Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Mioma uteri adalah tumor jinak yang tumbuh pada rahim. Disebut
fibromioma uteri, leiomioma, atau uterine fibroid dalam istilah kedokterannya.
Mioma uteri merupakan tumor kandungan yang terbanyak pada organ reproduksi
wanita. Kejadiannya lebih tinggi pada usia di atas 35 tahun, yaitu mendekati
angka 40 %. Tingginya kejadian mioma uteri antara usia 35-50 tahun,
menunjukkan adanya hubungan mioma uteri dengan estrogen. (Novie Hediyani,
2012).
Berdasarkan penelitian World Health Organisation (WHO) penyebab
angka kematian ibu karna mioma uteri pada tahun 2010 sebanyak 22 (1,95 %)
kasus dan tahun 2011 sebanyak 21 (2,04 %) kasus. (Novie Hediyani, 2012).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Schwartz di USA angka kejadian
mioma uteri adalah 2%-12,8% orang per 1000 wanita tiap tahunnya, dan dari
650.000 histerektomi yang dilakukan pertahun, sebanyak 27% (175.000)
disebabkan oleh mioma uterus. Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan
oleh Ran et Al di pusat Saint Benedict Hospital Korea menemukan 17 kasus
mioma dari 8784 kasus bedah ginekologi yang diteliti pada tahun 2007. (Novie
Hediyani, 2012).
National Center for Chronic Disease Prevention and Health Promotion
periode 1994-1999, melaporkan bahwa mioma uteri merupakan salah satu
penyebab dilakukannya tindakan histerektomi pada wanita Amerika usia
reproduktif 7.403 dari 3.525.237 histerektomi atau sekitar 2,1 per 1000
wanita.Menurut Center of Disease Prevention and Control (CDC) Tahun 2013
yang dikutip dari Rawal Medical Journal menyebutkan bahwa tindakan

histerektomi dilakukan pada sekitar 5 per 1000 wanita Amerika setiap tahun.
(Bhati, 2013).
Di Nigeria (Departement Nursing Sciences, Ambros Alli University,
Ekpoma Edo State, Nigeria) terdapat 150 kasus mioma uteri dan 77 kasus terjadi
pada wanita umur 40-49 tahun dengan prevalensi 51% dan 45 kasus terjadi pada
wanita umur lebih dari 50 tahun dengan prevalensi 30%.Penelitian Omokanye
(2012) di Nigeria (Depertement of Obstetric and Gynekology, University of
Ilorin Teaching Hospital, Nigeria) melaporkan leiomyosarcoma 10 dari 1432
pasien mioma uteri melakukan histerektomi (proporsi 0,69%). Penelitian Guzel
(2014) di Zekai Tahir Burak Hospital, Turki melaporkan bahwa sarcoma
ditemukan pada 6 pasien dari 1438 pasien dengan mioma uteri yang melakukan
histerektomi (proporsi 0,42%). Angka kejadian mioma uteri di Amerika Serikat
sebesar 2-12,8 orang per 1000 wanita tiap tahunnya. (Bhati, 2013).
Penelitian Peddada (2008) di Amerika melaporkan mioma uteri terjadi
pada 2.637 dari 76.711 wanita kulit hitam, prevalens rate mioma uteri adalah
34,4 per 1000 wanita. Sedangkan di Indonesia kasus mioma uteri ditemukan
sebesar 2,39%-11,70% dari semua penderita ginekologi yang dirawat.
(Wiknjosastro, 2005).
Penelitian Karel Tangkudung (1977) dan Susilo Raharjo (1974) dari
Surabaya di kutip dalam Wiknjosastro, menemukan prevalensi mioma uteri 10,35
dan 11,9% dari semua penderita ginekologi yang di rawat. (Wiknjosastro, 2005).
Histerektomi adalah merupakan prosedur operasi mayor yang paling
sering dilakukan dalam bidang ginekologi. Pada statistik Kanada, antara tahun
1981 sampai dengan tahun 1997, tindakan histerektomi menurun dari 937
menjadi 628 tindakan per 100.000 wanita antara usia 35 tahun. Pada tahun 19981999, 462 histerektomi dilakukan pada 100.000 wanita pada umur berkisar 20
tahun ke atas. Histerektomi memiliki rentang indikasi yang sangat luas. Sangat
2

sulit dalam menentukan indikasi yang jelas dalam melakukan tindakan


histerektomi. Teknologi yang baru dilakukan mulai dari tindakan konservatif
terhadap perdarahan uterus abnormal dan mioma uterus. (Novie Hediyani, 2012)
Sama seperti tindakan bedah lainnya, komplikasi yang berhubungan
dengan histerektomi harus bener-bener dipersiapkan sehingga ahli bedah dan
pasien mengerti mengenai

keuntungan dan kerugian dari tindakan tersebut.

Angka kematian dari tindakan histerektomi diperkirakan 0,12 0,38 dalam setiap
1000 tindakan pembedahan, dan meningkat jika indikasinya dikaitkan dengan
obstetri dan keganasan. Kunjungan rumah sakit ulangan sekitar 4% dalam tahun
pertama setelah tindakan histerektomi. (Novie Hediyani, 2012).
Di Indonesia pada tahun 2011 kasus mioma uteri di temukan sebesar
2,39-11,7% pada semua pasien kebidanan yang di rawat. Tumor ini paling sering
ditemukan pada wanita umur 35-45 tahun (kurang lebih 25%) dan jarang pada
wanita 20 tahun dan wanita post menopause. Wanita yang sering melahirkan,
sedikit kemungkinannya untuk perkembangan mioma ini dibandingkan dengan
wanita yang tidak pernah hamil atau hanya satu kali hamil. Statistik
menunjukkan 60% mioma uteri berkembang pada wanita yang tidak pernah
hamil atau hanya satu kali hamil prevalensi meningkat apabila ditemukan riwayat
keluarga, ras, kegemukan dan nullipara. (Novie Hediyani, 2012)
Pada umumnya penatalaksanaan anestesi pada mioma uteri di lakukan
dengan General Anesthesi sesuai dengan ilmu pengetahuan dan standar
operasional suatu rumah sakit namun pada kasus dengan mioma uteri pada Ny I
di lakukan dengan teknik anetesi Regional yaitu spinal di kombinasi dengan
anestesi umum.
Berdasarkan data yang di dapat di RSUD kelas B kabupaten Subang pada
periode Januari 2015 Desember 2015 terdapat 39 pasien yang menderita

penyakit mioma uteri yang menjalani operasi pembedahan di Instalasi Bedah


Sentral. (Rekam Medik RSUDkelas B Kabupaten Subang, 2015).
Berdasarkan data diatas, maka penulis tertarik mengambil studi kasus
Penatalaksanaan Anestesi Spinal di Kombinasi Anestesi Umum pada Ny I dengan
Mioma Uteri dengan Histerektomy Total di RSUD Kelas B Kabupaten Subang
Desember 2015.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik mengambil
studi kasus Penatalaksanaan Anestesi Spinal di Kombinasi Anestesi Umum
pada Ny I dengan Mioma Uteri dengan Histerektomy Total di RSUD Kelas B
Kabupaten Subang Desember 2015.
C. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Mampu memahami dan melakukan Penatalaksanaan Anestesi Spinal
di Kombinasi Anestesi Umum pada Ny I dengan Mioma Uteri dengan
Histerektomy Total di RSUD Kelas B Kabupaten Subang.
2. Tujuan Khusus
a) Diketahuinya gambaran persiapan

perioperatif anestesi pada Ny I

dengan Mioma Uteri di RSUD Subang.


b) Diketahuinya gambaran teknik anestesi spinal di kombinasi Anestesi
umum pada Ny I dengan Mioma Uteri RSUD Subang .
c) Diketahuinya gambaran manajemen terapi cairan pada Ny I dengan
Mioma Uteri RSUD Subang.
D. MANFAAT PENULISAN
1. Bagi Pembaca

Makalah studi kasus ini di harapkan dapat bermanfaat sebagai


bahan bacaan dan referensi kepada pembaca dalam menambah
pengetahuan terhadap konsep dasar penyakit dan penatalaksanaan anestesi
spinal di kombinasi anestesi umum pada Ny. I dangan Mioma Uteri
dengan Histerektomi Total.
2. Bagi Rumah Sakit
Dengan makalah ini diharapkan dapat menambah mutu pelayanan
bagi RSUD kelas B Kabupaten Subang sehingga semakin terdepan dalam
memberikan

pelayanan

yang

sesuai

standar

operasional

kepada

masyarakat.

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. KONSEP DASAR ANESTESI SPINAL
1.

Definisi Anestesi Spinal


Anestesi spinal (subaraknoid) adalah blok regional yang di lakukan
dengan jalan menyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang sub arachnoid
melalui tindakan fungsi lumbal. (dr.Gde mangku,SpAn.KIC,2010)
Anestesi spinal adalah injeksi agen anestesi ke dalam ruang
intratekal, secara langsung kedalam cairan serebrospinal sekitar region
lumbal di bawah level L1/L2 di mana medulla spinalis berakhir.
(Anaesthesia on the move, 2013)

2.

Anatomi
a.

Medula Spinalis
Dalam medulla spinalis keluar 31 pasang saraf, terdiri dari :
1) Servikal : 8 pasang
2) Torakal : 12 pasang
3) Lumbal : 5 pasang
4) Sacral : 5 pasang
5) Koksigial : 1 pasang
Medulla

spinalis

mengandung

zat

putih

dan zat

kelabu

yang mengecil pada bagian atas menuju ke bagian bawah sampai


servikal dan torakal. Pada bagian initerdapat pelebaran dari vertebra
servikal IV sampai vertebra torakal II. Pada daerah lumbal pelebaran ini
6

semakin kecil di sebut konus medularis. Konus ini berakhir pada


vertebra lumbal I dan II. Akar saraf yang berasal dari lumbal bersatu
menembus foramen intervertebralis.
b. Tulang Punggung Lumbal
Bagian ini (L1-L5) merupakan bagian yang sering di lakukan teknik
anestesi spinal dan bagian paling tegap konstruksinya dan menanggung
beban terberat dari yang lainnya. Bagian ini memungkinkan gerakan
fleksi dan ekstensi tubuh, dan beberapa gerakan rotasi dengan derajat
yang kecil.
c. Teknik penusukan spinal
1) Kutis
2) Subkutis
3) Ligamentum supraspinosum
4) Ligamentum intraspinosum
5) Ligamentum flavum
6) Ruang epidural
7) Duramater
8) Subarachnoid
Adapun dua teknik penusukan yaitu:
1) Teknik median ( penusukan dari tengah)

2) Teknik Paramedian ( penusukan dari samping)

3. Keuntungan dan Kerugian Anestesi Spinal


a. Keuntungan
1) Penderita tetap sadar
2) Relaksasi cukup baik
3) Komplikasi paru post op hampir (-)
4) Perdarahan selama operasi berkurang
b. Kerugian
1) Hypotensi
2) Durante post op muntah / mual-mual
3) Sakit kepala post operasi
4) Kadang ada gangguan nafas
4. Indikasi Anestesi Spinal
a. Operasi ekstremitas bawah, meliputi jaringan lemak, pembuluh darah
dan tulang.
b. Operasi daerah perineum termasuk anal, rectum bawah dan dindingnya
atau pembedahan saluran kemih.
c. Operasi abdomen bagian bawah dan dindingnya atau operasi peritoneal.
d. Operasi obstretrik vaginal deliver dan section caesaria.
e. Diagnose dan terapi.

f. Operasi abdomen yang tidak memerlukan full relaksasi


5.

Kontraindikasi Anestesi Spinal


a. Absolut
1) Pasien menolak.
2) Infeksi tempat suntikan.
3) Syok hipovolemik berat.
4) Gangguan pembekuan darah, mendapat terapi antikoagulan.
5) Tekanan intracranial yang meninggi.
6) Hipotensi, blok simpatik menghilangkan mekanisme kompensasi.
7) Fasilitas resusitasi minimal atau tidak memadai.
b. Relatif
1) Infeksi sistemik (sepsis atau bakterimia).
2) Kelainan neurologis.
3) Kelainan psikis.
4) Pembedahan dengan waktu yang lama.
5) Penyakit jantung.
6) Nyeri punggung.
7) Anak-anak karena kurang kooperatif dan takut rasa baal.

6.

Persiapan Anestesi Spinal


a. Persiapan Pra operatif
Dalam persiapan operasi, sebelum tindakan anestesi di lakukan, di
adakan evaluasi dan persiapan, untuk mengetahui status fisik pasien
praoperatif, mengetahui dan menganalisis jenis operasi, memilih jenis
atau tekhnik anestesi yang sesuai, dan meramalkan penyulit yang akan
mungkin

terjadi

selama

operasi

dan

atau

pasca

bedah,

serta

mempersiapkan obat/alat guna menetukan prognosis pasien perioperatif.

Setelah di lakukan langkah-langkah di atas, hasil evaluasi kemudian


di simpilkan untuk berdasarkan status fisik pasien, Klasifikasi yang lazim
digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang ialah yang berasal
dari The American Society of Anesthesiologists (ASA). Klasifikasi fisik
ini bukan alat prakiraan resiko anesthesia, karena dampak samping
anesthesia tidak dapat dipisahkan dari dampak samping pembedahan.
ASA 1 : Pasien dalam keadaan sehat, kelainan bedah terlokalisir, tanpa
kelainan faali, biokimia dan psikiatri. Angka mortalitas
mencapai 2 %.
ASA 2 : Pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai sedang karena
penyakit bedah maupun proses patofisiolgis. Angka mortalitas
mencapai 16 %.
ASA 3 : Pasien dengan gangguan atau penyakit sistemik berat sehingga
aktivitas harian terbatas. Angka mortalitas mencapai 36 %.
ASA 4 : Pasien dengan kelainan sistemik berat yang secara langsung
mengancam kehidupannya dan tidak selalu sembuh dengan operasi.
Angka mortalitas mencapai 68 %.
ASA 5 : Pasien dengan kemungkinan hidup kecil. Tindakan operasi
hampir tidak ada harapan.Tidak ada harapan hidup dalam 24
jam walaupun dioperasi atau tidak. Angka mortalitas mencapai
98 %.
Catatan : Pembedahan darurat/emergency dicantumkan huruf E.
Setelah melakukan hal tersebut diatas, yang dilakukan selanjutnya adalah :
1)

Menetapkan Rencana Anestesi


a) Konsultasi dengan dokter yang akan melakukan tindakan
obstetrik.
b) Penjelasan kepada pasien : metode, kemungkinan resiko, cara,
persiapan (diet, puasa, premedikasi), pemulihan, dsb.
10

2)

Pemilihan Teknik Anestesi Pada Mioma Uteri


Pilihan anestesi untuk Mioma Uteri yaitu anestesi umum.
Pemilihan teknik ini dikarenakan pada pasien Mioma Uteri akan
dilakukan tindakan pembedahan operasi laparatomy, dan komplikasi
yang sering muncul adalah hipovolemik, pendarahan yang banyak,
anemia, serta durasi operasi yang lama.

b. Persiapan Intra Operatif


1) Persiapan Pasien
a) Izin dari pasien (Informed consent)
b) Pemeriksaan fisik: Pemeriksaan di lakukan secara head to toe
dengan cara inspeksi,
c) Pemeriksaan

palpasi, perkusi, dan auskultasi

Laboratorium

anjuran

HB,leukosit,

HT,

PT

(Protombin Time) dan PTT (Partial Thromboplastine Time).


2) Persiapan Obat
a)

Persiapan Obat Anestesi Spinal


Obat-obat lokal anestesi berdasarkan barisitas dan densitas
dapat di golongkan menjadi tiga golongan yaitu:
(1) Hiperbarik
Merupakan sediaan obat lokal anestesi dengan berat
jenis obat lebih besar dari pada berat jenis cairan serebrospinal,
sehingga dapat terjadi perpindahan obat ke dasar akibat gaya
gravitasi.contoh: Bupivakain 0,5% (Gwinnutt, 2011).
(2) Hipobarik

11

Merupakan sediaan obat lokal anestesi dengan berat


jenis obat lebih rendah dari berat jenis cairan serebrospinal..
contoh: tetrakain, dibukain. (Gwinnutt, 2011).

(3) Isobarik
Secara definisi obat anestesi lokal dikatakan isobarik
bila

densitasnya

sama

dengan

densitas

cairan

serebrospinalis.contoh: levobupikain 0,5% (Viscomi 2004).


b)

Persiapan Obat Anestesi Umum


(1) Obat Anestesi Inhalasi

Anestesi Inhalasi

MAC (vol%)

N2O

105,2

Halotane

0,72

Enflurane

1,68

Isoflurane

1,12

Sevoflurane

2,05

(2) Obat Anestesi Intravena

Obat

Untuk

Dosis

OOA

DOA

(Detik)

(Menit)

12

Propofol

Thiopental

Ketamine

Induksi

2-2/5 mg/kg

Maintenance

6-10 mg/kg/jam

Sedasi

25-100 g/kg/menit

Induksi

4-6 mg/kg

Maintenance

1-3 mg/kg/jam

Sedasi

0,2-0,4 mg/kg

Induksi

1-3 mg/kg

Pre-med

0,03-0,04 mg/kg

Sedasi

0,5-2,5 mg/kg

Midazolam

30

5-10

10

5-15

30

10-20

30

15-80

Induksi

0,2-0,4 mg/kg

Infus

4-6 mg/jam

Sedasi

0,04-0,2 mg/kg

30-60

10-15

Induksi

0,3-0,6 mg/kg

45

15-30

OOA

DOA

(Menit)

(Jam)

5-10

3-5

Diazepam

(3) Obat Analgetik

Obat

Untuk

Dosis

Morfin

Pre-med

IM

0,05-0,2 mg/kg

In-op-ans

IV

0,1-1 mg/kg

Po-op-anl

IM

0,05-0,2 mg/kg

13

IV

0,03-0.15 mg/kg

Pre-med

IM

0,5-1 mg/kg

In-op-ans

IV

2,5-5 mg/kg

Meperidine
IM

0,5-1 mg/kg

IV

0,2-0,5 mg/kg

IV

2-50 g/kg

5-10

2-3

1-2

Po-op-anl
In-op-ans
Fentanyl
Po-op-anl

IV

0,5-1,5 g/kg

(4) Obat Pelumpuh Otot

Gol

Obat

Dosis

Depolarizin

Succinylcholin

1-1,5 mg/kg

g Drug

Non-

OOA

DOA

(Menit)

(Menit)

0,5-1

5-10

Atracurium

0,5 mg/kg

2,5

30-45

Vecuronium

0,08-0,12 mg/kg

2,5

45-60

Recuronium

0,6-1 mg/kg

1-1,5

30-45

Pancuronium

0,08-0,12 mg/kg

120

Depolarizin
g Drug

(5) Obat Vasopressor


(a) Ephedrin
Obat ini adalah stimulator langsung dn adrenergik dan membebaskan adrenaline dan noradrenaline

14

dari tempat reseptor. Merupakan keturunan adrenaline


yang menghambat penghancuran adrenaline dan non
adrenaline sehingga mempertahankan katekolamin dalam
darah tetap tinggi.Obat ini meningkatkan aliran darah
koroner

dan

skelet

serta

menimbulkan

bronkodilatasi.Digunakan pada keadaan hipotensi.Dosis


yang dianjurkan 5-20 mg (100-200

g/kg) secara i.v

dan 25-50mg i.m, efek puncaknya i.v 2-5 menit, i.m <10
menit, DOA i.v/i.m 10/60 menit.
(b) Ephineprine
Obat

ini

merangsang

Kemasan suntik

dan

reseptor.

0,01 mg/ml (1:100.000); 0,1 mg/ml

(1:10.000); 0,5 mg/ml (1:2000); 1 mg/ml (1:1000). Obat


ini

sebagai

vasokontriksi,

bronchodilator
sehingga

dan

mengurangi

menimbulkan
toksisitas

dan

memperpanjang penggunaan obat anestesi regional. Dosis


standar i.v 1 mg atau 0,02 mg/kg (10 ml atau 0,02 mg/ml
kelarutan 1:10.000) dengan DOA 5-10 menit.

3) Persiapan alat anestesi spinal ( Latief, 2001)


a. Peralatan Spinal Anestesi
Alat steril didalam bak steril :
(1) Jarum spinal (spinocan no. 25)
(2) Handscone
(3) Dispo 3 cc
(4) Kassa steril

15

(5) Betadine
Alat non steril :
(1) Alcohol
(2) Plester
(3) Oksigen siap pakai dengan kanul
b. Peralatan anestesi umum STATICS meliputi :
S
: Scope (stetoskop dan laringoskop)
T
: Tube ( Endotracheal Tube)
A
: Airway ( Orofaringeal airway dan Nassofaringeal airway)
T
: Tape (Plester)
I
: Introducer (Mandrin)
C
: Conector
S
: Suction
c. Mesin anestesi dengan sumber gas N2O, O2 dan Isoflurane sudah siap
d.
e.
f.
g.
h.
i.

7.

pakai.
Spuit balon.
Face mask ukuran 3 dan 4.
Bantal kecil tebal 10 cm, tutup kepala.
Guling, jelly, kassa, saleb mata.
Bed side monitor dan pulse oxymetri.
Persiapan lain : IV cateter no.18 dan tranfusi set.

Prosudur Anestesi Spinal


Persiapan :
a) Alat pantau yang di perlukan.
b) Peralatan emergensi.
c) Obat anestetik lokal hiperbarik lidokain 5 % dan bupivacaine 0,5 %.
d) Berikan infus tetesan cepat ( hidrasi akut ) sebanyak 500 1000 ml
dengan ktristaloid atau 500 ml dengan koloid.
e) Jarum, khusus fungsi lumbal.
f) Larutan efedrin yang mengadung 5 mg/ml.
Penatalaksanaan:
a) Pasang alat pantau yang di perlukan.
b) Pungsi lumbal dapat di lakuakan dengan posisi pasien tidur miring
kekanan atau ke kiri atau duduk, sesuai dengan indikasi.
16

c) Desinfeksi area pungsi lumbal dan tutup dengan duk lubang steril.
d) Lakukan pungsi lumbal dengan jarum spinal ukuran paling kecil pada
celah interspinosum lumbal 3-4 atau 4-5 sampai keluar cairan likuor.
e) Masukan obat anestesi lokal yang di pilih

sambil melakukan

barbotase.
f) Tutup luka tusukan dengan kasa steril.
g) Atur posisi pasien sedemikian rupa agar posisi kepala dan tungkai
lebih tinggi dari badan.
h) Nilai ketinggian blok dengan skor Bromage.
i) Segera pantau tekanan darah dan denyut nadi
8.

Komplikasi Anestesi Spinal


a. System kardiovaskuler
b. System respirasi
c. Sistem GIT
d. Head ache
e. Back ache
f. Retensio urine
g. Komplikasi neurologis permanen

B. KONSEP DASAR ANESTESI UMUM


1. Definisi General Anestesi
Anastesi

umum

adalah

induksi

yang

menyebabkan

hilangnya

kesadaran,dengan hilangnya sensasi nyeri di seluruh tubuh dengan pemberian


obat anestesia ( Wikipedia,2012).

17

Anestesia

digunakan

pada

orang-orang

yang

akan

dilakukan

pembedahan dengan menghilangkan atau tanpa rasa nyeri yang hebat. Kata
anestesia di cetuskan pertama kali oleh Oliver Wendell Holmes Sr. Tahun
1846.
Dalam kepustakaan disebutkan bahwa anestesi umum biasanya
dilakukan untuk mioma uteri pada orang dewasa yang tidak kooperatif dan
gelisah.Pilihan untuk menggunakan anestesi regional bisa dilakukan apabila
operator menyetujui dan anestesi menguasai tehniknya. Pemilihan jenis
anestesi untuk mioma uteri ditentukan berdasarkan usia pasien, kondisi
kesehatan dan keadaan umum, sarana prasarana serta keterampilan dokter
bedah, dokter anestesi dan perawat anestesi. Di Indonesia, mioma uteri masih
dilakukan di bawah anestesi umum, teknik anestesi lokal tidak digunakan lagi
kecuali di rumah sakit pendidikan dengan tujuan untuk pendidikan.
Tujuan tindakan anestesi pada operasi mioma uteri :
a. Melakukan induksi dengan lancar dan atraumatik
b. Menciptakan kondisi yang optimal untuk pelaksanaan operasi
c. Menyediakan akses intravena yang digunakan untuk masuknya
cairan atau obat-obatan yang dibutuhkan
d. Menyediakan rapid emergence.

Keuntungan general Anestesia :


a. Induksi cepat

18

b. Pengendalian jalan nafas dan pernafasan optimal.


c. Resiko hipotensi dan instabilitas kardiovaskuler lebih rendah

Kerugian General Anestesia :


a. Resiko aspirasi lebih besar.
b. Hiperventilasi menyebabkan terjadinya hipoksemia.
c. Kesulitan melakukan intubasi tetap merupakan penyebab utama
mortalitas dan morbiditas maternal.

2. Penatalaksanaan Anestesi Umum


a. Premedikasi
Premedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anesthesia
dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari
anesthesia diantaranya :
1) Meredakan kecemasan dan ketakutan
2) Memperlancar induksi anesthesia
3) Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus
4) Meminimalkan jumlah obat anestestik
5) Mengurangi mual muntah pasca bedah
6) Menciptakan anemsia
7) Mengurangi isi cairan lambung
8) Mengurangi refleks yang membahayakan

19

b. Induksi dan Intubasi Endotrakheal


Induksi anesthesia adalah tindakan untuk membuat pasien dari
sadar menjadi tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainya
anesthesia dan pembedahan.Induksi anesthesia dapat dikerjakan dengan
secara intravena, inhalasi, intramuscular, atau rectal.Setelah pasien tidur
akibat induksi anesthesia langsung dilanjutkan dengan pemeliharaan
anesthesia sampai tindakan pembedahan selesai.Sebelum memulai
induksi anesthesia selayaknya disiapkan peralatan dan obat-obatan yang
diperlukan, sehingga seandainya terjadinya keadaan gawat dapat diatasi
dengan lebih cepat dan lebih baik.
Untuk persiapan induksi anesthesia sebaiknya kita ingat Trias
Anestesi, STATICS, dan VANCOMB.
Prosedur yang dilakukan saat intubasi yaitu :
1)

Pasien dibaringkan di atas meja operasi. Pasang elektroda


dada

untuk

menggunakan

monitor

ECG

(bila

precordialstetoskop).

tidak
Manset

ada,

dapat

pengukur

tekanan darah dipasang di lengan dan infus dextrose 5% atau


larutan Ringer dipasang di tangan.
2)

Induksi menggunakan sungkup dapat dilakukan dengan


halotan atau sevoflurane dengan oksigen dan nitrous oxide.
Intubasi endotrakea dilakukan dalam anestesi inhalasi yang
dalam atau dibantu dengan pelemas otot nondepolarisasi
kerja pendek. Untuk menghindari masuknya darah ke dalam
trakea, jika ETT tidak memiliki cuff, perlu diletakkan kasa
bedah di daerah supraglotik tepat di atas pita suara dan
sekitar endotrakeal tube.

3)

Selama maintenance, pernapasan dibantu (assisted) atau


dikendalikan (controlled).
20

4)

Antisialalogue

(atropin)

dapat

diberikan

untuk

meminimalkan sekresi di lapangan operasi.


5)

Setelah operasi selesai, faring dan trakea dibersihkan dengan


penghisap (suction), dilakukan oksigenasi dan kemudian
ekstubasi. Setelah ekstubasi, dipasang pharyngeal airway
dan oksigenasi dilanjutkan dengan sungkup.

c. Monitoring
Yang perlu dimonitor selama operasi adalah tingkat kedalaman
anestesi, efektivitas kardiovaskuler dan efisiensi perfusi jaringan serta
perubahan respirasi secara praktis perlu diperhatikan tekanan darah,
nadi, respirasi, suhu, warna kulit, keringat, saturasi, cairan, serta
kesadaran pasien.
1) Tingkat kedalaman pasien sesuai dengan tingkat depresi terhadap
susunan saraf pusat yang antara lain dapat dilihat pada perubahan
sebagai berikut :
a) Menurunnya respon kulit/mukosa terhadap alat/obat anestesi
yang berbau tajam.
b) Menurunnya rangsangan susunan saraf simpatis, seperti tidak
keluarnya air mata, tidak terjadi vasokonstriksi dan kulit
menjadi hangat.
c) Berkurangnya rangsangan terhadap pernafasan, seperti tidak
terjadinya takipneu dan nafas menjadi teratur.
d) Berkurangnya rangsangan terhadap kardiovaskuler, misalnya
tidak terjadi takikardi dan hipertensi.
e) Bila anestesi kurang dalam, nafas akan bertambah dalam dan
cepat, atau sebagian anggota badan bergerak. Pada keadaan
tersebut konsentrasi obat anestesi intravena ditambah. Cara lain
21

yang dapat membantu menentukan kedalaman anetesi adalah


nilai MAC (Minimal Alveolar Concentration) dan pemeriksaan
elektroensefalografi.
2) Terapi cairan
a) Fisiologi
Compartment :
Zat padat : 40% BB
Zat cair

: 60% BB

TOTAL BODY FLUID 60% BW

INTRACELLULAR
FLUID (ICF)

EXTRACELLULAR

TRANSCELLULAR

FLUID (ECF)

FLUID

20 % BW

1-3 % BW

40 % BW

INTRAVASCULAR

INTERSTITIIL

FLUID

FLUID

5 % BW

15 % BW

b) Penatalaksanaan Terapi Cairan Perioperatif


(1) Kebutuhan Cairan Maintenance
( Rumus = 4-2-1 )
4

X 10 kg BB pertama

2 X 10 kg BB berikutnya
1 X sisa Kg BB
22

(2) Pengganti puasa


Rumus = jam puasa X maintenance = ...................ml
(3) Insensible Water Lose
(Stres operasi = Ringan: 2 - 4, Sedang : 4 - 6, Berat : 6 - 8
ml)
Rumus= stres ops X BB (kg) pasien
(4) Estimasi Blood Volume
Estimated blood Volume (EBV)
Ketetapan : Dewasa
Anak

: 80

Bayi

: 85

: P= 65, L= 70-75

Neonatus : 95
Rumus= Ketetapan EBV X Kg Bb
Estimated Blood Lose (EBL X 10 %, 15 %, 20 %)
Ringan = EBV X 10 % , ganti dengan kristaloid
Sedang =

EBV

X 15 %, ganti dengan koloid dan

kristaloid
Berat = EBV X 20% , wajib ganti darah
(5) Kebutuhan Cairan Post Operasi
Rumus cairan post op= (24 jam- (puasa+lama operasi)) x
manintenence
(6) Kebutuhan tetesan cairan post op
R=

cairan sisa+cairan post op 1


x
jam sisa
4
N+ : pemberian natrium pada hari pertama pasca

bedah dalam jumlah yang lebih rendah dari kebutuhan


pemeliharaan, cukup beralasan karena walaupun pengaruh

23

hormonal menyebabkan terjadinya retensi natrium, tetapi


retensi air lebih banyak terjadi. Pasca bedah lebih sering
dijumpai keadaan hiponatremia, yang akan kembali normal
dengan hanya membatasi pemberian (intake) cairan saja.

d. Ekstubasi
1) Indikasi :
a) Pernafasan pasien sudah spontan
b) Pupil membesar
c) Pernafasan Torako Abdominal, bukan abdominal Torakal
d) Reflek menelan sudah ada
e) Hemodinamik Stabil
2) Ekstubasi ditunda sampai pasien benar-benar sadar, jika :
a) Intubasi kembali akan menimbulkan kesulitan
b) Pasca ekstubasi ada resiko aspirasi
c) Ekstubasi dikerjakan umumnya pada anesthesia sudah ringan
dengan catatan tak akan terjadi spasme laring.
d) Sebelum ekstubasi bersihkan rongga mulut laring faring dari
secret dan cairan lainnya.
3.

Penatalaksanaan Post Operatif di Ruang Pemulihan


a.

Pemantauan di ruang pemulihan


Dalam hal ini terjadi kontroversi mengenai diet. Belum ada bukti
ilmiah yang secara jelas menyatakan bahwa memberikan pasien diet biasa
akan menyebabkan perdarahan postoperatif. Bagaimanapun juga,
pemberian cairan secara rutin saat pasien bangun dan secara bertahap
pindah ke makanan lunak merupakan standar di banyak senter.Cairan
intravena diteruskan sampai pasien berada dalam keadaan sadar penuh

24

untuk memulai intake oral. Kebanyakan pasien bisa memulai diet cair
selama 6 sampai 8 jam setelah operasi dan bisa dipulangkan. Untuk
pasien yang tidak dapat memenuhi intake oral secara adekuat, muntah
berlebihan atau perdarahan tidak boleh dipulangkan sampai pasien dalam
keadaan stabil.Pengambilan keputusan untuk tetap mengobservasi pasien
sering hanya berdasarkan pertimbangan perasaan ahli bedah daripada
adanya bukti yang jelas dapat menunjang keputusan tersebut.
Pemberian obat anti nyeri berdasarkan keperluan, bagaimanapun
juga, analgesia yang berlebihan bisa menyebabkan berkurangnya intake
oral karena letargi.Selain itu juga bisa menyebabkan bertambahnya
pembengkakan di faring.Sebelum operasi, pasien harus dimotivasi untuk
minum secepatnya setelah operasi selesai untuk mengurangi keluhan
pembengkakan faring dan pada akhinya rasa nyeri.
b.

Pemindahan Pasien
Sebelum pasien dipindahkan ke ruangan setelah dilakukan operasi
terutama yang menggunakan general anestesi, maka kita perlu melakukan
penilaian terlebih dahulu untuk menentukan apakah pasien sudah dapat
dipindahkan ke ruangan atau masih perlu di observasi di ruang Recovery
room (RR) atau High Care Unit (HCU).berikut saya tuliskan beberapa
skor yang biasa digunakan untuk menilai kondisi pasien pasca anestesi,
semoga berguna.
Aldrete Score

Tanda
Aktivitas

Criteria
Dapat menggerakan ke-4 anggota badan sendiri/dengan
perintah

Nilai
2
1

Dapat menggerakan ke-2 badan sendiri / dengan

25

perintah
0
Tidak dapat menggerakan anggota badan

Respirasi

Sirkulasi

Kesadaran

Saturasi
O2

Dapat nafas dalam dan batuk bebas

Dyspnoe atau nafas terbatas

Apnoe

TD 20 % dari pre-anestesi

TD 20 50 % dari pre-anestesi

TD 50 % dari pre-anestesi

Sadar penuh

Dapat di bangunkan bila di panggil

Tidak bereaksi

>90 % dengan udara bebas spontan

Memerlukan tambahan O2 untuk menjaga SaO2 > 90 %

SaO2 < 90 % dengan tambahan O2

Total Skor :

10

Keterangan :
a. Skor > 8 pasien di perbolehkan pindah dari ruang pemulihan
b. Skor <8 dengan gangguan multiple organ pasien dipindahkan ke ICU atau
HCU
C. KONSEP DASAR PENYAKIT MIOMA UTERI
1. Pengertian Mioma Uteri

26

Mioma Uteri adalah tumor jinak yang paling umum pada daerah rahim
atau lebih tepatnya otot rahim dan jaringan ikat disekitarnya.mioma uteri juga
sering di sebut dengan Leiomioma, Fibromioma atau Fibroid, hal ini
mungkin karena memang otot uterus atau rahimlah yang memegang peranan
dalam terbentuknya tumor ini.
2. Etiologi
Sampai saat ini belum dikatahui pasti penyebab mioma uteri.Di duga
mioma merupakan suatu tumor monoklonal yang di hasilkan atau mutasi
somatik dari sebuah sel monoplastik tunggal.Sel Sel tumor mempunyai
abnormalitas kromosom, Khususnya pada kromosom lengan.Faktor faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan tumor, di samping faktor predisposisi
genetik terdapat faktor ekstrogen, progesteron dan human growth hormonoe.

3. Klasifikasi
Klasifikasi mioma dapat berdasarkan lokasi dan lapisan uterus yang
terkena :
a. LokasiCerivical (2,6%), umumnya tumbuh ke arah vagina menyebabkan
infeksi. Isthmica (7,2%), lebih sering menyebabkan nyeri dan gangguan
traktus urinarius. Corporal (91%), merupakan lokasi paling lazim, dan
seringkali tanpa gejala.
b. Lapisan UterusMioma uteri pada daerah korpus, sesuai dengan lokasinya
dibagi menjadi tiga jenis yaitu :
1) Mioma Uteri Subserosa lokasi tumor di subserosa korpus uteri
dapat hanya sebagai tonjolan saja, dapat pula sebagai satu massa
yang dihubungkan dengan uterus melalui tangkai. Pertumbuhan ke
27

arah lateral dapat berada di dalam ligamentum latum dan disebut


sebagai mioma intraligamenter. Mioma yang cukup besar akan
mengisi rongga peritoneal sebagai suatu massa. Perlengketan
dengan

usus,

omentum

atau

mesenterium

di

sekitarnya

menyebabkan sistem peredaran darah diambil alih dari tangkai ke


omentum. Akibatnya tangkai makin mengecil dan terputus,
sehingga mioma akan terlepas dari uterus sebagai massa tumor
yang bebas dalam rongga peritoneum. Mioma jenis ini dikenal
sebagai jenis parasitik.
2) Uteri Intramural disebut juga sebagai mioma intraepitelial.
Biasanya multipel apabila masih kecil tidak merubah bentuk
uterus, tetapi bila besar akan menyebabkan uterus berbenjolbenjol, uterus bertambah besar dan berubah bentuknya. Mioma
sering tidak memberikan gejala klinis yang berarti kecuali rasa
tidak enak karena adanya massa tumor di daerah perut sebelah
bawah. Kadang kala tumor tumbuh sebagai mioma subserosa dan
kadang-kadang sebagai mioma submukosa. Di dalam otot rahim
dapat besar, padat (jaringan ikat dominan), lunak (jaringan otot
rahim dominan).
3) Uteri Submukosa terletak di bawah endometrium. Dapat pula
bertangkai maupun tidak. Mioma bertangkai dapat menonjol
melalui kanalis servikalis, dan pada keadaan ini mudah terjadi
torsi atau infeksi. Tumor ini memperluas permukaan ruangan
rahim.
Dari sudut klinik mioma uteri submukosa mempunyai arti yang
lebih penting dibandingkan dengan jenis yang lain. Pada mioma
uteri subserosa ataupun intramural walaupun ditemukan cukup

28

besar tetapi sering kali memberikan keluhan yang tidak berarti.


Sebaliknya pada jenis submukosa walaupun hanya kecil selalu
memberikan keluhan perdarahan melalui vagina. Perdarahan sulit
untuk

dihentikan

sehingga

sebagai

terapinya

dilakukan

histerektomi.

4. Patofisiologi
Myoma uteri mulai tumbuh sebagai bibit yang kecil didalam
miometrium dan lambat laun membesar karena pertumbuhan itu miometrium
tersedak menyusun semacam pseudekapsula atau simpai semu yang
mengelilingi tumor didalam uterus mungkin terdapat satu mioma, akan tetapi
myomabiasanya banyak. Jika ada satu mioma yang tumbuh intramural dalam
korpus uteri maka korpus ini tampak bundar dan konstipasi padat. Bila
terletak pada dinding depan uterus, uterus mioma dapat menonjol kedepan
sehingga menekan dan mendorong kandung kencing ke atas senhingga sering
menimbulkan keluhan miksi.
Tetapi maslah akan timbul jika terjadi : berkurangnya pemberian darah
pada myoma uteri yang menyebabakan tumor membesar, sehingga
menimbulkan rasa nyeri dan mual. Selain itu masalah dapat timbul lagi jika
terjadi pendarahan yang abnormal pada uterus yang berlebihan sehingga
terjadi anemia. Anemia ini bisa mengakibatkan kelemahan fisik, kondisi
tubuh lemah, sehingga kebutuhan perawatan diri tidak dapat terpenuhi. Selain
itu dengan pendarahan yang banyak bisa mengakibatkan seseorang
mengalami kekurangan volume cairan. (Sastrawinata S:151).

29

5. Gejala di dalam mioma


Keluhan yang dirasakan terggantung dari lokasi mioma, besarnya serta
perubahan perubahan yang terjadi pada organ sekitarnya. Keluhan itu antara
lain:
a. Perdarahan abnormal
b. Rasa nyeri yang kelewatan
c. Gangguan kencing kalau miomanya menekan kandung kencing yang
letaknya di bawah rahim maka akan terjadi.
d. Keguguran bila pasien mioma hamil maka bisa terjadi
e. Infertilitas

6. Pemeriksaan Penunjang
a. USG : terlihat massa pada daerah uterus.
b. Sitologi : menentukan tingkat keganasan dari sel-sel neoplasma tersebut.
c. Rontgen : untuk mengetahui kelainan yang mungkin ada yang dapat
menghambat tindakan operasi.

7. Penatalaksanaan

30

Pada mioma kecil dan tidak menimbulkan keluhan, tidak diberikan


terapi,

hanya

perlu

diamati

tiap

bulan

untuk

menilai

pembesarannya.Pembedahan dan pengangkatan mioma dilakukan bila


besarnya mioma melebihi besar rahim seperti pada kehamilan 12 14
minggu.Sekitar 15 40% terjadi kekambuhan setelah dilakukan miomektomi
atau pengangkatan mioma dan 2/3-nya memerlukan pembedahan lagi.
Selain itu indikasi mioma uteri yang diangkat adalah mioma uteri
subserosum bertangkai.Pada mioma uteri yang masih kecil khususnya pada
penderita yang mendekati masa menopause tidak diperlukan pengobatan,
cukup dilakukan pemeriksaan pelvic secara rutin tiap tiga bulan atau enam
bulan. Adapun cara penanganan pada myoma uteri yang perlu diangkat
adalah dengan pengobatan operatif diantaranya yaitu dengan histerektomi
dan umumnya dilakukan histerektomi total abdominal. Tindakan histerektomi
total tersebut dikenal dengan nama Total Abdominal Histerektomy and
Bilateral Salphingo Oophorectomy (TAH-BSO). TAHBSO adalah suatu
tindakan pembedahan untuk mengangkat uterus, serviks, kedua tuba falofii
dan ovarium dengan melakukan insisi pada dinding, perut pada malignan
neoplasmatic desease, leymyoma dan chronic endrometriosis (Tucker, Susan
Martin, 1998).

8. Komplikasi
a. Pertumbuhan leimiosarkoma.Mioma dicurigai sebagai sarcoma bila
selama beberapa tahun tidak membesar, sekonyong konyong menjadi
besar apabila hal itu terjadi sesudah menopause.

31

b. Torsi (putaran tangkai)Ada kalanya tangkai pada mioma uteri


subserosum mengalami putaran. Kalau proses ini terjadi mendadak,
tumor akan mengalami gangguan sirkulasi akut dengan nekrosis
jaringan dan akan tampak gambaran klinik dari abdomenakut.
c. Nekrosis dan InfeksiPada myoma subserosum yang menjadi polip,
ujung tumor, kadang-kadang dapat melalui kanalis servikalis dan
dilahirkan dari vagina, dalam hal ini kemungkinan gangguan situasi
dengan akibat nekrosis dan infeksi sekunder.

D. KONSEP DASAR HISTEREKTOMI


Istilah histerektomi berasal dari bahasa latin histeria yang berarti kandungan,
rahim, atau uterus, dan ectomi yang berarti memotong, jadi histerektomi adalah
suatu prosedur pembedahan mengangkat rahim yang dilakukan oleh ahli
kandungan.
Ada banyak gangguan yang dapat menyebabkan diputuskannya tindakan
histerektomi. Terutama untuk keselamatan nyawa ibu, seperti pendarahan hebat
yang disebabkan oleh adanya miom atau persalinan, kanker rahim atau mulut
rahim, kanker indung telur, dan kanker saluran telur (falopi). Selain itu, beberapa
gangguan atau kelainan reproduksi yang sangat mengganggu kualitas hidup
wanita, seperti miom atau endometriosis dapat menyebabkan dokter mengambil
pilihan dilakukannya histerektomi.
1.

Indikasi Histrektomi
a. Rupture Uteri.

32

b. Pendarahan yang tidak dapat dikontrol dengan cara-cara yang ada,


misalnya pada :
1) Atonia uteri.
2) Afibrinogemia atau Hipofibrinogenemia pada solusio plasenta dan
lainnya.
3) Couvelaire uterus tanpa kontraksi.
4) Arteri uterine terputus.
5) Plasenta inkreta dan perkreta.
6) Hematoma yang luas pada Rahim.
c. Infeksi intrapartal berat.
d. Uterus miomatosus yang besar.
e. Kematian janin dalam Rahim dan missed abortion dengan kelainan
darah.
f. Kanker leher Rahim.
2.

Kontraindikasi Histerektomi
a. Atelektasis.
b. Luka infeksi.
c. Infeksi saluran kencing.
d. Tromoflebitis.
e. Embolisme paru-paru.
f. Terdapat jaringan parut, inflamasi, atau perubahan endometrial pada
adneksa.
g. Riwayat laparatomi sebelumnya karena diduga terjadi perlekatan.

3.

Jenis-jenis Histerektomi
a. Histerektomi parsial (subtotal)
Pada histerektomi jenis ini, rahimn diangkat, tetapi mulut rahim
(serviks) tetap dibiarkan. Oleh karena itu, penderita masih dapat terkena
33

kanker mulut rahim sehingga masih perlu pemeriksaan pap smear


(pemeriksaan leher Rahim) secara rutin.
b. Histerektomi total
Pada histerektomi ini, rahim dan mulut rahim diangkat secara
keseluruhan.
Keuntungan

dilakukan

histerektomi

total

adalah

ikut

diangkatnya serviks yang menjadi sumber terjadinya karsinoma dan


prekanker. Akan tetapi, histerektomi total lebih sulit daripada
histerektomi supraservikal karena insiden komplikasinya yang lebih
besar.
c. Histerektomi dan salfingo-oogorektomi bilateral
Histerektomi ini mengangkat uterus, mulut rahim, kedua tuba
falopii, dan kedua ovarium. Pengangkatan ovarium menyebabkan
keadaan penderita seperti menopause meskipun usianya masih muda.
d. Histerektomi radikal
Histerektomi ini mengangkat bagian atas vagina, jaringan dan
kelenjar limfe disekitar kandungan. Operasi ini biasanya dilakukan pada
beberapa jenis kanker tertentu untuk bisa menyelamatkan nyawa
penderita
4.

Teknik Operasi Histerektomi


a. Histerektomi Abdominal
Pengangkatan kandungan dilakukan melalui irisan pada perut,
baik irisan vertikal maupun horisontal (Pfanenstiel). Keuntungan teknik
ini adalah dokter yang melakukan operasi dapat melihat dengan leluasa
uterus dan jaringan sekitarnya dan mempunyai cukup ruang untuk
melakukan pengangkatan uterus. Cara ini biasanya dilakukan pada
mioma yang berukuran besar atau terdapat kanker pada uterus.
Kekurangannya, teknik ini biasanya menimbulkan rasa nyeri yang lebih
34

berat, menyebabkan masa pemulihan yang lebih panjang, serta


menimbulkan jaringan parut yang lebih banyak.
b. Histerektomi Vaginal
Dilakukan melalui irisan kecil pada bagian atas vagina. Melalui
irisan tersebut, uterus (dan mulut rahim) dipisahkan dari jaringan dan
pembuluh darah di sekitarnya kemudian dikeluarkan melalui vagina.
Prosedur ini biasanya digunakan pada prolapsus uteri. Kelebihan
tindakan ini adalah kesembuhan lebih cepat, sedikit nyeri, dan tidak ada
jaringan parut yang tampak.
c. Histerektomi Laparoskopi
Teknik ini ada dua macam yaitu histeroktomi vagina yang
dibantu laparoskop (laparoscopically assisted vaginal hysterectomy,
LAVH) dan histerektomi supraservikal laparoskopi (laparoscopic
supracervical hysterectomy, LSH). LAVH mirip dengan histerektomi
vagnal, hanya saja dibantu oleh laparoskop yang dimasukkan melalui
irisan kecil di perut untuk melihat uterus dan jaringan sekitarnya serta
untuk membebaskan uterus dari jaringan sekitarnya. LSH tidak
menggunakan irisan pada bagian atas vagina, tetapi hanya irisan pada
perut. Melalui irisan tersebut laparoskop dimasukkan. Uterus kemudian
dipotong-potong menjadi bagian kecil agar dapat keluar melalui lubang
laparoskop. Kedua teknik ini hanya menimbulkan sedikit nyeri,
pemulihan yang lebih cepat, serta sedikit jaringan parut.
Tindakan

pengangkatan

rahim

menggunakan

laparoskopi

dilakukan menggunakan anestesi (pembiusan) umum atau total. Waktu


yang diperlukan bervariasi tergantung beratnya penyakit, berkisar antara
40 menit hingga tiga jam. Pada kasus keganasan stadium awal, tindakan
histerektomi radikal dapat pula dilakukan menggunakan laparoskopi.
Untuk ini diperlukan waktu operasi yang relatif lebih lama. Apabila
dilakukan histerektomi subtotal, maka jaringan rahim dikeluarkan
35

menggunakan alat khusus yang disebut morcellator sehingga dapat


dikeluarkan melalui llubang 10 mm.Apabila dilakukan histerektomi
total, maka jaringan rahim dikeluarkan melalui vagina, kemudian vagina
dijahit kembali. Operasi dilakukan umumnya menggunkan empat
lubang kecil berukuran 5 10 mm, satu di pusar dan tiga di perut bagian
bawah.

36

Anda mungkin juga menyukai