Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A.

Pengertian Manajemen
Manajemen adalah suatu pendidikan yang dinamis dan proaktif
dalam menjalani suatu kegiatan di organisasi sedangkan manajemen
keperawatan adalah suatu proses bekerja melalui anggota staf
keperawatan untuk memberikan Asuhan Keperawatan secara profesional
(Nursalam, 2002).
Manajemen keperawatan harus dapat diaplikasikan dalam tatanan
pelayanan nyata, yaitu di Rumah Sakit dan Komunitas sehingga perawat
perlu memahami konsep dan aplikasi. Konsep manajemen keperawatan
perencanaan

berupa

rencana

strategi

melalui

pendekatan

yaitu

pengumpulan data, analisa SWOT dan menyusun langkah-langkah


perencanaan,

pelaksanaan

secara

operasional,

khususnya

dalam

pelaksanaan metoda asuhan keperawatan, melakukan pengawasan dan


pengadilan serta dokumentasi yang lengkap

B.

Tahapan Proses Keperawatan


1. Pengkajian
Tahap ini merupakan awal dari proses keperawatan. Tahap
pengkajian memerlukan kecermatan dan ketelitian untuk mengenal
masalah. Keberhasilan proses keperawatan berikutnya sangat
bergantung pada tahap ini.
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data merupakan kegiatan untuk menentukan
kebutuhan

dan

masalah

keperawatan.

Jenis

data

yang

dikumpulkan adalah data yang tepat atau relevan. Artinya data


tersebut mempunyai pengaruh atau hubungan dengan situasi
yang sedang ditinjau. Data ini dapat dibedakan menjadi 2 jenis:
data subjektif dan data objektif.

b. Sumber data
Klien
Keluarga/orang yang mengenal klien
Tenaga kesehatan
Catatan yang dibuat oleh tenaga kesehatan
Hasil pemeriksaan
c. Cara pengumpulan data
Wawancara
Observasi
Pemeriksaan fisik
(Suardi & Bachtiar, 2002)

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas,
singkat, dan pasti, tentang masalah klien serta pengembangan yang
dapat dipecahkan atau diubah melalui tindakan keperawatan.
Diagnosa keperawatan dapat dibagi menjadi: diagnosa
keperawatan aktual, potensial, dan resiko.
Rumus diagnosa keperawatan adalah: Problem + Etiologi +
Tanda/Gejala
Contoh: Nyeri akut b.d agen cidera: biologis yang ditandai dengan
wajah tampak meringis kesakitan.
(Suardi & Bachtiar, 2002)

3. Perencanaan
Perencanaan keperawatan adalah penyusunan rencana
tindakan

keperawatan

yang

akan

dilaksanakan

untuk

menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan yang


telah

ditentukan.

Tujuan

perencanaan

keperawatan

adalah

terpenuhinya kebutuhan klien.


Langkah-langkah penyusunan perencanaan keperawatan adalah
sebagai berikut:

a. Menentukan urutan prioritas masalah


Prioritas tertinggi diberikan pada masalah yang mempengaruhi
kehidupan atau keselamatan klien. Masalah nyata mendapatkan
perhatian atau prioritas lebih tinggi daripada masalah potensial
dan resiko
b. Merumuskan tujuan keperawatan yang akan dicapai
Tujuan keperawatan adalah hasil yang ingin yang dicapai dari
asuhan keperawatan untuk menanggulangi dan mengatasi
masalah yang telah dirumuskan dalam keperawatan.
c. Menentukan rencana tindakan keperawatan
Menentukan rencana tindakan keperawatan adalah langkah
penentu dalam tindakan keperawatan yang akan dikerjakan
oleh perawat dalam rangka menolong klien, untuk mencapai
suatu tujuan keperawatan. (Suardi & Bachtiar, 2002)

4. Implementasi
Tindakan keperawatan atau implementasi keperawatan
adalah pelaksanaan perencanaan tindakan yang telah ditentukan
dengan maksud agar kebutuhan klien terpenuhi secara optimal.
Tindakan keperawatan dapat dilaksanakan sebagian oleh klien itu
sendiri, oleh perawat secara mandiri, atau bekerjasama dengan
anggota tim kesehatan lain. (Suardi & Bachtiar, 2002)

5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah proses penilaian pencapaian
tujuan serta pengkajian ulang rencana keperawatan. Hal-hal yang
dievaluasi adalah:
Apakah asuhan keperawatan tersebut efektif ?
Apakah tujuan keperawatan dapat dicapai pada tingkat
tertentu?
Apakah perubahan klien seperti yang diharapkan?
Strategi keperawatan manakah yang efektif?

C.

PENDOKUMENTASIAN
1. Pengertian dokumentasi
Dokumentasi adalah bahan komunikasi yang tertulis untuk
mendukung informasi dan kejadian (Fioshbach. 1991). Jadi,
dokumentasi asuhan keperawatan dokumentasi tentang fakta-fakta
terhadap penyakit klien, gejala-gejala, diagnosa, mudah dan cepat
diakses serta sistematis sehingga dapat dan memberikan informasi
yang akurat.

2. Tujuan Dokumentasi Keperawatan


Memfasilitasi pemberian perawatan yang berfokus pada klien
Memastikan kemajuan hasil yang berfokus pada klien
Memfasilitas komunikasi antara disiplin mengenai konsistensi
tujuan dan kemajuan pengobatan
Teknik evaluasi
Pencatatan dan pelaporan dibuat untuk mempermudah penilaian
terhadap perawatan yang telah diberikan pada klien dan dapat
dipastikan apakah rencana yang diimplementasikan sudah
mencapai kemajuan.
Penguatan kembali (reinforcement)
Catatan perawatan merupakan sumber untuk mendapatkan
informasi tentang penanganan klien dan memberikan bukti
adanya pelayanan.
Akreditasi
Salah satu syarat penting bagi fasilitas perawatan kesehatan
menurut lembaga pemberi lisensi dan akreditasi adalah
mempertahankan rekam medik, termasuk dokumentasi asuhan
keperawatan.

3. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam Pendokumentasian


Asuhan Keperawatan
Elemen dari proses keperawatan yaitu pengkajian, diagnosa,
perencanaan, implementasi dan evaluasi
Catatan data dasar awal menggunakan format yang sistematis,
serta berdasarkan sistem tubuh atau dari kepala sampai ke kaki.
Data pengkajian dikumpulkan dan diletakkan sesuai dangan
format yang dirancang oleh institusi.
Diagnosa

keperawatan

diformulasikan

dari

data

yang

dikumpulkan .
Rencana keperawatan ditulis untuk setiap klien dan meliputi
tujuan, hasil yang diharapkan, dan aktifitas keperawatan yang
ditetapkan berdasarkan diagnosa keperawatan
Implementasi rencana keperawatan mencakup intervensi yang
membuat klien dapat berpartisipasi dalam promosi dan
pemeliharaan kesehatan dan juga untuk memaksimalkan potensi
kesehatan.
Catatan

evaluasi

tentang

perkembangan

kesehatan

dan

percapaian tujuan yang diharapkan.


Aktifitas, prioritas dan tujuan intervensi berdasarkan respon
klien terhadap perawatan atau perubahan dalam kondisi klien.

4. Pedoman

Umum

dalam

Mendokumentasikan

Proses

Keperawatan
Dokumentasi harus ditulis objektif tanpa bias dan informasi
subjektif. Gambaran penafsiran data subjektif harus didukung oleh
hasil pengamatan khusus. Hindari pernyataan yang bersifat umum
karena memiliki arti ganda. Data didokumentasikan secara jelas,
singkat dan ringkas. Hasil pengkajian dicatat dengan tulisan yang
besih dan dapat dibaca. Temuan-temuan hendaknya diuraikan
sejelas mungkin. Ejaan harus jelas. Dokumentasi harus ditulis
dengan tinta, jangan dengan pensil. Untuk data biasa, gunakan tinta

hitam atau biru dan tinta merah untuk

obat- obatan. Apabila

catatan tidak penuh jangan dikosongkan tetapi buat garis horizontal


atau vertical sepanjang bagian yang kosong. Jika ada kesalahan,
pernyataan yang salah jangan dicoret, tetapi harus dapat dibaca,
selanjutnya diparaf. Pencatatan harus selalu dimulai, jam dan
diakhiri dengan tanda tangan, nama jelas serta jabatan perawat

5. Dokumentasi sebagai Proses Keperawatan


Dokumentasi proses keperawatan sangat penting untuk dilakukan.
a. Pendokumentasikan merupakan mekanisme komunikasi antara
anggota Tim pelayanan kesehatan. Ada hubungan bebagi disiplin
ilmu yang terlibat dalam pelayanan kesehatanl;
Masing-masing disiplin ilmu informasi mutakhir klien melalui
pengkajian
Agar

informasi

terpelihara

dengan

baik,

maka

perlu

didokumentasikan
b. Dengan catatan yang akurat dapat membantu tercapainya
hubungan yang kreatif antara klien dan provider.
c. Dapat mempermudah pelaksanaan pelayanan klien dan fokus
asuhan keperawatan dapat ditentukan
d. Sesuai dengan empat peran yang harus dijalankan perawat,
tanggung jawab dan tanggung gugat.
e. Data yang lengkap dapat digunakan untuk menentukan status
kesehatan klien dan tingkat ketergantungan klien, sehingga dapat
diperkirakan jumlah kebutuhan tenaga perawat.
f. Bahan audit keperawatan, penghitung jasa, pertimbangan pihak
ketiga dan bukti tuntutan hukum.

10

6. Unsur-Unsur Dokumentasi Asuhan Keperawatan


Unsur-unsur dari dokumentasikan Asuhan Keperawatan diantaranya
adalah:
a. Pengkajian
Pengkajian

merupakan

langkah

pertama

dalam

proses

keperwatan, dimana pada fase ini perawat mengumpulkan data


tentang status kesehatan klien secara sistematis, menyeluruh,
akurat, dan berkesinambungan.
b. Mengumpulkan data
Meliputi pengumpulan data dasar yang mencakup informasi
tentang klien:
Riwayat kesehatan dahulu, seperti riwayat alergi terhadap
makanan atau obat tertentu, riwayat pernah dilakukan
tindakan bedah,riwayat menderita penyakit kronis, dan lainlain.
Riwayat kesehatan sekarang, seperti adanya perasaan nyeri,
mual, ganguan tidur, dan lain-lain.
Pemeriksaan fisik, dalam hal ini perawat dapat menggunakan
teknik inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi dengan prinsip
pemeriksaan head to toe (cephalocaudal) atau berdasrkan
sistem tubuh, seperti sistem pernapasan , pencernaan,
eliminasi dan lain-lain.
Pemeriksaan

penunjang

yang

meliputi

pemeriksaan

laboratorium, radiology, CT Scan dan lain-lain.


Tipe data yang dikumpulkan yaitu:
Data Subjektif, yaitu:
Data yang meliputi gejala yang dirasakan oleh klien, kebiasan dan
persepsi klien terhadap kesehatannya saat ini. Selain dari klien,
informasi yang didapat dari keluarga, teman atau tenaga kesehatan
yang mengetahui keaadan klien.

11

Data Objektif, yaitu:


Meliputi tanda dan gejala mengenai kondisi kesehatan klien dapat
dilihat, didengar, dirasakan atau dicium serta data-data lain yang
dapat diperoleh dari observasi dan pemeriksaan fisik.

c. Pengorganisasian data
Untuk

mendapatkan

data

secara

sistematis,

perawat

menggunakan format pengkajian, atau disebut juga pengkajian


keperawatan. Format pengkajian dapat dimodifikasi sesuai
dengan keadaan kesehatan klien. Dalam keperawatan, format
pengakajian yang digunakan dapat didasarkan pada berbagai
teori keperawatan, diantaranya:
Teori Gordon tentang fungsi kesehatan
Teori Orem tentang perawatan diri
Teori Roy tentang model adaptasi
Teori Maslow berdasarkan tigkat kebutuhan manusia
d. Validasi data
Informasi yang telah dikumpulkan harus lengkap, akurat
dan sesuai dengan keadaan klien sehingga dilakukan validasi
atau pemeriksaan kembali terhadap data yang telah dikumpulkan.
e. Pencatatan data
Untuk melengkapi pengkajian, dokumentasi data harus akurat
dan mencangkup semua keadaan kesehatan klien dan tidak
berdasrkan hasil intervensi perawat.
f. Diagnosa keperawatan
Diagnosa

keperawatan adalah

kesimpulan

klinis tentang

individu, keluarga atau masyarakat yang aktual, resiko dari status


kesehatan seseorang. Diagnosa keperawatan ini merupakan dasar
untuk melakukan intervensi keperawatan dalam mencapai tujuan
dan dapat dievaluasi (Nanda, 1990).

12

Tipe diagnosa keperawatan yaitu:


Aktual
Yaitu pernyataan tentang respon klien terhadap kesehatannya
saat ini berdasarkan hasil pengkajian yang meliputi tanda dan
gejala seperti jalan nafas tak efektif ansietas.
Resiko
Yaitu pernyataan klinis dari kondisi kesehatan klien dimana
masalah lebih beresiko untuk menjadi actual pada klien
tersebut dibanding dengan orang lain pada kondisi atau
situasi yang sama.
Komponen dari diagnosa keperawatan yaitu:
1.

Problem (masalah)
Menggambarkan masalah kesehatan klien atau responnya
terhadap terapi yang diberikan oleh perawat yang dituliskan
dalam beberapa kata, antara lain:
Perubahan (perubahan dari sebelumnya)
Gangguan (kelemahan, kerusakan, dan pengurangan)
Penurunan ( pengecilan dari segi ukuran, jumlah atau
tingkat/derajat)
Tidak efektif (tidak menghasilkan efek yang sesuai)
Akut (terjadi dalam waktu mendadak dan pendek)
Kronis (terjadi dalam waktu yang lama, berulang dan tetap)

2.

Etiologi (penyebab)
Mengidentifikasi
kesehatandalam

kemungkinan
melakukan

dari

intervensi

penyebab

masalah

keperawatan

yang

mencakup tingkah laku, lingkungan sekitar atau gabungan dari


keduanya.
3.

Symptom (gejala)
Pengelompokan tanda dan gejala yang merupakan bagian dari
diagnosa keperawatan

13

g. Perencanaan
Perencanaan adalah tahap sistematik proses keperawatan yang
melibatkan pembuatan suatu keputusan dan menyelesaikan
masalah. Dalam perencanaan, perawat mengacu pada pengkajian
data klien dan diagnostik sebagai acuan dan mewujudkan tujuan
klien dan dan mendesain strategi keperawatan untuk mencegah,
mengurangi masalah kesehatan klien.
Proses perencanaan keperawatan meliputi:
a. Membuat prioritas perencanaan
Prioritas perencanaan adalah suatu proses dalam melakukan
strategi keperawatan
b. Membuat tujuan dan kriteria hasil
Tujuan adalah penataan yang lebih luas tentang dampak dari
intervensi keperawatan.
Kriteria hasil adalah pernyataan yang lebih spesifik dan
diukur untuk mengevaluasi apakah tujuan tercapai.
h. Implementasi
Dalam proses keperawatan, implementasi merupakan suatu
tahap dimana perawat melaksanakan rencana keperawatan dalam
suatu tindakan. Implementasi terdiri dari melaksanakan tindakan
keperawatan, mendelegasi dan mencatat apa yang dilakukan.
Dalam melaksanakan tindakan keperawatan, perawat mencatat
tindakan keperawatan, perawat mencatat

tindakan yang

dilakukan serta respon klien.


i. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dalam proses keperawatan.
Evaluasi adalah perencanaan, pelaksanaan, kemajuan aktifitas
yang mana klien dan tenaga profesional kesehatan lainnya dapat
mempertimbangkan

kemajuan

klien

sesuai

tujuan

dan

keefektifan rencana keperawatan.

14

D. KEWASPADAAN UNIVERSAL
1. Pengertian
Kewaspadaan Universal atau Universal Precaution adalah salah
satu dari dua sistem yang direkomendasikan oleh Central Desease Control
(CDC) ketika merebaknya kasus AIDS di tahun 1980-an. Kewaspadaan
universal erat kaitannya dengan upaya yang diperlukan oleh tim kesehatan
ketika menangani hal yang berkaitan dengan darah dan beberapa cairan
tubuh yang terinfeksi, dimana demi keselamatan tim kesehatan perlu
dilakukan perlindungan dari mereka yang mempunyai HIV positif,
Hepatitis B, Hepatitis C atau penyakit menular lainnya sesuai dengan
proses penularannya (Yayasan Spritia, 2006).

2. Penerapan Kewaspadaan Universal


Penerapan dapat diartikan sebagai suatu praktek atau implementasi
dari kegiatan yang dilakukan secara berkesinambungan melalui proses
yang diketahui atu didapatkan seseorang

dari lingkungannya (Sofiah,

206).
Terkait

prinsip

penerapan

kewaspadaan

universal,

sangat

dipengaruhi oleh perilaku petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan


kesehatan sehingga perlu dilakukan penekanan untuk perubahan perilaku
dalam upaya pencegahan dan penularan penyakit, yakni meliputi
pengetahuan, sikap, maupun tindakan.

3. Prinsip Kewaspadaan Universal


Kewaspadaan universal erat kaitannya dengan upaya yang
diperlukan oleh tim kesehatan ketika menangani hal yang berkaitan
dengan darah dan beberapa cairan tubuh yang terinfeksi, dimana demi
keselamatan tim kesehatan perlu dilakukan perlindungan dari mereka yang
mempunyai HIV positif, Hepatitis B, Hepatitis C atau penyakit menular
lainnya sesuai dengan proses penularannya.

15

Sementara pada pasien sumber penularan penyakit dapat terjadi


melalui peralatan yang terkontaminasi atau menerima darah atau produk
darah yang mengandung virus.

4. Komponen-komponen Pelaksanaan Kewaspadaan Universal


Prinsip utama kewaspadaan universal bagi pelayanan kesehatan
adalah menjaga hygiene sanitasi individu, hygiene sanitasi ruangan, dan
sterilisasi peralatan. Ketiga prinsip tersebut dapat dijabarkan dalam lima
kegiatan, yaitu :
1. Cuci tangan guna mencegah infeksi silang
Cuci tangan adalah proses membuang debu secara mekanis dari kulit
kedua belah tangan dengan memaki sabun dan air. Sedangkan dalm
kebersihan

tangan

secara

bermakna

mengurangi

jumlah

mikroorganisme penyebab penyakit pada kedua tangan dan lengan


serta meminimalkan kontaminasi silang. Cuci tangan tidak hanya
mengurangi penyebaran infeksi dari petugas kesehatan tetapi juga dari
pengunjung rumah sakit (Linda Tiejen, 2004).
Ada 2 teknik cuci tangan yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan,
yaitu :
a. Cuci tangan dasar atau rutin
Teknik cuci tangan dasar atau rutin yang selalu diterapkan yakni
menurut Standar Operasional Prosedur (SOP) Rumah Sakit Dr. M.
Djamil Padang yang ditetapkan Januari 2006.
b. Cuci tangan bedah (surgical handscrub)
Menurt Nancy, dalam mengendalikan infeksi di kamar bedah ada
lima D yang mesti diterapkan yaitu, Design, Discpline, Devices,
Defense Mechanism, dan Drugs (Tiejen, 2004)
2. Pemakaian alat pelindung : sarung tangan, topi, pelindung wajah
(masker dan kacamata), gaun pelindung dan sepatu guna mencegah
kontak dengan darah serta cairan infeksius lainnya.

16

3. Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai guna mencegah transmisi


infeksi.
Proses pengelolaan alat kesehatan dilakukan melalui empat tahap
kegiatan yaitu :
dekontaminasi
pencucian alat
desinfeksi dan sterilisasi
penyimpanan alat kesehatan
4. Pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukan
Untuk pengelolaan jarum suntik yang telah dipakai harus dibuang
langsung ke dalam tabung yang tertutup, anti bocor sebelum
dibawa ke tempat insenerator, tanpa menyentuh atu memanipulasi
bagian tajamnya seperti dibengkokkan, dipatahkan, atau ditutup
kembali. Jika jarum terpaksa ditutup kembali (recapping),
gunakanlah cara penutupan jarum dengan satu tangan untuk
mencegah jari tertusuk. Sediakan penempatan wadah tahan tusukan
yang telah diberi tanda dengan jelas dan ditempatkan sedekat
mungkin, dimana benda tersebut ditemukan (WHO, 2005).
Pemakaian alat tajam yang telah digunakan untuk sekali pakai
langsung dibuang ke dalam kontainer khusus yang tidak mudah
tembus sebelum dibawa ke insenerator (Ramdhan, 2008)
5. Pengelolaan limbah, sanitasi ruangan dan penanganan terhadap
kecelakaan kerja (Yayasan Spiritia, 2006).
Limbah yang berasal dari rumah sakit/sarana kesehatan secara
umum dibedakan atas :
a. limbah medis
b. limbah berbahaya
c. limbah rumah tangga
Sanitasi ruangan rumah sakit
Sanitasi ruangan adalah upaya kesehatan dengan cara
memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan sekitar tempat

17

bekerja untuk mengurangi jumlah bakteri yang ada (Handoko,


2007)
Fungsi

sanitasi di rumah sakit

adalah

melakukan

pengendalian terhadap kontaminasi di rumah sakit, melaksanakan


pengolahan limbah secara baik dan benar, mengawasi serta
membantu menciptakan keadaan lingkungan yang nyaman, bersih,
dan selalu menegakkan peraturan perundangan di bidang sanitasi
dan lingkungan
Penanganan terhadap kecelakaan kerja
Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak diduga dan
tidak

diharapkan

atau

tidak

dilatarbelakangi

oleh

unsur

kesengajaan dan direncanakan (Astono, 2007).


Pajanan darah atau cairan tubuh dapat terjadi secara
parenteral melalui tusukan, luka, percikan darah atau cairan tubuh
pada mukosa mata, hidung atau mulut dan percikan pad kulit yang
tidak utuh, kejadian seperti ini harus dicegah dan keselamatan
petugas harus diutamakan.
Proses yang semestinya dilakukan apabila kecelakaan kerja telah
terjadi yaitu :
kejadian harus didokumentasikan dan dilaporkan pada atasan,
kepada panitia keselamatan dan kesehatan kerja, dan panitia
infeksi nosokomial secepatnya
pemberian imunisasi apabila tersedia, diberikan kepada
semua staff yang beresiko mendapat perlukan karena benda
tajam. Setelah terjadi kecelakaan dan harus diberi konseling
(WHO, 2005).

5. Ketersediaan Fasilitas, Sarana, dan Prasarana dalam Kewaspadaan


Universal
Sarana atau fasilitas adalah alat yang digunakan untuk mencapai
keberhasilan dalm bekerja (Sofiyah, 2006). Sebelum petugas kesehatan
dapat mematuhi dan menjalankan prosedur kewaspadaan universal,

18

institusi pelayanan kesehatan atau rumah sakit harus memastikan bahwa


semua pedoman dan kebijakan mereka cocok diterapkan di lokasi
pelayanan, dan sarana atau fasilitas yang dimiliki untuk kewaspadaan
universal serta ketersediaan alatnya telah mencukupi. Pada prinsipnya
ketersediaan fasilitas dan sarana sangat berguna untuk memudahkan
petugas kesehatan dalam mematuhi praktek pengendalian infeksi,
kebijakan serta standar operasional prosedur di dalm melaksanakan
kewaspadaan universal. Untuk pencapaian ini, maka diperlukan :
Pengadaan SDM yang terlatih dalam pengembangan pengetahuan
Sarana kesehatan yang diperlukan seperti pengadaan sarana cuci
tangan, air mengalir, sarung tangan disposable, serta alat pelindung
diri lainnya, jarum suntik sekali pakai, wadah benda tajam, tempat
peralatan steril dan bersih, alat-alat untuk proses disenfeksi dan
sterilisasi, bahan-bahan atau larutan untuk pencucian, alat
pengelolaan limbah yang memerlukan konstrusi khusus, seperti
insenerator atau pilihan lain dari insenerator, sarana sterilisasi,
peningkatan sistem ventilasi, peralatan laboratorium, obat anti
retroviral, dan termasuk alat-alat untuk memantau

serta

mengawasi proses ulang yang harus dilakukan, semua ini harus


tersedia dengan cukup walau berada dalm lingkungan dengan
sumber daya yang terbatas (WHO, 2005)

E. SISTEM MODEL ASUHAN KEPERAWATAN PROFESIONAL


Sistem model asuhan keperawatan profesional merupakan suatu
kerangka kerja yang mendefenisikan standar, proses keperawatan, pendidikan
keperawatan dan system model asuhan keperawatan profesional. Dimana
keberhasilan suatu asuhan keperawatan pada klien sangat ditentukan oleh
metode pemberian asuhan keperawatan profesional.
Dasar pertimbangan asuhan keperawatan (MAKP) adalah:
a. Sesuai dengan visi dan misi Rumah Sakit
b. Dapat diterapkannya prosedur keperawatan
c. Efesisensi dan efektif penggunaan biaya

19

d. Terpenuhinya kepuasan klien, keluarga dan masyarakat


e. Kepuasan kinerja perawat
f. Terlaksananya komunikasi yang adekuat antar perawat dan tim kesehatan

1. Jenis Model Asuhan Keperawatan Profesional


a. Model fungsional
Model fungsional bedasarkan orientasi tugas dari filosofi
Keperawatan, dimana perawat melaksakan tugas (tindakan) tertentu
berdasarkan

jadwal

kegiatan

yang

ada.

Metode

fungsional

dilaksanakan oleh perawat pengelolaan dalam Asuhan Kperawatan


sebagai pilihan utama.
Penanggung jawab Model fungsional adalah perawat yang
bertugas pada tindakan tertentu, misalnya dalam pemasangan infus,
pemberian obat, dan lain-lain.
Kelebihan dari metode fungsional yaitu:
1. Menekankan efesiensi,

pembagian tugas

yang jelas dan

pengawasan
2. Sangat baik untuk Rumah Sakit yang kekurangan tenaga
3. Perawat senior menyibukan diri dengan tugas manajerial,
sedangkan pasien di serahkan kepada perawat yunior dan atau
yang belum berpengalaman.
Kekurangan dari metode fungsional yaitu:
1. Tidak memberikan kepuasan pada pasien maupun perawat
2. Pelayanan keperawatan terpisah-pisah, tidak menerapakan proses
keperawatan
3. Persepsi perawat cenderung kepada tindakan yang berkaitan
dengan keterampilan saja.

b. Model Kasus
Model Kasus berdasrakan pendekatan holistik dari filosofi
Keperawatan, dimana perawat bertanggung jawab terhadap Asuhan
observasi pada pasien tertentu dan ratio Pasien : Perawat adalah 1:1

20

Setiap pasien ditugaskan kepada semua perawat yang melayani


semua kebutuhannya pada saat dinas. Pasien akan dirawat oleh
perawat yang berbeda oleh orang yang sama pada hari berikutnya.
Metode penugasan kasus biasanya ditetapkan satu pasien satu
perawat, umumnya dilaksanakan untuk perawat private untuk
perawatan khusus seperti isolasi, intensive care. Penanggung jawab
pada Model Kasus adalah Manajer Keperawatan.
Kelebihan dari metode kasus yaitu:
1. Perawat lebih memahami kasus per kasus
2. Sistem evaluasi dari manajerial menjadi lebih mudah
Kelemahan dari metode kasus yaitu:
1. Belum dapat di identifikasi perawat penanggung jawab
2. Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan
dasar yang sama

c. Model Tim
Model

Tim

berdasarkan

pada

kelompok

filosofi

keperawatan. Enam tujuh perawat profesional dan perawat


associate bekerja sebagai suatu tim, disupervisi oleh tim. Metode
ini menggunakan tim yang terdiri dari anggota yang berbeda-beda
dalam memberikan Asuhan Keperawatan terhadap sekelompok
pasien, perawat ruangan dibagi menjadi 2-3 tim/grup yang terdiri
dari tenaga profesional, teknikal dan pembantu dalam satu grup
kecil yang saling membantu.
Penanggung jawab dalam Model Tim ini adalah Ketua Tim.
Kelebihan dari metode ini adalah:
1. Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh
2. Mendukung pelaksanaan proses keperawatan
3. Memungkinkan komunikasi antar tim sehingga konflik mudah
di atasi dan memberikan kepuasan kepada anggota tim

21

Kelemahan dari metode ini adalah:


Komunikasi antar anggota tim terbentuk terutama dalam bentuk
konferensi tim, yang biasanya membutuhkan waktu dimana sulit
untuk melaksanakan pada waktu-waktu sibuk.

d. Model Primer
Model

primer

berdasarkan

pada

tindakan

yang

komprehensif dari filosofi Keperwatan. Perawat bertanggung


jawab terhadap semua aspek Asuhan Keperawatan dari hasil
pengkajian,

kondisi

pasien

untuk

mengkoordinir

Asuhan

Keperwatan, dimana ratio Perawat: Pasien 1: 4 / 1:5


Metode penugasan dimana satu orang perawat bertanggung
jawab penuh selama 24 jam terhadap Asuhan Keperawanan pasien
mulai dari pasien masuk sampai keluar rumah sakit.
Model primer mendorong praktek kemandirian perawat dan
terdapat kejelasan antara si pembuat rencana Asuhan dan
pelaksana. Metode primer ini ditandai dengan adanya keterkaitan
kuat dan terus menerus antara pasien dan perawat yang ditugaskan
untuk merencanakan, melakukan koordinasi Asuhan Keperawatan
selama pasien dirawat. Penanggung jawab pada model primer ini
adalah Perawat primer.
Kelebihan dan sistem model primer adalah:
1. Bersifat kontinuitas dan komprehensif
2. Perawat primer mendapatkan akontabilitas yang tinggi
terhadap hasil dan memungkinkan pengembangan diri.
3. Keuntungan terhadap pasien, perawat, dokter dan Rumah Sakit
misalnya pasien merasa dimanusiakan karena terpenuhinya
kebutuhan secara individu.
Kelemahan dan sistem model primer adalah:
Hanya dapat dilakukan oleh perawat yang memiliki pengalaman
dan pengetahuan yang memadai dengan kemampuan self direction,

22

kemampuan

mengambil

keputusan

yang

tepat

menguasai

keperawatan klinik dan mampu bekolaborasi dengan berbagai


disiplin.

e. Model Modular
Model

modular

adalah

suatu

variasi

dari

metode

keperawatan primer. Metode ini sama dengan model keperawatan


tim karena baik perawat profesional maupun non profesional
bekerja bersama dalam memberikan asuhan keperawatan dibawah
kepemimpinan seorang perawat profesional. Disamping itu,
dikatakan memiliki kesamaan dengan metode keperawatan primer
karena dua atau tiga orang perawat bertanggung jawab atas
sekelompok kecil pasien sejak masuk dalam perawatan hingga
pulang bahkan sampai dengan waktu follow up care.
Sekalipun didalam

memberikan asuhan

keperawatan

dengan menggunakan metode ini dilakukan oleh dua hingga tiga


orang perawat, tanggung jawab yang paling besar tetap ada pada
perawat profesional. Perawat profesional juga memiliki kewajiban
untuk membimbing dan melatih non profesional. Apabila perawat
profesional sebagi ketua tim dalam keperawatan modular ini tidak
masuk, tugas dan tanggung jawab dapat digantikan oleh perawat
profesional lainnya yang berperan sebagai ketua tim.
Peran perawat kepala ruang (nurse unit manager) diarahkan dalam
hal membuat jadwal dinas dengan mempetimbangkan kecocokan
anggota untuk bekerja sama dan berperan sebagai fasilitator,
pembimbing serta motivator.

2. Fungsi Manajerial
a. Kepala Ruangan
Kepala ruangan adalah petugas atau perawat yang diberikan
tanggung jawab dan wewenang dalam memimpin pelaksanaan

23

pelayanan keperawatan serta tata laksana personalia pada suatu


ruangan atau bangsal Rumah Sakit.
Tanggung jawab Kepala Rungan:
a. Perencanaan

Menunjukan ketua tim akan bertugas diruangan masingmasing

Mengikuti serah terima pasien di shift sebelumnya

Mengidentifikasi tingkat ketergantungan klien, gawat, transisi


dan persiapan pulang bersama ketua tim

Mengidentifikasi strategi pelaksanaan keperawatan

Mengikuti

visite

dokter,

untuk

mengetahui

kondisi,

patofisiologi, tindakan medis, yang dilakukan. Program


pengobatan dan mendiskusikan dengan dokter tentang tindakan
yang akan dilakukan terhadap pasien

Mengatur dan mengendalikan Asuhan Keperawatan


Membimbing pelaksanaan Asuhan Keperawatan
Membimbing penerapan proses keperawatan dan
menilai Asuhan Keperawatan
Mengadakan diskusi untuk pemecahan masalah
Memberikan informasi kepada pasien atau keluarga
yang baru masuk

Membantu mengembangkan niat pendidikan dan latihan diri

Membantu membimbing terhadap pesrta didik keperawatan

Menjaga terwujudnya visi dan misi Keperawatan dan rumah


sakit

b. Pengorganisasian
1) Merumuskan metode penugasan yang digunakan
2) Merumuskan tujuan metode penugasan
3) Membuat rincian ketua tim Anggota tim secara jelas
4) Membuat rentang kendali Kepala Ruangan dan membawahi 2
ketua tim dan ketua tim membawahi 2-3 Perawat

24

5) Mengatur dan mengendalikan tenaga Keperawatan membuat


proses dinas, mengatur tenaga yang ada setiap hari dll
6) Mengatur dan mengendalikan logistik ruangan
7) Mengatur dan mengendalikan situasi tempat praktek
8) Mendelegasikan tugas saat kepala ruangan tidak berada
ditempat kepada ketua tim
9) Memberi wewenang kepada tata usaha untuk mengurus
administrasi pasien
10) Mengatur penugasan jadwal pos dan pakarnya
11) Identifikasi masalah dan cara penanganan
Pengarahan
Memberi pengarahan tentang penugasan kepada ketua
tim
Memberi

pujian

kepada

anggota

tim

yang

melaksanakan tugas dengan baik


Memberi motivasi dalam peningkatan pengetahuan,
keterampilan dan sikap
Menginformasikan hal-hal yang dianggap penting dan
berhubungan dengan Askep Pasien
Melibatkan bawahan sejak awal hingga akhir kegiatan
Membimbing bawahan yang mengalami kesulitan
dalam melaksanakan tugasnya
Meningkatkan kolaborasi dengan anggota tim lain
Pengawasan
Melalui komunikasi: mengawasi dan berkomunikasi
langsung

dengan ketua tim maupun pelaksana

mengenai Asuhan Keperawatan yang diberikan kepada


pasien
Melalui supervisi
Evaluasi

25

Mengevaluasi upaya pelaksanaan dan membandingkan


dengan rencana keperawatan yang sudah disusun
bersama ketua tim
Audit Keperawatan

26

b. Ketua Tim
Ketua Tim merupakan perawat yang memiliki tanggung jawab
dalam perencenaan, kelancaran dan evaluasi dari askep untuk semua
pasien yang di lakukan oleh Tim di bawah tanggung jawabnya (Nursalam
2003)
Tanggung Jawab ketua Tim:
1. Membuat perencanaan
2. Membuat penugasan, supervisi dan evaluasi
3. Mengenal / mengetahui kondisi pasien dan pendapat menilai tingkat
kebutuhan pasien
4. Mengembangkan kemampuan anggota
5. Menyelenggarakan konference

c. Perawat Pelaksana
Perawat pelaksanaan adalah merupakan seorang tenaga keperawatan
yang

diberi

wewenang

untuk

melaksanakan

pelayanan/

Asuhan

keperawatan di ruang rawat


Tanggung jawab perawat pelaksana
Dalam melaksanakan tugasanya perawat pelaksan diruang rawat
bertanggung jawab kepada kepala ruangan / kepala instalasi terhadap halhal sebagai berikut:
1) Kebenaran dan ketepatan dalam mendokumentasikan pelaksanaan
Asuhan keperawatan/kegiatan lainnya yang dilakukan
2) Kebenaran dan ketepatan dalam mendokumentasikan pelaksanaan
Asuhan Keperawatan atau kegiatan lain yang dilakukan.
Wewenang Perawat Pelaksana
Dalam melaksanakan tugasnya, perawat pelaksana diruang rawat
mempunyai wewenang sebagai berikut
1) Meminta informasi dan petunjuk kepada Ka tim mengenai Asuhan
keperawatan
2) Memberikan Asuhan Keperawatan kepada pasien/ keluarga pasien
sesuai kemampuan dan batasan dan kewenangan

27

Uraian tugas perawat pelaksana


1) Memelihara keberhasilan ruang rawat dan lingkungan
2) Menerima pasien baru sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku
3) Memelihara keperawatan dan medis agar selalu dalam keadaan siap
4) Melakukan pengkajian keperawatan dan menentukan diagnosa sesuai
batas kewenangan
5) Menyusun rencana keperawatan sesuai dengan kemampuannya
6) Melakukan tindakan keperawatan kepada pasien sesuai kebutuhan dan
batas kemampuanya antara lain :
Melaksanakan tindakan pengobatan sesuai program pengobatan
Memberikan penyuluhan kesehatan kepada pasien dan keluarganya
mengenai penyakitnya
7) Melatih / membantu pasien untuk melakukan latihan gerak
8) Melaksanakan

evaluasi

tindakan,

keperawatan

sesuai

batas

kemampuannya
9) Mengobservasi kondisi pasien selanjutnya melakukan tindakan yang
tepat berdasarkan hasil observasi sesuai batas kemampuannya
10) Berperan serta dengan anggota tim kesehatan dalam membahas kasus
dan upaya meningkatkan mutu Asuhan Keperawatan
11) Melaksanakan kasus dan upaya meningkatkan mutu Asuhan
keperawatan

28

Anda mungkin juga menyukai