Dipresentasikan pada kegiatan kepanitraan klinik madya lab kesehatan jiwa . pemeriksaan
dilakukan pada hari selasa ,14 januari 2014 pukul 10.00 wita di IGD RSKD AHM Samarinda.
Sumber anamnesis: Autoanamnesis dan Heteroanamnesis
RIWAYAT PSIKIATRI
IDENTITAS
Nama
: Tn.Suriadi
Jenis Kelamin
: laki laki
Umur
: 18 tahun
Tempat/Tanggal Lahir
Agama
: Islam
: Bugis / Indonesia
Status Pernikahan
: belum menikah
Pendidikan Terakhir
: SMP Kelas 2
Pekerjaan
: Nelayan
Alamat
Pasien datang berobat ke IGD Atma Husada Mahakam Samarinda diantar oleh Ayah
pasien
ANAMNESI
Keluhan utama: Mengamuk dirumah
Riwayat perjalanan penyakit sekarang
Autoanamnesis: pasien
mengamuk
mudah terpancing emosinya bila ada masalah dirumah. Selain itu pasien juga akan
mudah marah bila kemauannya tidak dipenuhi. bila pasien emosi dan marah pasien
akan segera akan mengambil parang dan mengancam kedua orang tuanya. Selain itu
pasien juga mengalami susah tidur apabika dalam keadaan emosi. Apabila emosi dan
kemarahan pasien mereda pasien juga merasa sedih dengan apa yang dilakukannya
1
sehingga pasien akan mengurung dirinya dikamar atau pasien akan pergi bekerja ke
laut untuk mencari ikan, pasien merasa kasihan melihat kehidupan orang
tuanya,pasien ingin sekali membahagiakan kedua oranr tuanya jika pasien sukses
menjalan kehidupannya kelak.. Pasien mengakui mendapat kesulitan saat bekerja
sehingga hasil pekerjaan yang dijalaninya tidak maksimal. Pasien juga mengalami
kegelisahan pada saat tidur 3 bulan. Pasien juga sempat mengeluh tidak selera
makan sehingga berat badan pasien turun
Heteroanamnesis pasien sering mengamuk dirumah sekitar 3 bulan. Selain itu
pasien juga suka keluyuran entah pergi kemana. Kegiatan pasien setiap hari adalah
bekerja sebagai nelayan tapi
melawan kedua orang tuanya dan keluarga pasien yang lainnya.selain itu pasien juga
tidak diskai oleh tetangga sekitar karena sering berbuat onar dan bertindak
sesukanya.pasien juga akan mudah emosi dan marah apabila keinginannya tidak
dipenuhi
Riwayat Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang memiliki keluhan yang sama atau gangguan jiwa
Pasien umur kurang 10 tahun : normal, selalu menuruti omongan orang tua
Pasien umur sekarang
Riwayat Pribadi
Masa anak-anak awal (0-3 tahun)
o Riwaya prenatal,kehamilan ibu,dan kelahiran
Normal, lahir di dukun beranak, kelahiran cukup bulan
3
menikah
o Latar belakang agama
4
ruang (+)
TD
: 110/70 mmHg
S
RR
: 24 x/ menit
Kepala
Mata
THT
Leher
Toraks
Abdomen : Datar, supel, nyeri tekan (-), Hepar dan Lien tidak teraba membesar
Ekstremitas: Akral hangat, edema(-)
Kulit
b. `Status Neurologis
Tanda Rangsang Meningeal
Refleks Fisiologis
: Normal
Refleks Patologis
Panca indra
Tekanan intrakranial
c.
Status psikiatrikus
A. Penampilan
1. Identifikasi pribadi: cukup rapi
2. Perilaku dan aktivitas psikomotor : normal
3. Gmbaran umum: Tenang, kooperatif, kontal visual (+), kontak
verbal (+)
B. Bicara :baik
C. Mood dan Afek :
1. Mood: Stabil
2. Afek : normal, kongruen
D. Pikiran dann Persepsi
Bentuk pikiran
Produktivitas : normal
Kelancaran: lancar, normal
Gangguan bahasa (-)
Isi pikiran
Waham (-)
Gangguan berpikir
Normal ,koheren
Gangguan persepsi
Halusinasi auditoriik(-), halusinasi visual(-)
E. Sensori
Kesadaran: compos mentis, atensi (+),
Orientasi waktu(+),orang(+),tempat(+)
Konsentrasi dan berhitung: normal,cukup
Ingatan masa dahulu (+,normal) masa kini (+,normal)
Pengetahuan : cukup
Kemampuan berpikir abstrak: baik
Tilikan diri: pasien sadar penuh dan paham atas penyakitnya
o Sikap: kooperatif
o Tingkah laku: tenang
o Perhatian: baik
o Ekspresi wajah: normal
o Vrbalisasi : normal
B. Pemeriksaan fisik
Tidak ditemukan kelainan
C. Pemeriksaan Psikis
Keadaan afektif
o Afek: sesuai
o Arus emosi: stabil
Keadaan dan fungsi intelek
o
Konsentrasi: normal
Orientasi: normal
Persepsi
Halusinasi auditorik(-), halusinasi visual(-)
Keadaan proses pikir
o Kecepatan: normal
o Mutu: koheren
o Mutu : waham (-)
D. Diagnosis
Formulasi diagnosis
pemeriksaan
kardiovasskuler,respiratorik,gastrointestinal
trihexifenidil 1 x 25 mg
risperidon 0-0-0,5 mg
Psikoterapi
F. Prognosis
Dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI DAN KLASIFIKASI
Gangguan mood terdiri dari Gangguan Depresi (depresi unipolar), Gangguan Bipolar,
dan dua kelainan berdasarkan etiologi; Gangguan Mood akibat Kondisi Medis umum dan
Gangguan Mood akibat Penyalahgunaan zat.
(1,2)
depresif berat, gangguan distimik, dan gangguan mood yang tak tergolongkan) dibedakan
dengan gangguan bipolar dengan melihat tidak adanya episdode manik, episode campuran,
atau episode hipomanik. Gangguan bipolar (seperti; gangguan bipolar I, bipolar II, gangguan
siklotimik, dan gangguan bipolar yang tak tergolongkan) memiliki riwayat episode manik,
episode campuran, atau episode hipomanik, yang biasanya disertai dengan riwayat episode
depresif berat.(2)
Pada DSM-IV, gangguan mood diklasifikasikan sebagai berikut (2):
Episode mood
Episode depresif mayor
Episode manik
Episode campuran
Episode hipomanik
Gangguan depresif
Gangguan depresif mayor
Gangguan distimik
Gangguan depresif yang tak tergolongkan
Gangguan bipolar
Gangguan bipolar I
10
Gangguan bipolar II
Gangguan siklotimik
Gangguan bipolar yang tak tergolongkan
1.1
Etiologi
Etiologi depresi terdiri dari :
1. Faktor genetik
Dari penelitian keluarga didapatkan gangguan depresi mayor dan gangguan
bipolar terkait erat dengan hubungan saudara; juga pada anak kembar, suatu bukti
adanya kerentanan biologik, pada genetik keluarga tersebut.
Data genetik dengan kuat menyatakan bahwa suatu faktor penting di dalam
perkembangan gangguan mood adalah genetika. Tetapi, pola penurunan genetika
adalah jelas melalui mekanisme yang kompleks. Bukan saja tidak mungkin untuk
menyingkirkan efek psikososial, tetapi faktor non genetik kemungkinan
memainkan peranan kausatif dalam perkembangan gangguan mood pada
sekurangnya beberapa orang. \.
2. Faktor Biokmia
Sejumlah besar penelitian telah melaporkan berbagai kelainan di dalam
metabolit amin biogenik yang mencakup neurotransmitter norepinefrin, serotonin
dan dopamine (Gambar 1.1). Dalam penelitian lain juga disebutkan bahwa selain
faktor neurotransmitter yang telah disebutkan di atas, ada beberapa penyebab lain
yang dapat mencetuskan timbulnya depresi yaitu neurotransmitter asam amino
khususnya GABA (Gamma-Aminobutyric Acid) dan peptida neuroaktif, regulasi
neurendokrin dan neuroanatomis.
Pada regulasi neuroendokrin, gangguan mood dapat disebabkan terutama
oleh adanya kelainan pada sumbu adrenal, tiroid dan hormon pertumbuhan. Selain
itu kelainan lain yang telah digambarkan pada pasien dengan gangguan mood
11
3. Faktor Hormon
Kelainan depresi mayor dihubungkan dengan hipersekresi kortisol dan
kegagalan menekan sekresi kortisol sesudah pemberian dexametason. Pasien
12
penyakit
amenore.
Hal ini
dalam
pertumbuhan
perkembangan
dirinya..
Faktor
lingkungan
Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan (ringan, sedang, dan
berat), diperlukan masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis,
akan tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan
berlangsung cepat. Kategori diagnosis episode depresif ringan (F.32.0), sedang
(F.32.1) dan berat (F.32.2) hanya digunakan untuk episode depresi tunggal (yang
pertama). Episode depresif berikutnya harus diklasifikasikan dibawah salah satu
gangguan depresif berulang (F.33.-).
tersebut di atas.
Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari 3 gejala lainnya (a) sampai (g)
Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya
Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu
Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang dilakukannya.
14
tersebut diatas
Ditambah sekurang-kurangnya 3 gejala lainnya (a) sampai (g)
Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya
Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu
Menghadapi kesulitan nyata dalam meneruskan kegiatan dan kegiatan sosial,
pekerjaan dan urusan rumah tangga.
15
Gangguan ini bersifat episode berulang dari : episode depresi ringan ,depresi
sdang,depresi berat
akan tetapi
Tanpa riwayat
dan
episode singkat
dan
namun
keparahan sering
dicetuskan oleh peristiwa kehidupan yang penuh stress dan trauma mental
yang lain
1.3
harus
mengintegrasikan
farmakoterapi
dengan
intervensi
masalah
psikodinamika,
ambivalensi
mengenai
kegunaan
obat
dapat
dengan
menghambat
reuptake
penghambat
reuptake
norepinefrin,
sedangkan
amin
tersier
dalam pengobatan depresi karena bersifat sangat toksik bagi tubuh. Selain
karena dapat menyebabkan krisis hipertensif akibat interaksi dengan tiramin
yang berasal dari makanan-makanan tertentu seperti keju, anggur dan acar,
MAOIs juga dapat menghambat enzim-enzim di hati terutama sitokrom P450
yang akhirnya akan mengganggu metabolisme obat di hati.
c. SSRIs (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors)
SSRIs adalah jenis pengobatan yang juga menjadi pilihan lini pertama
pada gangguan depresif berat seain golongan trisiklik. Obat golongan ini
mencakup fluoxetine, citalopram dan setraline. SSRIs sering dipilih oleh
klinisi yang pengalamannya mendukung data penelitian bahwa SSRIs sama
manjurnya dengan trisiklik dan jauh lebih baik ditoleransi oleh tubuh karena
mempunyai efek samping yang cukup minimal karena kurang memperlihatkan
pengaruh terhadap sistem kolinergik, adrenergik dan histaminergik. Interaksi
farmakodinamik yang berbahaya akan terjadi bila SSRIs dikombinasikan
dengan MAOIs, karena akan terjadi peningkatan efek serotonin secara
berlebihan yang disebut sindrom serotonin dengan gejala hipertermia, kejang,
kolaps kardiovaskular dan gangguan tanda vital.
d.
18
dua
anggapan:
pertama,
masalah
interpersonal
sekarang
19
1.4
Prognosis
Gangguan mood cenderung memiliki perjalanan penyakit yang panjang dan
pasien cenderung mengalami kekambuhan. Episode depresif yang tidak diobati
berlangsung 6 sampai 13 bulan, sementara sebagian besar episode yang diobati
berlangsung kira-kira 3 bulan. Menghentikan antidepresan sebelum 3 bulan hampir
selalu menyebabkan kembalinya gejala.
Pasien yang dirawat di rumah sakit untuk episode pertama gangguan depresif
berat memiliki kemungkinan 50% untuk pulih dalam tahun pertama. Banyak
penelitian telah berusaha untuk mengidentifikasi indikator prognostik yang baik dan
buruk di dalam perjalanan gangguan depresif berat. Episode ringan, tidak adanya
gejala psikotik, fungsi keluarga yangstabil, tidak adanya gangguan kepribadian,
tinggal dalam waktu singkat di rumah sakit dalam waktu yang singkat, dan tidak lebih
dari satu kali perawatan di rumah sakit adalah indikator prognostik yang baik.
Prognosis buruk dapat meningkat oleh adanya penyerta gangguan distimik,
penyalahgunaan alkohol dan zat lain, gejala gangguan kecemasan, dan riwayat lebih
dari satu episode sebelumnya.
BAB III
PEMBAHASAN
A. DIAGNOSIS
Teori
Fakta
Anamnesis
Prevalensi gangguan depresi sekitar
Pria usia 18 tahun
17% dari gangguan psikiatrik lain,
dengan insiden tahunan 1,59%
Keluhan utama: mengamuk
(wanita 1,89% pria 1,10%)
dirumah
Penegakan diagnosis
Autoanamnesis:
pasien F.32 episode depresi menurut PPDGJIII:
mengamuk dirumah. Pasien
20
mengamuk
karena
pasien
marah
bila
segera
mengambil
parang
mengancam
kedua
akan
dan orang
Gejala utama:
Suasana perasaan (mood)/afek yang
depresif
Kehilangan minat dan kegembiraan
Berkurangnya energy yang menuju
meningkatnya keadaan mudah lelah
Gejala lain:
Konsentrasi dan perhatian berkurang
Harga
diri
dan
kepercayaan
berkurang
Gagasan tentanng rasa bersalah dan
tidak berguna
Pandangan masa depan yang suram
dan pesimistis
Gagasan/perbuatan membahayakan
diri/bunuh diri
Tidur terganggu
Nafsu makan berkurang
yang
dijalaninya
mengamuk
pasien
dirumah
setiap
hari
adalah
orang
keluarga
tuanya
dan
pasien
yang
dan
bertindak
emosi
dan
marah
apabila
keinginannya
tidak
pemeriksaan
fisik
dipenuhi
Pada
didapatkan
110/70
tekanan
darah
mmHg.
Pada
pemeriksaan kardiovasskuler,
respiratorik,gastrointestinal
tidak
didapatkan
Pada
kelainan.
pemeriksaann
neurologikus
pasien
sering
trauma
yang
pernah
dialaminya
Pada
pemeriksaan
didapatakn
psikiatri
keadaan compos
kooperatif,
atensi(+),orientasi
stabil.
proses
cepat,koheren,
halusinasi
(-),halusianasi
(+),emosi
berpikir
waham
(-),
visual
auditorik(+),
22
kemauan
ADL
intelejensi
cukup,psikomotor
dalam
batas
mandiri,
normal,insight
baik
B. Penegakan Diagnosis
Diagnosis
Dari hasil autoanamnesis ,diketahui bahwa passion datang ke IGD RSKD AHM Samarinda
dengan keluhan pasien mengamuk dirumah. pasien mengamuk dirumah. Pasien mengamuk
karena pasien mudah terpancing emosinya bila ada masalah dirumah. Selain itu pasien juga
akan mudah marah bila kemauannya tidak dipenuhi. bila pasien emosi dan marah pasien akan
segera akan mengambil parang dan mengancam kedua orang tuanya. Selain itu pasien juga
mengalami susah tidur apabial dalam keadaan emosi. Apabila emosi dan kemarahan pasien
mereda pasien juag merasa sedih dengan apa yang dilakukannya, sehingga pasien akan
mengurung dirinya dikamar atau pasien akan pergi bekerja ke laut untuk mencari ikan.
Pasien mengakui mendapat kesulitan saat bekerja sehingga hasil pekerjaan yang dijalaninya
tidak maksimal. Pasien juga mengalami kegelisahan pada saat tidur 3 bulan. Pasien juga
sempat mengeluhkan tidak mempunyai selera makan sehinng berat badan pasien menurun.
Pada kasus ini, penegakan diagnosis disesuaikan dengan literature menurut kriteria PPDGJ
III dan DSM-IV-TR.
Kriteria PPDGJ III untuk gangguan mood episode depresif sedang (F32.1)
namun
dapat
memperlihatkan variasi diurnal yang khas seiring berlalunya waktu. Pada beberapa
kasus, anxietas, kegelisahan dan agitasi motorik mungkin pada waktu-waktu tertentu
lebih menonjol daripada depresinya, dan perubahan suasana perasaan (mood)
mungkin juga terselubung oleh ciri tambahan seperti iritabilitas, minum alkohol
berlebih, perilaku histrionik, dan eksaserbasi gejala fobik atau obsesif yang sudah ada
sebelumnya, atau oleh preokupasi hipokondrik. Untuk episode depresif dari ketigatiganya tingkat keparahan, biasanya diperlukan masa sekurang-kurangnya 2 minggu
untuk penegakkan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika
gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.
Perbedaan antara episode depresif ringan, sedang, berat terletak pada penilaian
klinis yang kompleks yang meliputi jumlah, bentuk dan keparahan gejala yang
ditemukan. Seringkali luasnya aktivitas pekerjaan biasa dan sosial merupakan
petunjuk yang berguna untuk memperkirakan derajat keparahan suatu episode, akan
tetapi ada pengaruh individual, sosial, dan budaya yang cukup umum dan cukup kuat
yang mengganggu hubungan selaras antara keparahan gejala dan kinerja sosial.
Pedoman Diagnostik
Ciri esensial adalah depresi suasana perasaan (mood) yang berlangsung sangat lama
yang tak pernah atau jarang sekali cukup parah untuk memenuhi kriteria gangguan
depresif berulang ringan atau sedang. Biasanya mulai dini dalam kehidupan dewasa
dan berlangsung sekurang-kurangnya beberapa tahun, kadang-kadang untuk jangka
waktu tidak terbatas.
Kriteria DSM-IV-TR untuk Gangguan Mood episode depresif adalah sebagai berikut
Kriteria Diagnostik untuk Episode Depresif Mayor
A. Lima (atau lebih) gejala berikut ditemukan selama periode 2 minggu yang sama dan
menunjukkan suatu perubahan dari fungsi sebelumnya; paling kurang satu gejala dari
salah satu mood terdepresi atau dua kehilangan minat atau kesenangan.
Catatan: jangan masukkan gejala yang jelas disebabkan oleh kondisi umum, atau
waham atau halusinasi yang tidak sesuai mood.
24
1. Mood terdepresi hampir sepanjang hari, hampir setiap hari, seperti yang
ditunjukkan baik oleh laporan subyektif (misalnya, perasaan sedih atau kososng)
maupun pengamatan yang dilakukan oleh orang lain (misalnya, tampak sedih).
Catatan: pada anak-anak dan remaja, dapat berupa mood yang iritabel.
2. Kehilangan minat atau kesenangan yang nyata pada semua atau hampir semua,
aktivitas hampir sepanjang hari, hampir setiap hari (seperti yang ditunjukkan baik
oleh laporan subyektif maupun pengamatan yang dilakukan oleh orang lain).
3. Penurunan berat badan yang bermakna jika tidak melakukan diet atau penambahan
berat badan (misalnya, perubahan berat badan lebih dari 5 persen sebulan), atau
penurunan atau peningkatan nafsu makan hampir setiap hari.
Catatan: pada anak-anak, pertimbangkan kegagalan untuk mencapai peningkatan
berat badan yang diharapkan.
4. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari.
5. Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari 9dapat diamati oleh orang
lain, bukan hanya perasaan subyektif tentang adanya kegelisahan atau mnenjadi
lamban).
6. Kelelahan atau kehilangan tenaga hampir setiap hari
7. Perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah yang berlebihan atau tidak sesuai
(yang dapat berupa waham) hampir setiap hari (bukan hanya menyalahkan diri
sendiri atau bersalah karena sakit)
8. Penurunan kemampuan untuk berpikir atau berkonsentrasi atau keragu-raguan,
hampir setiap hari (baik oleh laporan subyektif maupun yang diamati orang lain)
9. Pikiran tentang kematian berulang (tidak hanya ketakutan akan kematian), ide
bunuh diri berulang tanpa suatu rencana yang spesifik, atau percobaan bunuh diri
atau rencana khusus untuk melakukan bunuh diri.
B. Gejala tidak memenuhi kriteria Episode Campuran
C. Gejala menyebabkan penderitaan secara klinis yang bermakna atau gangguan pada
fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi bidang penting lainnya.
D. Gejala bukan karena efek fisiologis langsung dari zat (misalnya penyalahgunaan zat,
pengobatan) atau suatu kondisi medis umum (misalnya hipotiroidisme).
E. Gejala tidak lebih baik dijelaskan Berduka, yaitu setelah kehilangan seorang yang
dicintai, gejala menetap lebih lama dari 2 bulan atau ditandai oleh gangguan
fungsional yang nyata, preokupasi morbid dengan perasaan tidak berharga, ide bunuh
diri, gejala psikotik, atau retardasi psikomotor.
C. Penatalaksanaan
a. farmakoterapi
25
Sindrom depresi disebabkan oleh defisiensi relatif salah satu atau beberapa aminergic
neurotransmitter (noradrenalie, serotonine, dopamine) pada sinaps neuron di SSP
(khususnya pada sistem limbik).
Mekanisme kerja obat anti-depresi adalah :
Efek antikolinergik (mulut kering, retensi urin, penglihatan kabur, konstipasi, sinus
takikardia, dll)
Efek samping yang tidak berat (tergantung daya toleransi dari penderita), biasanya berkurang
setelah 2-3 minggu bila tetap diberikan dengan dosis yang sama.
Pada dasarnya semua obat anti-depresi mempunyai efek primer (efek klinis) yang
sama pada dosis ekuivalen, perbedaan terutama pada efek sekunder (efek samping).
Pemilihan obat anti-depresi tergantung pada toleransi pasien terhadap efek samping dan
penyesuaia efek samping terhadap kondisi pasien (usia, penyakit fisik tertentu, jenis depresi)
Berdasarkan kriteria PPDGJ III tersebut, semua kriteria yang ada terpenuhi untuk
pasien pada kasus ini sehingga dapat digolongkan sebagai episode depresif sedang
Bila diagnosa depresi sudah dibuat, maka perlu dinilai taraf hebatnya gejala depresi
dan besarnya kemungkinan bunuh diri. Hal ini ditanyakan dengan bijkasana dan penderita
sering merasa lega bila ia dapat mengeluarkan pikiran-pikiran bunuh diri kepada orang yang
memahami masalahnya, tetapi pada beberapa penderita ada yang tidak memberitahukan
keinginan bunuh dirinya kepada pemeriksa karena takut di cegah. Bila sering terdapat
pikiran-pikiran atau rancangan bunuh diri, maka sebaiknya penderita dirawat di rumah sakit
dengan pemberian terapi elektrokonvulsi di samping psikoterapi dan obat anti depresan.
Sebagian besar klinisi dan peneliti percaya bahwa kombinasi psikoterapi dan farmakoterapi
26
adalah pengobatan yang paling efektif untuk gangguan depresi. Tiga jenis psikoterapi jangka
pendek yaitu terapi kognitif, terapi interpersonal dan terapi perilaku, telah diteliti tentang
manfaatnya di dalam pengobatan gangguan depresi.
Pada farmakoterapi digunakan obat anti depresan, dimana anti depresan dibagi dalam
beberapa golongan yaitu :
1. Golongan trisiklik, seperti : amitryptylin, imipramine, clomipramine dan opipramol.
2. Golongan tetrasiklik, seperti : maproptiline, mianserin dan amoxapine.
3. Golongan MAOI-Reversibel (RIMA, Reversibel Inhibitor of Mono Amine OxsidaseA), seperti : moclobemide.
4. Golongan atipikal, seperti : trazodone, tianeptine dan mirtazepine.
5. Golongan SSRI (Selective Serotonin Re-Uptake Inhibitor), seperti : sertraline,
paroxetine, fluvoxamine, fluxetine dan citalopram.
Jenis-jenis obat anti-depresi yang biasa digunakan adalah :
Tetrasiklik
Golongan obat : maprotiline, mianserin, amoxapine
Obat-obatan ini memiliki efek samping pada otonomik dan kardiologik yang relatif
kecil namun efek sedasinya lebih kuat. Pemberiannya diberikan pada pasien yang
kondisinya kurang tahan terhadap efek otonomik dan kardiologik (pasien usia lanjut)
dan juga pada pasien dengan sindrom depresi yang disertai dengan gejala anxietas dan
insomnia yang menonjol.
Atypical
Golongan obat : trazodone, tianeptine, mirtazapine
Efek samping dan pemberian obat sama seperti pada obat golongan tetrasiklik
27
(meningkatkan kepatuhan minum obat, bisa digunakan pada berbagai kondisi medik),
spektrum efek anti-depresi luas, dan gejala putus obat sangat minimal, serta lethal dose
yang tinggi (>6000mg) sehingga relatif aman.
Bila telah diberikan dengan dosis yang adekuat dalam jangka waktu yang cukup
(sekitar 3 bulan) tidak efektif, dapat beralih ke pilihan kedua yaitu golongan trisiklik, yang
spektrum anti-depresinya juga luas tetapi efek sampingnya relatif lebih berat. Bila pilihan
kedua belum berhasil, dapat beralih ketiga dengan spektrum anti-depresi yang lebih sempit,
dan juga efek samping lebih ringan dibandingkan trisiklik, yang teringan adalah golongan
MAOI reversibel. Disamping itu juga dipertimbangkan bahwa pergantian SSRI ke MAOI
membutuhkan waktu 2-4 minggu istirahat untuk washout period.
Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan onset efek primer (efek klinis) sekitar 2-4
minggu, efek sekunder (efek samping) sekitar 12-24 jam serta waktu paruh sekitar 12-48 jam
(pemberian 1-2 kali perhari).
Terapi psikologis dengan Psikoterapi
Psikoterapi yaitu terapi yang digunakan untuk menghilangkan keluhan-keluhan dan
mencegah kambuhnya gangguan psikologik atau pola perilaku maladaptif. Terapi ini
dilakukan dengan jalan pembentukan hubungan profesional antara terapis dengan pasien.
Psikoterapi untuk pasien dengan depresi dapat diberikan secara individu, kelompok, atau
28
pasangan sesuai dengan gangguan psikologik yang mendasarinya. Beberapa pasien dan
klinisi sangat meyakini manfaat intervensi psikoterapi tetapi ada pula yang sebaliknya yaitu
tidak percaya. Berdasarkan hal ini, keputusan untuk melakukan psikoterapi sangat
dipengaruhi oleh penilaian dokter atau pasiennya.
Psikoterapi suportif
Psikoterapi ini hampir selalu diindikasikan. Memberikan kehangatan, empati,
pengertian dan optimisme. Bantu pasien mengidentifikasi dan mengekspresikan
emosinya dan bantu untuk ventilasi. Mengidentifikasi faktor-faktor presipitasi dan
membantu mengoreksi. Bantu memecahkan problem eksternal (misalnya masalah
pekerjaan, rumah tangga). Latih pasien untuk mengenal tanda-tanda dekompensasi
yang akan datang. Temui pasien sesering mungkin (mula-mula 1-3 kali per minggu)
dan secara teratur, tetapi jangan sampai tidak berakhir atau selamanya. Kenalilah
bahwa beberapa pasien depresi dapat memprovokasi kemarahan terapis (melalui
kemarahan, hostilitas, tuntutan yang tak masuk akal, dan lain-lain).
Psikoterapi suportif
Dasar terapi ini adalah teori psikodinamik yaitu kerentanan psikologik terjadi akibat
konflik perkembangan yang tak selesai. Terapi ini dilakukan dalam periode jangka
panjang. Perhatian pada terapi ini adalah defisit psikologik yang menyeluruh yang
diduga mendasari gangguan depresi. Misal- nya, problem yang berkaitan dengan rasa
bersalah, rasa rendah diri, berkaitan dengan pengalaman yang memalukan, pengaturan emosi yang buruk, defisit interpersonal akibat tak adekuatnya hubungan
dengan keluarga.
Terapi perkawinan
Problem perkawinan dan keluarga sering menyertai depresi dan dapat mempengaruhi
penyembuhan fisik. Oleh karena itu, perbaikan hubungan perkawinan merupakan hal
penting dalam terapi ini.
29
Prognosis
Prognosis pada pasien yang mengalami depresi pada umumnya baik apabila :
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan H.I, Sadock B.J, Greb J.A. Sinopsis Psikiatri. Ilmu Pengetahuan Perilaku
Psikiatri Klinis, Edisi ke-7. Hal : 777-849. Bina rupa Aksara, Jakarta. 1997.
2. Diagnostic And Statistical Manual Of Mental Disordes. 4th edition. Washington D.C;
American Pschiatric Associated, 1994 : 662 665.
3. Kaplan H.I, Sadock B.J. Comprehensive Textbook of Psychiatry, Eight edition.. USA.
2005, 1559-1717.
4. Stahl, S M. 2008, Stahls Essential Psychopharmacology, third edition, New York:
Cambridge University Press.
30