SUBJEKTIF
Pasien Tuan A, 70 tahun datang dengan keluhan nyeri pinggang kanan dan kiri
sejak 5 hari yang lalu, mual dan muntah sebanyak 3 kali sejak tadi malam. Selain itu
os juga mengeluhkan demam sejak 2 hari yang lalu, demam dirasakan saat pada saat
pagi dan sore hari, selain itu os mengatakan urinnya berwarna keruh, nyeri saat
BAK disangkal pasien.
Os mengatakan bahwa dirinya juga pernah mengalami infeksi saluran kemih
sekitar 3 tahun yang lalau dan di rawat di rumah sakit ujung tanjung.
OBJEKTIF
Kesadaran
Keadaan Umum
Tanda Vital
Tekanan darah
Denyut nadi
Pernapasan
Suhu
Kepala
Mata
Telinga
Hidung
Tenggorok
Leher
Abdomen
Paru
Jantung
Ektremitas
sianosis -/-
Laboratorium
Jenis Pemeriksaan
HEMATOLOGI RUTIN
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
KIMIA KLINIK
Glukosa Darah Sewaktu
Hasil
Nilai Rujukan
15
36
4.8
12.800
271.000
81
31
35
12 - 16 g/dL
35 - 37 %
4.3 6.0 juta/ul
4.800 - 10.800/ul
150.000 - 400.000/ul
80 96 fl
27 32 pg
32 36 g/dL
123
<140 mg/dL
URIN RUTIN:
Warna
Kejernian
Protein
Reduksi
Bilirubin
Leukosit
: keruh
: jernih
:::
: penuh
ASSESMENT
Pasien Tuan A, 70 tahun datang dengan keluhan nyeri pinggang kanan dan kiri
sejak 5 hari yang lalu, mual dan muntah sebanyak 3 kali sejak tadi malam. Selain itu
os juga mengeluhkan demam sejak 2 hari yang lalu, demam dirasakan saat pada saat
pagi dan sore hari, selain itu os mengatakan urinnya berwarna keruh, nyeri saat
BAK disangkal pasien.
Os mengatakan bahwa dirinya juga pernah mengalami infeksi saluran kemih
sekitar 3 tahun yang lalau dan di rawat di rumah sakit ujung tanjung. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 140/80 mmHg,nadi 86 x/mnt,suhu
36.70C. terdapat nyeri ketok CVA kanan dan kiri (+), nyeri tekan pada suprapubic (+).
Pada pemeriksaan darah didapatkan wbc 12.800 dan pemeriksaan urin ditemukan
urin keruh dan lekosit penuh.
DIAGNOSIS KERJA
2
ISK
TERAPI
IVFD RL 20 tpm
Ranitidin amp IV/8 jam
Ketorolac amp IV/ 12 jam
Paracetamol 500 mg 3x1
Ciprofloxacin 500 mg 2x1
Nipedipine 10 mg 2 x 1
Edukasi ttg pola minum ,kebersihan organ pada pria dalam buang air kecil dan
pemakaian celana dalam yg bersih
PROGNOSIS
Ad vitam
Ad fungsionam
Ad sanationam
: ad bonam
: ad bonam
: ad bonam
Topik pembahasan 1:
Tatalaksana ISK
Dua jalur utama terjadinya ISK adalah hematogen dan ascending, tetapi dari
kedua cara ini ascendinglah yang paling sering terjadi.Kuman penyebab ISK pada
umumnya adalah kuman yang berasal dari flora normal usus. Dan hidup secara
komensal di dalam introitus vagina, prepusium penis, kulit perineum, dan di sekitar
anus. Mikroorganisme memasuki saluran kemih melalui uretra prostate vas
deferens testis (pada pria) buli-buli ureter, dan sampai ke ginjal.
Meskipun begitu,faktor-faktor yang berpengaruh pada ISK akut yang terjadi
pada wanita tidak dapat ditemukan. Mikroorganisme yang paling sering ditemukan
adalah jenis bakteri aerob. Selain bakteri aerob, ISK dapat disebabkan oleh virus dan
jamur.Terjadinya infeksi saluran kemih karena adanya gangguan keseimbangan antar
mikroorganisme penyebab infeksi sebagai agent dan epitel saluran kemih
sebagai host. Gangguan keseimbangan ini disebabkan oleh karena pertahanan tubuh
dari host yang menurun atau karena virulensi agentmeningkat.
Kemampuan host untuk menahan mikroorganisme masuk ke dalam saluran kemih
disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adalah :
1. pertahanan lokal dari host
2. peranan dari sistem kekebalan tubuh yang terdiri atas kekebalan humoral
maupun imunitas seluler.
Bermacam-macam mikroorganisme dapat menyebabkan ISK. Penyebab
terbanyak adalah Gram-negatif termasuk bakteri yang biasanya menghuni usus yang
kemudian naik ke sistem saluran kemih. Dari gram-negatif Escherichia
coli menduduki tempat teratas.Sedangkan jenis gram-positif lebih jarang sebagai
4
Melalui senggam dan karena adanya infeksi lokal (misalnya vaginitis) dapat
mempermudah infeksi
5. Penderita diabetes
Lebih peka untuk ISK karena meningkatnya daya melekat bakteri pada epitel SK
akibat beberapa sebab tertentu.
Penatalaksanaan Terapi Infeksi Saluran Kemih
1. Terapi Non Farmakologi
Terapi Non Farmakologi meliputi :
Hindari stress.
Jangan terlalu lama menahan keinginan buang air kecil.
Minum banyak cairan (dianjurkan untuk minum minimal 8 gelas air putih
sehari).
2. Terapi Farmakologi
Obat Tepat Indikasi untuk Infeksi Saluran Kemih
Pada ISK yang tidak memberikan gejala klinis tidak perlu pemberian terapi,
namun bila sudah terjadi keluhan harus segera dapat diberikan
antibiotika.Antibiotika yang diberikan berdasarkan atas kultur kuman dan test
kepekaan antibiotika.
Tujuan pengobatan ISK adalah mencegah dan menghilangkan gejala,
mencegah dan mengobati bakteriemia, mencegah dan mengurangi risiko kerusakan
jaringan ginjal yang mungkin timbul dengan pemberian obat-obatan yang sensitif,
murah, aman dengan efek samping yang minimal.
Banyak obat-obat antimikroba sistemik diekskresikan dalam konsentrasi
tinggi ke dalam urin. Karena itu dosis yang jauh dibawah dosis yang diperlukan
untuk mendapatkan efek sistemik dapat menjadi dosis terapi bagi infeksi saluran
kemih.
Untuk menyatakan adanya ISK harus ditemukan adanya bakteri di dalam
urin. Indikasi yang paling penting dalam pengobatan dan pemilihan antibiotik yang
6
tepat adalah mengetahui jenis bakteri apa yang menyebabkan ISK.(8) Biasanya
yang paling sering menyebabkan ISK adalah bakteri gram negatif Escherichia coli.
Selain itu diperlukan pemeriksaan penunjang pada ISK untuk mengetahui adanya
batu atau kelainan anatomis yang merupakan faktor predisposisi ISK sehingga
mampu menganalisa penggunaan obat serta memilih obat yang tepat.(1)
Bermacam cara pengobatan yang dilakukan pada pasien ISK, antara lain :
pengobatan dosis tunggal
pengobatan jangka pendek (10-14 hari)
pengobatan jangka panjang (4-6 minggu)
pengobatan profilaksis dosis rendah
pengobatan supresif
Berikut obat yang tepat untuk ISK :
Sulfonamide :
Sulfonamide dapat menghambat baik bakteri gram positif dan gram negatif.
Secara struktur analog dengan asam p-amino benzoat (PABA). Biasanya diberikan
per oral, dapat dikombinasi dengan Trimethoprim, metabolisme terjadi di hati dan di
ekskresi di ginjal. Sulfonamide digunakan untuk pengobatan infeksi saluran kemih
dan bisa terjadi resisten karena hasil mutasi yang menyebabkan produksi PABA
berlebihan.
Efek samping yang ditimbulkan hipersensitivitas (demam, rash,
fotosensitivitas),
gangguan
pencernaan
(nausea, vomiting,
diare), Hematotoxicity(granulositopenia, (thrombositopenia, aplastik anemia) dan
lain-lain. (9,10)Mempunyai 3 jenis berdasarkan waktu paruhnya :
Short acting
Intermediate acting
Long acting
Trimethoprim :
Mencegah sintesis THFA, dan pada tahap selanjutnya dengan menghambat
enzim dihydrofolate reductase yang mencegah pembentukan tetrahydro dalam
bentuk aktif dari folic acid. Diberikan per oral atau intravena, di diabsorpsi dengan
7
baik dari usus dan ekskresi dalam urine, aktif melawan bakteri gram negatif kecuali
Pseudomonas spp. Biasanya untuk pengobatan utama infeksi saluran kemih.
Trimethoprim dapat diberikan tunggal (100 mg setiap 12 jam) pada infeksi saluran
kemih akut
Efek samping : megaloblastik anemia, leukopenia, granulocytopenia.
Trimethoprim + Sulfamethoxazole (TMP-SMX):
Jika kedua obat ini dikombinasikan, maka akan menghambat sintesis folat,
mencegah resistensi, dan bekerja secara sinergis. Sangat bagus untuk mengobati
infeksi pada saluran kemih, pernafasan, telinga dan infeksi sinus yang disebabkan
oleh Haemophilus influenza dan Moraxella catarrhalis. Karena Trimethoprim lebih
bersifat larut dalam lipid daripada Sulfamethoxazole, maka Trimethoprim memiliki
volume distribusi yang lebih besar dibandingkan dengan Sulfamethoxazole. Dua
tablet ukuran biasa (Trimethoprim 80 mg + Sulfamethoxazole 400 mg) yang
diberikan setiap 12 jam dapat efektif pada infeksi berulang pada saluran kemih
bagian atas atau bawah. Dua tablet per hari mungkin cukup untuk menekan dalam
waktu lama infeksi saluran kemih yang kronik, dan separuh tablet biasa diberikan 3
kali seminggu untuk berbulan-bulan sebagai pencegahan infeksi saluran kemih yang
berulang-ulang pada beberapa wanita.
Efek samping : pada pasien AIDS yang diberi TMP-SMX dapat menyebabkan
demam, kemerahan, leukopenia dan diare.(9)
Fluoroquinolones :
Mekanisme kerjanya adalah memblok sintesis DNA bakteri dengan
menghambat topoisomerase II (DNA gyrase) topoisomerase IV. Penghambatan DNA
gyrase mencegah relaksasi supercoiled DNA yang diperlukan dalam transkripsi dan
replikasi normal. Fluoroquinolon menghambat bakteri batang gram negatif
termasuk enterobacteriaceae, Pseudomonas, Neisseria. Setelah pemberian per oral,
Fluoroquinolon diabsorpsi dengan baik dan didistribusikan secara luas dalam cairan
tubuh dan jaringan, walaupun dalam kadar yang berbeda-beda. Fluoroquinolon
terutama diekskresikan di ginjal dengan sekresi tubulus dan dengan filtrasi
glomerulus. Pada insufisiensi ginjal, dapat terjadi akumulasi obat.
Efek samping yang paling menonjol adalah mual, muntah dan
diare.Fluoroquinolon dapat merusak kartilago yang sedang tumbuh dan sebaiknya
tidak diberikan pada pasien di bawah umur 18 tahun.
Norfloxacin :
Merupakan generasi pertama dari fluoroquinolones dari nalidixic acid, sangat
baik untuk infeksi saluran kemih.
8
Ciprofloxacin :
Merupakan generasi kedua dari fluoroquinolones, mempunyai efek yang
bagus dalam melawan bakteri gram negatif dan juga melawan gonococcus,
mykobacteria, termasuk Mycoplasma pneumoniae.
Levofloxacin
Merupakan generasi ketiga dari fluoroquinolones. Hampir sama baiknya
dengan generasi kedua tetapi lebih baik untuk bakteri gram positif.
Nitrofurantoin :
Bersifat bakteriostatik dan bakterisid untuk banyak bakteri gram positif dan
gram negatif. Nitrofurantoin diabsorpsi dengan baik setelah ditelan tetapi dengan
cepat di metabolisasi dan diekskresikan dengan cepat sehingga tidak memungkinkan
kerja antibakteri sistemik.(12) Obat ini diekskresikan di dalam ginjal. Dosis harian
rata-rata untuk infeksi saluran kemih pada orang dewasa adalah 50 sampai 100 mg, 4
kali sehari dalam 7 hari setelah makan.
Efek samping : anoreksia, mual, muntah merupakan efek samping utama.Neuropati
dan anemia hemolitik terjadi pada individu dengan defisiensi glukosa-6-fosfat
dehidrogenase.
Kesimpulan
Infeksi saluran kemih secara umum dapat disebabkan oleh E.coli atau
penyebab yang paling lazim dari infeksi saluran kemih dan merupakan penyebab
infeksi saluran kemih pertama pada sekitar 90% wanita muda. Gejala dan tandatandanya antara lain : sering kencing, disuria, hematuria dan piuria. Adanya keluhan
nyeri pinggang berhubungan dengan infeksi saluran kemih bagian atas.
Bakteri yang dapat menimbulkan infeksi saluran kemih selain E.coli melalui infeksi
nosokomial Klebsiella, Proteus, Providencia, Citrobacter, P. aeruginosa,
Acinetobacter, Enterococcus faecalis dan Stafilokokus saprophyticus.
Gambaran klinis dari penyakit infeksi saluran kemih umumnya adalah sebagai
berikut:
rasa sakit pada punggung
adanya darah pada urin (hematuria)
adanya protein pada urin (proteinuria)
urin yang keruh
ketidakmampuan berkemih meskipun tidak atau adanya urin yang keluar
demam
dorongan untuk berkemih pada malam hari (nokturia)
9
NIFEDIPIN
Nifedipin termasuk dalam golongan calcium antagonis. Bekerja dengan cara
menghambat masuknya calcium ke dalam membran sel, mencegah lepasnya calcium
dari retikulum sarkoplasma dan mengurangi efek enzim calcium intrasel terhadap
interaksi aktin-miosin. Hasil dari mekanisme ini adalah relaksasi otot polos termasuk
miometrium, serta vasodilatasi yang potensial. Dibandingkan obat calcium antagonis
yang lain nifedipin lebih spesifik efeknya pada kontraksi miometrium, lebih sedikit
efek pada kontraksi jantung dan serum elektrolit.
Efek blokade pompa calcium oleh nifedipin memiliki 2 karakteristik penting
yaitu reversibel setelah penghentian obat dan tidak memiliki efek takifilaksis. Efek
utama obat adalah menurunkan secara bermakna resistensi vaskuler (baik sistemik
maupun pulmoner). Keadaan ini akan menurunkan 20 % tekanan darah diastolik dan
tekanan arteri rata-rata, selanjutnya akan meningkatkan curah jantung. Pada pasien
hipertensi, penurunan resistensi vaskuler terjadi lebih dulu dibanding orang normal.
Nifedipin hanya diberikan per oral dalam bentuk tablet atau kapsul.
Penggunaannya sebagai terapi pada persalinan preterm merupakan unlabeled use,
karena obat ini lebih umum digunakan sebagai terapi hipertensi dan sakit jantung.
Pada pemberian per oral, nifedipin akan 90 % diabsorpsi traktus
gastrointestinal, dan 100 % pada pemberian sublingual. Pemberian bersama
simetidin atau ranitidin akan meningkatkan bioavailabilitas nifedipin. Metabolisme
hampir seluruhnya di hepar dan ekskresi melalui ginjal. Onset tercapai kurang dari
20 menit pada pemberian per oral dan 3 5 menit pada pemberian sublingual. Waktu
10
paruh tercapai dalam 2 3 jam dan lama kerjanya pada sekali pemberian adalah
sampai dengan 6 jam.
Efek pada uterus adalah menurunkan amplitudo dan frekuensi kontraksi
uterus serta menghambat timbulnya kontraksi. Hal ini tampak jelas pada wanita
hamil dengan persalinan preterm. Aliran darah uterus tidak secara langsung
dipengaruhi nifedipin, melainkan merupakan akibat dari turunnya resistensi vaskuler
sistemik dan tekanan darah. Pada janin, meskipun melalui barier plasenta, tetapi
tidak memiliki efek teratogenik, tidak ada ketergantungan efek pada pemberian lama
baik sebelum maupun selama kehamilan. Pengaruh pada janin terjadi bila aliran
darah uterus dan tali pusat turun, tetapi hipoksia atau asidosis janin pada keadaan ini
belum dapat secara jelas dibuktikan.
uterus tetap ada setelah 15 menit, diulang pemberian 5 mg sublingual sampai dengan
maksimal 8 dosis (40 mg) selama 2 jam pertama terapi. Jika kontraksi uterus tidak
berhenti setelah 2 jam, didiagnosis sebagai tokolitik gagal dan terapi dihentikan. Jika
kontraksi uterus berhenti, diberi nifedipin 10 mg per oral yang dimulai 3 jam setelah
pemberian terakhir dosis sublingual, selanjutnya nifedipin 10 mg per oral tiap 8 jam
selama 48 jam, kemudian nifedipin tablet retard 10 mg atau 20 mg tiap 12 jam
sampai dengan 36 minggu.
Cara lain yang dapat dipakai adalah (1) dengan menggunakan dosis 20 30
mg per oral tiap 4 8 jam, (2) dengan pemberian dosis awal 10 mg per oral tiap 6
jam, dinaikkan sampai 20 mg tiap 4 jam, tetapi biasanya efek samping muncul pada
dosis ini, (3) dengan dosis awal 30 mg per oral diikuti 20 mg per oral 90 menit
kemudian, (4) dengan memberikan dosis 10 mg per oral tiap 20 menit sebanyak 4
dosis, diikuti 20 mg per oral tiap 4 8 jam.
Syarat pemberian nifedipin sebagai tokolitik adalah tekanan darah ibu, nadi
ibu serta denyut jantung janin baik. Jika tekanan darah dan nadi ibu tidak normal
maka dosis berikutnya ditunda, diberi terapi simtomatik dulu dan diperiksa tiap 5
menit sampai dengan keadaan pasien baik. Jika DJJ tidak berada di antara 110 150
x/menit maka terapi ditunda, dikerjakan dulu pemeriksaan non stress test.
Pada keadaan overdosis nifedipin, dapat dijumpai pasien mengantuk, kacau,
hiperglikemia (akibat penurunan produksi insulin), dan yang paling penting adalah
terjadi kolaps kardiovaskuler ditandai dengan hipotensi dan asidosis metabolik. Juga
dapat terjadi sinus bradikardi dan blokade jantung. Pengelolan dengan terapi
suportif, menghentikan obat dan pemberian antidotum. Segera diberikan terapi
cairan dan calcium intravena. Regimen yang bisa digunakan adalah (1) 10 % calcium
chlorida 0,2 ml/kg BB sampai dengan maksimal 10 ml melalui infus tiap 5 menit,
dapat diulang tiap 15 20 menit sampai 4 kali jika diperlukan, (2) 10 % calcium
chlorida 0,2 ml/kg BB sampai dengan maksimal 10 ml melalui infus selama 1 jam,
atau (3) 10 % calcium glukonat sampai dengan maksimal 20 30 ml melalui infus
selama 5 menit, dapat diulang tiap 15 20 menit sampai 4 kali jika diperlukan.
Pressor agents (dopamin, dobutamin, glukagon) dapat diberikan tetapi biasanya tidak
efektif. Beberapa kasus dilaporkan memberikan respon yang baik dengan pemberian
infus dekstrosa insulin.
Beberapa hal penting:
1.Sebagai tokolitik, terbutalin dan obat lain dalam golongannya memiliki banyak
efek samping pada sistem kardiovaskuler dan metabolik.
2. Nifedipin cukup menjanjikan dan hanya memiliki sedikit efek samping pada
penggunaannya sebagai tokolitik.
12
3. Efektifitas nifedipin sebagai relaksan otot polos dan tokolitik serta kecilnya efek
samping pada ibu dan janin menjadikan obat ini aman dan efektif untuk terapi
persalinan preterm.
4. Pemberian nifedipin pada kasus dengan gangguan ventrikel kiri atau gagal jantung
kongestif harus dengan pengawasan ketat. Penggunaan dosis besar pada kasus
dengan atau riwayat infark miokard akan meningkatkan angka mortalitasnya.
13
DAFTAR PUSTAKA
1. WebMD. Urinary Tract Infection in Pregnancy. WebMD LLC All rights
reserved; [Updated 30/08/2012]. Available from: http://women.
webmd.com/guide/pregnancy-urinary-tract infection. Accessed on: December
11th, 2013.
2. Bolton M, Horvath DJ Jr., Li B, Cortado H, Newsom D, White P, et al.
Intrauterine growth restriction is a direct consequence of localized maternal
uropathogenic Escherichia coli cystitis. PLoS One. 2012;7(3):e33897.
3. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY.
Williams Obstetrics. 23rd ed. USA: McGraw-Hill; 2010. p
4. Prawirohardjo S. Perubahan Anatomi dan Fisiologi pada Perempuan Hamil.
Ilmu Kebidanan. 4th ed. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2009.
P174-6
5. Millar LK., Cox S.M. Urinary tract infections complicating pregnancy. Infect
Dis Clin North Am 1997;11: p.13-26.
6. Sudoyo A.W, Setiyohadi B, Alwi I, Setiati S. Infeksi Saluran Kemih dalam
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan FKUI;
2006. p. 574-578
7. Isenberg H.D, Washington II JA, Balows A. Sonnenwirth AC: Collection,
handling and processing specimens In Lannette, E.H. Ballows A, Hausler JR
WJ, Shadomy HJ. editors. Manual of clinical microbiology. 4th ed.
Washington D.C. : American Society for Microbiology; 1985. p. 73-97.
8. Awonuga DO, Fawole AO, Dada-Adegbola HO, Olola FA, Awonuga OM.
Asymptomatic bacteriuria in pregnancy: evaluation of reagent strips in
comparison to microbiological culture. Afr J Med Sci. 2011;40(4): p.377-83.
9. Simanjuntak P, Hutapea H, Sembiring BR, Hanafiah TM, Thaher N, Burhan
A, Lubis HR,Yushar. Masalah bakteriuria asimptomatik pada kehamilan.
Cermin Dunia Kedokteran. 2002; 28: p.66-9.
10. Prawirohardjo S. Kehamilan dengan Penyakit Ginjal. Ilmu Kebidanan. 4th ed.
Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2009. P829-45
11. Berek, Jonathan S. Urinary Tract Infection. Berek & Novak's Gynecology,
14th ed. London: Lippincott Williams & Wilkins; 2007. P.555-8
12. Grabe M, Bjerklund-Johansen TE, Botto H, Wullt B, Cek M, Naber KG, et
al. Guidelines on urological infections. EAU Guidelines. Arnhem. The
Netherlands: European Association of Urology (EAU); 2011.
13. Kladensky J. Urinary tract infections in pregnancy: when to treat, how to
treat, and what to treat with. Ceska Gynekol. 2012;77(2): p.167-71.
14. Sabharwal ER. Antibiotic susceptibility patterns of uropathogens in obstetric
patients. N Am J Med Sci. 2012;4(7): p.316-9.
14
15. Epp A, Larochelle A, Lovatsis D, Walter JE, Easton W, Farrell SA, et al.
Recurrent urinary tract infection. J Obstet Gynaecol Can. 2010;32(11):
p.1082-101.
16. pereira EF, Filho EA, Oliveira VM, Fernandes AC, Moura CS, Coelho LR,et
al. Urinary Tract Infection in High Risk Pregnant Woman. Original Article
revistas. 2012 [cited 2013 May 12]; 37(9): 1403-9. Available from:
www.revistas.ufg.br/index.php/iptsp/article/download/23590/13877
15