HIV/AIDS
Disusun oleh:
Ulfa Elsanata
01.211.65.46
Pembimbing:
dr. Nurul Aisyah, Sp.PD
dalam kondisi AIDS, apalagi tanpa pengobatan. Umumnya keadaan AIDS ini
ditandai dengan adanya berbagai infeksi baik akibat virus, bakteri, parasit
maupun jamur. Keadaan infeksi ini yang dikenal dengan infeksi oportunistik
3. Epidemiologi
Saat ini, perkembangan epidemi HIV di Indonesia termasuk yang
tercepat di Asia. Sebagian besar infeksi baru diperkirakan terjadi pada
beberapa sub-populasi berisiko tinggi (dengan prevalensi > 5%) seperti
pengguna narkotika suntik (penasun), wanita penjaja seks (WPS), dan waria.
Di beberapa propinsi seperti DKI Jakarta, Riau, Bali, Jabar dan Jawa Timur
telah tergolong sebagai daerah dengan tingkat epidemi terkonsentrasi
(concentrated level of epidemic). Sedang tanah Papua sudah memasuki
tingkat epidemi meluas (generalized epidemic). ( Mustikawati DE dkk, 2009)
yang
mengandung 3 gen yang dibutuhkan untuk replikasi retrovirus yaitu gag, pol,
env. Terdapat lebih dari 6 gen tambahan pengatur ekspresi virus yang penting
dalam patogenesis penyakit. Satu protein replikasi fase awal yaitu protein Tat,
berfungsi dalam transaktivasi dimana produk gen virus terlibat dalam aktivasi
transkripsional dari gen virus lainnya. Transaktivasi pada HIV sangat efisien
untuk menentukan virulensi dari infeksi HIV. Protein Rev dibutuhkan untuk
ekspresi protein struktural virus. Rev membantu keluarnya transkrip virus
yang terlepas dari nukleus. Protein Nef menginduksi produksi khemokin oleh
mentransfer
informasi genetik
mereka dari RNA ke DNA dengan menggunakan enzim yang disebut reverse
transcriptase. Limfosit CD4 berfungsi mengkoordinasikan sejumlah fungsi
imunologis yang penting. Hilangnya fungsi tersebut menyebabkan ganggua n
respon imun yang progresif.
Setelah infeksi primer, terdapat 4-11 hari masa antara infeksi mukosa
dan viremia permulaan yang dapat dideteksi selama 8-12 minggu. Selama
masa ini, virus tersebar luas ke seluruh tubuh dan mencapai organ limfoid.
Pada tahap ini telah terjadi penurunan jumlah sel-T CD4. Respon imun
terhadap HIV terjadi 1 minggu sampai 3 bulan setelah infeksi, viremia plasma
menurun, dan level sel CD4 kembali meningkat namun tidak mampu
menyingkirkan infeksi secara sempurna. Masa laten klinis ini bisa
berlangsung selama 10 tahun. Selama masa ini akan terjadi replikasi virus
yang meningkat. Diperkirakan sekitar 10 milyar partikel HIV dihasilkan dan
dihancurkan setiap harinya. Waktu paruh virus dalam plasma adalah sekitar 6
jam, dan siklus hidup virus rata-rata 2,6 hari. Limfosit T- CD4 yang terinfeksi
memiliki waktu paruh 1,6 hari. Karena cepatnya proliferasi virus ini dan
angka kesalahan reverse transcriptase HIV yang berikatan, diperkirakan
bahwa setiap nukleotida dari genom HIV mungkin bermutasi dalam basis
harian (Brooks, 2005).
Akhirnya pasien akan menderita gejala-gejala konstitusional dan
penyakit klinis yang nyata seperti infeksi oportunistik atau neoplasma. Level
virus yang lebih tinggi dapat terdeteksi dalam plasma selama tahap infeksi
yang lebih lanjut. HIV yang dapat terdeteksi dalam plasma selama tahap
infeksi yang lebih lanjut dan lebih virulin daripada yang ditemukan pada awal
infeksi (Brooks, 2005).
Infeksi oportunistik dapat terjadi karena para pengidap HIV terjadi
penurunan daya tahan tubuh sampai pada tingkat yang sangat rendah,
sehingga beberapa jenis mikroorganisme dapat menyerang bagian-bagian
tubuh tertentu. Bahkan mikroorganisme yang selama ini komensal bisa jadi
ganas dan menimbulkan penyakit (Zein,2006)
5. Cara penularan
6. Gejala Klinis
Menurut KPA (2007) gejala klinis terdiri dari 2 gejala yaitu gejala
mayor (umum terjadi) dan gejala minor (tidak umum terjadi):
Gejala mayor:
a. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
b. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
c. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
Gejala minor:
a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan
b. Dermatitis generalisata
c. Adanya herpes zoster multisegmental dan herpes zoster berulang d.
Kandidias orofaringeal
d. Herpes simpleks kronis progresif
e. Limfadenopati generalisata
f. Retinitis virus Sitomegalo
Penurunan BB 5-10%
ISPA berulang, misalnya sinusitis atau otitis
Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir
Luka di sekitar bibir (keilitis angularis)
Ulkus mulut berulang
Ruam kulit yang gatal (seboroik atau prurigo -PPE)
Dermatitis seboroik
Infeksi jamur kuku
Stadium 3 Sakit sedang
Penurunan berat badan > 10%
Diare, Demam yang tidak diketahui penyebabnya, lebih dari 1 bulan
Kandidosis oral atau vaginal
Oral hairy leukoplakia
TB Paru dalam 1 tahun terakhir
Infeksi bakterial yang berat (pneumoni, piomiositis, dll)
TB limfadenopati
Gingivitis/Periodontitis ulseratif nekrotikan akut
Anemia (Hb <8 g%), netropenia (<5000/ml), trombositopeni kronis
(<50.000/ml)
Stadium 4 Sakit berat (AIDS)
Sindroma wasting HIV
Pneumonia pnemosistis*, Pnemoni bakterial yang berat berulang
Herpes Simpleks ulseratif lebih dari satu bulan.
Kandidosis esophageal
TB Extraparu*
Sarkoma kaposi
Retinitis CMV*
Abses otak Toksoplasmosis*
Encefalopati HIV
Meningitis Kriptokokus*
Infeksi mikobakteria non-TB meluas
Sumber : Depkes RI, 2007
dicatat oleh
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
8. Penatalaksanaan
HIV/AIDS sampai saat ini memang belum dapat disembuhkan secara
total. Namun data selam 8 tahun terakhir menunjukkan bukti yang amat
meyakinkan bahwa pegobatan dengan menggunakan kombinasi beberapa
obat anti HIV bermanfaat untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas dini
akibat infeksi HIV. (Djoerban Z dkk,2006)
Secara umum, penatalaksanaan odha terdiri atas beberapa jenis, yaitu:
a. Pengobatan
untuk
menekan
replikasi
virus
HIV
dengan
obat
antiretroviral (ARV).
b. Pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi dan kanker yang
menyertai infeksi HIV/AIDS, seperti jamur, tuberkulosis, hepatitis,
toksoplasmosis, sarkoma kaposi, limfoma, kanker serviks.
c. Pengobatan suportif, yaitu makanan yang mempunyai nilai gizi yang
lebih baik dan pengobatan pendukung lain seperti dukungan psikososial
dan dukungan agama serta juga tidur yang cukup dan perlu menjaga
10
Jika
tidak
tersedia
pemeriksaan CD4
Terapi ARV tidak diberikan
Bila jumlah total limfosit
<1200
11
12
< 350/mm3. Juga pada ibu hamil stadium klinis manapun dengan CD4 <
350 / mm3. Keputusan untuk memulai terapi ARV pada ODHA dewasa dan
remaja didasarkan pada pemeriksaan klinis dan imunologis. Namun Pada
keadaan tertentu maka penilaian klinis saja dapat memandu keputusan
memulai terapi ARV. Mengukur kadar virus dalam darah (viral load) tidak
dianjurkan sebagai pemandu keputusan memulai terapi. (Depkes RI, 2007)
10. Panduan Kombinasi Obat ARV
Kombinasi tiga obat antiretroviral merupakan regimen pengobatan ARV
yang dianjurkan oleh WHO, yang dikenal sebagai Highly Active
AntiRetroviral Therapy atau HAART. Kombinasi ini dinyatakan bermanfaat
dalam terapi infeksi HIV. Semula, terapi HIV menggunakan monoterapi
dengan AZT dan duo (AZT dan 3TC) namun hanya memberikan manfaat
sementara yang akan segera diikuti oleh resistensi. (Yunihastuti E, 2005)
WHO merekomendasikan penggunaan obat ARV lini pertama
berupa kombinasi 2 NRTI dan 1 NNRTI. Obat ARV lini pertama di
Indonesia yang termasuk NRTI adalah AZT, lamivudin (3TC) dan stavudin
(d4T). Sedangkan yang termasuk NNRTI adalah nevirapin (NVP) dan
efavirenz (EFZ). ( Depkes RI, 2007)
LINI PERTAMA
No.
1.
Nama generik
Zinovudin
(NRTIs)
Formulasi
Tablet:
300mg
Data farmakokinetik
Semua umur
13
2.
Lamivudin
(NRTIs)
3.
Kombinasi
Tablet: 300
tetap Zinovudin mg (AZT)
plus Lamivudin plus
150
mg (3TC)
Nevirapin
Tablet: 200
(NNRTIs)
mg
4.
Tablet: 150
mg
5.
Efavirenz
(NNRTIs)
600mg
Stavudin,
(NRTIs)
d4T 30 mg
7.
Abacavir
300 mg
Semua umur
< 8 tahun: 200
mg/m2
Dua minggu pertama
1x/hari.
Selanjutnya 2x/hari.
> 8 tahun: 120-150
mg/m2,
Dua minggu pertama,
1x/hari
Selanjutnya 2x/hari.
Hanya untuk anak >3 10-15
kg:
200
mg
tahun dan berat >10
1x/sehari.
kg
15 - <20 kg: 250 mg
1x/sehari.
20 - <25 kg: 300 mg
1x/hari
25 - <33 kg: 350 mg
1x/hari
33 - <40 kg: 400 mg
1x/hari
Dosis maksimal: > 40 kg:
600 mg 1x/hari
Semua umur
< 30 kg: 1 mg/kg/dosis,
2x/hari
30 kg atau lebih : 30
mg/dosis, 2x/hari
Umur > 3 bulan
< 16 tahun atau < 37.5 kg:
14
(NRTIs)
8.
Tenofovir
disoproxil
fumarat
(NRTIs)
Tenofovir
emtricitabin
9.
Tablet: 300
mg
8 mg/kg.dosis, 2x/hari
Dosis maksimal: >16 tahun
atau > 37.5 kg 300
mg/dosis, 2x/hari
Diberikan setiap 24 jam.
Interaksi obat dengan ddl,
tidak lagi dipadukan dengan
ddl.
+ tablet 200
mg/
300
mg
Gunakan selalu jarum suntik yang steril dan baru setiap kali akan melakukan
penyuntikan atau proses lain yang mengakibatkan terjadinya luka
Bila ibu hamil dalam keadaan HIV positif sebaiknya diberitahu tentang
semua resiko dan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi pada dirinya
sendiri dan bayinya, sehingga keputusan untuk menyusui bayi dengan ASI
sendiri bisa dipertimbangkan.
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Djoerban Z, Djauzi S. HIV/AIDS di Indonesia. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, eds. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 4th
ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI 2006
2. Djauzi S, Djoerban Z. Penatalaksanaan HIV/AIDS di pelayanan kesehatan
dasar. Jakarta: Balai Penerbit FKUI 2002.
3. Depkes RI 2007
4. Fauci AS, Lane HC. Human Immunodeficiency Virus Disease: AIDS and
related disorders. In: Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hause
16
SL, Jameson JL. editors. Harrisons Principles of Internal Medicine. 17th ed.
The United States of America: McGraw-Hill
5. Kelompok Studi Khusus AIDS FKUI. In: Yunihastuti E, Djauzi S, Djoerban
Z, editors. Infeksi oportunistik pada AIDS. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
2005.
6. Merati TP, Djauzi S. Respon imun infeksi HIV. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, eds. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 4th ed.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI 2006
7. Mustikawati DE. Epidemiologi dan pengendalian HIV/AIDS. In: Akib AA,
Munasir Z, Windiastuti E, Endyarni B, Muktiarti D, editors. HIV infection in
infants and children in Indonesia: current challenges in management. Jakarta:
Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM 2009
8. Pedoman Nasional Terapi Antiretroviral. Panduan Tatalaksana Klinis Infeksi
HIV pada orang Dewasa dan Remaja edisi ke-2, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan 2007
17