Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

Hipertensi merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas


paling sering diseluruh dunia. Kelainan pembuluh darah ini dapat berdampak
langsung maupun tidak langsung terhadap system organ tubuh. Hipertensi adalah
tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan
diastolnya diatas 90 mmHg. Pada populasi usia lanjut, hipertensi didefinisikan
sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolic 90 mmHg.
Hipertensi merupakan penyebab utama gagal jantung, stroke, dan gagal
ginjal. Disebut juga sebagai silent killer karena orang dengan hipertensi sering
tidak menampakkan gejala, penyakit ini lebih sering menyerang wanita daripada
pria. Hipertensi sering ditemukan pada usia lanjut, diperkirakan 23 % wanita dan
14% pria berusia lebih dari 65 tahun menderita hipertensi, 3 kali lebug sering
dibandingkan dengan usia lanjut tanpa hipertensi pada usia yang sama.
Kurangnya pengetahuan dalam konteks keluarga yang mempunyai
masalah hipertensi termasuk anggota keluarga yang usia lanjut mengakibatkan
tidak tepatnya penanganan yang dilakukan pada penderita, hal ini juga dapat
berpengaruh pada fungsi dan peran anggota keluarga. Pengobatan hipertensi
memerlukan jangka waktu yang lama (seumur hidup) karena hipertensi hanya
dapat dikurangi atau dikontrol bukan dihilangkan. Dianjurkan agar upaya
penanganan hipertensi dilakukan secara continue dan terus menerus
Gejala hipertensi umumnya tidak nyata sering sudah terlambat dan
berkomplikasi barulah diketahui penyebab utamanya. Mereka yang menderita
hipertensi mempunyai risiko besar bukan saja terhadap penyakit jantung tetapi
juga terhadap penyakit saraf, ginjal, dan vaskuler. Gaya hidup yang
memperhatikan tekanan darah adalah mengurangi berat badan, diet gizi seimbang,
olahraga teratur, mengurangi konsumsi garam. Jumlah garam yang berlebih dalam
aliran darah menyebabkan tubuh menarik lebih banyak air dalam darah. Hal ini

menyebabkan tekanan pada dinding pembuluh darah jadi naik dan jantung bekerja
lebih keras
Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa kasus hipertensi
yang cukup banyak ditemukan ditengah-tengah masyarakat sebenarnya dapat
ditatalaksana dengan cukup komprehensif dalam bahkan pada pusat pelayanan
kesehatan di tingkat primer. Oleh sebab itu, penulis mengangkatkan sebuah kasus
hipertensi seorang pasien warga Kelurahan Gurun Lawas Kecamatan Nanggalo
untuk dijadikan sebagai proyek program Keluarga Binaan Dokter Muda Rotasi II
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas periode kerja Puskesmas Nanggalo.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipertensi
2.1.1 Definisi
Hipertensi

adalah

suatu

keadaan

dimana

seseorang

mengalami

peningkatan tekanan darah diatas normal yang ditunjukkan oleh angka sistolik
(bagian atas) dan angka diastolik (bagian bawah) pada pemeriksaan tensi darah.
Nilai normal tekanan darah seseorang secara umum adalah 120/80 mmHg.
Hipertensi sering disebut sebagai the silent disease. Umumnya penderita tidak
mengetahui dirinya mengidap hipertensi sebelum memeriksakan tekanan
darahnya.
Krisis hipertensi adalah suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan
darah yang sangat tinggi (tekanan darah sistolik 180 mm Hg dan / atau diastolik
120 mm Hg yang membutuhkan penanganan segera.
Berdasarkan keterlibatan organ target, krisis hipertensi dibagi menjadi dua
kelompok yaitu sebagai berikut.
1) Hipertensi darurat (emergency hypertension) yaitu kenaikan tekanan darah
mendadak (sistolik 180 mm Hg dan / atau diastolik 120 mm Hg) dengan
kerusakan organ target yang bersifat progresif, sehingga tekanan darah harus
diturunkan segera, dalam hitungan menit sampai jam.
2) Hipertensi mendesak (urgency hypertension) yaitu kenaikan tekanan darah
mendadak (sistolik 180 mm Hg dan / atau diastolik 120 mm Hg) tanpa
kerusakan organ target yang progresif atau minimal. Sehingga penurunan
tekanan darah bisa dilaksanakan lebih lambat, dalam hitung jam sampai hari.

2.1.2 Klasifikasi Tekanan Darah


Batasan hipertensi ditetapkan dan dikenal dengan ketetapan JNC VII (The
Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation and Treatment of Hight Blood Pressure). Ketetapan ini juga telah
disepakati Badan Kesehatan Dunia (WHO), organisasi hipertensi International
(ISH), maupun organisasi hipertensi regional, termasuk Indonesia (InaSH).
Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah
Tekanan darah sistolik

Tekanan darah diastolik

(mmHg)

(mmHg)

< 120

dan < 80

Prehipertensi

120 139

atau 80 89

Hipertensi tahap I

140 159

atau 90 99

Hipertensi tahap II

> 160

> 100

Kalsifikasi tekanan darah


Normal

Sumber : the seventh report of Joint National commitee in Prevention, Detection,


Evaluations and treatment in High Blood Pressure (JNC 7)
Penyakit darah tinggi atau hipertensi dikenal dengan 2 type klasifikasi,
diantaranya sebagai berikut.
1.

Hipertensi Primer
Hipertensi Primer adalah suatu kondisi dimana terjadinya tekanan darah
tinggi sebagai akibat dampak dari gaya hidup seseorang dan faktor
lingkungan. Seseorang yang pola makannya tidak terkontrol dan
mengakibatkan kelebihan berat badan atau bahkan obesitas, merupakan
pencetus awal untuk terkena penyakit tekanan darah tinggi. Begitu pula
sesorang yang berada dalam lingkungan atau kondisi stressor tinggi sangat
mungkin terkena penyakit tekanan darah tinggi, termasuk orang-orang
yang kurang olahraga pun bisa mengalami tekanan darah tinggi.

2.

Hipertensi Sekunder
Hipertensi Sekunder adalah suatu kondisi dimana terjadinya peningkatan
tekanan darah tinggi sebagai akibat seseorang mengalami/menderita
4

penyakit lainnya seperti gagal jantung, gagal ginjal, atau kerusakan sistem
hormon tubuh. Sedangkan pada Ibu hamil, tekanan darah secara umum
meningkat saat kehamilan berusia 20 minggu. Terutama pada wanita yang
berat badannya di atas normal atau gemuk (gendut).

2.1.3 Epidemiologi
Data epidemiologis menunjukkan bahwa dengan makin meningkatnya
populasi usia lanjut, maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar
juga akan bertambah, dimana baik hipertensi sistolik maupun kombinasi
hipertensi sistolik dan diastolik sering timbul pada lebih dari separuh orang yang
berusia >65 tahun. Pengendalian tekanan darah dalam dekade terakhir ini hanya
mencapai 34% dari seluruh pasien hipertensi.
Sampai saat ini, data hipertensi yang lengkap sebagian besar berasal dari
negara-negara yang sudah maju. Data dari The National Health and Nutrition
Examination Survey (NHNES) menunjukkan bahwa dari tahun 1999-2000,
insiden hipertensi pada orang dewasa adalah sekitar 29-31%, yang bearti terdapat
58-65 juta orang hipertensi di Amerika, dan terjadi peningkatan 15 juta dari data
NHANES III tahun 1988-1991.dari seluruh kasus hipertensi, 95% merupakan
kasus hipertensi esensial (tidak diketahui sebabnya).

2.1.4 Etiologi dan Faktor Resiko


Hipertensi primer tidak disebabkan oleh faktor tunggal dan khusus.
Hipertensi ini disebabkan berbagai faktor yang saling berkaitan. Hipertensi
sekunder disebabkan oleh faktor primer yang diketahui yaitu seperti kerusakan
ginjal, gangguan obat tertentu, stress akut, kerusakan vaskuler dan lain-lain.
Adapun penyebab paling umum pada penderita hipertensi maligna adalah
hipertensi yang tidak terobati. Adapun resiko relatif hipertensi tergantung pada
jumlah dan keparahan dari faktor resiko yang dapat dimodifikasi dan yang tidak
dapat dimodifikasi.
5

Faktor-faktor yang tidak dapat dimodifikasi antara lain faktor genetika, umur,
jenis kelamin, dan etnis. Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi meliputi
stress, obesitas dan nutrisi.
a.

Faktor genetik
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabakan

keluarga itu mempunyai resiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan


dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara
potassium terhadap sodium. Orang dengan orang tua dengan hipertensi
mempunyai resiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada
orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi.
b.

Umur
Insidensi hipertensi meningkat seirng dengan pertambahan usia. Pasien

yang berumur di atas 60 tahun, 50 60 % mempunyai tekanan darah lebih


besar atau sama dengan 140/90 mmHg. Hal itu merupakan pengaruh
degenerasi yang terjadi pada orang yang bertambah usianya.
Hipertensi merupakan penyakit multifaktorial yang munculnya oleh
karena interaksi berbagai faktor. Dengan bertambahnya umur, maka tekanan
darah juga akan meningkat. Setelah umur 45 tahun, dinding arteri akan
mengalami penebalan oleh karena adanya penumpukan zat kolagen pada
lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur menyempit dan
menjadi kaku. Tekanan darah sistolik meningkat karena kelenturan pembuluh
darah besar yang berkurang pada penambahan umur sampai dekade ketujuh
sedangkan tekanan darah diastolik meningkat sampai dekade kelima dan
keenam kemudian menetap atau cenderung menurun. Peningkatan umur akan
menyebabkan beberapa perubahan fisiologis, pada usia lanjut terjadi
peningkatan resistensi perifer dan aktivitas simpatik. Pengaturan tekanan
darah yaitu refleks baroreseptor pada usia lanjut sensitivitasnya sudah
berkurang, sedangkan peran ginjal juga sudah berkurang dimana aliran darah
ginjal dan laju filtrasi glomerulus menurun
c.

Jenis kelamin
6

Laki-laki mempunyai resiko lebih tinggi untuk menderita hipertensi


lebih awal. Laki-laki juga mempunyai resiko lebih besar terhadap morbiditas
dan mortalitas kardiovaskuler. Sedangkan di atas umur 50 tahun hipertensi
lebih banyak terjadi pada wanita. Pada premenopause wanita mulai kehilangan
sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh
darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen
tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami, yang
umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun
d.

Etnis
Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam dari pada yang

berkulit putih. Belum diketahui secara pasti penyebabnya. Namun pada orang
kulit hitam ditemukan kadar renin yag lebih rendah edan sensitifitas terhadap
vasopressin lebih besar.
e.

Stress
Stress akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah

jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas syaraf simpatetik. Adapun stress


ini dapat berhubungan dengan pekerjaan, kelas sosial, ekonomi, dan
karakteristik personal.
f.

Obesitas
Penelitian epidemiologi menyebutkan adanya hubungan antara berat

badan dengan tekanan darah baik pada pasien hipertensi maupun normotensi.
Pada populasi yang tidak ada peningkatan berat badan seiring peningkatan
umur, tidak dijumpai peningkatan tekanan darah sesuai peningkatan umur.
Obesitas terutama pada tubuh bagian atas dengan peningkatan jumlah lemak
pada bagian perut.
Berat badan merupakan faktor determinan pada tekanan darah pada
kebanyakan kelompok etnik di semua umur. Menurut National Institutes for
Health USA (NIH, 1998), prevalensi tekanan darah tinggi pada orang dengan
Indeks Massa Tubuh (IMT) >30 (obesitas) adalah 38% untuk pria dan 32%
untuk wanita, dibandingkan dengan prevalensi 18% untuk pria dan 17%
7

untuk wanita bagi yang memiliki IMT <25 (status gizi normal menurut
standar internasional).
Menurut Hall (1994) perubahan fisiologis dapat menjelaskan hubungan
antara kelebihan berat badan dengan tekanan darah, yaitu terjadinya resistensi
insulin dan hiperinsulinemia, aktivasi saraf simpatis dan sistem reninangiotensin, dan perubahan fisik pada ginjal. Peningkatan konsumsi energi
juga meningkatkan insulin plasma, dimana natriuretik potensial menyebabkan
terjadinya reabsorpsi natrium dan peningkatan tekanan darah secara terus
menerus.
g.

Merokok
Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat dapat

dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi maligna dan risiko


terjadinya stenosis arteri renal yang mengalami ateriosklerosis.
Dalam penelitian kohort prospektif oleh dr. Thomas S Bowman (2007)
dari Brigmans and Womens Hospital, Massachussetts terhadap 28.236
subyek yang awalnya tidak ada riwayat hipertensi, 51% subyek tidak
merokok, 36% merupakan perokok pemula, 5% subyek merokok 1-14 batang
rokok perhari dan 8% subyek yang merokok lebih dari 15 batang perhari.
Subyek terus diteliti dan dalam median waktu 9,8 tahun. Kesimpulan dalam
penelitian ini yaitu kejadian hipertensi terbanyak pada kelompok subyek
dengan kebiasaan merokok lebih dari 15 batang perhari.
h.

Tipe Kepribadian
Secara statistik pola perilaku tipe A terbukti berhubungan dengan

prevalensi hipertensi. Pola perilaku tipe A adalah pola perilaku yang sesuai
dengan kriteria pola perilaku tipe A dari Rosenman yang ditentukan dengan
cara observasi dan pengisian kuisioner self rating dari Rosenman yang sudah
dimodifikasi. Mengenai bagaimana mekanisme pola perilaku tipe A
menimbulkan hipertensi banyak penelitian menghubungkan dengan sifatnya
yang ambisius, suka bersaing, bekerja tidak pernah lelah, selalu dikejar waktu
dan selalu merasa tidak puas. Sifat tersebut akan mengeluarkan katekolamin
8

yang dapat menyebabkan prevalensi kadar kolesterol serum meningkat,


hingga akan mempermudah terjadinya aterosklerosis.
Stress akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah
jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Adapun stress
ini dapat berhubungan dengan pekerjaan, kelas sosial, ekonomi, dan
karakteristik personal
i.

Nutrisi
Sodium adalah penyebab dari hipertensi esensial, asupan garam yang

tinggi akan menyebabkan pengeluaran berlebihan dari hormon natriouretik


yang secara tidak langsung akan meningkatkan tekanan darah. Sodium secara
eksperimental menunjukkan kemampuan untuk menstimulasi mekanisme
vasopressor pada susunan syaraf pusat. Defisiensi potasium akan berimplikasi
terhadap terjadinya hipertensi.

2.1.5 Patofisiologi
Dalam tubuh terdapat empat sistem yang mengendalikan tekanan darah yaitu
baroreseptor, pengaruh volume cairan tubuh, sistem renin-angiotensin, dan
autoregulasi pembuluh darah. Meskipun penyebab hipertensi secara tepat belum
diketahui, telah dipahami bersama bahwa hipertensi merupakan kondisi yang
multifaktorial.
Hipertensi akan terjadi apabila ada perubahan pada persamaan tekanan darah
karena adanya perubahan salah satu faktor yaitu resistensi pembuluh darah perifer
maupun curah jantung. Beberapa faktor penting yang dapat mempengaruhi
perubahan dua hal tersebut. Hipertensi akan terjadi ketika ada masalah pada
sistem kontrol atau monitoring dan pengaturan tekanan darah.
Ada beberapa hipotesis tentang patofisiologi peningkatan darah berkaitan
dengan konsep bahwa hipertensi sebagai sesuatu yang bersifat kondisi
multifaktorial. Beberapa hipotesis tersebut antara lain menyebut bahwa hipertensi
merupakan akibat dari sebagai berikut.
9

1) Peningkatan aktivitas sistem syaraf simpatik berhubungan dengan


kerusakan dari sistem syaraf otonom,
2) Peningkatan reabsorbsi sodium, klor, dan air oleh ginjal, berhubungan
dengan variasi genetika bagaimana ginjal mengatur sodium,
3) Peningkatan

aktivitas

sistem

renin-angiotensin-aldosteron

yang

menyebabkan ekspansi cairan ekstravaskuler dan meningkatkan resistensi


sistemik,
4) Penurunan vasodilatasi dari arteriola berkaitan dengan kerusakan endotel
pembuluh darah,
5) Resistensi terhadap aksi insulin mungkin merupakan faktor yang berkait
dengan hipertensi pada diabetes tipe 2, hipertrigliseridemia, obesitas dan
intoleransi glukosa.
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin
II dari angiotensin I oleh angiotensin
I converting enzyme (ACE). ACE
Renin
memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah
mengandung angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon,
Angiotensin I

renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang
Angiotensin
I Converting
Enzyme
terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi
angiotensin
II. Angiotensin
II
(ACE)

inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua
aksi utama.

Angiotensin II

Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan


rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar Stimulasi
pituitari) dan
bekerja
pada
sekresi
aldosteron
sekresi hormon ADH rasa
haus

dari
ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya
ADH,
korteks adrenal
sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis),
ekskresi NaCl sehingga
(garam)
dengan
menjadi
pekat
dan
tinggi
osmolalitasnya.
Untuk
mengencerkannya,
volume
cairan
Urin sedikit pekat &

ekstraseluler osmolaritas
akan ditingkatkan dengan cara menarik
cairan daridi bagian
mereabsorpsinya
tubulus
ginjal

intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhirnya akan


mengentalkan
meningkatkan
tekanan darah.

konsentrasi NaCl di
pembuluh darah

Menarik cairan intraseluler


ekstraseluler

Diencerkan dengan volume

volume darah

volume darah

tekanan darah

tekanan darah

ekstraseluler

10

Gambar 2.1
Patofisiologi hipertensi

Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.


Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada
ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi
ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya
konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume

11

cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan
darah.
Patogenesis dari hipertensi esensial merupakan multifaktorial dan sangat
komplek. Faktor-faktor tersebut mengubah fungsi tekanan darah terhadap perfusi
jaringan yang adekuat meliputi mediator hormon, aktivitas vaskuler, volume
sirkulasi darah, kaliber vaskuler, viskositas darah, curah jantung, elastisitas
pembuluh darah dan stimulasi neural, serta dapat dipicu oleh beberapa faktor
meliputi faktor genetik, asupan garam dalam diet, tingkat stress dapat berinteraksi
untuk memunculkan gejala hipertensi.
Lingkungan Hereditas

Pre-Hipertensi

Hipertensi Dini

Hipertensi Menetap

Tanpa
Komplikasi

Dengan
Komplikasi
Jantung:

Hipertensi
maligna

hipertropi

Pembuluh

gagal
jantung

darah:
Aneurisma

Otak:

Ginjal:

Iskemia
trombosis

Nefrosklreos
is gagal
ginjal

perdarahan

infark

Gambar 2.2. Perjalanan Alamiah Hipertensi Primer yang Tidak Terobati


Perjalanan penyakit hipertensi esensial berkembang dari hipertensi yang
kadang-kadang muncul menjadi hipertensi yang persisten. Setelah periode
asimtomatik yang lama, hipertensi persisten berkembang menjadi hipertensi
dengan komplikasi, dimana kerusakan organ target di aorta dan arteri kecil,
jantung, ginjal, retina dan susunan saraf pusat.
12

Progresifitas hipertensi dimulai dari prehipertensi pada pasien umur 10-30


tahun (dengan meningkatnya curah jantung) kemudian menjadi hipertensi dini
pada pasien umur 20-40 tahun (dimana tahanan perifer meningkat) kemudian
menjadi hipertensi pada umur 30-50 tahun dan akhirnya menjadi hipertensi
dengan komplikasi pada usia 40-60 tahun

2.1.6 Tanda dan Gejala


Pasien mungkin merasakan gejala yang tidak berarti. Onset hipertensi yang
bertahap sering disebut silent killer. Hipertensi dapat muncul setelah setahun atau
dtemukan saat sudah terjadi komplikasi. Ketika terjadi kenaikan tekanan darah
yang berarti maka pasien dapat merasakan gejala seperti sakit kepala, mengantuk,
keletihan, sulit tidur, gemetaran, mimisan atau penglihatan yang kabur. Sedangkan
pada pasien hipertensi maligna dapat ditemukan pasien mengalami sakit kelapa,
kerusakan penglihatan, kejang bahkan bisa sampai koma.
Peningkatan tekanan darah yang berkepanjangan akan merusak pembuluh
darah yang ada di sebagian besar tubuh. Pada beberapa organ seperti jantung,
ginjal, otak dan mata, akan mengalami kerusakan. Gagal jantung, infark miokard,
gagal ginjal, stroke dan gangguan penglihatan adalah konsekuensi yang umum
dari hipertensi.
Ketika gejala spesifik muncul hal ini berhubungan dengan kerusakan
vaskuler pada organ yang mendapatkan aliran darah dari pembuluh darah tersebut.
Sebagai contoh, adanya angina adalah dampak dari hipertensi terhadap jantung.
Perubahan patologi pada ginjal akan ditandai dengan nokturia. Pada
serebrovaskuler akan ditandai adanya perubahan penglihatan, cara bicara,
mengantuk, tiba-tiba jatuh kelemahan dan hemiplegi.
Gambaran klinis krisis hipertensi umumnya adalah gejala organ target yang
terganggu, diantaranya nyeri dada dan sesak nafas pada gangguan jantung dan
diseksi aorta; mata kabur dan edema papilla mata; sakit kepala hebat, gangguan
kesadaran dan lateralisasi pada gangguan otak; gagal ginjal akut pada gangguan

13

ginjal; di samping sakit kepala dan nyeri tengkuk pada kenaikan tekanan darah
umumnya. Gambaran klinik hipertensi darurat dapat dilihat pada table 2.

Tabel 2. Gambaran Klinik Hipertensi Darurat 5


Tekanan
Funduskopi
Status neurologi

Jantung

Ginjal

Gastrointestinal
Mual, muntah

darah
> 220/140

Perdarahan,

Sakit kepala,

Denyut jelas,

Uremia,

mmHg

eksudat,

kacau, gangguan

membesar,

proteinuria

edema papilla

kesadaran,

dekompensasi,

kejang.

oliguria

2.1.7. Diagnosis
Diagnosis krisis hipertensi harus ditegakkan sedini mungkin, karena hasil
terapi tergantung kepada tindakan yang cepat dan tepat. Tidak perlu menunggu
hasil pemeriksaan yang menyeluruh walaupun dengan data-data yang minimal
kita sudah dapat mendiagnosis suatu krisis hipertensi.
2.1.7.1. Anamnesis
Sewaktu penderita masuk, dilakukan anamnesa singkat. Hal yang penting
ditanyakan :
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Riwayat hipertensi, lama dan beratnya.


Obat anti hipertensi yang digunakan dan kepatuhannya.
Usia, sering pada usia 30 70 tahun.
Gejala sistem syaraf ( sakit kepala, pusing, perubahan mental, ansietas ).
Gejala sistem ginjal ( gross hematuri, jumlah urine berkurang )
Gejala sistem kardiovascular ( adanya payah jantung, kongestif dan oedem

paru, nyeri dada ).


g. Riwayat penyakit glomerulonefrosis, pyelonefritis.
h. Riwayat kehamilan, tanda- tanda eklampsi.

2.1.7.2. Pemeriksaan Fisik

14

Pada pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah dikedua


lengan, mencari kerusakan organ sasaran ( retinopati, gangguan neurologi, payah
jantung kongestif, diseksi aorta ). Palpasi denyut nadi di keempat ekstremitas.
Auskultasi untuk mendengar ada atau tidak bruit pembuluh darah besar, bising
jantung dan ronki paru.
Perlu dibedakan komplikasi krisis hipertensi dengan kegawatan neurologi
ataupun payah jantung, kongestif dan oedema paru. Perlu dicari penyakit penyerta
lain seperti penyakit jantung koroner.

2.1.7.3. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk membantu menegakkan
diagnosis adalah sebagai berikut.
1) Pemeriksaan laboratorium awal : urinalisis, Hb, Ht, ureum, kreatinin, gula
darah dan elektrolit.
2) Pemeriksaan penunjang: elektrokardiografi, foto thorak
3) Pemeriksaan penunjang lain bila memungkinkan: CT scan kepala,
ekokardiogram, ultrasonogram.

2.1.8. Penanganan Hipertensi


Tujuan penanganan pasien hipertensi adalah untuk mencegah morbiditas dan
mortalitas yang berkaitan dengan tingginya tekanan darah. Tekanan darah
diharapkan dapat dipertahankan di bawah 140/90 mmHg atau di bawah 130/80
mmHg untuk pasien yang mengalami diabetes dan gagal ginjal. Penanganan
hipertensi terdiri dari 2 :

15

a. Nonfarmakologis
Pada tahap awal dilakukan dengan modifikasi gaya hidup meliputi
penurunan berat badan, pembatasan asupan garam, olahraga, pembatasan
konsumsi alkohol, pembatasan konsumsi kopi, menggunakan teknik relaksasi,
tidak merokok, meningkatkan konsumsi buah dan sayur serta menurunkan
asupan lemak.
Selama ini para peneliti menerapkan strategi The Big Four untuk
mengatasi

hipertensi,

yaitu

dengan

mengurangi

konsumsi

garam,

mempertahankan berat badan sehat, berolahraga, dan menjauhi minuman


keras. Sekarang strategi itu bertambah satu, yaitu dengan menjalani diet
DASH (Dietary Approach to Stop Hypertension) secara teratur.
Prinsip utama dari diet DASH adalah menyajikan menu makan dengan
gizi seimbang yang kaya akan pangan sumber kalium, kalsium, magnesium,
serat makanan dari sayuran, buah, dan susu, serta membatasi lemak jenuh,
kolesterol, garam, gula, kopi, dan minuman keras. Menurut studi tahun 1997,
efek dari diet DASH yang dilakukan selama 8 minggu menunjukkan
penurunan tekanan darah sebesar 11,4mmHg untuk sistolik dan 5,5 mmHg
untuk diastolik.
Menu makanan dalam sehari yang disarankan dalam diet DASH adalah
sebagai berikut.

16

Gambar 1.1 Diet DASH


Sumber : The Harvard Medical School Guide to Lowering Your Blood
Pressure
Dari piramid tersebut menunjukkan bahwa makan yang diperbolehkan
dengan jumlah yang lebih banyak berada pada gambar yang paling bawah dan
yang diperbolehkan dalam jumlah yang sedikit adalah yang berada di gambar
paling atas. Untuk memudahkan pengukuran porsi yang akan disajikan dapat
dilihat pada daftar bahan makanan penukar.
Selain dari makanan, penurunan berat badan bagi penderita yang memiliki
berat badan lebih juga bisa menurunkan tekanan darah. Setiap penurunan berat
badan sebanyak 1kg dapat menurunkan tekanan darah 1mmHg. Untuk mengukur

17

berat badan ideal dapat dihitung dengan Indeks Massa Tubuh (IMT). Rumus IMT
adalah sebagai berikut.

Hasil :

< 19

underweight

19 24

normal

25 29

overweight

30

obesitas

Dari penelitian didapatkan bahwa penurunan berat maksimum yang aman


adalah sebanyak 0.5 1 kg per minggu.
Olahraga yang teratur juga dapat menurunkan tekanan darah seseorang.
Menurut penelitian The American College of Sports Medicine, dengan olahraga
secara teratur dapat menurunkan tekanandarah sebanyak 11 mmhg untuk sistolik
dan 9 mmHg untuk diastolik. Jenis olahraga yang dianjurkan yaitu jalan, jogging,
atau bersepeda. Olahraga dilakukan secara teratur minimal 30 menit per minggu.
Selain yang disebutkan diatas, mencegah stress juga membantu penderita
tidak jatuh kepada penyakit hipertensi yang lebih berat. Untuk mencegah
mengalami strss, setidaknya ada 3 cara sebagai berikut.
1) Primary prevention : dengan cara merubah cara kita melakukan sesuatu.
Untuk keperluan ini kita perlu memiliki skills yang relevan, misalnya skill
mengatur waktu, skill menyalurkan, skill mengorganisasikan, menata, dst.
2) Secondary prevention : strategi kita menyiapkan diri menghadapi stressor,
dengan cara diet, olahraga, rekreasi, istirahat, meditasi, dst.
3) Tertiary prevention : strategi kita menangani dampak stress yang terlanjur
ada, jika perlu meminta bantuan profesional.

18

b.

Farmakologis
Pasien hipertensi juga ditangani dengan pemberian obat anti hipertensi.
Pemilihan jenis obat ditentukan oleh tingginya tekanan darah, adanya resiko
kardiovaskuler dan kerusakan organ target. Jenis obat yang digunakan
dibedakan menjadi beberapa golongan yaitu : diuretik, ACEI (angiotensin
coverting enzyme inhibitor), ARB (angiotensin reseptor blocker), BB (beta
blocker) dan CCB (calcium channel blocker). Masing-masing golongan
mempunyai karakteristik dan efek samping yang berbeda.
Golongan diuretik dan beta blocker merupakan obat hipertensi
pilihan pertama. Hal ini terutama jika tidak dijumpai komplikasi maupun
indikasi pengobatan khusus. Pada tahap awal pemberian obat antihipertensi
dimulai dengan dosis yang rendah. Jika tekanan darah tidak kunjung turun.
Dosis dinaikkan secara bertahap. Ketika tekanan darah kurang dari 140/90
mmHg selama satu tahun maka penurunan dosis dan tipe obat antihipertensi
dianjurkan. Adapun untuk meningkatkan kepatuhan pasien dianjuran para
klinisi merencanakan program pengobatan yang sederhana, jadwal yang
sesuai dan idealnya satu hari hanya satu pil saja.
Penatalaksanaan krisis hipertensi sebaiknya dilakukan di rumah sakit,
namun dapat dilaksanakan di tempat pelayanan primer sebagai pelayanan
pendahuluan dengan pemberian obat anti hipertensi oral. Penatalaksanaan
krisis hipertensi berdasarkan penilian awal dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Algoritma untuk Evaluasi Krisis Hipertensi

Parameter

Tekanan

Hipertensi Mendesak

Hipertensi Darurat

Biasa

Mendesak

> 180/110

> 180/110

> 220/140

Sakit kepala,

Sakit kepala hebat,

Sesak napas, nyeri dada,

kecemasan; sering

sesak napas

nokturia, dysarthria,

darah
(mmHg)
Gejala

kali tanpa gejala

kelemahan, kesadaran
menurun
19

Pemeriksaan

Tidak ada

Kerusakan organ

Ensefalopati, edema paru,

kerusakan organ

target; muncul klinis

insufisiensi ginjal, iskemia

target, tidak ada

penyakit

jantung

penyakit

kardiovaskuler, stabil

kardiovaskular
Terapi

Awasi 1-3 jam;

Awasi 3-6 jam; obat

Pasang jalur IV, periksa

memulai/teruskan

oral berjangka kerja

laboratorium standar, terapi

obat oral, naikkan

pendek

obat IV

Periksa ulang

Periksa ulang dalam

Rawat ruangan/ICU

dalam 3 hari

24 jam

dosis
Rencana

Adapun obat hipertensi oral yang dapat dipakai untuk hipertensi mendesak
(urgency) dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Obat hipertensi oral
Obat

Dosis

Efek / Lama Kerja

Perhatian khusus

Captopril

12,5 - 25 mg PO;

15-30 min/6-8 jam ;

Hipotensi, gagal ginjal,

ulangi per 30 min ;

SL 10-20 min/2-6

stenosis arteri renalis

SL, 25 mg

jam

PO 75 - 150 ug,

30-60 min/8-16 jam

Clonidine

ulangi per jam


Propanolol 10 - 40 mg PO;

kering
15-30 min/3-6 jam

ulangi setiap 30 min


Nifedipine

5 - 10 mg PO;
ulangi setiap 15

Hipotensi, mengantuk, mulut


Bronkokonstriksi, blok
jantung, hipotensi ortostatik

5 -15 min/4-6 jam

Takikardi, hipotensi,
gangguan koroner

menit
SL, Sublingual. PO, Peroral

Sedangkan untuk hipertensi darurat (emergency) lebih dianjurkan untuk


pemakaian parenteral, daftar obat hipertensi parenteral yang dapat dipakai dapat
dilihat pada tabel 5.

20

Tabel 5. Obat hipertensi parenteral 3,5


Obat

Dosis

Efek / Lama

Perhatian khusus

Kerja
Sodium

0,25-10 mg /

langsung/2-3

Mual, muntah, penggunaan jangka

nitroprusside

kg / menit

menit setelah

panjang dapat menyebabkan

sebagai infus IV

infus

keracunan tiosianat,
methemoglobinemia, asidosis,
keracunan sianida.
Selang infus lapis perak

Nitrogliserin

500-100 mg

2-5 min /5-10

Sakit kepala, takikardia, muntah, ,

sebagai infus IV

min

methemoglobinemia; membutuhkan
sistem pengiriman khusus karena
obat mengikat pipa PVC

Nicardipine

5-15 mg / jam

1-5 min/15-30

Takikardi, mual, muntah, sakit

sebagai infus IV

min

kepala, peningkatan tekanan


intrakranial; hipotensi

Klonidin

150 ug, 6 amp

30-60 min/ 24

Ensepalopati dengan gangguan

per 250 cc

jam

koroner

5-15

1-5 min/ 15-

Takikardi, mual, muntah, sakit

ug/kg/menit

30 min

kepala, peningkatan tekanan

Glukosa 5%
mikrodrip
Diltiazem

sebagi infus IV

intrakranial; hipotensi

Pada hipertensi darurat (emergency) dengan komplikasi seperti hipertensi


emergensi dengan penyakit payah jantung, maka memerlukan pemilihan obat
yang tepat sehingga tidak memperparah keadaannya. Pemilihan obat untuk
hipertensi dengan komplikasi dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Obat yang dipilih untuk Hipertensi darurat dengan komplikasi
Komplikasi

Obat Pilihan

Target Tekanan Darah

Diseksi aorta

Nitroprusside + esmolol

SBP 110-120 sesegera

AMI, iskemia

Nitrogliserin, nitroprusside,

mungkin
Sekunder untuk bantuan

Edema paru

nicardipine
Nitroprusside, nitrogliserin,

iskemia
10% -15% dalam 1-2 jam
21

Gangguan Ginjal

labetalol
Fenoldopam, nitroprusside,

20% -25% dalam 2-3 jam

Kelebihan katekolamin
Hipertensi ensefalopati
Subarachnoid

labetalol
Phentolamine, labetalol
Nitroprusside
Nitroprusside, nimodipine,

10% -15% dalam 1-2 jam


20% -25% dalam 2-3 jam
20% -25% dalam 2-3 jam

hemorrhage
nicardipine
Stroke Iskemik
nicardipine
AMI, infark miokard akut; SBP, tekanan sistolik bood.

0% -20% dalam 6-12 jam

2.1.8 Pemantauan dan Tindak Lanjut


Pada dasarnya pemeriksaan tekanan darah diajurkan untuk semua orang baik
yang penderita hipertensi maupun yang normal. Pemantauan tekanan darah pada
pasien dengan hipertensi yang mendapatkan pengobatan merupakan hal yang
penting berkaitan dengan keefektifan pengobatan yang dilakukan dan perubahan
tekanan darah yang mengindikasikan perlunya perubahan rencana pengobatan.
Perawatan lanjutan penting sehingga proses penyakit dapat dikaji dan ditangani
berdasarkan apa yang ditemukan pada saat dilakukan pengkajian dan
pemeriksaan. Dalam laporan dari JNC 7, pasien yang mendapatkan terapi obat
hipertensi memerlukan kunjungan ulang tidak lanjut dan menyesuaikan
pengobatan. Kegiatan tersebut dilakukan setiap bulan sampai tujuan terapi
tercapai. Kunjungan lebih sering diperlukan bagi mereka yang mengalami
hipertensi tahap II atau hipertensi dengan mempunyai komplikasi atau faktor
morbiditas. Setelah tekanan darah sesuai dengan tujuan dan stabil maka
kunjungan dapat dilakukan dalam interval 3 6 bulan.
Pengobatan

antihipertensi

umumnya

selama

hidup.

Penghentian

pengobatan cepat atau lambat akan diikuti dengan naiknya tekanan darah sampai
seperti sebelum dimulai pengobatan antihipertensi. Walaupun demikian, ada
kemungkinan untuk menurunkan dosis dan jumlah obat antihipertensi secara
bertahap bagi pasien yang diagnosis hipertensinya sudah pasti serta tetap patuh
terhadap pengobatan nonfarmakologis. Tindakan ini harus disertai dengan
pengawasan tekanan darah yang ketat.
Berikut ini adalah skema dalam penanganan hipertensi :
22

Lifestyle
modifications

Not goal blood pressure ( <140/90 mmHg, < 130/80


mmHg for those with diabetes or chronic kidney
disease)
Initial drug
choise

Without compelling
indication

With compelling
indication

Stage 1

Stage 2

Hypertension

Hypertension

Thiazid-type
diuretics for
most. May
consider ACE,
ARB, BB, CCB, or
combination

Two drug
combination for
most (usually
thiazid-type
diuretic and
ACEI, or ARB or
BB, or CCB

Drug(s) for the


compelling
indications
Other
antihypertensive
drugs (diuretic,
ACEI, ARB, BB,
CCB) as needed

Not at goal blood


pressure

Optimize dosages or add additional drugs


until goal blood pressure is achieve. Consider
the consultation with hypertension specialist

Sumber :

Report of the Seventh Joint National Committee on Prevention, Detection,

Evaluation ant Treatment of High Blood Pressure (JNC 7).


2.1.9 Komplikasi
23

Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit


jantung, gagal jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit ginjal.
Tekanan darah yang tinggi umumnya meningkatkan resiko terjadinya komplikasi
tersebut. Hipertensi yang tidak diobati akan mempengaruhi semua sistem organ
dan akhirnya memperpendek harapan hidup sebesar 10-20 tahun.
Mortalitas pada pasien hipertensi lebih cepat apabila penyakitnya tidak
terkontrol dan telah menimbulkan komplikasi ke beberapa organ vital. Sebab
kematian yang sering terjadi adalah penyakit jantung dengan atau tanpa disertai
stroke dan gagal ginjal. Dengan pendekatan sistem organ dapat diketahui
komplikasi yang mungkin terjadi akibat hipertensi, yaitu:
Tabel. 2.3 Komplikasi Hipertensi
No
1

Sistem organ
Jantung

Komplikasi
Infark miokard
Angina pectoris
Gagal jantung kongestif

System saraf pusat

Stroke
Ensefalopati hipertensif

Ginjal

Gagal ginjal kronis

Mata

Retinopati hipertensif

Pembuluh darah perifer

Penyakit pembuluh darah perifer

Sumber : Hoeymans N, Smit HA, Verkleij H, Kromhout D., 1999 : 520)

Komplikasi yang terjadi pada hipertensi ringan dan sedang mengenai mata,
ginjal, jantung dan otak. Pada mata berupa perdarahan retina, gangguan
penglihatan sampai dengan kebutaan. Gagal jantung merupakan kelainan yang
sering ditemukan pada hipertensi berat selain kelainan koroner dan miokard. Pada
otak sering terjadi perdarahan yang disebabkan oleh pecahnya mikroaneurisma
yang dapat mengakibakan kematian. Kelainan lain yang dapat terjadi adalah
proses tromboemboli dan serangan iskemia otak sementara (Transient Ischemic
24

Attack/TIA). Gagal ginjal sering dijumpai sebagai komplikasi hipertensi yang


lama dan pada proses akut seperti pada hipertensi maligna.
Risiko penyakit kardiovaskuler pada pasien hipertensi ditentukan tidak
hanya tingginya tekanan darah tetapi juga telah atau belum adanya kerusakan
organ target serta faktor risiko lain seperti merokok, dislipidemia dan diabetes
melitus. Tekanan darah sistolik melebihi 140 mmHg pada individu berusia lebih
dari 50 tahun, merupakan faktor resiko kardiovaskular yang penting. Selain itu
dimulai dari tekanan darah 115/75 mmHg, kenaikan setiap 20/10 mmHg
meningkatkan risiko penyakit kardiovaskuler sebanyak dua kali.

DAFTAR PUSTAKA

1. Whelton PK. Epidemiology and the prevention of hypertension. J Clin


Hypertens. 2004; 6(11):636-42.
25

2. Fisher NDL, Williams GH. Hypertensive vascular disease. In : Kasper DL,


Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, et all, editors. Harrisons
principle of internal medicine. 16th edition. New York : McGraw Hill;
2005. p. 1463-80.
3. U.S. Department of Health and Human Services. The Seventh Report of
the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure. National Institute of Health : 2004.
4. Bickley LS. Bates Guide to physical examination and history taking. 8 th
edition. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins; 2003.p.75-80.
5. Benowitz NL. Antihypertensive agents. In : Katzung, Bertram G, editor.
Basic & clinical pharmacology. 9th edition. Singapore : The McGraw-Hill
Companies, Inc.; 2004.p.160-83.
6. Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Robbins and Cotrans Pathologic Basis of
Diesease. 7th edition. Boston: Elsevier B. V.: 2004.
7. National Institute for Health and Clinical Excellence. Hypertension.
Management

of

hypertension

in

adults

in

primary

care.

London:NICE;2006.
8. Shapo L, Pomerleau J, McKee M. Epidemiology of Hypertension and
Associated Cardiovascular Risk Factors in a Country in Transition.
Albania: Journal Epidemiology Community Health 2003;57:734739
9. Yogiantoro M. Hipertensi Esensial dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid I Edisi IV. Jakarta: FK UI. 2006.
10. Wade, A Hwheir, D N Cameron, A. 2003. Using a Problem Detection
Study (PDS) to Identify and Compare Health Care Privider and Consumer
Views of Antihypertensive therapy. Journal of Human Hypertension, Jun
Vol 17 Issue 6, p397.
11. Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Hypertensive Vascular Disease. Dalam:
Robin and Cotran Pathologic Basis of Disease, 7 th edition. Philadelpia:
Elsevier Saunders, 2005.p 528-529.

26

12. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Kendalikan Stress dan


Hipertensi, Raih Produktivitas. http://www.depkes.co.id

BAB II
LAPORAN KASUS

27

A. STATUS PASIEN
1. Identitas Pasien
a. Nama/ kelamin/ umur

: Ny.F /perempuan/85 tahun

b. Pekerjaan/ pendidikan

: Ibu rumah tangga/SD

c. Alamat

: Kel. Gurun Lawas Kec. Nanggalo RT 1

RW I

2. Latar belakang sosial-ekonomi-demografi-lingkungan keluarga


a. Status perkawinan

: Janda

b. Jumlah anak

: 3 orang

c. Status ekonomi keluarga : Kurang


d. KB

:-

e. Kondisi rumah

Rumah permanen 1 lantai, pekarangan cukup luas, dinding terbuat


dari bata, sebagian dinding rumah belum diplester.

Dapur terletak di ruang tengah rumah, berbagai perkakas dapur


tidak disusun rapi

Ventilasi cukup, jendela dan sumber cahaya cukup

Sumber air berasal dari air sumur

WC ada di dalam rumah

Sampah dibakar di belakang rumah

Kesan: Higien kurang baik, sanitasi cukup baik

28

f. Kondisi lingkungan keluarga


- Jumlah penghuni rumah sebanyak 2 orang yaitu pasien cucu laki-laki
pasien 1 orang
3. Aspek Psikologis Keluarga
-

Pasien hanya tinggal berdua dengan seorang cucu laki-laki pasien


yang sedang menempuh pendidikan di salah satu perguruan tinggi
negeri di Kota Padang. Pasien hanya tinggal seorang diri di rumah
dari pagi sampai sore hari karena cucu pasien baru pulang ke
rumah pada malam hari.

Pasien memiliki salah seorang anak yang tinggal di Kota Padang,


tetapi hubungan antara keduanya kurang harmonis sehingga tinggal
di rumah yang berbeda.

Dukungan keluarga terhadap penyakit yang diderita pasien kurang


baik, seperti kurangnya perhatian keluaarga terhadap kondisi dan
perkembangan penyakit pasien, pengontrolan selama masa
pengobatan dan masa rehabilitasi.

4. Riwayat Penyakit Dahulu/ Penyakit Keluarga


-

Pasien telah dikenal hipertensi sejak 25 tahun yang lalu

Riwayat hipertensi pada keluarga disangkal

Riwayat diabetes melitus dan penyakit jantung koroner disangkal

5. Keluhan Utama
Sakit kepala sejak 3 hari yang lalu

29

6. Riwayat Penyakit Sekarang


-

Sakit kepala sejak 3 hari yang lalu, rasa pusing berputar tidak ada

Rasa berat ditengkuk ada sejak 3 hari yang lalu

Jantung berdebar-debar ada sejak 3 hari yang lalu

Mual muntah ada

Nyeri dada tidak ada

Sesak napas setelah bekerja berat tidak ada

Terbangun malam hari karena sesak tidak ada

Penglihatan kabur ada

BAK dan BAB biasa, tidak ada keluhan

Riwayat makan makanan yang mengandung banyak garam dan


lemak ada namun sudah mulai dikurangi

Kebiasaan olahraga tidak ada. Pasien harus menggunakan tongkat


untuk berjalan sejak 10 tahun yang lalu. Saat ini pasien lebih
banyak duduk dan berbaring di tempat tidur

Riwayat merokok tidak ada

Pasien biasa berobat ke Puskesmas Pembantu Kampung koto jika


timbul keluhan dan pasien diberikan obat captopril 2x25 mg
namun keluhan tidak banyak berkurang

7. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum

: Baik

30

Kesadaran

: CMC

Nadi

:teraba kuat, teratur, frekuensi 87 kali/menit

Nafas

: teratur , frekuensi 18x/menit

TD

: 190/100 mmHg

Suhu

: afebris

BB

: - kg

TB

: - cm

BMT : -

Mata

: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Kulit

: turgor kulit baik

Dada
Paru

: Inspeksi

: simetris kanan dan kiri

Palpasi

: fremitus sama kiri dan kanan

Perkusi

: sonor

Auskultasi

: vesikuler, wheezing (-), ronkhi (-)

Jantung: Inspeksi

: iktus tidak terlihat

Palpasi

: iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi

: Atas RIC II
Kanan Linea strnalis dekstra
Kiri 1 jari medial LMCS RIC V

Auskultasi

: bunyi jantung murni, irama teratur, bisisng (-)


31

Abdomen

Inspeksi

: tidak tampak membuncit

Auskultasi

: bising usus (+) normal

Palpasi

: supel, hepar dan lien tidak teraba

Perkusi

: timpani

Anggota Gerak : Refleks Fisiologis ++/++ Reflex Patologi -/-

8. Pemeriksaan Anjuran :
-

EKG

Konsul Mata

Konsul Gizi

9. Diagnosis Kerja : Hipertensi stage II


10. Diagnosis Banding : -

B. MENETAPKAN MASALAH KESEHATAN DALAM KELUARGA


Masalah kesehatan dalam keluarga adalah sebagai berikut.
1) Hipertensi sejak 25 tahun yang lalu
32

2) Pasien sudah berusia 85 tahun, sudah tidak mampu lagi mengurus


dirinya sendiri
3) Kurang mendapat perhatian dari keluarga. Pasien memiliki hubungan
yang kurang baik dengan anak-anaknya.
4) Pasien memiliki gangguan penglihatan karena proses regenerasi
factor usia pada organ penglihatan
5) Pasien susah berjalan,harus menggunakan tongkat untuk berjalan
dan lebih banyak terbaring di tempat tidur.

C. REKOMENDASI

SOLUSI

KESEHATAN

KELUARGA

SESUAI

DENGAN

MELALUI

MASALAH

PENDEKATAN

KOMPREHENSIF DAN HOLISTIK


1. Preventif :
a) Tidak mengkonsumsi makanan seperti jeroan, durian, daging
terutama daging kambing. Kurangi makanan yang digoreng.
Kurangi takaran garam setiap memasak.
b) Melakukan aktivitas seperti olah raga ringan di dalam rumah ratarata selama 30 menit tiap hari.
c) Istirahat cukup 6-8 jam sehari
d) Hindari stress

2. Promotif
a) Tingkatkan konsumsi buah dan sayur
b) Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakit ini tidak dapat
disembuhkan namun bisa dikontrol dengan membiasakan pola
hidup sehat.
33

c) Menjelaskan kepada keluarga pasien untuk ikut serta memberikan


dukungan dan partisipasinya dalam rangkaian pengobatan dan
rehabilitasi pasien, mengingat usia pasien yang sudah sangat tua
yang sudah memiliki keterbatasan untuk merawat dirinya sendiri.

3. Kuratif
a) Captopril 25 mg 3x1
b) Vitamin B kompleks 3x1

4. Rehabilitatif
-

Kontrol ke puskesmas minimal 1 kali sebulan

D. FOLLOW UP (HOME VISITE)

LAMPIRAN
34

Ruang Kamar Pasien

Kamar Mandi Pasien

Bagian Depan Rumah

Loteng Rumah

Ruang Dapur

Ruang Belakang Rumah

35

Anda mungkin juga menyukai