Anda di halaman 1dari 5

PESAN DAMAI

DI BALIK SERUAN JIHAD


(Dr. Phil. Sahiron Syamsuddin, MA)
(Respon Paper; Muslih Fathurrahman; NIM: 1520010012)

Metode Penafsiran
Metode penafsiran yang penulis gunakan di sini adalah apa yang
penulis sebut dengan metode quasi-obyektivis modernis. Menurut
metode ini, seseorang bisa memahami dan menafsirkan al-Quran dengan
memperhatikan konteks tekstual dan kontekstualnya, menangkap ide
moralnya

kemudian mengaplikasikannya

sejalan

dengan

ide moral

tersebut. Strategi metodologis tidaklah berakhir pada makna literal alQuran.

Untuk

menangkap

gagasan

pesan

al-Quran

dengan

menggunakan metode tradisional dan modern. Rahman mengajukan teori


double movement dalam bukunya menyatakan: Proses penafsiran yang
ditawarkan di sini dari gerak ganda, yakni dari masa kini ke masa alQuran diturunkan kemudian kembali lagi ke masa kini. Menurut teori ini,
seseorang

harus,

pertama-tama

memahami

makna

ayat

al-Quran

tertentu dengan memperhatikan situasi atau problem historis pada saat


dia diturunkan. Dalam tahap ini, seorang harus memperhatikan situasi
makro bangsa Arab kala itu. Kedua, seseorang harus mengambil sebuah
prinsip moral tertentu dari aturan-aturan konkret dalam ayat tersebut.
Terakhir, prinsip moral yang merupakan pesan utama al-Quran ini
kemudian diaplikasikan kepada masa kini.
Ada dua jenis signifikansi dalam tulisan ini. Pertama, adalah
signifikansi

fenomenal,

yakni

pesan

utama

yang

dipahami

dan

diaplikasikan berdasarkan kebutuhan tertentu pada masa tertentu mulai


pada masa nabi sampai sekarang (pada saat melakukan penafsiran). Dari
defensi

tersebut,

signifikansi

dapat

fenomenal

terbagi
historis

dua

signifikansi

fenomenal,

yakni

dan

signifikansi

fenomenal

yang

berkembang secara dinamis. Untuk memahami signifikansi fenomenal


historis penting untuk memahami historis pada saat wahyu diturunkan.
1

Sementara untuk memahami signifikansi fenomenal yang berkembang,


membutuhkan

pengembangan

pemahaman

pada

saat

melakukan

penafsiran.

Penafsiran Q.S. 22: 39-40


Berawal dari kronologi ayat-ayat perang, bahwa ayat perang
pertama yang diturunkan adalah QS. 22: 39-40 yang artinya:
39. Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena
sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benarbenar Maha Kuasa menolong mereka itu
40. (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka
tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan kami
hanyalah Allah". Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian
manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara
Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjidmasjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya
Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya
Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa
Ayat tersebut diwahyukan di Madinah setelah sebelumnya Nabi dan
para sahabat diusir dari Mekkah untuk kemudian berhijrah ke Madinah.
Dalam ayat ini, kebolehan untuk berperang diberikan setelah Nabi dan
para sahabatnya memaafkan segala perlakuan kaum musyrik selama
sepuluh tahun. Ini adalah bukti bahwa ayat yang diturunkan setelah tidak
ada lagi solusi untuk mengatasi kaum musyrik Mekkah yang telah begitu
banyak melakukan tindak kekerasan terhadap Nabi dan para pengikutnya.
Upaya lain untuk menghindari peperangan seperti, bersabar, memaafkan,

dan membiarkan kaum musyrik, telah dilakukan, akan tetapi mereka


masih tetap kejam dan menyerang kaum mukmin.
Sementara berdasarkan analisis tekstual dalam hal ini analisis
linguistik, penulis menyebutkan terdapat beberapa idiom dari ayat ini
yang secara jelas menunjukkan situasi tertentu yang menyebabkan
diizinkannya berperang dan juga menunjukkan sesuatu yang disebut
sebagai pesan utamanya., yaitu:
Udzina Ii lladzina yuqataluna bi annahum zhulimu (Q.S. 22: 39)
Kata udzina menunjukkan bahwa perang hanya diperbolehkan,
dalam pengertian bahwa tidak harus menempuh jalan perang, atau
dengan kata lain, kebolehan atau izin tergantung pada situasi khusus
ketika secara damai tidak mungkin lagi dilakukan. Ii lladzina yuqataluna
bi annahum zhulimu (bagi mereka yang diperangi karena mereka
ditindas), merujuk pada situasi dan kondisi penindasan, yang karenanya
Nabi dan para pengikut diizinkan untuk pergi berperang.
Alladzina ukhriju min diyarihim bi ghayri haqqin illa an yaqulu
rabbuna Allahu (Q.S. 22: 40)
Dapat disimpulkan bahwa salah satu tindakan yang tidak adil dari
kaum musyrik Mekkah kepada kaum beriman yang berujung kepada izin
berperang adalah bahwa mereka telah mengusir kaum mukmin dari tanah
mereka tanpa ada alasan yang bisa diterima. Sementara itu, illa na yaqulu
rabbuna Allahu, menunjukkan bahwa pada saat itu tidak ada kebebasan
dalam beragama, mereka diusir dari Mekkah hanya karena mereka
percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ini menunjukkan bahwa saat itu
tidak ada kebebasan dalam memilih agama. Kaum kafir Mekkah memaksa
setiap orang untuk mengikuti kepercayaan mereka, jika seseorang
menjadi mukmin, maka dia harus dihukum bahkan dibunuh oleh mereka.
Wa laula dafullahi al nasa badlahum bi badlin la huddimat
shawamiu wa biyaun wa shalawatun wa masajidu yudzkaru
fi hasmullahi katsiran (Q.S. 22:40)

Penggalan

ayat

diatas,

al-Zamakhsyari

mengatakan:

Allah

memberikan kekuatan kepada kaum Muslim melebihi kaum kafir untuk


berperang. Jika tidak, kaum musyrik akan menyerang pengikut agama lain
pada

masa

itu,

merebut

tempat

ibadah

mereka

dan

kemudian

merusaknya. Mereka tidak akan membiarkan gereja umat kristen, biara


umat kristen, sinagoga orang Yahudi, dan masjid umat Islam.
Pesan Utama Q.S 22: 39-40
Ada tiga pesan utama yang dipaparkan dalam tulisan ini tentang
tafsiran QS. 22 ayat 39 40. Yaitu:

Penghapusan penindasan
Penegakan kebebasan beragama
Penegakan perdamaian

Dalam ayat ini bukan suatu peperangan yang menjadi pesan utamanya,
melainkan adalah seruan dalam menegakkan kedamaian, yang mana
digambarkan bahwa diperbolehkan berperang terhadap kaum musyrik
yang telah menindas kaum muslim tanpa alasan yang bisa diterima.
Apabila tidak ada lagi jalan damai yang dapat ditempuh.
Kesimpulan
Menganggapi tulisan di atas, adalah bahwa dalam penafsiran ayat
al-Quran tidak boleh dilakukan hanya melihat satu sisi saja. Tulisan ini,
menggunakan penafsiran yang memperhatikan konteks tekstual dan
kontekstualnya. Harus ditinjau dari segi historisnya, pemahaman yang
berkembang pada saat penafsiran juga penting dimiliki untuk melihat
lebih jauh makna atau pesan yang sesungguhnya dari ayat yang akan
ditafsirkan. Pemahaman ini lebih rasional dan dapat diterima mengingat
al-Quran adalah kitab suci untuk seluruh umat, baik pada zaman nabi
hingga sekarang, yang artinya al-Quran juga menyelesaikan masalah
yang akan datang pada kaum masa mendatang. Maka tidak seharusnya
ayat al-Quran di pahami secara sempit.
Dalam tulisan ini, penulis menyampaikan bahwa dalam QS. 22 ayat
39-40 terdapat pesan damai yang mana bahwa ayat ini pada tekstualnya
4

menyerukan jihad atau memperbolehkan perang terhadap kaum penindas


dengan syarat tidak ada lagi jalan damai yang bisa ditempuh.

Anda mungkin juga menyukai