Anda di halaman 1dari 5

AKANDUNG KEMIH PADA KEHAMILAN DAN NIFAS

Kandung kemih sebagian besar terletak di rongga pelvis, bagian belakang dibatasi
oleh uterus dan vagina, sedangkan di bagian

depan oleh dinding perut dan

simfisis. Kandung kemih terdiri dari dua bagian yaitu fundus dan leher kandung
kemih. Bagian leher disbut juga uretra posterior karena berhubungan dengan
uretra. Mukosa kandung kemih dilapisi oleh epitel transisional yang mengandung
ujung-ujung saraf sensoris. Dibawahnya terdapat lapisan submukosa yang
sebagian besar tersusun dari jaringan ikat dan jaringan elastin. Otot polos
kandung kemih disebut juga otot detrusor, membentuk lapisan luar submukosa,
terdiri dari tiga lapis otot, yaitu otot longitudinal di lapisan luar dan dalam, serta
otot sirkuler dilapisan tengahnya. Otot detrusor meluas keuretra membentuk
dinding uretra, dimana disini lapisan ototnya mengandung banyak jaringan
elastin. Pada kehamilan, kandung kemih ini akan mengikuti pembesaran uterus ke
superior dan terdesak ke anterior sehingga lebih berada dalam rongga abdomen. 3234

Disamping itu selama kehamilan juga terdapat perubahan-perubahan fisiologi

lainnya. Pengaruh hormon progesteron menyebabkan penurunan tonus otot-otot


polos ureter serta penurunan aktifitas peristaltiknya sehingga terjadi penurunan
kecepatan pengeluaran urin melalui sistem pengumpul urin. Ureter bagian atas
dan pelvis renal akan mengalami dilatasi sehingga akan terjadi hidronefrosis yang
fisiologis pada kehamilan. Hidronefrosis ini juga timbul akibat obstruksi mekanik
oleh uterus yang membesar. Pada kandung kemih juga didapatkan perubahanperubahan seperti penurunan tonus, peningkatan kapasitas serta pengosongan
kandung kemih yang tidak sempurna, yang tampaknya sebagai reflek dari efek

atonia progesteron pada otot polos. Mattingly dan Barkow (1974) mendapatkan
peningkatan kapasitas kandung kemih yang progresif selama trimester II dan III
menjadi 1 liter atau lebih. Rubi dan Sala (1972) mencatat kapasitas rata-rata
kandung kemih pada wanita hamil adalah 838 ml.35
Pada wanita normal yang tidak hamil, sensasi ingin berkemih spontan timbul
bila kandung kemih terisi 150-200 ml urin, sedangkan pada wanita hamil, dengan
adanya perubahan-perubahan tadi sensasi ingin berkemih baru timbul setelah
kandung kemihnya terisi 250-400 ml urin.36
Perubahan perubahan fisiologis selama kehamilan tadi serta adanya trauma
sewaktu operasi akan mengakibatkan pengosongan kandung kemih relatif
terganggu, yang akan meningkatkan resiko terjadinya retensio urin dan infeksi
saluran kemih.32,35,
Kembalinya fungsi sistem saluran kemih ini kepada keadaan normal
berlangsung sangat lamban dan memerlukan waktu sekitar 6 minggu.37
Secara fisiologis proses berkemih diatur oleh susunan saraf pusat, yang
berpusat pada lobus frontalis di daerah area detrusor piramidal, dengan kontrol
terpenting berada pada pontine mesencephatic reticular formation atau disebut
pusat berkemih pontin. Sistem ini ditunjang oleh sistem sakralis yang disebut
pusat berkemih sakralis. Bila jalur kedua pusat persarafan berkemih ini dalam
keadaan normal dan berjalan baik maka proses berkemih akan berjalan dengan
baik, dengan terjadinya reflek berkemih yang melibatkan serangkaian proses
berupa relaksasi dari otot lurik uretra, kontraksi otot detrusor dan pembukaan
leher kandung kemih dan uretra.38

Sistem saraf perifer dari saluran kemih bawah terdiri dari sistem saraf otonom,
khususnya melalui sistem parasimpatis yang mempengaruhi kontraksi detrusor
terutama transmisi kolinergik. Perjalanan parasimpatis melalui nervus pelvikus
dan muncul pada sakral S2-4, sedangkan transmisi simpatik muncul dari saraf
torakal T10-L2 yang membentuk nervus hipogastrikus inferior yang bersamasama dengan saraf parasimpatis membentuk pleksus pelvikus.38

Gambar 1. Persarafan perifer saluran kemih bawah wanita


Dikutip dari Djusad38

Pada kandung kemih terutama dijumpai persarafan parasimpatis, dimana dinding


kandung kemih kaya dengan reseptor kolinergik, dengan adanya stimulasi asetil
kolin maka otot detrusor akan berkontraksi. Serabut simpatis adrenergik
mempersarafi kandung kemih dan uretra, pada kandung kemih didapatkan
reseptor alpha dan beta, sedangkan daerah trigonum kandung kemih tidak
mempunyai reseptor kolinergik karena bagian ini terbentuk dari mesoderm tapi
banyak reseptor adrenergik alpha dan sedikit reseptor beta. Uretra mempunyai
ketiga jenis reseptor, yaitu reseptor alpha lebih banyak dari reseptor beta,
sedangkan reseptor kolinergik hanya berperan sedikit.
Daerah fundus dari kandung kemih mengandung lebih banyak reseptor beta,
dan bagian dasar dan leher kandung kemih didominasi oleh resptor alpha. Dengan
adanya stimulasi terhadap reseptor adrenergik akan menimbulkan kontraksi otot
uretra sehingga kebocoran urin dapat dicegah. Pada saat bersamaan fundus
kandung kemih relaksasi untuk menampung urin yang dialirkan dari ureter,
relaksasi ini terjadi karena stimulasi dari adrenergik beta. Selanjutnya reseptor
beta akan dihambat sehingga akan timbul kontraksi otot detrusor, reseptor alpha
dihambat sehingga uretra akan relaksasi.38
Otot polos kandung kemih bersifat involunter, jika kandung kemih terisi urin
maka serabut otot polos didinding kandung kemih akan teregang dan merangsang
kontraksi sehingga terjadi peningkatan tekanan dalam kandung kemih. Pengisian
urin 25-50 ml

kedalam kandung kemih akan meningkatkan tekanan intra

kandung kemih 5-10 cm air, tetapi sampai pengisian 150-300 ml tidak terjadi

peningkatan tekanan yang berarti sampai kapasitas kandung kemih tercapai lebih
kurang 400 ml, dan dorongan berkemih akan terjadi pada pengisian kandung
kemih mencapai 300-400 ml.39
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

8.

Vohrer. Maternal involution changes management of pierpural problems and


complications. In: Sciarra JJ, ed. Gynecology nad Obstetrics. Philadhelpia: Harper & Row, 1984;
2(90): 12-13
Lapides J, Diokno AC. Physiology of Micturition. In: Buchsbaum HJ, Schmidt JD,
ed. Gynecologic and Obstetric urology, 3 th eds. Philadhelphia: WB Saunders Company, 1993; 6175
Ganong WF. Fisiology berkemih. Dalam: Ganong WF, ed. Fisiologi kedokteran,
edisi 14. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran, 1992; 662-89
Cunningham FG, Mac Donald PC, Gant NF. Maternal adaptation to pregnancy. In:
Cunningham FG, Mac Donald PC, Gant NF, ed. Williams Obstetrics, 19 th eds. Norrwalk,
Connecticut: Appleton & Lange, 1993; 209-46
Saultz JW, Toffler WL, Shackles JY. Postpartum urinary retention. JABFP, 1991,
4(5); 341-44
Josoprawiro MJ. Infeksi saluran kemih pada masa kehamilan dan nifas. Dalam:
Junisaf, Josoprawiro MJ, Santoso BI, ed. Seminar infeksi saluran kemih pada wanita, Jakarta,
1994; 17-28
Djusad S, Penatalaksanaan Retensio Urin pada Kasus Obstetri dan Ginekologi .
Dalam Kumpulan Simposium Sehari Penatalaksanaan Mutakhir Gangguan Berkemih pada
Wanita,Jakarta: SubBagian Uroginekologi-Rekonstruksi Bagian Obstetri & Ginekologi
FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkususmo, 2002:1-7
Weidner AC, Versi E. Physiology of micturition, In: Urogynecology and
urodynamics theory and practice. USA. Williams and Wilkins. 1996; 43-63

Anda mungkin juga menyukai