Anda di halaman 1dari 4

TUGAS MENJAWAB PERTANYAAN

Muslih Fathurrahman
NIM. 1520010012
1. Pengertian Hak Cipta (copyright), Pembajakan (piracy), dan
Plagiarisme.
Hak cipta secara harfiah terdiri dari dua kata yaitu hak dan
cipta. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), hak adalah
kekuasaan untuk berbuat sesuatu (karena telah ditentukan oleh
undang-undang, aturan, dan sebagainya);

kekuasaan yang benar

atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu. Sedangkan cipta berarti


kemampuan pikiran untuk mengadakan sesuatu yang baru; anganangan yang kreatif. Sementara hak cipta itu sendiri mempunyai
makna hak seseorang atas hasil penemuannya yang dilindungi oleh
undang-undang (seperti hak cipta dalam mengarang, menggubah
musik).
Sedangkan di dalam UUD Republik Indonesia No. 28 Tahun 2014
tentang hak cipta pada Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 memaparkan
bahwa definisi hak cipta adalah hak eksklusif yang timbul secara
otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan
diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan
sesuai dengan ketentuan peraturan undang-undang.
Berdasarkan definisi-definisi di atas bahwasanya hak cipta sejatinya
adalah merupakan hak kepemilikan pribadi seseorang atas suatu
karya (ciptaan). Ciptaan di sini sebagaimana yang tertera pada
lanjutan UUD RI No. 28 Tahun 2014 tentang hak cipta adalah setiap
hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang
dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan,
keterampilan, alau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.
Maka ketika seorang membeli sebuah buku misalnya, ia mempunyai
hak dalam hal membaca maupun menyimpan buku tersebut tapi
tidak dengan hak ciptanya. Atas logika tersebut maka ketika
seseorang membeli sebuah karya (misalnya buku) ia dilarang
1

menggandakan serta mengubah karya tersebut tanpa seizin penulis


yang merupakan pemilik hak cipta dari karya yang ia beli.
Namun, terdapat pengecualian atas undang-undang hak cipta di
atas. Dan itu

berlaku terhadap : (a) pengutipan sebanyak-

banyaknya 10% dari kesatuan bulat tiap ciptaan; (b) pembelaan di


dalam dan luar pengadilan; (c) keperluan pendidikan dan ilmu
pengetahuan, baik sebagian ataupun seluruhnya. Juga untuk semua
pertunjukan nonkomersial; (d) kepentingan kaum tuna netra; (e)
perbanyakan suatu ciptaan secara tertib oleh perpustakaan umum,
lembaga ilmu pengetahuan, pendidikan, pusat dokumentasi; (f)
berdasarkan

pertimbangan;

kepentingan

sendiri,

(g)

terutama

program
untuk

komputer

mencegah

untuk

terjadinya

kerusakan perangkat lunak; (h) lagu kebangsaan dan lambang


negara; (i) pengumuman pemerintah, dan; (j) berita dari kantor
berita, radio atau televisi dengan ketentuan sudah disiarkan dalam
jangka waktu 1x24 jam.1

Definisi pembajakan (piracy) juga tertuang dalam UUD RI No. 28


Tahun 24 tentang hak cipta pada Bab I Pasal 1 nomor 23, yaitu:
Pembajakan adalah Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak
Terkait

secara

tidak

sah

dan

pendistribusian

barang

hasil

penggandaan dimaksud secara luas untuk memperoleh keuntungan


ekonomi. Berdasarkan pengertian tersebut bahwa pembajakan
merupakan kelanjutan dari pasal-pasal tentang hak cipta. Ia
merupakan tindak pelanggaran yang berkaitan dengan lingkup hak
cipta. Suatu produk barang maupun karya yang telah memiliki hak
cipta tidak dapat digandakan, diubah, maupun didistribusikan tanpa
seizin pemilik hak cipta.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan: Plagiat adalah
pengambilan karangan (pendapat dan sebagainya) orang lain dan
menjadikannya seolah-olah karangan (pendapat) sendiri. Peraturan
Menteri Pendidikan RI Nomor 17 Tahun 2010 menyebutkan definisi
1 Sulistyo Basuki, Pengantar Ilmu Perpustakaan, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama, 1993, hal. 107

plagiat: Plagiat adalah perbuatan sengaja atau tidak sengaja dalam


memperoleh atau mencoba memperoleh kredit atau nilai untuk
suatu karya ilmiah, dengan mengutip sebagian atau seluruh karya
dan atau karya ilmiah pihak lain yang diakui sebagai karya
ilmiahnya, tanpa menyatakan sumber secara tepat dan memadai.
Kalau pembajakan merupakan pelanggaran hak cipta dalam ruang
lingkup penggandaan serta pendistribusian karya produk tanpa jalur
resmi (tanpa sepengetahuan pemilik hak cipta), maka plagiat adalah
pelanggaran dalam ruang lingkup penjiplakan atau peniruan suatu
karya. Salah satunya seperti berikut:
Mengutip kata-kata atau kalimat orang lain tanpa
menggunakan tanda kutip dan tanpa menyebutkan
identitas sumbernya.
Menggunakan gagasan, pandangan atau teori orang lain
tanpa menyebutkan identitas sumbernya.
Menggunakan fakta (data, informasi) milik orang lain tanpa
menyebutkan identitas sumbernya.
Mengakui tulisan orang lain sebagai tulisan sendiri.
Melakukan parafrase (mengubah kalimat orang lain ke
dalam susunan kalimat sendiri tanpa mengubah idenya)
tanpa menyebutkan identitas sumbernya.
Menyerahkan suatu karya ilmiah yang dihasilkan dan /atau
telah dipublikasikan oleh pihak lain seolah-olah sebagai
karya sendiri
2. Contoh 3 kasus masalah plagiarisme di Indonesia.
Plagiat lirik lagu nasionalis Indonesia yang berjudul Dari
Sabang Sampai Merauke ciptaan R. Suharjo pada 2 bait
pertama lagu tersebut ternyata plagiat dari lagu kebangsaan
Prancis yang berjudul La Marseillaise.
Kasus plagiat Dosen Ekonomi Anggito Abimayu yang terjadi
pada bulan Februari 2014 lalu sempat menjadi pemberitaan
yang menghebohkan. Ia telah menjiplak menjiplak tulisan
Hotbonar Sinaga di harian Kompas dalam karya tulisnya.
Akibat kekeliruannya ini, ia kemudian mengundurkan diri
sebagai Dosen Ekonomi dan Bisnis UGM.
Kasus plagiat juga terjadi pada lagu nasional halo-halo
Bandung ciptaan Ismail Marzuki ini merupakan plagiat dari

lagu-lagu gereja masa perjuangan ketika peristiwa Bandung


Lautan Api.
3. Pendapat

tentang

pelayanan

fotokopi

yang

ada

di

Perpustakaan.
Sangat disayangkan ketika kita sedang gencar-gencarnya
memerangi
pelayanan

plagiasi,

justru

di Perpustakaan masih

penggandaan/fotokopi

yang

ada

mengancam

pelanggaran hak cipta suatu karya yang ada di Perpustakaan.


Menurut saya, kalau memang bisa meniadakan pelayanan
fotokopi di Perpustakaan, lebih baik ditiadakan. Karena hal ini
bisa menyangkut eksistensi perpustakaan tersebut, apabila ke
depannya

terbukti

melakukan

pelanggaran

hak

cipta.

Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa penggandaan


sebuah karya tanpa izin pemilik hak cipta itu merupakan
pelanggaran. Ketika perpustakaan di manjakan oleh mesin
pengganda maka pemustaka juga mau tidak mau pasti akan
memanfaatkan hal tersebut. Kenyataan di lapangan bahwa
tidak hanya beberapa halaman dari sebuah buku yang di
gandakan oleh pemustaka sebagai rujukan informasi yang ia
cari, melainkan keseluruhan buku, yang mana hal tersebut
sudah merupakan pelanggaran plagiasi. Dan ini secara tidak
langsung perpustakaan telah memancing/mengundang para
pemustaka

melakukan

hal

tersebut.

Pelayanan

fotokopi/mesin pengganda di Perpustakaan bisa saja tetap di


adakan dengan memenuhi ketentuan-ketentuan yang ada,
seperti:

tidak

boleh

menggandakan

keseluruhan

buku,

melainkan hanya di perolehkan 10% dari setiap judul yang


ada dalam buku tersebut. Tidak boleh lebih dari itu. Dan
pelaksanaannya

juga

harus

diawasi

secara

mencegah plagiasi dan pelanggaran hak cipta.

ketat

guna

Anda mungkin juga menyukai