertentu saja, melainkan harus menyertakan semua variabel yang
mungkin bobot tertentu, sehingga terbentuklah complete order. Complete
order inilah yang selanjutnya menjadi basis informasi dalam pembuatan keputusan
sosial, yang dapat dilakukan melalui dua metode, yakni teknokrasi dan demokrasi.
Sen melengkapi konsep dan pemikiran Rawls dalam hal pengambilan sebuah
keputusan sosial. Pendekatan Rawls menekankan pada primary goods, rights,
liberties and opportunities, income and wealth, serta social basis of self-respect.
Selanjutnya, Sen melengkapinya dengan menambahkan pendekatan kefungsian
(kapabilitas) serta mempertimbangkan basis informasi yang bersumber dari lima
faktor yang meliputi: heterogenitas individu, diversitas lingkungan hidup, variasi
kondisi lingkungan sosial, perbedaan perspektif relasional, dan distribusi pendapatan
dalam intern keluarga. Kesemua variabel dan basis informasi itulah yang dipandang
dapat mempengaruhi pengkonversian primary goods dan resources menjadi sebuah
kapabilitas. Keadilan tidak cukup bertumpu pada equality of primary goods and
resources, namun juga kapabilitas sebagai konversi primary goods dan resources
berdasarkan diversitas dan heterogenitas manusia. Inilah yang menjadi fokus dalam
evaluasi mendasar sebuah kebijakan publik.
yang lengkap dan akurat. Sistem evaluasi dan pendekatan yang berbeda akan
menuntut basis informasi yang berbeda pula.
Ada tiga jenis pendekatan sosial-etika dan keadilan yang dipaparkan di sini, yaitu:
utilitarianism, libertarianism, dan teori keadilan Rawls. Masing-masing memiliki
kelebihan dan kelemahannya sendiri-sendiri.
Kontribusi positif dari pembahasan ini adalah penggunaan kebebasan substantif
individual untuk mencapai kapabilitas bagi individu tersebut untuk melakukan
sesuatu dan kebebasan untuk mencapai kehidupan yang lebih bernilai. Pendekatan
ini sekaligus mengelaborasi tiga pendekatan yang lain, yaitu: utilitarianism dengan
kebahagiaan manusia-nya, libertarianism yang melibatkan manusia dalam proses
pemilihan dan kebebasan bertindak, serta teori Rawls yang berfokus pada kebebasan
individual serta primary goods and resources yang diperlukan untuk mencapai
kebebasan substantif. Dengan demikian, pendekatan kapabilitas Sen memiliki
cakupan yang lebih luas.