Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS

CONGENITAL BULLOUS LUNG DISEASE PADA INFANT

Oleh :
Bobby Chandra Kusuma
1310029018

Pembimbing :
dr. Ivan Joalsen M.T, Sp.BTKV

LABORQTORIUM BEDAH TORAKS KARDIOVASKULER


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
MULAWARMAN
2016

BAB I
PENDAHULUAN
Hiperlusensi di hemithorax unilateral merupakan temuan pada pemeriksaan
pencitraan yang sering dijumpai pada pasien anak. Kelainan tersebut dapat
bersifat kongenital atau akuisita, yang melibatkan parenkim pulmo, airway,
vaskularisasi pulmo, rongga pleura, dinding dada, atau karena faktor tehnik pada
pemeriksaan foto polos thorax dimana pasien sedikit rotasi. Manifestasi klinis
dapat simptomatik dengan gejala yang ringan sampai yang mengancam jiwa, atau
asimptomatik.

1,2

Diagnosis banding hiperlusensi di hemithorax unilateral pada anak-anak


cukup luas, diantaranya adalah bullous disease, pneumotoraks, Congenital Lobar
Emphysema (CLE), kista bronkogenik, Congenital Cystic Adenomatoid
Malformation (CCAM), serta hernia diafragmatika kongenital.

1,3,4,5,6

Bullous

disease dapat berupa bullae berukuran kecil ( 1 cm), sampai berukuran besar,
dimana pada kelompok usia anak-anak, kasus ini cukup jarang dijumpai.

Giant bullous lung disease termasuk ke dalam bullous disease, dimana


secara karakteristik ditandai oleh pembesaran satu atau lebih bullae sehingga
memenuhi lebih dari sepertiga hemithorax.

8,9,10,11

Kelainan ini umumnya terjadi

pada laki-laki dewasa muda dengan kebiasaan merokok, dan seringkali dikaitkan
dengan Penyakit Paru Obstruktif kronis (PPOK).

8,9,11,12,13,14

Pada kelompok usia


1

anak-anak, giant bullae jarang terjadi dan dapat bersifat idiopatik. Gambaran
radiologis giant bullae yang menyerupai beberapa kelainan kongenital pada
pulmo menjadi tantangan tersendiri bagi radiolog untuk menegakkan diagnosis
giant bullae.
Laporan kasus ini membahas mengenai giant bulla yang terjadi pada pasien
infant, dimana pemeriksaan pencitraan pada kasus ini berperan penting untuk
menegakkan diagnosis. Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk
mengetahui gambaran giant bullae pada foto polos thorax dan CT Scan thorax,
karena diagnosis yang ditegakkan secara radiologi, akan berpengaruh kepada
penatalaksanaannya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Thorax Pediatri
Anak-anak bukanlah orang dewasa dalam bentuk mini (little adult), dimana
organ pernafasan pada anak-anak akan mengalami perubahan sejalan dengan
proses pertumbuhan dan perkembangannya. Ukuran tubuh anak akan menjadi dua
kali lipat sejak lahir sampai usia 18 bulan, dua kali lipat lagi pada usia 5 tahun,
dan dua kali lipat lagi untuk mencapai ukuran dewasa. Bentuk, ukuran, dan
komposisi sistem pernapasan juga berubah secara dramatis sepanjang masa,
bersamaan dengan peningkatan volume pulmo dan peningkatan ukuran tubuh.
Perubahan dalam konfigurasi kostae, maturasi dinding dada, pertumbuhan otototot pernafasan, dan perubahan struktur pulmo terjadi dalam beberapa tahun
15,16

pertama setelah lahir.

Pada foto polos thorax posisi supine, aerasi kedua pulmo tampak simetris
(Gambar 1), sehingga seharusnya memberi gambaran radiolusen yang seragam
dalam beberapa menit setelah lahir. Postur dada neonatus relatif kurang lordosis
dibanding anak yang lebih tua, sehingga klavikula dapat terpoyeksi di atas kosta
pertama. Diafragma harus berbentuk kubah dan setinggi kosta 6 di bagian anterior
dan kosta 8 di bagian posterior. Rasio kardiotoraks secara transversal harus < 60
%. . Bentuk dan ukuran bayangan thymus bervariasi, namun umumnya thymus
harus jelas terlihat. Corakan vaskuler terlihat jelas di bagian sentral, dan tidak
terlihat di sepertiga perifer hemithorax. Gambaran air bronchogram dapat terlihat
di pulmo sinistra lobus inferior di belakang bayangan jantung, sehingga diagnosis
pneumonia harus dihindari. Vertebra torakales cukup jelas terlihat. Pada periode
awal neonatal, prosesus spinosus belum menyatu, sehingga defek sentral di korpus
vertebra merupakan suatu gambaran normal.

17

B. Definisi Giant Bullous Lung Disease


Giant bullous lung disease (atau vanishing lung syndrome, istilah ini sering
dijumpai pada pasien dewasa) adalah suatu kondisi klinis yang ditandai oleh

bullae berukuran besar yang volumenya cukup signifikan. Kriteria radiologi untuk
kelainan tersebut adalah giant bullae di satu atau kedua apeks pulmo, meliputi
minimal sepertiga hemithorax dan mengkompresi parenkim pulmo normal di

sekitarnya.10,11,12,14
Bullous lung disease berbeda dengan bullous emphysema. Burke (1937)
pertama kali mendeskripsikan bullous lung disease sebagai suatu sindroma klinis
yang karakteristik ditandai oleh adanya bullae di satu atau kedua apeks pulmo
dengan struktur parenkim pulmo yang normal. Sementara bullous emphysema
adalah bullae yang terjadi pada pasien PPOK, dimana telah terjadi abnormalitas
parenkim pulmo yang difus.

11,14

Namun dalam beberapa literatur, kedua istilah

tersebut seringkali dianggap serupa, sehingga istilah giant bullous lung disease
kadang disebut juga sebagai giant bullous emphysema.
Secara historis, istilah bulla, kista, dan bleb seringkali digunakan
7

bergantian. Namun pada dasarnya, ketiga istilah tersebut harus dibedakan. Kista
pada pulmo adalah suatu kista bronkial atau bronkogenik yang tepinya dibatasi
oleh epitel respiratorium. Bleb adalah rongga berisi udara di subpleural, yang
terjadi dari rupturnya alveolus. Bulla adalah rongga berisi udara di dalam
parenkim pulmo, dimana sebagian besar tepi bagian luar bulla dibatasi oleh pleura
viseralis, sementara tepi bagian dalam dibentuk oleh jaringan fibrous yang berasal
dari parenkim pulmo di sekitarnya yang mengalami kerusakan.

7,18

C. Etiologi
Penyebab bullous lung disease berbeda antara anak-anak dan dewasa. Pada
dewasa, penyebab atau faktor resikonya dapat berupa kebiasaan merokok
(penyebab terbanyak), defisiensi alfa-1 antitripsin, serta penyalahgunaan obat
terlarang.

8,19

Pada anak-anak, bullous lung disease dapat disebabkan oleh beberapa


kondisi, yaitu idiopatik, late sequelae penyakit pulmo kronik yang terkait dengan
kelahiran prematur (Bronchopulmonary Dysplasia, disingkat menjadi BPD), serta
Pulmonary Interstitial Emphysema (PIE). Perubahan emfisematosa pada BPD
dapat asimetris, gambarannya kadang berupa bulla berukuran besar yang

menyerupai pneumotoraks (Gambar 2). Pada PIE, terjadi barotrauma akibat


ventilasi tekanan positif, pada foto polos thorax dan CT Scan thorax tampak
sebagai lusensi kisti multipel di interstisial, dapat terjadi segmental, lobar,
unilateral, atau bilateral (Gambar 3).

D. Epidemiologi
Giant bullous lung disease adalah kelainan yang sebagian besar menyerang
pria perokok usia muda, walaupun dapat terjadi pada bukan perokok dengan
defisiensi alfa-1 antitripsin. Persentasi kejadiannya antara penderita PPOK dengan
non-PPOK adalah 80 % dibanding 20 %.

5,8,10,12

Pada anak-anak, giant bullous lung disease jarang terjadi. Tidak ada literatur
yang menyebutkan secara pasti jumlah atau persentasi kejadiannya. Pada sebagian
besar kasus, kedua pulmo lebih sering terkena dibanding pulmo unilateral.

E. Patofisiologi
Giant bullae berasal dari pembesaran satu atau lebih bullae yang mengisi
lebih dari sepertiga hemitoraks. Secara anatomis, bullae memiliki dinding luar
yang tipis dengan ketebalan bervariasi yang berisi sisa-sisa distensi pulmo yang
emfisematous. Klingman membagi bullae menjadi dua kelompok pada jaringan
pulmo yang normal (20% pasien) dan giant bullae pada jaringan pulmo yang
abnormal (80% pasien).

Giant bullae dapat dikatakan sebagai komplikasi dari emfisema. Emfisema


menyebabkan hilangnya elastisitas dinding alveoli. Pada perjalanannya, dinding
alveoli akan meregang menjadi lebih besar namun kurang efisien dalam proses
pertukaran oksigen dan karbon dioksida selama proses pernafasan berlangsung.
Kesulitan dalam proses ekspirasi akan mengarah pada terperangkapnya udara di
dalam pulmo, yang dikenal sebagai hiperinflasi. Giant bullae adalah rongga besar
berisi udara yang terperangkap. Pada foto polos thorax, giant bullae tampak
sebagai lesi yang timbul di parenkim pulmo yang normal, yang dibatasi oleh
membran fibrous yang tipis dan irreguler. Pada keadaan infeksi, selain terisi

udara, giant bullae juga akan terisi cairan. Selain dapat menimbulkan obstruksi
pada jaringan pulmo yang berdekatan, sebuah giant bulla juga dapat menimbulkan
tekanan pada pulmo kontralateral sehingga menggangu fungsinya. Dapat
disimpulkan, bahwa bahkan jaringan pulmo yang tidak terpengaruh langsung oleh
giant bullae, akan menjadi kurang efektif. Sebagian besar giant bullae membesar
dalam waktu lama. Namun terdapat kasus dimana giant bullae membesar dalam
waktu singkat, sehingga secara cepat akan mempengaruhi parenkim pulmo di
sekitarnya. Selain dengan terapi yang bersifat invasif, bullae dapat menghilang
atau mengecil baik secara spontan atau setelah terjadi infeksi atau perdarahan.

20

F. Manifestasi Klinis
Pasien dengan emfisema bullosa mungkin asimtomatik, pada kondisi ini
diagnosis ditegakkan dari pemeriksaan foto polos thorax rutin. Dengan semakin
membesarnya ukuran bullae, akan menimbulkan keluhan berupa dispneu, nyeri
dada, serta kadang terjadi hemoptisis.

10,21

Kadang dapat terjadi sesak nafas berat

akibat terjadinya pneumotoraks spontan atau peningkatan ukuran bullae secara


mendadak akibat air trapping. Meningkatnya frekuensi batuk disertai sputum
umumnya mengindikasikan terjadi infeksi pada bullae.

21

Temuan pada pemeriksaan fisik mencerminkan keadaan pulmo secara


keseluruhan atau efek bullae terhadap struktur di sekitarnya. Giant bullae
menyebabkan menurunnya suara nafas dan peningkatan resonansi pada
pemeriksaan perkusi.

21

Komplikasi giant bullae adalah pneumotoraks dan infeksi. Infeksi pada


bullae adalah kondisi yang seringkali menyertai giant bullae, umumnya sekunder
dari parenkim pulmo yang mengalami infeksi. Cairan yang terakumulasi di dalam
bullae biasanya steril, bersifat transudatif, dan dapat menetap selama beberapa
minggu sampai beberapa bulan.

10,12

G. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan untuk menentukan apakah fungsi pulmo terhambat
akibat tekanan dari giant bullae atau adakah efek secara umum yang berasal dari
emfisema yang mendasari. Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis
meliputi: foto polos thorax, Ct Scan thorax, dan biopsi (core biopsy atau melalui
pembedahan).

20

Seperti pada sebagian besar kasus keganasan pada pulmo, klinisi


menggunakan pemeriksaan pencitraan non-invasif yaitu foto polos thorax dan
pemeriksaan yang lebih detail yaitu CT Scan thorax untuk mengidentifikasi dan
menentukan lokasi giant bullae. Untuk mendapatkan informasi yang lebih tepat,
klinisi akan mengambil dan menganalisa sampel sel-sel bulla atau cairan dalam
bullae tersebut. Sampel diambil dengan memasukkan jarum bedah panjang ke
daerah yang terkena, atau biopsi lokal melalui pembedahan.

20

H. Pemeriksaan Pencitraan
1. Foto Polos Thorax
Foto polos thorax adalah metode yang paling praktis untuk mengidentifikasi
adanya bullae dan progresifitasnya. Namu kadang sulit membedakan bayangan
dinding bullae dari kavitas atau kista di parenkim pulmo. Foto polos yang dibuat
saat ekspirasi maksimal dapat membantu menunjukkan adanya bullae, dimana
udara yang terperangkap selama proses ekspirasi akan mempertegas dinding
bullae. Bullae berukuran besar dapat mendeviasi mediastinum ke arah
kontralateral dan bahkan mengkompresi pulmo di kontralateral.

21

Kriteria radiografi untuk mendiagnosis giant bullous lung disease


didefinisikan oleh Roberts dan sejawatnya, yaitu giant bullae di salah satu atau
kedua lobus superior pulmo dan mengisi minimal sepertiga hemitoraks serta
mengompresi parenkim pulmo normal di sekitarnya.

9,12,19

Stern et al

menggambarkan temuan radiografi pada foto polos thorax dan CT Scan thorax
dari giant bullous lung disease, yaitu multipel bullae berukuran besar dengan
diameter 1-20 cm, umumnya antara 2-8 cm, tanpa adanya bulla tunggal yang
dominan.

12

Komplikasi utama dari giant bullous lung disease adalah pneumotoraks,


yang dapat menyebabkan kerusakan akut pada fungsi pernapasan yang
berhubungan dengan nyeri dada. Infeksi pada bullae juga sering terjadi.

19

2. CT Scan Thorax
CT Scan Thorax, terutama HRCT, adalah metode pencitraan yang paling
akurat untuk mendiagnosis giant bullae, terkait dengan penatalaksaan secara
operatif. Sebuah bulla diidentifikasi sebagai area yang tidak mengandung
pembuluh darah dan dibatasi oleh dinding yang tegas. Ukuran, lokasi, serta jumlah
bullae dapat tervisualisasi dengan jelas. Visualisasi dinding luar bullae penting
untuk membedakannya dengan pneumothorax.

8,12,21

3. Ultrasonografi (USG)
Beberapa penelitian telah mendapatkan hasil bahwa USG dapat mendeteksi
bullae serta membedakannya dengan pneumotoraks. Pada bullous disease akan
terlihat fenomena comet tail, yaitu pergeseran jaringan pulmo terhadap pleura
selama proses respirasi. Pada pneumotoraks, jaringan pulmo yang terlibat akan
mengalami kolaps, sehingga fenomena tersebut tidak akan tampak.

21

4. Kedokteran Nuklir
Evaluasi pra-operasi dapat dilakukan dengan teknik kedokteran nuklir. Scan
perfusi memberikan penilaian kualitatif terhadap vaskularisasi pulmo. Namun
peran scan ventilasi perfusi dalam melokalikasi bullae saat ini telah digantikan
oleh CT Scan, karena CT Scan terbukti merupaka metode pemeriksaan noninvasif terbaik dalam mengevaluasi arsitektur jaringan pulmo serta mengevaluasi
bilaman terdapat penyakit yang mendasari timbulnya bullae.

7,21

5. Angiografi
Angiografi dapat memberikan informasi yang berguna mengenai area pulmo
yang tidak terpengaruh oleh bullae, namun informasi tersebut tidak selalu
diperlukan. Jika pembuluh darah di sekitar bullae tampak intak dan ramai

(Gambar 4), memberikan kemungkinan cukup tinggi untuk membaiknya


fungsional jaringan pulmo setelah tindakan bulektomi. Bila pembuluh darah di
sekitar bullae tampak tak intak dan minimal, akan memberikan ada kemungkinan
hasil yang kurang baik setelah reseksi bullae.
I.

Diagnosis Banding
Beberapa kelainan kongenital atau akuisita pada pasien anak-anak, dapat

memberikan gambaran berupa hiperlusensi atau lesi kistik di hemitoraks


unilateral. Untuk kasus giant bullous lung disease, terdapat beberapa diagnosis
banding, yaitu:
1. Pneumotoraks
Pada pemeriksaan foto polos, adanya gambaran deep sulcus sign dapat
menjadi petunjuk mengarah kepada pneumothorax. Pada pemeriksaan USG,
gambaran comet tail merupakan karakteristik adanya bullae, yang tidak dapat
dijumpai pada kasus pneumotoraks. Pada pemeriksaan CT Scan, gambaran
double wall sign yang terbentuk dari udara yang membatasi dinding bullae yang
posisinya paralel dengan dinding toraks, merupakan gambaran khas bullae.

3,4,5

2. Congenital Lobar Emphysema (CLE)


CLE merupakan kelainan kongenital dengan gambaran menyerupai giant
bulla, yaitu berupa area lusen pada hemitoraks unilateral yang dapat mendeviasi
mediastinum ke kontralateral dan menimbulkan kompresi pada jaringan pulmo di
sekitarnya. CLE umumnya bermanifestasi sebagai distres respirasi selama periode
awal masa kanak-kanak, dimana sekitar 50 % kasus terjadi dalam 2 hari pertama
kehidupan. CLE jarang bermanifestasi pada anak-anak usia yang lebih tua
maupun pada usia dewasa. Lokasi CLE umumnya adalah di lobus superior pulmo
sinistra dan di lobus medius pulmo dextra (Gambar 5).

1,6

3. Congenital Cyst Adenomatoid Malformation (CCAM)


CCAM pada pulmo adalah lesi langka yang biasanya terjadi pada bayi
dengan gangguan pernapasan yang disebabkan oleh efek lesi terhadap jaringan
pulmo di sekitarnya.Sekitar 80 % pasien berusia lebih muda dari 6 bulan,
sementara 17 % dari kasus terdeteksi pada anak-anak yang lebih tua. Ada tiga tipe

CCAM: tipe I yang paling umum, ditandai dengan kista besar tunggal atau
multipel dengan diameter bervariasi, > 2 cm (Gambar 6); Tipe II terdiri dari
beberapa kista kecil dengan diameter lebih seragam, 2 cm; Tipe III terdiri dari
lesi solid besar besar multipel yang secara mikroskopik berisi multiple kista.
4. Kista bronkogenik
Munculnya kista bronkogenik diduga akibat percabangan bronkial yang
abnormal selama proses perkembangan pulmo. Bila terjadi pada awal proses
perkembangan pulmo, kista akan berada di mediastinum, kadang di karinal,
sementara yang munculnya lambat akan berada di intraparenkim. Kista berbentuk
bulat atau oval, dilapisi oleh mukosa bronkus dengan atau tanpa kartilago pada
dindingnya. Seringkali merupakan temuan insidental dan jarang terdeteksi selama
periode neonatus (Gambar 7).

22

5. Hernia diafragmatika kongenital


Gambarannya khas, berupa udara didalam loop usus yang berada di proyeksi
supradiafragma (Gambar 8).
J.

22

Penatalaksanaan
Bullae yang asimptomatik umumnya diterapi secara konservatif disertai

observasi rutin terhadap perkembangan bullae melalui pemeriksaan foto polos


thorax. Bila terjadi infeksi pada bullae, diberikan antibiotik dan fisioterapi.

21

Bullae yang menimbulkan gejala akibat mass effect, perlu dilakukan


tindakan pembedahan berupa bulektomi. Indikasi pembedahan pada kasus giant
bullae adalah pada kondisi: (1) ukuran bula meningkat; (2) terjadi pneumotoraks;
(3) terjadi insufisiensi pulmonal; dan (4) terjadi infeksi di dalam bullae.

3,8,21

K. Prognosis
Angka mortalitas post operasi pada kasus giant bullae yang menyebabkan
kompresi jaringan paru normal di sekitarnya relatif rendah, berkisar antara 0-8%.
Morbiditas terutama berkaitan dengan kebocoran udara yang berkepanjangan dan
infeksi paru.

18

BAB III
LAPORAN KASUS
Seorang bayi laki-laki, by.D, usia 40 hari masuk ke IGD RSUD AWS
Samarinda pada tanggal 01-09-2016 dengan keluhan utama nafas cepat disertai
tarikan otot dada. 9 HSMRS anak tampak bernafas cepat, tampak tarikan pada
dinding dada saat bernafas. Saat itu pasien dibawa berobat oleh orangtuanya,
pasien juga masih dapat menyusu lk. 15 menit tiap 2-3 jam. 4 HSMRS anak
dibawa ke RS W oleh orangtuanya karena masih tampak sesak disertai tarikan
dinding dada saat bernafas. Tidak ada demam, batuk, maupun pilek. Pasien
menjalani pemeriksaan foto polos thorax (orangtua pasien tidak mengetahui hasil
foto polos thorax tersebut, juga tidak tercantum data di rekam medik). Pasien
kemudian dirawat di RS W dengan diagnosis infeksi atau radang paru-paru selama
5 hari. Berdasarkan keterangan dari orangtua pasien, terapi yang diberikan saat itu
adalah nebulisasi, oksigen, infus, obat suntikan, serta obat puyer (orangtua pasien
tidak tau nama obat yang disuntikkan serta obat yang diracik dalam puyer).
Setelah perawatan selama 5 hari kondisi bayi tidak membaik. Karena keluhan
menetap, pasien dibawa ke RS X dan dirawat selama 3 hari, kondisi pasien saat
dirawat sempat membaik selama 3 hari perawatan sampai akhirnya pasiennya di
rujuk ke IGD RSUD AWS Samarinda karena keterbatasan tenaga ahli yang sesuai
dengan keadaan pasien sekarang. Anak masih bernafas dengan cepat, masih
tampak tarikan dinding dada pada saat bernafas, dan biru-biru di bibir bertambah
saat anak menangis.
Dari riwayat kelahiran anak, didapatkan data bahwa anak lahir 40 HSMRS,
merupakan anak kedua dari ibu berusia 25 tahun. Usia kehamilan ibu saat anak
lahir adalah 40 minggu 2 hari. Proses kelahiran melalui persalinan normal. Anak
lahir langsung menangis, tak tampak biru-biru di extremitas, berat lahir 2700
gram, panjang badan 49 cm, lingkar kepala 31 cm.
Pada pemeriksaan fisik di IGD, didapatkan hasil: berat badan anak 3000
gram, anak tampak rewel, sesak. Pemeriksaan tanda vital: HR = 180x/menit, RR =
0

64x/menit; T = 36,7 C. Pada inspeksi tampak retraksi pada subcostal dan


suprasternal. Pada pemeriksaan auskultasi thorax: tak terdengar suara vesikuler di
pulmo dextra aspek superior, dan terdengar krepitasi di aspek basal kedua pulmo.
Pemeriksaan abdomen dan extremitas dalam batas normal. Diagnosis kerja saat itu

datang permintaan foto polos thorax AP/Lateral atas nama by.D, usia 1
bulan 10 hari, dengan klinis suspek pneumonia. Hasil pemeriksaan foto polos
thorax adalah (Gambar 9): giant bullous emphysema di pulmo dextra aspek
superior sampai medial, suspek atelektasis lobus medius dan segmen antero-basal
lobus inferior pulmo dextra, serta konfigurasi cor tak valid dinilai.
Pada tanggal I September 2016, dengan data hasil foto polos thorax, oleh
bagian UPA, pasien dikonsulkan ke bagian bedah Toraks kardiovaskuker dengan
diagnosis pneumothorax DD giant bulla emfisema. Pada tanggal 1 september
2016 (jam 11.45-12.10), dilakukan operasi terhadap pasien untuk pemasangan
WSD pasif. Diagnosis pra operasi: pneumothorax dextra. Laporan operasi sebagai
berikut: pasien posisi supine, dilakukan tindakan asepsis/antisepsis; medan operasi
dipersempit dengan duk steril; dilakukan anestesi lokal pada SIC 5 linea aksilaris
anterior, irisan transversal lk. 1 cm, diperdalam lapis demi lapis secara tajam dan
tumpul s/d menembus cavum pleura; dimasukkan kanul NGT no.12 ke dalam
cavum pleura; dilakukan jahitan matras horisontal; selang NGT dialirkan dan
dimasukkan ke WSD pasif, keluar bubble; dan operasi selesai. Diagnosis pasca
bedah: pneumothorax dextra.
Pada tanggal 1 september 2016, paska tindakan pemasangan WSD, pasien
dikirim ke bagian radiologi untuk menjalani pemeriksaan foto polos thorax
(terdaftar jam 12.21) dan CT Scan thorax (terdaftar jam 13.10). Hasil dari foto
polos thorax (Gambar 10) dengan klinis pneumothorax dextra adalah: Giant bulla
(bleb) pulmo dextra, konfigurasi cor tak valid dinilai, serta terpasang chest tube
dengan ujung distal di proyeksi paravertebra dextra setinggi corpus VTh 1. Hasil
dari CT Scan thorax (Gambar 11) dengan klinis pneumothorax dextra dengan

1
1

bulla thorax dextra disertai efusi pleura kanan adalah: Emfisema subcutis dan
intermusculus pectoralis dinding thorax dextra; Bleb di hemithorax dextra aspek
superior sampai media, yang menyebabkan deviasi trachea dan mediastinum ke
sinistra; serta terpasang selang WSD di proyeksi hemithorax dextra.
Pada tanggal 13 september 2016 (jam 10.00 11.30), dilakukan operasi
torakotomi lobektomi posterolateral pulmo dextra pada pasien.. Laporan operasi
sebagai berikut: Pasien posisi LLD dalam stadium anestesi umum, dilakukan
tindakan antiseptik; medan operasi dipersempit dengan duk steril; incisi posterolateral dextra, perdalam lapis demi lapis s/d tampak costa V; Incisi di SIC V s/d
pleura parietalis, dibuka, tampak multiple kista pada lobus inferior pulmo (D), lalu
dilakukan lobektomi paru dextra lobus inferior; jahit paru dengan matras dan
continuous menggunakan prolene 5/0; Tes kebocoran paru tidak ada
kebocoran; pasang WSD pasif pada hemithorax dextra; tutup luka lapis demi
lapis; operasi selesai.seteah itu dilakukan foto thorax post lobektomi. Pada tanggal
15 sepetember 2016 pasien dinyatakan meninggal akibat gagal nafas setelah
perawatan post lobektomi hari ke 2.
.

BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien bayi laki-laki usia 40 hari datang ke IGD RSUD AWS samarinda,
dengan keluhan nafas cepat dan tarikan dinding dada. Hasil pemeriksaan fisik
pada thorax adalah tak terdengar suara vesikuler pada aspek superior pulmo dextra
dan terdengar krepitasi di aspek basal pulmo bilateral. Berdasarkan data klinis
tersebut diatas, tak tampak gejala atau tanda khas yang mengarah ke suatu
diagnosis penyakit. Terkait dengan penyakit bullous lung disease, khususnya
giant bullous lung disease, berdasarkan referensi, secara klinis penyakit ini bisa
asimptomatis sampai simptomatis bila bullae karena ukuran dan posisinya telah
memkompresi jaringan pulmo di sekitarnya, sehingga menyebabkan kesulitan
dalam proses bernafas, yang pada tahap selanjutnya bisa terjadi distress respirasi.
Pada pemeriksaan foto polos thorax tanggal 1 september 2016, tampak lesi
kistik berukuran besar, berbatas tegas, mengisi hampir seluruh hemitoraks dextra.
Ada beberapa diagnosis banding untuk hiperlusensi di hemithorax unilateral pada
neonatus dan infant, mulai dari kelainan kongenital dan akuisita. Diagnosis
banding yang paling mendekati untuk kasus ini adalah giant bullous lung disease
dan CLE. Diagnosis yang diambil oleh bagian radiologi pada foto polos thorax
pasien lebih mengarah ke giant bullous lung disease, yang ditunjang oleh data
klinis dan referensi. Berdasarkan referensi, bullous lung disease pada anak-anak
khususnya infant, dapat disebabkan oleh beberapa kondisi, yaitu idiopatik, late
sequelae penyakit pulmo kronik yang terkait dengan kelahiran prematur
(menyebabkan terjadi BPD), serta Pulmonary Interstitial Emphysema (PIE).
Kasus ini cenderung idiopatik, karena tidak memenuhi kriteria sebagai BPD
maupun PIE. Dari riwayat kelahiran anak, diperoleh data bahwa anak lahir aterm
dengan berat badan dan panjang badan cukup, serta tak mengalami kelainan atau
mengidap suatu penyakit sampai 9 HSMRS, pasien
1
4

didiagnosis mengidap infeksi atau radang paru. Jika pada pemeriksaan foto polos
thorax di RS W telah tampak suatu lesi kistik yang mengganggu proses pernafasan
atau suatu pneumotoraks, seharusnya sudah dilakukan tindakan terhadap kelainan
tersebut atau pasien dirujuk untuk penatalaksanaan yang sesuai. Namun di RS W
pasien hanya mendapat terapi nebulisasi, infus, serta obat suntik dan oral. Dari
fakta tersebut, dapat disimpulkan bahwa lesi kistik yang terdapat di pulmo dextra
pasien adalah lesi akuisita yang idiopatik, dan kemungkinan belum terlihat atau
belum terbentuk pada saat pemeriksaan foto polos di RS W. Kemudian
berdasarkan referensi, CLE umumnya bermanifestasi sebagai distres respirasi
selama periode awal masa kanak-kanak, dimana sekitar 50 % kasus terjadi dalam
2 hari pertama kehidupan. Lokasi CLE umumnya adalah di lobus superior pulmo
sinistra dan di lobus medius pulmo dextra. Data referensi mengenai CLE,
dianggap penulis tidak sesuai dengan pasien.
Tindakan yang dilakukan oleh bagian bedah terhadap pasien 1 hari setelah
MRS, yaitu pemasangan WSD pasif karena kecurigaan adanya pneumotoraks
tampaknya kurang tepat untuk kasus ini. Terbukti diagnosis yang ditegakkan oleh
bagian radiologi, baik 1 hari sebelum maupun setelah tindakan pemasangan WSD
melalui pemeriksaan foto polos thorax dan CT Scan thorax, mengarah kepada
kesimpulan yang sama, yaitu giant bulla di pulmo dextra aspek superior, tanpa
adanya gambaran pneumothorax..
Pada kasus ini, menunjukkan adanya infeksi pada bulla, hal ini sesuai
dengan referensi yang menyatakan bahwa infeksi pada bulla merupakan salah satu
komplikasi yang dapat terjadi pada bullous lung disease. Pada pasien inipun
terjadi pneumotoraks disertai efusi pleura kanan, namun berdasarkan riwayat
tindakan yang dilakukan terhadap pasien, menimbulkan keraguan, apakah
pneumotoraks yang terjadi adalah murni sebagai komplikasi dari giant bulla pada
pasien atau akibat tindakan artifisial pemasangan WSD.

1
5

BAB V
KESIMPULAN
Dilaporkan pasien bayi laki-laki berusia 40 hari datang ke IGD RSUD AWS
Samarinda dengan keluhan nafas cepat dan retraksi dinding dada. Keluhan pasien
disertai data hasil pemeriksaan klinis pasien yang tidak spesifik, mengarahkan
klinisi pada diagnosis pneumonia. Hasil pemeriksaan radiologi, cenderung
mengarah kepada giant bulla di pulmo dextra. Namun karena tidak terdapat
kesesuaian dengan klinisi, tindakan pertama yang dilakukan klinisi terbukti tidak
mengurangi

keluhan

dan

tidak

memperbaiki

klinis

pasien.

Timbulnya

pneumotoraks pada pasien masih belum dapat disimpulkan apakah murni sebagai
komplikasi dari giant bulla atau sebagai efek dari tindakan pemasangan WSD
pasif..
Lesi kistik pada neonatus atau infant mempunyai beberapa diagnosis
banding, dan dapat merupakan kelainan kongenital atau akuisita. Giant bullous
lung disease merupakan salah satu lesi kistik pada pulmo neonatus atau infant,
yang kejadiannya termasuk jarang. Gambaran foto polos thorax giant bullous lung
disease meliputi giant bullae di salah satu atau kedua lobus superior pulmo dan
mengisi minimal sepertiga hemitoraks serta mengompresi parenkim pulmo normal
di sekitarnya. Diameter bullae berkisar 1-20 cm, umumnya antara 2-8 cm.
Gambaran giant bullae pada CT Scan thorax serupa dengan pada foto polos
thorax, namun CT Scan dapat mengidentifikasi bullae secara lebih detil, meliputi
ukuran, lokasi, serta jumlah bullae. Visualisasi dinding luar bullae juga merupakan
point penting untuk membedakannya dengan pneumothorax.

8,12,21

Penanganan kasus giant bullous lung disease secara cermat berdasarkan data
klinis yang diperkuat oleh pemeriksaan penunjang, dalam hal ini radiologi, akan
sangat membantu penatalaksanaan pasien. Dampaknya terutama untuk proses
perbaikan klinis pasien, juga dari segi efisiensi tindakan serta mencegah efek
samping yang berlebihan pada pasien.

1
6

DAFTAR PUSTAKA
1.

Dilman JR, Sanchez R, Torres MFL, Yarram SG, Strouse PJ, Lucaya J.
Expanding upon the Unilateral Hyperlucdent Hemithorax in Children.
RadioGraphics. 2011; 31: 723-41.

2.

Fatimi SH, Jafferani A, Ashfaq A. Giant Pulmonary Bulla with Mediastinal


Shift in a 12 year old Girl. J Pak Med Assoc. 2012; 62 (5): 503 -4.

3.

Shah NN, Bhargava R, Ahmed Z, Pandey DK, Shameem M, Bachh AA, et al.
The Vanishing Lung-Answer, Diagnostic Challenge. Canadian Journal of
Emergency Medicine. 2007; 9 (3): 2333-4.

4.

Kaewlai R. Giant Bulla Vs. Pneumothorax. 2010 August 12 [cited 2012 July
3]. Available from: radiologyinthai.blogspot.com/2010/08/giant-bulla-vspneumothorax.html.

5.

Darlong LM, Hajong R, Das R. Vanishing Lung Syndrome. Indian J Surg.


2010; 72: 75-6.

6.

McLoud TC, Boiselle PM. Congenital Abnormalities of the Thorax. In:


McLoud TC, Boiselle PM. Thoracic Radiology, The Requisites. 2nd ed. USA.
Mosby Elsevier; 2010. pp 59-79.

7.

Klingman RR, Angelillo VA, DeMeester TR. Cystic and Bullous Lung
Disease. Ann Thorac Surg. 1991; 52: 576-580.

8.

Sokouti M, Golzari S. A Giant Bulla of Lung Mimicking Tension


Pneumothorax. J Cardiovasc Thirac Res. 2010; 2 (2): 41-4.

9.

Stern EJ, Webb WR, Weinacker A, Muller NL. Idiopathic Giant Bullous
Emphysema (Vanishing Lung Syndrome): Imaging Findings in Nine Patients.
AJR. 1994; 162: 279-82.

10. Anonymous. Giant Bullous Emphysema (Vanishing Lung Syndrome) images,


diagnosis, treatment options, answer. 2012 May 25 [cited 2012 July 3].
Available from: www.vcuthoracicimaging.com/Historyanswer.aspx?qid=104
&fid=1.
11. Karkhanis VS, Joshi JM. Autobulectomy in Idiopathic Giant Bullous Lung
Disease. Indian J Chest Dis Alled Sci. 2010; 52: 159-60.

1
7

12. Sharma N, Justaniah AM, Kanne JP, Gurney JW, Mohammed TH. Vanishing
Lung Syndrome (Giant Bulloue Emphysema): CT Findings in 7 Patients and
a Literature Review. J Thorac Imaging. 2009; 24: 227-30.
13. Mura M, Zompatori M, Mussoni A, Fasano L, Pacilli AMG, Ferro O, et al.
Bullous Emphysema versus Diffuse Emphysema: a Functional and
Radiologic Comparison. Respiratory Medicine. 2005; 99: 171-8.
14. Agarwal R, Aggarwal AN. Bullous Lung Disease or Bullous Enphysema?
Respiratory Care. 2006; 51 (5): 532-4.
15. Weathers E. The Anatomy of the Pediatric Airway. Brockton. RC Educational
Consulting Services, Inc; 2010. pp 1-21.
16. Sly PD, Flack FS, Hantos Z. Respiratory Mechanics in Infants and Children.
In: Sly PD, Flack FS, Hantos Z. Physiologic Basis of Respiratory Disease.
USA. Mosby Elsevier; 209. pp 41-9.
17. Offiah AC. Computed and Digital Radiography in Neonatal Chest
Examination. In: Donoghue V, editor. Radiological Imaging of the Neonatal
Chest. 2nd revised ed. Germany. Springer; 2008. pp 47-66.
18. Venuta F, Giacomo TD. Giant Bullous Emphysema. 2008 August 22 [cited
2013 Feb 23]. Available from: www.ctsnet.org/sections/clinicalresources/
thoracic/expert_tech-11.html.
19. Sood N, Sood N. A Rare Case of Vanishing Lung Syndrome. Case Reports in
Pulmonology. 2011; 2011: 1-2.
20. University of Rochester Medical Center. Giant Bullae. [cited 2012 August 2].
Available
from:
www.urmc.rochester.edu/encyclopedia/content.aspx?
ContentTypeID=22&ContentID=GiantBullae.
21. Shah NN, Bhargava R, Ahmed Z, Pandey DK, Shameem M, Bachh AA, et al.
Unilateral Bullous Emphysema of Lung. Lung India. 2007; 24: 30-2.
22. Ryan S. Postnatal Imaging of Chest Malformations. In: Donoghue V, editor.
Radiological Imaging of the Neonatal Chest. 2nd revised ed. Germany.
Springer; 2008. pp 139-62.

1
8

LAMPIRAN

17

Gambar 1. Gambaran normal foto polos thorax pada neonatus.

Gambar 2. Hiperlusensi hemitoraks unilateral pada laki-laki berusia 18 tahun


dengan riwayat penyakit paru kronis yang berhubungan dengan kelahiran
prematur (usia kehamilan ibu 26 minggu) dan emfisema pulmo dextra yang berat.
(a) Foto thorax PA view pada akhir ekspirasi menunjukkan hiperekspasi pulmo
dextra dengan lusensi yang nyata, yang mendeviasi mediastinum ke sinistra.
Opasitas di lobus superior pulmo sinistra adalah akibat proses kronis dari
kelahiran prematur dan atelektasis. (b) CT Scan potongan aksial menunjukkan
area hiperlusen dan hiperekspansi di pulmo dextra, sebagai akibat dari emfisema
1
berat. Tampak pula bulla besar (panah) berdinding tipis.

Gambar 3. Barotrauma pulmo sinistra akibat tekanan positif ventilasi pada


neonatus berusia 13 hari. Foto thorax AP view menunjukkan pulmo sinistra
hiperlusen dan hiperekspansi, serta berisi multipel area kistik interstisial, temuan
1
yang merupakan indikasi adanya pulmonary interstisial emphysema.

1
9

B
Gambar 4. (A) Foto thorax menunjukkan bulla besar di kedua apeks pulmo. (B)
7
Angiogram pulmo menunjukkan vaskularisasi yang intak namun prominent.
A

Gambar 5. CLE di lobus superior pulmo sinistra pada bayi berusia 2 hari. (a) Foto
thorax AP view menunjukkan pulmo sinistra yang hiperlusen dan hiperekspansi
dengan deviasi mdiastinum ke dextra. (b) CT Scan potongan aksial menunjukkan
pulmo sinistra lobus superior cenderung hipodens dengan vaskularisasi minimal.
Tampak gambaran ground glass di segmen superior lobus inferior pulmo sinistra
1
dan seluruh pulmo dextra, akibar dari atelektasis.

Gambar 6. Cystic adenomatoid malformation tipe I. Foto thorax PA view


menunjukkan kista besar multipel berisi udara di pulmo dextra, disertai deviasi
mediastinum ke sinistra dan kompresi pada parenkim pulmo disekitar kista, di atas
2
diafragma.

2
0

c
d
Gambar 7. Kista bronkogenik. (a) Foto thorax AP view dan (b) lateral view
menunjukkan massa subkarinal. (c) oesofagogram menunjukkan massa ekstrinsik
yang mendeviasi esofagus pars medialis. (d) CT Scan menegaskan bahwa massa
22
(panah) tersebut adalah suatu kista.

a
b
Gambar 8. Seorang bayi dengan hernia diafragmatika kongenital. (a) Hernia
diafragmatika di hemithorax sinistra. (b) Foto thorax 2 hari post operasi
22
menunjukkan volume kedua pulmo yang mendekati normal.

2
1

Gambar 9. Pemeriksaan Foto polos thorax AP/Lateral view tanggal 28 Mei 2013
atas pasien by.D, usia 40 hari, dengan klinis suspek pneumonia.

Gambar 10. Pemeriksaan Foto polos thorax AP view tanggal 29 Mei 2013 atas
pasien by.D, usia 40 hari, post pemasangan WSD pasif, dengan klinis
pneumotoraks dextra.

Gambar 11. Pemeriksaan CT Scan Thorax tanpa kontras tanggal 29 Mei 2013 atas
pasien by.D, usia 40 hari, post pemasangan WSD pasif, dengan klinis
pneumothorax dextra dengan bulla thorax dextra.

2
2

Gambar 12. Pemeriksaan CT Scan Thorax tanpa kontras tanggal 14 Juni 2013 atas
pasien by.D, usia 40 hari, post tindakan bulektomi, dengan klinis tension
pneumothorax dextra post torakotomi bulektomi H-8, terpasang WSD pasif.

2
3

Anda mungkin juga menyukai