Anda di halaman 1dari 21

Penatalaksanaan

Asma Bertujuan:
1.Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma, agar kualitas hidup meningkat
2.Mencegah eksaserbasi akut
3.Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
4.Mempertahankan aktivitas normal termasuk latihan jasmani dan aktivitas
lainnya
5.Menghindari efek samping obat
6.Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara ireversibel
7.Meminimalkan kunjngan ke gawat darurat Komunikasi yang baik dan terbuka
antara dokter dan pasien adalah hal yang penting sebagai dasar penatalaksanaan.
Diharapkan agar dokter selalu bersedia mendengarkan keluhan pasien, itu
merupakan kunci keberhasilan pengobatan. Komponen yang dapat diterapkan
dalam penatalaksanaan asma, yaitu mengembangkan hubungan dokter pasien,
identifikasi dan menurunkan pajanan terhadap faktor risiko, penilaian, pengobatan
dan monitor asma serta penatalaksanaan asma eksaserbasi akut. Pada prinsipnya
penatalaksanaan asma diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu:
1.Penatalaksanaan Asma Akut
Serangan akut adalah keadaan darurat dan membutuhkan bantuan medis segera,
Penanganan harus cepat dan sebaiknya dilakukan di rumah sakit/gawat darurat.
Kemampuan pasien untuk mendeteksi dini perburukan asmanya adalah penting,
agar pasien dapat mengobati dirinya sendiri saat serangan di rumah sebelum ke
dokter. Dilakukan penilaian berat serangan berdasarkan riwayat serangan, gejala,
pemeriksaan fisis dan bila memungkinkan pemeriksaan faal paru, agar dapat
diberikan pengobatan yang tepat. Pada prinsipnya tidak diperkenankan
pemeriksaan faal paru dan laboratorium yang dapat menyebabkan keter-lambatan
dalam pengobatan/tindakan.
2. Penatalaksanaan Asma Kronik
Pasien asma kronik diupayakan untuk dapat memahami sistem penanganan asma
secara mandiri, sehingga dapat mengetahui kondisi kronik dan variasi keadaan
asma. Anti inflamasi merupakan pengobatan rutin yang yang bertujuan

mengontrol penyakit serta mencegah serangan dikenal sebagai pengontrol,


Bronkodilator

merupakan

pengobatan

saat

serangan

untuk

mengatasi

eksaserbasi/serangan, dikenal pelega.


Ciri-ciri asma terkontrol:
1.Tanpa gejala harian atau d 2x/minggu
2.Tanpa keterbatasan aktivitas harian
3.Tanpa gejala asma malam
4.Tanpa pengobatan pelega atau d 2x/minggu
5.Fungsi paru normal atau hampir normal
6.Tanpa eksaserbasi
Ciri-ciri asma tidak terkontrol
1.Asma malam (terbangun malam hari karena gejala asma)
2.Kunjungan ke gawat darurat, karena serangan akut
3.Kebutuhan obat pelega meningkat.
Pengendalian asma bertujuan:
1,5,10
1.Meningkatkan kemandirian pasien dalam upaya pencegahan asma
2.Menurunkan jumlah kelompok masyarakat yang terpajan faktor risiko asma
3.Terlaksananya deteksi dini pada kelompok masyarakat berisiko asma
4.Terlaksananya penegakan diagnosis dan tatalaksana pasien asma sesuai
standar/kriteria
5.Menurunnya angka kesakitan akibat asma
6.Menurunnya angka kematian akibat asma untuk melaksanakan tujuan tersebut,
salah satu cara dapat dilakukan dengan komunikasi, Informasi dan Edukasi
yang meliputi:
1,2,15
1.Penyuluhan bagi pasien dan keluarga tentang pencegahan dan penanggulangan
asma.

2.Meningkatkan pengetahuan, motivasi dan partisipasi pasien dalam pengendalian


asma.
3.Untuk merubah sikap dan perilaku pasien dalam pengendalian asma.
4.Meningkatkan kemandirian pasien dalam ketrampilan penggunaan obat/alat
inhalasi
Pelaksanaan KIE tentang asma dan faktor risikonya dapat dilakukan melalui
berbagai media penyuluhan, seperti penyuluhan tatap muka, radio, televisi dan
media elektronik lainnya, poste,leaflet, pamflet, surat kabar, majalah dan media
cetak lainnya

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ASMA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Asma adalah penyakit saluran napas kronik yang penting dan merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia.
Asma dapat bersifat ringan dan tidak mengganggu aktiviti, akan tetapi dapat
bersifat menetap dan mengganggu aktiviti bahkan kegiatan harian. Produktiviti
menurun akibat mangkir kerja atau sekolah, dan dapat menimbulkan disability
(kecacatan), sehingga menambah penurunan produktiviti serta menurunkan kualiti
hidup.
Menurut WHO sebanyak 100 hingga 150 juta penduduk dunia adalah
penyandang asma. Jumlah ini terus bertambah sebanyak 180.000 orang setiap
tahunnya.
Dari tahun ke tahun prevalensi penderita asma semakin meningkat. Di
Indonesia, penelitian pada anak sekolah usia 13-14 tahun dengan menggunakan
kuesioner ISAAC (International Study on Asthma and Allergy in Children) tahun
1995 menunjukkan, prevalensi asma masih 2,1%, dan meningkat tahun 2003
menjadi dua kali lipat lebih yakni 5,2%. Kenaikan prevalensi di Inggris dan di
Australia mencapai 20-30%. National Heart, Lung and Blood Institute
melaporkan bahwa asma diderita oleh 20 juta penduduk amerika.
Asma terbukti menurunkan kualitas hidup penderitanya. Dalam salah satu
laporan di Journal of Allergy and Clinical Immunology tahun 2003 dinyatakan
bahwa dari 3.207 kasus yang diteliti, 44-51% mengalami batuk malam dalam

sebulan terakhir. Bahkan 28,3% penderita mengaku terganggu tidurnya paling


tidak sekali dalam seminggu. Penderita yang mengaku mengalami keterbatasan
dalam berekreasi atau olahraga sebanyak 52,7%, aktivitas sosial 38%, aktivitas
fisik 44,1%, cara hidup 37,1%, pemilihan karier 37,9%, dan pekerjaan rumah
tangga 32,6%. Absen dari sekolah maupun pekerjaan dalam 12 bulan terakhir
dialami oleh 36,5% anak dan 26,5% orang dewasa. Selain itu, total biaya
pengobatan untuk asma di USA sekitar 10 milyar dollar per tahun dengan
pengeluaran terbesar untuk ruang emergensi dan perawatan di rumah sakit. Oleh
karena itu, terapi efektif untuk penderita asma berat sangat dibutuhkan
(http://myhealing.files.wordpress.com/2008/02/asthma.htm).
Angka kejadian penyakit alergi akhir-akhir ini meningkat sejalan dengan
perubahan pola hidup masyarakat modern, polusi baik lingkungan maupun zat-zat
yang ada di dalam makanan. Salah satu penyakit alergi yang banyak terjadi
di masyarakat adalah penyakit asma. (Medlinux, 2008)

B. Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalah adalah bagaimanakah Gambaran yang nyata dalam
memberikan asuhan keperawatan pada Kasus Asma Bronchial.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran yang nyata dalam melaksanakan

asuhan

keperawatan pada kasus Asma Bronchial


2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengertian asma
b. Untuk mengetahui penyebab asma
c. Untuk mengetahui tanda gejala asma
d. Untuk mengetahui pengkajian pada pasien asma
e. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan kasus asma
f. Untuk mengetahui Tindakan keperawatan yang harus diberikan pada pasien
asma

D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang dapat diambil ialah :
1. Bagi Peneliti
Untuk menambah pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti tentang asma
khususnya asma bronchial.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat sebagai refrensi di perpustakaan Akper Pragolo Pati
Pati dan sebagai bahan bacaan bagi mahasiswa/i Akper Pragolo Pati Pati.
3. Bagi peneliti berikutnya
Sebagai bahan acuan bagi penelitian berikutnya mengenai kasus asma
bronchial dengan lebih baik dan optimal.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana
trakea dan bronchi berspon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu
( Smeltzer, 2002 : 611).
Istilah asma berasal dari kata Yunani yang berati terengah-engah dan
berarti serangan nafas pendek. Atau asma merupakam suatu penyakit yang
ditandai

oleh

hipersensitivitas

cabang

trakeobronkial

terhadap

berbagai

rangsangan dan keadaan ini bermanifestasi sebagai penyempitan jalan nafas


secara periodik dan reversibel akibat bronkospasme (Sylvia, Price. 2006:784).
Asma merupakan gangguan inflamasi kronik jalan nafas yang melibatkan
berbagai sel inflamasi.Dasar penyakit ini adalah hiperaktivitas bronkus dalam
berbagai tingkat, obstruksi jalan nafas dan gejala pernafasan(mengi dan sesak)
(Arif Mansjoer. 2002: 476)
Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon
trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya
penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara
spontan maupun hasil dari pengobatan ( The American Thoracic Society ).
Kesimpulan Asma adalah suatu penyakit yang ditandai

oleh

hipersensitivitas cabang trakeobronkial terhadap berbagai rangasangan yang akan


menimbulkan obstruksi jalan nafas dan gejala pernafasan(mengi dan sesak).

B. Klasifikasi
Asma sering dirincikan sebagai alergik, ideopatik, nonalergi atau gabungan,
yaitu :
1. Asma alergik
Disebabkan oleh alergen atau alergen-alergen yang dikenal ( misal : serbuk sari,
binatang, amarah dan jamur) kebanyakan alergen terdapat diudaran dan musiman.
Pasien dengan asma alergik biasanya mempunyai riwayat keluarga yang alergik
dan riwayat masalalu ekzema atau rhinitis alergik, pejanan terhadap alergen
mencetus asma.
2. Asma Idiopatik atau Nonalergi
Asma ideopatik atau nonalergik tidak ada hubungan dengan alergen spesifek
faktor-faktor, seperti comman cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi,
dan polutan lingkungan yang dapat mencetuskan ransangan . Agens farmakologi
seperti aspirin dan agen anti inflamasi non steroid lainnya, pewarna rambut,
antagonis beta-andrenergik dan agen sulfit (pengawet makanan juga menjadi
faktor. Serangan asma idiopatik atau nonalergik menjadi lebih berat dan sering
sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkitis kronis
dan empizema.
3. Asma Gabungan
Adalah asama yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk
alergik maupun bentuk idiopatik atau nonalergik (Brunner & Suddarth. 2002: 611)
C. Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya
serangan asma bronkhial.
1. Faktor predisposisi
a. Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alerg

biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Selain itu
hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
2. Faktor presipitasi
a. Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
b) Ingestan, yang masuk melalui mulut
ex: makanan dan obat-obatan
b. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi
asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim
hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah
angin serbuk bunga dan debu.
c. Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga
bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Karena jika stressnya belum
diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
d. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini
berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di
laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini
membaik

pada

waktu

libur

atau

cuti

(http://cahaya-

salim.blogspot.com/2011/10/asuhan-keperawatan-pada-pasien-dengan_3.html).
Berbagai keadaan dapat menigkatkan hiperreaktivitas saluran nafas seseorang
yaitu:
1. Inflamasi saluran napas
Sel-sel inflamasi serta mediator kimia yang dikeluarkan terbukti berkaitan
erat gejala asma dan HSN.
2. Kerusakaan epitel
Salah satu konsekuensi asma adalah kerusakan epitel. Kerusakan ini
bervariasi dari yang ringan sampai berat. Perubahan ini akan menigkatkan

penetrasi alergen, mediator inflamasi serta mengakibatkan iritasi ujung-ujung


saraf autonom.
3. Mekanisme neurologis
Pada pasien asma terdapat peningkatan respon saraf para simpatik
4. Gangguan intrinsik
Otot polos saluran napas dan hipotrofi otot polos pada saluran napas diduga
berperan dalam HSN.
5. Obtruksi saluran nafas
Meskipun bukan penyebab utama tapi obstruksi diduga ikut berperan dalam
HSN (Suyono, Slamet. 2002: 22).
Menurut Nanda etiologinya adalah:
1. Lingkungan
a. Asap
b. Asap rokok
2. Jalan napas
a. Spasme Inhalasi asap
b. Perokok pasif
c. Sekresi yang tertahan
d. Sekresi di bronkus
3. Fisiologi
a. Inhalasi
b. Penyakit paru obstruksi kronik (Nanda, 2005: 4-5).
D. Manifestasi
Gambaran klinis asma klasik adalah serangan episodik batuk, mengi. dan sesak
napas. Pada awal serangan sering gejala tidak jelas, seperti rasa berat didada, dan
pada asma alergi mungkin disertai pilek atau bersin, Meskipun pada mulanya
batuk tanpa disertai sekret. tetapi pada perkembangan selanjutnya pasien akan
mengeluarkan sekret baik yang mukoid, putih kadang-kadang purulent (Suyono,
Slamet. 2002: 23).
Gejala yang timbul biasanya berhubungan dengan beratnya derajad hiperaktifitas
bronkus.Obstruksi jalan nafas dapat revesible secara spontan maupun dengan
pengobatan. Gejala asma antara lain :
a. Bising mengi ( weezing ) yang terdengar atau tanpa stetoskop
b. Batuk produktif, sering pada malam hari

c.

Sesak nafas (Arif Mansjoer. 2001:477).

E. Patofisiologi
Asma adalah obstruksi jalan napas difus reversibel. Obstruksi disebabkan oleh
satu atau lebih dari yang berikut ini :
1. Kontraksi otot yang mengelilingi bronki, yang menyempitkan jalan napas
2. Pembengkakan membran yang melapisi bronki.
3. Pengisian bronki dengan mukus yang kental.
Selain itu otot otot bronkial dan kelenjar mukosa membesar; sputum yang
kental, banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi, dengan udara
terperangkap di dalam jaringan paru. Mekanisme yang pasti dari perubahan ini
tidak diketahui, tetapi apa yang paling diketahui adalah keterlibatan sistem
imunologis

dan

sistem

saraf

otonom.

Beberapa individu dengan asma mengalami respon imun yang buruk terhadap
lingkungan mereka. Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel
mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan
antigen dengan antibodi, menyebabkan pelepasan sel-sel mast (disebut mediator)
seperti histamin, bradikinin, dan prostaglandin serta anafilaksis dari substansi
yang bereaksi lambat (SRS A). Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru
mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas, menyebabkan bronkospasme,
pembengkakan membran mukosa, dan pembentukan mukus yang sangat banyak.
Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot bronkial diatur oleh impuls
saraf vagal melalui sistem parasimpatis. Pada asma idiopatik atau nonalergi,
ketika ujung saraf pada jalan napas dirangsang oleh faktor seperti infeksi, latihan,
dingin, merokok, emosi dan polutan, jumlah asetilkolin yang dilepaskan
meningkat.

Pelepasan

asetilkolin

ini

secara

langsung

menyebabkan

bronkokonstriksi juga merangsang pembentukan mediator kimiawi yang dibahas


di atas. Individu dengan asma dapat mempunyai toleransi rendah terhadap respon
parasimpatis.
Selain itu reseptor ? dan ?-adrenergik dari sistem saraf simpatis terletak dalam
bronki. Ketika reseptor ?-adrenergik dirangsang, terjadi bronkokonstriksi,
bronkodilatasi

terjadi

ketika

reseptor

?-adrenergik

yang

dirangsang.

Keseimbangan antara reseptor ? dan ?-adrenergik dikendalikan terutama oleh


siklik adenosin monofosfat (cyclic adenosine monophosphate/cAMP). Stimulasi
reseptor-alfa mengakibatkan penurunan cyclic adenosine monophosphate /cAMP,
yang mengarah pada peningkatan mediator kimiawi yang dilepaskan oleh sel-sel
mast bronkokonstriksi. Stimulasi reseptor-beta mengakibatkan peningkatan
tingkat cyclic adenosine monophosphate/cAMP, yang menghambat pelepasan
mediator kimiawi dan menyebabkan bronkodilatasi. Teori yang diajukan ialah
bahwa penyekatan ?-adrenergik terjadi pada individu dengan asma. Akibatnya,
asmatik rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator kimiawi dan konstriksi
otot polos. (Smeltzer, S.C., 2002 : 611-612)
Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus,
penyumbatan mukus, edema dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi bertambah
berat selama ekspirasi karena secara fisioiogis saluran napas menyempit pada fase
tersebut. Hal ini menyebabkan udara distal tempat terjadinya obstruksi terjebak
tidak bisa diekspirasi. Selanjutnya terjadi peningkatan volume residu, kapasitas
residu fungsional (KRF), dan pasien akan bernapas pada volume yang tinggi
mendekati kapasitas paru total (KPT). Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar

saluran napas tetap terbuka dan pertukaran gas berjalan lancar. Untuk
mempertahankan hiperinflasi ini diperlukan otot bantu napas.
Gangguan yang berupa obstruksi saluran napas dapat dinilai secara obyektif
dengan VEP1 (Volume Ekspirasi Paksa detik pertama) atau APE (Arus Puncak
Ekspirasi), sedang
menggambarkan

penurunan

derajat

KVP

hiperinflasi

(Kapasitas

Vital

Paksa)

paru. Penyempitan saluran napas dapat

terjadi, baik pada saluran napas besar, sedang maupun kecil. Gejala mengi
(wheezing) menandakan adanya penyempitan disaluran napas besar, sedangkan
penyempitan pada saluran napas kecil gejala batuk dan sesak lebih dominan
dibanding mengi.
Penyempitan saluran nafas ternyata tidak merata disluruh bagian baru, ada daerah
daerah yang kurang mendapat ventilasi, sehingga darah kapiler yang melalui
daerah tersebut mengalami hipoksemia penurunan Pa02 mungkin kelainan pada
asma sub klinis (Suyono, Slamet. 2001:22)
F. Pathways

G. Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosa adalah :
1. Spirometri
Cara yang paling cepat dan sederhana untuk menegakkan diagnosis asma adalah
melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Tetapi respon yang kurang
dari 20 % tidak berarti bukan asma. Hal-hal tersebut bisa dijumpai pada
pasien yang sudah normal atau mendekati normal.
2. Uji provokasi bronkus

Uji provokasi bronkus dilakukan untuk menunjukan adanya hiperreaktivitas


bronkus. Uji provokasi bronkus bermakna jika terjadi penurunan FEV1
sebasar 20 % atau lebih.
3. Pemeriksaan sputum
Sputum eosinofil sangat karakteristik untuk asma, sedangkan neutrofil sangat
dominan pada bronkitis kronik. Selain untuk melihat adanya eosinofil,
kristal Charcot-Leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinofil,
dan Spiral Curshmann yaitu spiral yang merupakan cast cell (sel cetakan)
dari cabang-cabang bronkus, pemeriksaan ini penting untuk melihat adanya
miselium Aspergillus fumigatus
4. Pemeriksaan eosinofil total
Jumlah eosinofil total dalam darah sering meningkat pada pasien asma dan hal ini
dapat membantu dalam membedakan asma dari bronkitis kronik.
5. Pemeriksaan Kadar IgE total dan IgE spesifik dalam sputum
Fungsi dari pemeriksaan IgE total hanya untuk menyokong adanya atopi.
6. Foto dada
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyebab lain obstruksi saluran
napas dan adanya kecurigaan terhadap proses patologis di paru atau
komplikasi asma seperti pneumotorak, pneumomediastinum, ateleksis, dan
lain-lain (Suyono, Slamet. 2002)

H.
I.
1.
2.
3.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan serangan asma akut :
Faktor pencetus sedapat mungkin dihilangkan.
Oksigen nasal atau masker dan terapi cairan parenteral.
Adrenalin 0,1- 0,2 ml larutan : 1 : 1000, subkutan. Bila perlu dapat diulang

setiap 20 menit sampai 3 kali.


4. Dilanjutkan atau disertai salah satu obat tersebut di bawah ini(per oral):
a. Golongan Beta 2- agonist untuk mengurangi bronkospasme :
=> Efedrin
: 0,5 1 mg/kg/dosis, 3 kali/ 24 jam
=> Salbutamol
: 0,1-0,15 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam
=> Terbutalin
: 0,075 mg/kg/dosis, 3-4 kali/ 24 jam

Efeknya tachycardia, palpitasi, pusing, kepala, mual, disritmia, tremor, hipertensi


dan insomnia, . Intervensi keperawatan jelaskan pada orang tua tentang efek
b.

samping obat dan monitor efek samping obat.


Golongan Bronkodilator, untuk dilatasi bronkus, mengurangi bronkospasme

dan meningkatkan bersihan jalan nafas.


=> Aminofilin : 4 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam
=> Teofilin : 3 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam
Pemberian melalui intravena jangan lebih dari 25 mg per menit. Efek samping
tachycardia, dysrhytmia, palpitasi, iritasi gastrointistinal,rangsangan sistem
c.

saraf pusat;gejala toxic;sering.


Golongan steroid, untuk mengurangi pembengkakan mukosa bronkus.

Prednison : 0,5 2 mg/kg/hari, untuk 3 hari (pada serangan hebat)


(http://hariskumpulanaskep.blogspot.com/2011/09/askep-asma-bronchial.html).
J. Komplikasi
Komplikasi berupa:
a. Pneumotoraks
b. Pneumonediatinum
c. Gagal napas
d. Bronkitis
e. Atelektasis (Arif Mansjoer. 2002: 477)
K. Pengkajian
Menurut Doenges (2000), proses asuhan keperawatan pada klien dengan Asma
meliputi:
1. Pengkajian
a. Aktivitas/istirahat
Gejala
:Pada klien dengan Asma gejala yang dapat ditimbulkan
antara lain keletihan, kelelahan, malaise, ketidakmampuan untuk melakukan
aktivitas sehari-hari karena sulit berafas, ketidakmampuan untuk tidur, perlu
tidur dalam posisi tinggi, dispnoe pada saat istirahat atau respon terhadap
aktivatas/latihan.
Tanda
:Tanda-tandanya antara lain keletahan, gelisah, insomnia,
kelemahan umum/kehilangan massa otot.
b. Sirkulasi

Gejala

: Gejala yang ditimbulkan antara lain pembengkakan pada

ekstremitas bawah.
Tanda
: Tanda-tandanya antara lain peningkatan TD, peningakatan
frekuensi

jantung/takikardi

berat,disritmia,distensi

vena

leher,odema

dependan,tidak berhubungan dangan penyakit jantung, bunnyi jantung redup


(berkaitan dengan peningkatan diameter AP dada), warna kulit/membran
mukosa normal/abu-abu(sianosis), kaku tubuh,sianosis perifer,pucat dapat
menunjukkan anemia.
c. Makanan/cairan
Gejala
: mual,muntah,nafsu makan buruk/anoreksia,kemampuan
untuk makan menurun karena distress pernafasan, penurunan BB menetap
(emfisema), peningkatan BB menunjukan edema(bronkitis).
Tanda
: turgor kulit buruk, adema dependen, berkeringat.
d. Pernafasan
Gejala

: nafas pendek,dispnoe, dada terasa tertekan,sesak nafas

berulang,riwayat pneumonia berulang,terpajan polusi atau debu/asap, faktor


keluarga/keturunan.
Tanda
:pernafasan

cepat/lambat,

penggunaan

otot

bantu

pernafasan, nafas bibir, barrel chest, gerakan diafragma minimal, bunyi


nafas redup dengan ekspirasi mengi, crackles atau ronchi, hiperesonan atau
pekak pada paru, sianosis bibir dan pada dasar kuku.
e. Higiene
Gejala
: Penurunan kemampuan beraktivitas,
Tanda
: kebersihan buruk, bau badan.
f. Keamanan
Gejala :riwayat reaksi alergi / sensitif terhadap zat/faktor lingkungan, adanya
infeksi, kemerahan/berkeringat.
g.

Seksualitass
Gejala

: Penurunan libido

h. Interaksi sosial
Gejala

:hubungan ketergantungan , kurang sistem pendukung,

penyakit lama/ketidkmampuan membaik.


Tanda :Ketidakmampuan mempertahankan suara, keterbatasan mobilitas fisik,
kelainan hubungan dengan anggota keluarga lain (Doenges, Marilynn.
2000:152).
L. Diagnosa keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan
2.

sekret
Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan kemampuan

bernapas
3. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan retensi CO2,
4.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan regumen pengobatan
(Doenges,2003)
M. Intervensi
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan
sekret.
a. Tujuan: jalan nafas kembali efektif
b. Kriteria hasil:
dapat mendemontrasikan batuk efektif
dapat menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekret
c. Intervensi
1) Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, mis; mengi, krekels, ronki.
R: beberapa derajat spasme bronkus terjadi sumbatan di jalan nafas
2) Kaji/pantau frekuensi pernafasan.
R: takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat di temukan pada
penerimaan atau selama stres
3) Kaji pasien untuk posisi yang nyaman mis : peninggian kepala tempat tidur,
duduk pada sandaran tempat tidur.
R: peninggian kepal memudahkan untuk bernafas
4) Dorong/bantu latihan nafas abdomen/bibir
R: memberikan cara kepada pasien untk memgontrol dan mengatasi dispnea
5) Observasi karakteristik batuk mis : menetap, batuk pendek, basah
R; batuk pendek, basah biasanya sekret ikut keluar bersama batuk
6) Lakukan tindakan suction

R: untuk mengangkat ssekret dari jalan pernafasan


7) Koaborasi dengan doter
R: untuk pemberian obat
2. Ketidakefektifan pola napas b/d penurunan kemampuan bernapas.
a. Tujuan: pola nafas pasien menjadi efektif
b. Kriteria hasil:
Dada tidak ada gangguan pengembangan
Pernafasan menjadi normal 18-24 x/menit
c. Intervensi
1) Monitor frekuensi, irama dan kedalaman pernafasan
R: dispnea dan terjadi peningkatan kerja nafas, kedalaman pernafasan bervariasai
2) Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi
R: dududk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan
3) Observasi pola batuk dan karakter sekret
R: menegtahui batuk keribg atau basah serta warna dari sekret itu
4) Berikan pasien latihan nafas dalam atau batuk efektif
R: dapat meningkatkan sekret di mana ada gangguan ventilasi sitambah
ketidaknyamana bernafas
5) Berikan O2 tambahan
R: memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas
6) Bantu fisioterapi dada
R: memudahkan upaya bernafas dalm dan meningkatkan draenase sekret
3. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan retensi CO2,
a. Tujuan: pertukaran gas menjadi efektif
b. Kriteria Hasil: Menunjukkan perbaikan vertilasi dan oksigen jaringan adekuat
dalam rentang
c. Intervensi:
1) Kaji TTV
R: perubahan TD terjadi dengan beratnya hipoksemia dan asidosis
2) Kaji tingkat kesadaran/ perubahan mental
R: hipoksemia sistemik dapat ditunjukkan pertama kali oleh gelisah dan peka
rangsang
3) Observasi adanya sianosis
R: Menunjukkanhipoksemia sistemik
4) Tinggikan kepala tempat tidur sesui kebutuhan pasien
R: meningkatkan ekspansi dada serta membuat mudah bernafas
5) Awasi BGA (blood gas analysis)
R: untuk mengetahui saturasi oksigen dalam darah
6) Berikan O2 sesui indikasi
R: memaksimalkan sediaan oksigen untuk pertukaran gas
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan regumen pengobatan
a. Tujuan: pasien paham kondisi, tindakan yang akan dilakukan
b. Kriteria hasil:

Penampilan releks saat di lakukan pengobatan


Berpartisipasi dalam program pengobatan
c. Intervensi
1) Kaji TTV (Vital Signs)
R: untuk mengetahui TTV(Vital Signs) pasien
2) Jelaskan kepada pasien sebelum melakukan tindakan
R: agar pasien tahu tentang tindakan yang dilakukan perawat kepadanya
3) Berikan informasi dalam bentuk tertulis maupun verbal
R: kelemahan dan depresi dapat mempengaruhi kemampuan untuk menangkap
informasi
4) Tekankan perlunya melanjutkan pengobatan selama periode
R: penghentian dini pengobatan dapat menyebabkan kekambuhan pada asma
5) Tekankan pentingnya melanjutkan intervensi medi
R: dapat mencegah terjadi komplikasi (Doenges,2003)

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Asma adalah suatu penyakit yang ditandai oleh hipersensitivitas cabang
trakeobronkial terhadap berbagai rangasangan yang akan menimbulkan obstruksi
jalan nafas dan gejala pernafasan(mengi dan sesak). Gambaran klinis asma klasik
adalah serangan episodik batuk, mengi. dan sesak napas. Pada awal serangan
sering gejala tidak jelas, seperti rasa berat didada, dan pada asma alergi mungkin
disertai pilek atau bersin, Meskipun pada mulanya batuk tanpa disertai sekret.
tetapi pada perkembangan selanjutnya pasien akan mengeluarkan sekret baik yang
mukoid, putih kadang-kadang purulent. Diagnosa yang muncul:
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan
sekret
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan kemampuan
bernapas
3. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan retensi CO2,
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan regumen pengobatan

DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Fakultas Kedokteran

Price,Sylvia. 2006. Anderson , Patofisologi : Konsep Klinis Proses Proses


penyakit , alih bahasa Peter Anugrah, edisi 4 . Jakarta :EGC

Brunner & Suddart. 2002. Buku ajar keperawatan medikel bedah. Jakarta: EGC

Suyono, Slamet. 2001. Ilmu penyakit dalam jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Nanda.2007. buku saku diagnosa keperawatan dengan intervensi NIC dan


kreteria hasil NOC, Ed 7. Jakarta: EGC

Doenges, EM.2003. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC

http://hariskumpulanaskep.blogspot.com/2011/09/askep-asma-bronchial.html.
29/09/12. Diakses pukul 12.32 WIB

http://cahaya-salim.blogspot.com/2011/10/asuhan-keperawatan-pada-pasiendengan_3.html. 29/09/12. Diakses pukul 07.43 WIB

Anda mungkin juga menyukai