PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Mioma uteri adalah tumor jinak yang tumbuh pada rahim. Disebut
fibromioma uteri, leiomioma, atau uterine fibroid dalam istilah kedokterannya.
Mioma uteri merupakan tumor kandungan yang terbanyak pada organ reproduksi
wanita. Kejadiannya lebih tinggi pada usia di atas 35 tahun, yaitu mendekati
angka 40 %. Tingginya kejadian mioma uteri antara usia 35-50 tahun,
menunjukkan adanya hubungan mioma uteri dengan estrogen. (Novie Hediyani,
2012).
Berdasarkan penelitian World Health Organisation (WHO) penyebab
angka kematian ibu karna mioma uteri pada tahun 2010 sebanyak 22 (1,95 %)
kasus dan tahun 2011 sebanyak 21 (2,04 %) kasus. (Novie Hediyani, 2012).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Schwartz di USA angka kejadian
mioma uteri adalah 2%-12,8% orang per 1000 wanita tiap tahunnya, dan dari
650.000 histerektomi yang dilakukan pertahun, sebanyak 27% (175.000)
disebabkan oleh mioma uterus. Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan
oleh Ran et Al di pusat Saint Benedict Hospital Korea menemukan 17 kasus
mioma dari 8784 kasus bedah ginekologi yang diteliti pada tahun 2007. (Novie
Hediyani, 2012).
National Center for Chronic Disease Prevention and Health Promotion
periode 1994-1999, melaporkan bahwa mioma uteri merupakan salah satu
penyebab dilakukannya tindakan histerektomi pada wanita Amerika usia
reproduktif 7.403 dari 3.525.237 histerektomi atau sekitar 2,1 per 1000
wanita.Menurut Center of Disease Prevention and Control (CDC) Tahun 2013
yang dikutip dari Rawal Medical Journal menyebutkan bahwa tindakan
histerektomi dilakukan pada sekitar 5 per 1000 wanita Amerika setiap tahun.
(Bhati, 2013).
Di Nigeria (Departement Nursing Sciences, Ambros Alli University,
Ekpoma Edo State, Nigeria) terdapat 150 kasus mioma uteri dan 77 kasus terjadi
pada wanita umur 40-49 tahun dengan prevalensi 51% dan 45 kasus terjadi pada
wanita umur lebih dari 50 tahun dengan prevalensi 30%.Penelitian Omokanye
(2012) di Nigeria (Depertement of Obstetric and Gynekology, University of
Ilorin Teaching Hospital, Nigeria) melaporkan leiomyosarcoma 10 dari 1432
pasien mioma uteri melakukan histerektomi (proporsi 0,69%). Penelitian Guzel
(2014) di Zekai Tahir Burak Hospital, Turki melaporkan bahwa sarcoma
ditemukan pada 6 pasien dari 1438 pasien dengan mioma uteri yang melakukan
histerektomi (proporsi 0,42%). Angka kejadian mioma uteri di Amerika Serikat
sebesar 2-12,8 orang per 1000 wanita tiap tahunnya. (Bhati, 2013).
Penelitian Peddada (2008) di Amerika melaporkan mioma uteri terjadi
pada 2.637 dari 76.711 wanita kulit hitam, prevalens rate mioma uteri adalah
34,4 per 1000 wanita. Sedangkan di Indonesia kasus mioma uteri ditemukan
sebesar 2,39%-11,70% dari semua penderita ginekologi yang dirawat.
(Wiknjosastro, 2005).
Penelitian Karel Tangkudung (1977) dan Susilo Raharjo (1974) dari
Surabaya di kutip dalam Wiknjosastro, menemukan prevalensi mioma uteri 10,35
dan 11,9% dari semua penderita ginekologi yang di rawat. (Wiknjosastro, 2005).
Histerektomi adalah merupakan prosedur operasi mayor yang paling
sering dilakukan dalam bidang ginekologi. Pada statistik Kanada, antara tahun
1981 sampai dengan tahun 1997, tindakan histerektomi menurun dari 937
menjadi 628 tindakan per 100.000 wanita antara usia 35 tahun. Pada tahun 19981999, 462 histerektomi dilakukan pada 100.000 wanita pada umur berkisar 20
tahun ke atas. Histerektomi memiliki rentang indikasi yang sangat luas. Sangat
2
Angka kematian dari tindakan histerektomi diperkirakan 0,12 0,38 dalam setiap
1000 tindakan pembedahan, dan meningkat jika indikasinya dikaitkan dengan
obstetri dan keganasan. Kunjungan rumah sakit ulangan sekitar 4% dalam tahun
pertama setelah tindakan histerektomi. (Novie Hediyani, 2012).
Di Indonesia pada tahun 2011 kasus mioma uteri di temukan sebesar
2,39-11,7% pada semua pasien kebidanan yang di rawat. Tumor ini paling sering
ditemukan pada wanita umur 35-45 tahun (kurang lebih 25%) dan jarang pada
wanita 20 tahun dan wanita post menopause. Wanita yang sering melahirkan,
sedikit kemungkinannya untuk perkembangan mioma ini dibandingkan dengan
wanita yang tidak pernah hamil atau hanya satu kali hamil. Statistik
menunjukkan 60% mioma uteri berkembang pada wanita yang tidak pernah
hamil atau hanya satu kali hamil prevalensi meningkat apabila ditemukan riwayat
keluarga, ras, kegemukan dan nullipara. (Novie Hediyani, 2012)
Pada umumnya penatalaksanaan anestesi pada mioma uteri di lakukan
dengan General Anesthesi sesuai dengan ilmu pengetahuan dan standar
operasional suatu rumah sakit namun pada kasus dengan mioma uteri pada Ny I
di lakukan dengan teknik anetesi Regional yaitu spinal di kombinasi dengan
anestesi umum.
Berdasarkan data yang di dapat di RSUD kelas B kabupaten Subang pada
periode Januari 2015 Desember 2015 terdapat 39 pasien yang menderita
pelayanan
yang
sesuai
standar
operasional
kepada
masyarakat.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. KONSEP DASAR ANESTESI SPINAL
1.
2.
Anatomi
a.
Medula Spinalis
Dalam medulla spinalis keluar 31 pasang saraf, terdiri dari :
1) Servikal : 8 pasang
2) Torakal : 12 pasang
3) Lumbal : 5 pasang
4) Sacral : 5 pasang
5) Koksigial : 1 pasang
Medulla
spinalis
mengandung
zat
putih
dan zat
kelabu
6.
terjadi
selama
operasi
dan
atau
pasca
bedah,
serta
2)
Laboratorium
anjuran
HB,leukosit,
HT,
PT
11
(3) Isobarik
Secara definisi obat anestesi lokal dikatakan isobarik
bila
densitasnya
sama
dengan
densitas
cairan
Anestesi Inhalasi
MAC (vol%)
N2O
105,2
Halotane
0,72
Enflurane
1,68
Isoflurane
1,12
Sevoflurane
2,05
Obat
Untuk
Dosis
OOA
DOA
(Detik)
(Menit)
12
Propofol
Thiopental
Ketamine
Induksi
2-2/5 mg/kg
Maintenance
6-10 mg/kg/jam
Sedasi
25-100 g/kg/menit
Induksi
4-6 mg/kg
Maintenance
1-3 mg/kg/jam
Sedasi
0,2-0,4 mg/kg
Induksi
1-3 mg/kg
Pre-med
0,03-0,04 mg/kg
Sedasi
0,5-2,5 mg/kg
Midazolam
30
5-10
10
5-15
30
10-20
30
15-80
Induksi
0,2-0,4 mg/kg
Infus
4-6 mg/jam
Sedasi
0,04-0,2 mg/kg
30-60
10-15
Induksi
0,3-0,6 mg/kg
45
15-30
OOA
DOA
(Menit)
(Jam)
5-10
3-5
Diazepam
Obat
Untuk
Dosis
Morfin
Pre-med
IM
0,05-0,2 mg/kg
In-op-ans
IV
0,1-1 mg/kg
Po-op-anl
IM
0,05-0,2 mg/kg
13
IV
0,03-0.15 mg/kg
Pre-med
IM
0,5-1 mg/kg
In-op-ans
IV
2,5-5 mg/kg
Meperidine
IM
0,5-1 mg/kg
IV
0,2-0,5 mg/kg
IV
2-50 g/kg
5-10
2-3
1-2
Po-op-anl
In-op-ans
Fentanyl
Po-op-anl
IV
0,5-1,5 g/kg
Gol
Obat
Dosis
Depolarizin
Succinylcholin
1-1,5 mg/kg
g Drug
Non-
OOA
DOA
(Menit)
(Menit)
0,5-1
5-10
Atracurium
0,5 mg/kg
2,5
30-45
Vecuronium
0,08-0,12 mg/kg
2,5
45-60
Recuronium
0,6-1 mg/kg
1-1,5
30-45
Pancuronium
0,08-0,12 mg/kg
120
Depolarizin
g Drug
14
dan
skelet
serta
menimbulkan
dan 25-50mg i.m, efek puncaknya i.v 2-5 menit, i.m <10
menit, DOA i.v/i.m 10/60 menit.
(b) Ephineprine
Obat
ini
merangsang
Kemasan suntik
dan
reseptor.
sebagai
vasokontriksi,
bronchodilator
sehingga
dan
mengurangi
menimbulkan
toksisitas
dan
15
(5) Betadine
Alat non steril :
(1) Alcohol
(2) Plester
(3) Oksigen siap pakai dengan kanul
b. Peralatan anestesi umum STATICS meliputi :
S
: Scope (stetoskop dan laringoskop)
T
: Tube ( Endotracheal Tube)
A
: Airway ( Orofaringeal airway dan Nassofaringeal airway)
T
: Tape (Plester)
I
: Introducer (Mandrin)
C
: Conector
S
: Suction
c. Mesin anestesi dengan sumber gas N2O, O2 dan Isoflurane sudah siap
d.
e.
f.
g.
h.
i.
7.
pakai.
Spuit balon.
Face mask ukuran 3 dan 4.
Bantal kecil tebal 10 cm, tutup kepala.
Guling, jelly, kassa, saleb mata.
Bed side monitor dan pulse oxymetri.
Persiapan lain : IV cateter no.18 dan tranfusi set.
c) Desinfeksi area pungsi lumbal dan tutup dengan duk lubang steril.
d) Lakukan pungsi lumbal dengan jarum spinal ukuran paling kecil pada
celah interspinosum lumbal 3-4 atau 4-5 sampai keluar cairan likuor.
e) Masukan obat anestesi lokal yang di pilih
sambil melakukan
barbotase.
f) Tutup luka tusukan dengan kasa steril.
g) Atur posisi pasien sedemikian rupa agar posisi kepala dan tungkai
lebih tinggi dari badan.
h) Nilai ketinggian blok dengan skor Bromage.
i) Segera pantau tekanan darah dan denyut nadi
8.
umum
adalah
induksi
yang
menyebabkan
hilangnya
17
Anestesia
digunakan
pada
orang-orang
yang
akan
dilakukan
pembedahan dengan menghilangkan atau tanpa rasa nyeri yang hebat. Kata
anestesia di cetuskan pertama kali oleh Oliver Wendell Holmes Sr. Tahun
1846.
Dalam kepustakaan disebutkan bahwa anestesi umum biasanya
dilakukan untuk mioma uteri pada orang dewasa yang tidak kooperatif dan
gelisah.Pilihan untuk menggunakan anestesi regional bisa dilakukan apabila
operator menyetujui dan anestesi menguasai tehniknya. Pemilihan jenis
anestesi untuk mioma uteri ditentukan berdasarkan usia pasien, kondisi
kesehatan dan keadaan umum, sarana prasarana serta keterampilan dokter
bedah, dokter anestesi dan perawat anestesi. Di Indonesia, mioma uteri masih
dilakukan di bawah anestesi umum, teknik anestesi lokal tidak digunakan lagi
kecuali di rumah sakit pendidikan dengan tujuan untuk pendidikan.
Tujuan tindakan anestesi pada operasi mioma uteri :
a. Melakukan induksi dengan lancar dan atraumatik
b. Menciptakan kondisi yang optimal untuk pelaksanaan operasi
c. Menyediakan akses intravena yang digunakan untuk masuknya
cairan atau obat-obatan yang dibutuhkan
d. Menyediakan rapid emergence.
18
19
untuk
menggunakan
monitor
ECG
(bila
precordialstetoskop).
tidak
Manset
ada,
dapat
pengukur
3)
4)
Antisialalogue
(atropin)
dapat
diberikan
untuk
c. Monitoring
Yang perlu dimonitor selama operasi adalah tingkat kedalaman
anestesi, efektivitas kardiovaskuler dan efisiensi perfusi jaringan serta
perubahan respirasi secara praktis perlu diperhatikan tekanan darah,
nadi, respirasi, suhu, warna kulit, keringat, saturasi, cairan, serta
kesadaran pasien.
1) Tingkat kedalaman pasien sesuai dengan tingkat depresi terhadap
susunan saraf pusat yang antara lain dapat dilihat pada perubahan
sebagai berikut :
a) Menurunnya respon kulit/mukosa terhadap alat/obat anestesi
yang berbau tajam.
b) Menurunnya rangsangan susunan saraf simpatis, seperti tidak
keluarnya air mata, tidak terjadi vasokonstriksi dan kulit
menjadi hangat.
c) Berkurangnya rangsangan terhadap pernafasan, seperti tidak
terjadinya takipneu dan nafas menjadi teratur.
d) Berkurangnya rangsangan terhadap kardiovaskuler, misalnya
tidak terjadi takikardi dan hipertensi.
e) Bila anestesi kurang dalam, nafas akan bertambah dalam dan
cepat, atau sebagian anggota badan bergerak. Pada keadaan
tersebut konsentrasi obat anestesi intravena ditambah. Cara lain
21
: 60% BB
INTRACELLULAR
FLUID (ICF)
EXTRACELLULAR
TRANSCELLULAR
FLUID (ECF)
FLUID
20 % BW
1-3 % BW
40 % BW
INTRAVASCULAR
INTERSTITIIL
FLUID
FLUID
5 % BW
15 % BW
X 10 kg BB pertama
2 X 10 kg BB berikutnya
1 X sisa Kg BB
22
: 80
Bayi
: 85
: P= 65, L= 70-75
Neonatus : 95
Rumus= Ketetapan EBV X Kg Bb
Estimated Blood Lose (EBL X 10 %, 15 %, 20 %)
Ringan = EBV X 10 % , ganti dengan kristaloid
Sedang =
EBV
kristaloid
Berat = EBV X 20% , wajib ganti darah
(5) Kebutuhan Cairan Post Operasi
Rumus cairan post op= (24 jam- (puasa+lama operasi)) x
manintenence
(6) Kebutuhan tetesan cairan post op
R=
23
d. Ekstubasi
1) Indikasi :
a) Pernafasan pasien sudah spontan
b) Pupil membesar
c) Pernafasan Torako Abdominal, bukan abdominal Torakal
d) Reflek menelan sudah ada
e) Hemodinamik Stabil
2) Ekstubasi ditunda sampai pasien benar-benar sadar, jika :
a) Intubasi kembali akan menimbulkan kesulitan
b) Pasca ekstubasi ada resiko aspirasi
c) Ekstubasi dikerjakan umumnya pada anesthesia sudah ringan
dengan catatan tak akan terjadi spasme laring.
d) Sebelum ekstubasi bersihkan rongga mulut laring faring dari
secret dan cairan lainnya.
3.
24
untuk memulai intake oral. Kebanyakan pasien bisa memulai diet cair
selama 6 sampai 8 jam setelah operasi dan bisa dipulangkan. Untuk
pasien yang tidak dapat memenuhi intake oral secara adekuat, muntah
berlebihan atau perdarahan tidak boleh dipulangkan sampai pasien dalam
keadaan stabil.Pengambilan keputusan untuk tetap mengobservasi pasien
sering hanya berdasarkan pertimbangan perasaan ahli bedah daripada
adanya bukti yang jelas dapat menunjang keputusan tersebut.
Pemberian obat anti nyeri berdasarkan keperluan, bagaimanapun
juga, analgesia yang berlebihan bisa menyebabkan berkurangnya intake
oral karena letargi.Selain itu juga bisa menyebabkan bertambahnya
pembengkakan di faring.Sebelum operasi, pasien harus dimotivasi untuk
minum secepatnya setelah operasi selesai untuk mengurangi keluhan
pembengkakan faring dan pada akhinya rasa nyeri.
b.
Pemindahan Pasien
Sebelum pasien dipindahkan ke ruangan setelah dilakukan operasi
terutama yang menggunakan general anestesi, maka kita perlu melakukan
penilaian terlebih dahulu untuk menentukan apakah pasien sudah dapat
dipindahkan ke ruangan atau masih perlu di observasi di ruang Recovery
room (RR) atau High Care Unit (HCU).berikut saya tuliskan beberapa
skor yang biasa digunakan untuk menilai kondisi pasien pasca anestesi,
semoga berguna.
Aldrete Score
Tanda
Aktivitas
Criteria
Dapat menggerakan ke-4 anggota badan sendiri/dengan
perintah
Nilai
2
1
25
perintah
0
Tidak dapat menggerakan anggota badan
Respirasi
Sirkulasi
Kesadaran
Saturasi
O2
Apnoe
TD 20 % dari pre-anestesi
TD 20 50 % dari pre-anestesi
TD 50 % dari pre-anestesi
Sadar penuh
Tidak bereaksi
Total Skor :
10
Keterangan :
a. Skor > 8 pasien di perbolehkan pindah dari ruang pemulihan
b. Skor <8 dengan gangguan multiple organ pasien dipindahkan ke ICU atau
HCU
C. KONSEP DASAR PENYAKIT MIOMA UTERI
1. Pengertian Mioma Uteri
26
Mioma Uteri adalah tumor jinak yang paling umum pada daerah rahim
atau lebih tepatnya otot rahim dan jaringan ikat disekitarnya.mioma uteri juga
sering di sebut dengan Leiomioma, Fibromioma atau Fibroid, hal ini
mungkin karena memang otot uterus atau rahimlah yang memegang peranan
dalam terbentuknya tumor ini.
2. Etiologi
Sampai saat ini belum dikatahui pasti penyebab mioma uteri.Di duga
mioma merupakan suatu tumor monoklonal yang di hasilkan atau mutasi
somatik dari sebuah sel monoplastik tunggal.Sel Sel tumor mempunyai
abnormalitas kromosom, Khususnya pada kromosom lengan.Faktor faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan tumor, di samping faktor predisposisi
genetik terdapat faktor ekstrogen, progesteron dan human growth hormonoe.
3. Klasifikasi
Klasifikasi mioma dapat berdasarkan lokasi dan lapisan uterus yang
terkena :
a. LokasiCerivical (2,6%), umumnya tumbuh ke arah vagina menyebabkan
infeksi. Isthmica (7,2%), lebih sering menyebabkan nyeri dan gangguan
traktus urinarius. Corporal (91%), merupakan lokasi paling lazim, dan
seringkali tanpa gejala.
b. Lapisan UterusMioma uteri pada daerah korpus, sesuai dengan lokasinya
dibagi menjadi tiga jenis yaitu :
1) Mioma Uteri Subserosa lokasi tumor di subserosa korpus uteri
dapat hanya sebagai tonjolan saja, dapat pula sebagai satu massa
yang dihubungkan dengan uterus melalui tangkai. Pertumbuhan ke
27
usus,
omentum
atau
mesenterium
di
sekitarnya
28
dihentikan
sehingga
sebagai
terapinya
dilakukan
histerektomi.
4. Patofisiologi
Myoma uteri mulai tumbuh sebagai bibit yang kecil didalam
miometrium dan lambat laun membesar karena pertumbuhan itu miometrium
tersedak menyusun semacam pseudekapsula atau simpai semu yang
mengelilingi tumor didalam uterus mungkin terdapat satu mioma, akan tetapi
myomabiasanya banyak. Jika ada satu mioma yang tumbuh intramural dalam
korpus uteri maka korpus ini tampak bundar dan konstipasi padat. Bila
terletak pada dinding depan uterus, uterus mioma dapat menonjol kedepan
sehingga menekan dan mendorong kandung kencing ke atas senhingga sering
menimbulkan keluhan miksi.
Tetapi maslah akan timbul jika terjadi : berkurangnya pemberian darah
pada myoma uteri yang menyebabakan tumor membesar, sehingga
menimbulkan rasa nyeri dan mual. Selain itu masalah dapat timbul lagi jika
terjadi pendarahan yang abnormal pada uterus yang berlebihan sehingga
terjadi anemia. Anemia ini bisa mengakibatkan kelemahan fisik, kondisi
tubuh lemah, sehingga kebutuhan perawatan diri tidak dapat terpenuhi. Selain
itu dengan pendarahan yang banyak bisa mengakibatkan seseorang
mengalami kekurangan volume cairan. (Sastrawinata S:151).
29
6. Pemeriksaan Penunjang
a. USG : terlihat massa pada daerah uterus.
b. Sitologi : menentukan tingkat keganasan dari sel-sel neoplasma tersebut.
c. Rontgen : untuk mengetahui kelainan yang mungkin ada yang dapat
menghambat tindakan operasi.
7. Penatalaksanaan
30
hanya
perlu
diamati
tiap
bulan
untuk
menilai
8. Komplikasi
a. Pertumbuhan leimiosarkoma.Mioma dicurigai sebagai sarcoma bila
selama beberapa tahun tidak membesar, sekonyong konyong menjadi
besar apabila hal itu terjadi sesudah menopause.
31
Indikasi Histrektomi
a. Rupture Uteri.
32
Kontraindikasi Histerektomi
a. Atelektasis.
b. Luka infeksi.
c. Infeksi saluran kencing.
d. Tromoflebitis.
e. Embolisme paru-paru.
f. Terdapat jaringan parut, inflamasi, atau perubahan endometrial pada
adneksa.
g. Riwayat laparatomi sebelumnya karena diduga terjadi perlekatan.
3.
Jenis-jenis Histerektomi
a. Histerektomi parsial (subtotal)
Pada histerektomi jenis ini, rahimn diangkat, tetapi mulut rahim
(serviks) tetap dibiarkan. Oleh karena itu, penderita masih dapat terkena
33
dilakukan
histerektomi
total
adalah
ikut
pengangkatan
rahim
menggunakan
laparoskopi
36