SPONDILITIS TUBERKULOSIS
I.
DEFINISI
II.
ETIOLOGI
III.
PATOFISIOLOGI
Penyakit ini pada umumnya mengenai lebih dari satu vertebra. Infeksi
berawal dari bagian sentral, bagian depan atau daerah epifisial korpus
vertebra. Kemudian terjadi hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan
osteoporosis dan perlunakan korpus. Selanjutnya terjadi kerusakan pada
korteks epifisis, diskus intervertebralis, dan vertebra sekitarnya. Kerusakan
pada bagian depan korpus ini akan menyebabkan terjadinya kifosis.
Kemudian eksudat ( yang terdiri atas serum, leukosit, kaseosa, tulang
yang fibrosis serta basil tuberkulosa ) menyebar ke depan, di bawah
dan
menyebar
ke
lateral
di
belakang
muskulus
tuberkulosa.
vertebra
thorakalis
mempunyai
kanalis
Kifosis
atau
gibus
bersifat
permanen
oleh
karena
IV.
MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis spondilitis tuberkulosa yaitu:
Badan lemah, lesu, nafsu makan berkurang, dan berat badan menurun.
Suhu subfebril terutama pada malam hari dan sakit (kaku) pada
punggung. Pada anak-anaksering disertai denganmenangis pada malam
hari.
Pada awal dijumpai nyeri interkostal, nyeri yang menjalar dari tulang
belakang ke garis tengah atas dada melaluiruang interkostal. Hal ini
disebabkan oleh tertekannya radiks dorsalis di tingkat torakal.
Nyeri spinal menetap dan terbatasnya pergerakan spinale. Deformitas
pada punggung (gibbus)
Pembengkakan setempat (abses)
Adanya proses tbc (Tachdjian, 2005).Kelainan neurologis yang terjadi
pada 50 % kasus spondilitis tuberkulosa karena proses destruksi lanjut
berupa:
V.
DIAGNOSIS
Diagnosis pada spondilitis tuberkulosa meliputi:
1. Anamnesis
Anamnesis dilakukan untuk mendapatkan keterangan dari pasien,
meliputi keluhan utama, keluhan sistem badan,riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu, dan riwayat penyakit keluarga
atau lingkungan.
2. Pemeriksaan fisika
a. InspeksI : Pada klien dengan spondilitis tuberkulosa kelihatan
lemah, pucat, dan pada tulang belakang terlihat bentukkiposis.
b. Palpasi : Sesuai dengan yang terlihat pada inspeksi, keadaan
tulang belakang terdapat adanya gibbus pada area tulangyang
mengalami infeksi.
c. Perkusi : Pada tulang belakang yang mengalami infeksi terdapat
nyeri ketok.
d. Auskultasi
ditemukan kelainan.
3. Pemeriksaan medis dan laboratorium (Lauerman, 2006).
VI.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang pada spondilitis tuberkulosa yaitu:
1. Pemeriksaan laboratoriuma.
a. Pemeriksaan darah lengkap didapatkan leukositosis dan LED
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
meningkat.
Uji mantoux positif tuberkulosis.
Uji kultur biakan bakteri dan BTA ditemukan Mycobacterium.
Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional.
Pemeriksaan hispatologis ditemukan tuberkel.
Pungsi lumbal didapati tekanan cairan serebrospinalis rendah.
Peningkatan CRP (C-Reaktif Protein).
Pemeriksaan serologi dengan deteksi antibodi spesifik dalam
sirkulasi.
DNA
kuman
tuberkulosis
melekatkannukleotida
osteolitik,
skelerosis,
sirkumferensi tulang.
f. MRI
mengevaluasi
osteomielitis
tulang
kolaps
infeksi
diskus,
diskus
belakang
dan
intervertebralis
serta
dan
menunjukkan
VII.
gangguan
DIAGNOSIS BANDING
Osteitis piogen
Poliomielitis
Skoliosis idiopatik
Penyakit paru dengan ( bekas )
empiema
Metastasis tulang belakang
Kifosis senilis
karsinoma prostat
Kifosis tidak lokal, osteoporosis
seluruh rangka
kerangka.
g. Penyakit paru dengan bekas empiema tulang belakang bebas
penyakit
h. Infeksi kronik non tuberkulosis seperti infeksi jamur (blastomikosis).
i. Proses yang berakibat kifosis dengan atau tanpa skoliosis (Currier,
2004).
Infeksi piogenik (contoh : karena staphylococcal/suppurative
spondylitis). Adanya sklerosis atau pembentukan tulangbaru
pada foto rontgen menunjukkan adanya infeksi piogenik. Selain
itu keterlibatan dua atau lebih corpus vertebrayang berdekatan
lebih menunjukkan adanya infeksi tuberkulosa daripada infeksi
bakterial lain.
Infeksi enterik (contoh typhoid, parathypoid). Dapat dibedakan
dari pemeriksaan laboratorium.
Tumor/penyakit keganasan (leukemia, Hodgkinds disease,
eosinophilic granuloma, aneurysma bone cyst danEwingds
sarcoma) Metastase dapat menyebabkan destruksi dan
kolapsnya corpus vertebra tetapi berbedadengan spondilitis
tuberkulosa karena ruang diskusnya tetap dipertahankan.
Secara radiologis kelainan karenainfeksi mempunyai bentuk
yang lebih difus sementara untuk tumor tampak suatu lesi yang
berbatas jelas.
Scheuermannds disease mudah dibedakan dari spondilitis
tuberkulosa oleh karena tidak adanya penipisan
korpusvertebrae kecuali di bagian sudut superior dan inferior
bagian anterior dan tidak terbentuk abses paraspinal.
VIII.
TATALAKSANA
Pada prinsipnya pengobatan tuberkulosis tulang belakang harus dilakukan
sesegera mungkin untuk menghentikan progresivitas penyakit serta
mencegah paraplegia.
2. Terapi operatif
Indikasi operasi yaitu:
Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau
malah semakin berat. Biasanya tiga minggu sebelum tindakan operasi
dilakukan, setiap spondilitis tuberkulosa diberikan obat tuberkulostatik.
Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara
terbuka dan sekaligus debrideman serta bone graft.
Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos, mielografi ataupun
pemeriksaan CT dan MRI ditemukan adanya penekanan langsung pada
medulla spinalis.
Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi
penderita tuberkulosis tulang belakang, namun tindakan operatif masih
memegang peranan penting dalam beberapa hal, yaitu bila terdapat cold
abses (abses dingin), lesi tuberkulosa, paraplegia dan kifosis.
Abses Dingin (Cold Abses)
Cold abses yang kecil tidak memerlukan tindakan operatif oleh karena
dapat terjadi resorbsi spontan dengan pemberian tuberkulostatik. Pada
abses yang besar dilakukan drainase bedah. Ada tiga cara menghilangkan
lesi tuberkulosa, yaitu:
a. Debrideman fokal
b. Kosto-transveresektomi
c. Debrideman fokal radikal yang disertai bone graft di bagian depan.
Paraplegia
Penanganan yang dapat dilakukan pada paraplegia, yaitu:
a. Pengobatan dengan kemoterapi semata-mata
b. Laminektomi
c. Kosto-transveresektomi
d. Operasi radikal
e. Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang
PSSW
Instrumentasi posterior torakolumbal bertujuan meningkatkan atau
menjaga stabilitas segmen tulang belakang, mengurangi deformitas kifosis
(gibus), dan untuk membagi beban yang diterima tulang belakang oleh
struktur jaringan tubuh. Instrumentasi posterior untuk kasus-kasus spondilitis
tuberkulosis dapat dilakukan dengan beberapa alternatif seperti wiring
systems (luque wiring, rummond/wisconsin wiring), hook-based systems
(pedicle, transverse proces) dll.
IX.
KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh spondilitis tuberkulosa yaitu:
1. Pottds paraplegiaa.
Muncul pada stadium awal disebabkan tekanan ekstradural oleh pus
maupun sequester atau invasi jaringangranulasi pada medula spinalis.
Paraplegia ini membutuhkan tindakan operatif dengan cara dekompresi
medulaspinalis dan saraf.
Muncul pada stadium lanjut disebabkan oleh terbentuknya fibrosis dari
jaringan granulasi atau perlekatantulang (ankilosing) di atas kanalis
spinalis.
2. Ruptur abses paravertebraa.
Pada vertebra torakal maka nanah akan turun ke dalam pleura sehingga
menyebabkan empiema tuberculosis.
Pada vertebra lumbal maka nanah akan turun ke otot iliopsoas
membentuk psoas abses yang merupakan coldabsces (Lindsay, 2008).
3. Cedera corda spinalis (spinal cord injury). Dapat terjadi karena adanya
tekanan ekstradural sekunder karena pustuberkulosa, sekuestra tulang,
sekuester dari diskus intervertebralis (contoh : Pottds paraplegia
prognosabaik) atau dapat juga langsung karena keterlibatan korda spinalis
oleh jaringan granulasi tuberkulosa (contoh :menigomyelitis prognosa
buruk). Jika cepat diterapi sering berespon baik (berbeda dengan kondisi
paralisis padatumor). MRI dan mielografi dapat membantu membedakan
paraplegi karena tekanan atau karena invasi dura dancorda spinalis.