Anda di halaman 1dari 24

LI. 1.

HIPERTENSI PADA KEHAMILAN


LO. 1.1. KLASIFIKASI

1.1 Definisi
Hipertensi dalam kehamilan adalah adanya tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih setelah
kehamilan 20 minggu pada wanita yang sebelumnya normotensif, atau kenaikan tekanan
sistolik 30 mmHg dan atau tekanan distolik 15 mmHg di atas nilai normal.
1.2 Etiologi
Penyebab primer belum diketahui pasti, namun ada beberapa faktor yang menjadi predisposisi
1. Faktor kardio-reno-vaskuler
Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan eklamsia.
Pada penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada separuh kasus solusio
plasenta berat, dan separuh dari wanita yang hipertensi tersebut mempunyai penyakit
hipertensi kronik, sisanya hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan.
2. Faktor trauma
Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli.
Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas, versi
luar atau tindakan pertolongan persalinan
Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.
3. Faktor paritas ibu
Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Beberapa penelitian
menerangkan bahwa makin tinggi paritas ibu makin kurang baik keadaan endometrium.
4. Faktor usia ibu
Makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi menahun.
5. Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat menyebabkan solusio plasenta
apabila plasenta berimplantasi di atas bagian yang mengandung leiomyoma.
6. Faktor pengunaan kokain
Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan peningkatan
pelepasan katekolamin yang bertanggung jawab atas terjadinya vasospasme pembuluh darah
uterus dan berakibat terlepasnya plasenta. Namun, hipotesis ini belum terbukti secara
definitive.
7. Faktor kebiasaan merokok.
Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus solusio plasenta
sampai dengan 25% pada ibu yang merokok 1 (satu) bungkus per hari. Ini dapat diterangkan
pada ibu yang perokok plasenta menjadi tipis, diameter lebih luas dan beberapa abnormalitas
pada mikrosirkulasinya.

8. Riwayat solusio plasenta sebelumnya


Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan riwayat solusio
plasenta adalah bahwa resiko berulangnya kejadian ini pada kehamilan berikutnya jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak memiliki riwayat solusio plasenta.
9. Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uterus pada vena cava
inferior dikarenakan pembesaran ukuran uterus oleh adanya kehamilan, dan lain-lain.

HIPERTENSI KRONIK

Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang terjadi sebelum kehamilan atau sebelum
usia kehamilan 20 minggu dan bukan merupakan penyebab dari penyakit tropoblastik
kehamilan. Hipertensi yang terdiagnosa setelah usia kehamilan 20 minggu dan menetap
selama lebih dari 12 minggu setelah melahirkan termasuk dalam klasifikasi hipertensi
kronis.

HIPERTENSI GESTASIONAL

Gejala yang timbul adalah peningkatan tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih pada awal
kehamilan, tidak terdapat proteinuria, tekanan darah kembali normal kurang dari 12
minggu setelah kelahiran dan diagnosis bisa ditegakkan jika setelah pasien melahirkan.

PREEKLAMSI SUPERIMPOSE PADA HIPERTENSI


DEFINISI

Hipertensi pada perempuan hamil yang kemudian mengalami proteinuria, atau pada yang
sebelumnya sudah ada hipertensi dan proteinuria adanya kenaikan mendadak tekanan
darah atau proteinuria, trombositopenia atau peningkatan enzim hati
FAKTOR RESIKO

Menurut Sibai (2003), faktor-faktor yang berpotensi sebagai etiologi :


a. Invasi trofoblastik abnormal kedalam vasa uterina.
b. Intoleransi imonologi antara maternal dengan jaringan feto-maternal .
c. Maladaptasi maternal terhadap perubahan kardiovaskular atau inflamasi selama
kehamilan.
d. Defisiensi bahan makanan tertentu ( nutrisi ).
e. Pengaruh genetik.
MANIFESTASI KLINIS & DIAGNOSIS
Proteinuria dengan onset yang cepat (>300 mg dalam urin 24 jam) dengan wanita hamil
dengan hipertensi tetapi tidak terjadi proteinuria sebelum usia kehamilan 20 minggu.
Peningkatan tekanan darah atau proteinuria atau penurunan jumlah platelet hingga
dibawah 100.000 secara tiba-tiba pada wanita dengan hipertensi atau proteinuria sebelum
usia kehamilan 20 minggu
TERAPI

Penanganan Obstetrik
Kehamilan < 37 minggu: kehamilan dipertahankan sampai aterm
Kehamilan > 37 minggu: jika serviks sudah matang, dilakukan amniotomi dan
kemudian induksi persalinan dengan oksitosin atau prostaglandin, jika serviks belum
matang, dilakukan pematangan dengan prostaglandin, atau sectio caesarea.

EKLAMSI

Definisi
Eklampsia merupakan kasus akut pada penderita preeklampsi, yang disertai kejang
menyeluruh dan koma. Sama halnya preeklampsia, eklampsia dapat timbul ante, intra,
dan postpartum. Eklampsia postpartum umumnya terjadi 24 jam pasca persalinan. Pada
penderita preeklamsia yang akan kejang,umumnya memberi gejala-gejala atau tandatanda khas, yang dapat dianggap sebagai tanda prondoma akan terjadinya. Preeklampsia
yang disertai dengan tanda-tanda prodoma ini disebut sebagai impending eclampsia atau
imminent eclamsia.
Patofisiologi
Kejang pada eklampsia harus dipikirkan kemungkinan kejang karena penyakit lain. Oleh
karena itu, diagnosa banding eklampsia menjadi sangat penting, misalnya perdarahan
otak, hipertensi, lesi kronis, kelainan metabolik, meningitis, epilepsi iatrogenik.
Eklampsia selalu didahului oleh preeklampsi.
Kejang-kejang dimulai dengan kejang tonik. Tanda-tanda kejang tonik adalah dengan
dimulainya gerakan kejang berupa twitching dari otot-otot muka khususnya sekitar mulut,
yang beberapa detik kemudia disusul kontraksi otot-otot tubuh yang menegang, sehingga
seluruh tubuh menjadi kaku. Pada keadaan ini wajah penderita mengalami distorsi, bola
mata menonjol, kedua lengan fleksi, tangan menggenggam, kedua tungkai dalam posisi
inverse. Semua otot tubuh saat ini dalam kondisi kontraksi tonik. Keadaan ini
berlangsung 15-30 detik.
Kejang tonik ini segera disusul dengang kejang klonik. Kejang klonik dimulai dengan
terbukanya rahang secara tiba-tiba dan tertutup kembali dengan kuat disertai pula dengan
terbuka dan menutupnya kelopak mata. Kemudian disusul dengan kontraksi intermitten
pada otot-otot muka dan otot-otot seluruh tubuh. Begitu kuat kontraksi otot-otot tubuh ini
sehingga seringkali penderita terlempar keluar dari tempat tidur. Seringkali pula lidah
tergigit akibat kontraksi otot rahang yang terbuka dan menutup dengan kuat. Dari mulut
keluar liur berbusa yang kadang-kandang disertai bercak darah. Wajah tampak
membengkak karena kongesti dan pada konjungtiva mata dijumpai bintik-bintik
perdarahan.
Pada saat kejang diafragma terfiksir sehingga pernafasan tertahan. Kejang klonik
berlangsung selama 1 menit. Setelah itu berangsur-angsur kejang melemah dan akhirnya
berhenti serta penderita jatuh dalam keadaan koma. Pada saat timbul kejang, tekanan
darah dengan cepat meningkat. Demikian juga suhu badan meningkat oleh karena
gangguan srebral. Penderita mengalami inkontensia didertai dengan oliguri atau anuria
dan kadang-kadang terjadi aspirasi bahan muntah. Koma yang terjadi setelah kejang

berlangsung bervariasi, bila tidak segera diberi obat antikejang maka akan segera disusul
episode kejang berikutnya.
Klasifikasi
Pada wanita yang menderita eklampsia timbul serangan kejang yang diikuti dengan
koma. Pembagian Eklampsia berdasarkan waktu terjadinya:
1. Eklampsia gravidarum (kejadian 50%-60%, serangan terjadi dalam keadaan hamil).
2. Eklampsia parturientum (kejadian sekitar 30-35%, saat sedang in partu, batas dengan
eklampsia gravidarum sukar ditentukan terutama saat mulai in partu).
3. Eklampsia puerperium (kejadian jarang (10%), terjadi serangan kejang atau koma
setelah persalinan berakhir).
Penanganan
Perawatan dasar eklampsia yang utama ialah terapi suportif untuk stabilisasi fungsi vital,
yang harus selalu diingat Airway, Breathing, Circulation (ABC), mengatasi dan
mencegah kejang, mengatasi hipoksemia, dan asidemia mencegah trauma pada pasien
pada waktu kejang, mengendalikan tekanan darah, khususnya pada waktu krisis
hipertensi, melahirkan janin pada waktu yang cepat dan dengan cara yang tepat.
Perawatan medikamentosa dan perawatan suportif eklampsia, merupakan perawatan yang
sangat penting. Tujuan utama pengobatan medikamentosa eklampsia adalah mencegah
dan menghentikan kejang, mencegah dan mengatasi penyulit, khususnya hipertensi krisis,
mencapai stabilisasi ibu seoptimal mungkin sehingga dapat melahirkan pada saat dan
dengan cara yang cepat.
a. Pengobatan Medikamentosa
1. Obat antikejang
Obat antikejang yang menjadi pilihan pertama ialah magnesium sulfat. Bila dengan jenis
obat inikejang masih sukar diatasi ,dapat dipakai obat jenis lain misalnya tiopetal.
Diazepam dapat dipakai sebagai alternatif pilihan, namun mengingat dosis yang
diperlukan sangat tinggi, pemberian diazepam hanya dilakukan oleh mereka yang telah
berpengalaman. Pemberian diuretikum hendaknya selalu disertai dengan memonitor
plasma elektrolit. Obat kardiotonika ataupun obat- obat anti hipertensi hendaknya selalu
disiapkan dan diberikan benar- benar atas indikasi.
2. Magnesium sulfat (MgS04)
Pemberian magnesium sulfat pada dasarnya sama seperti pemberian magnesium sulfat
pada preeklampsia berat. Pengobatan suportif terutama ditujukan untuk gangguan fungsi
organ- organ penting, misalnya tindakan- tindakan untuk memperbaiki asidosis,
mempertahankan ventilasi paru- paru, mengatur tekanan darah, mencegah dekompensasi
kordis. Pada penderita yang mengalami kejang dan koma, nursing care sangat penting ,
misalnya meliputi cara-cara perawatan penderita dalam suatu kamar isolasi, mencegah
aspirasi, mengatur infus penderita, dan monitoring produksi urin.
3. Perawatan pada waktu kejang

Pada penderita yang mengalami kejang, tujuan pertama pertolongan ialah mencegah
penderita mengalami trauma
akibat kejang- kejang tersebut. Dirawat dikamar isolasi cukup terang, tidak dikamar
gelap, agar bila terjadi sianosis dapat segera diketahui. Penderita dibaringkan ditempat
tidur yang lebar, dengan rail tempat tidur harus dipasang dan dikunci dengan kuat.
Selanjutnya masukkan sudap lidah ke dalam mulut penderita dan jangan coba melepas
sudap lidah yang sedang tergigit karena dapat mematahkan gigi, kepala direndahkan dan
daerah orofaring diisap. Hendaknya dijaga agar kepala dan ekstremitas penderita yang
kejang tidak terlalu kuat menghentak- hentak benda keras disekitarnya. Fiksasi badan
pada tempat tidur harus cukup kendor,guna menghindari fraktur. Bila penderita selesei
kejang- kejang segera beri oksigen.
4. Perawatan koma
Perlu diingat bahwa penderita koma tidak dapat bereaksi atau mempertahankan diri
terhadap suhu yang ekstrem, posisi tubuh yang menimbulkan nyeri dan aspirasi, karena
hilangnya reflex muntah. Bahaya besar yang mengancam penderita koma
ialahterbuntunya jalan nafas atas. Setiap penderita ekslampsia yang jatuh dalam koma
harus dianggap bahwa jalan nafas atas terbuntu, kecuali dibuktikan lain.
Oleh karena itu, tindakan pertama- pertama pada penderita yang jatuh koma (tidak sadar),
ialah menjaga dan mengusahakan agar jalan nafas atas tetap terbuka. Untuk menghindari
terbuntunya jalan nafas atas oleh pangkal lidah
dan epiglotis dilakukan tindakan sebagai berikut. Cara sederhana dan cukup efektif dalam
menjaga terbukanya jalan nafas atas, ialah dengan manuver head titl-neck lift, yaitu
kepala direndahkan dan leher dalam posisi ekstensi kebelakang atau head tilt- chain lift,
yaitu kepala direndahkan dan dagu ditarik keatas , atau jaw- thrust, yaitu mandibula kiri
kanan diekstensikan keatas sambil mengangkat kepala kebelakang. Tindakan ini
kemudian dapat dilanjutkan dengan pemasangan oropharyngeal airway.
Hal penting kedua yang perlu diperhatikan ialah bahwa penderita koma akan kehilangan
refleks muntah sehingga kemungkinan terjadinya aspirasi bahan lambung sangat besar.
Lambung ibu hamil harus selalu dianggap sebgai lambung penuh. Oleh karena itu semua
benda yang ada dalam rongga mulut dan tenggorokan, baik berupa lendir maupun sisa
makanan, harus segera diisap secara intermiten. Penderita ditidurkan dalam posisi stabil
untuk drainase lendir.
Monitoring kesadaran dan dalamnya koma dengan menggunakan glascow coma scale.
Pada perawatan koma perlu diperhatikan pencegahan dekubitus dan makanan penderita.
Pada koma yang lama , bila nutrisi tidak mungkin dapat diberikan melalui Naso Gastro
Tube ( NGT ).
5. Perawatan edema paru
Bila terjadi edema paru sebaiknya penderita dirawat di ICU karena membutuhkan
perawatan animasi dengan respirator.
b. Pengobatan Obstetrik

Sikap terhadap kehamilan ialah semua kehamilan dngan eklampsia harus diakhri, tanpa
memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Persalinan diakhiri bila sudh mencapai
stabilisasi (pemulihan) hemodinamika dan metabolisme ibu.
Prognosis
Bila penderita tidak terlambat dalam pemberian pengobatan, maka gejala perbaikan akan
nampak jelas setelah kehamilan diakhiri. Segera setelah persalinan berakhir, perubahan
patofisiologikpun akan segera mengalami perbaikan. Diuresis terjadi 12 jam setelah
persalinan. Keadaan ini merupakan tanda prognosis yang baik, karena hal ini merupakan
gejala pertama penyembuhan. Tekanan darah kembali normal dalam beberapa jam
kemudian.
Eklampsia tidak mempengaruhi kehamilan selanjutnya, kecuali pada janin dengan ibu
yang sudah mempunyai hipertensi kronik. Prognosis janin pada penderita eklampsia juga
tergolong buruk. Seringkali janin mati intrauterin atau mati pada fase neonatal karena
memang kondisi bayi sudah sangat inferior.
(Sarwono, 2010: 550-554)
LO. 1.2. PREEKLAMSIA

Definisi
Preeklampsia adalah sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat
vasospasme dan aktivasi endotel (Cunningham, 2005). Penyakit ini merupakan penyakit dengan
tanda-tanda hipertensi, edema dan proteinuria yang timbul akibat kehamilan yang biasanya
terjadi pada triwulan ketiga kehamilan tetapi dapat timbul juga sebelum triwulan ketiga seperti
pada pasien mola hidatidosa (Wiknjosastro, 2006). Preeklampsia merupakan penyulit kehamilan
yang akut dan dapat terjadi ante, intra, dan postpartum. Dari gejala-gejala klinik preeklampsi
dapat dibagi menjadi preeklampsi ringan dan berat. Pembagian preeklampsi ringan dan berat
tidaklah berarti adanya dua penyakit yang jelas berbeda, sebab seringkali penderita demgan
preeklampsi ringan dapat mendadak mengalami kejang dan jatuh dalam koma. (Sarwono,
2010:542).
Etiologi
Apa yang menjadi penyebab terjadinya preeklampsia hingga saat ini belum diketahui. Terdapat
banyak teori yang ingin menjelaskan tentang penyebab dari penyakit ini tetapi tidak ada yang
memberikan jawaban yang memuaskan. Teori yang dapat diterima harus dapat menjelaskan
tentang mengapa preeklampsia meningkat prevalensinya pada primigravida, hidramnion,
kehamilan ganda dan mola hidatidosa. Selain itu teori tersebut harus dapat menjelaskan
penyebab bertambahnya frekuensi preeklampsia dengan bertambahnya usia kehamilan, penyebab
terjadinya perbaikan keadaan penderita setelah janin mati dalam kandungan, penyebab jarang
timbul kembali preeklampsia pada kehamilan berikutnya dan penyebab timbulnya gejala-gejala
seperti hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma (Wiknjosastro, 2006).
Patogenesis
Preeklampsia telah dijelaskan oleh Chelsey sebagai disease of theories karena penyebabnya
tidak diketahui. Banyak teori yang menjelaskan patogenesis dari preeklampsia, diantaranya

adalah (1) fenomena penyangkalan yaitu tidak adekuatnya produksi dari blok antibodi, (2)
perfusi plasenta yang tidak adekuat menyebabkan keadaan bahaya bagi janin dan ibu, (3)
perubahan reaktivitas vaskuler, (4) ketidakseimbangan antara prostasiklin dan tromboksan, (5)
penurunan laju filtrasi glomerulus dengan retensi garam dan air, (6) penurunan volume
intravaskular, (7) peningkatan iritabilitas susunan saraf pusat, (8) penyebaran koagulasi
intravaskular (Disseminated Intravascular Coagulation, DIC), (9) peregangan otot uterus
(iskemia), (10) faktor-faktor makanan dan (11) faktor genetik. Dari teori-teori yang telah
dijelaskan sebelumnya, belum ada satupun yang dapat membuktikan proses patogenesis
preeklampsia yang sebenarnya (Pernoll, 1987).
1. KLASIFIKASI PREEKLAMSI
RINGAN

a. Definisi
Adalah suatu sindroma spesifik kehamilan dengan menurunnya perfusi organ yang berakibat
terjadinya vasospasme pembuluh darah dan aktivasi endotel.
b. Kriteria diagnosa
Tekanan darah 140/90 mmHg < 160/110 mmHg. Tekanan darah sistolik 140 atau
kenaikan 30 mmHg dengan interval pemeriksaan 6 jam. Tekanan darah diastolik 90 atau
kenaikan 15 mmHg dengan interval pemeriksaan 6 jam.
Proteinuria : proteinuria 300 mg/24 jam atau dipstick 1 + dipstik.
Edema : edema lokal pada tungkai tidak dimasukkan dalam kriteria diagnostik
preeklampsia kecuali pada lengan, muka dan perut, edema generalisata.
Kenaikan berat badan 1 kg atau lebih dalam seminggu.
c. Penanganan
1. Rawat jalan (ambulatoir)
Ibu hamil dengan preeklampsia ringan dapat dirawat secara rawat jalan. Dianjurkan ibu hamil
banyak istirahat (berbaring/tidur miring), Tetapi tidak harus mutlak selalu tirah baring.
Pada umur kehamilan di atas 20 minggu, tirah baring dengan posisi miring menghilangkan
tekanan rahim pada vena kava inferior, sehingga meningkatkan aliran darah balik dan akan
menambah curah jantung. Hal ini berarti pula meningkatkan aliran darah ke organ-organ vital.
Penambahan aliran darah ke ginjal akan meningkatkan filtrasi glomeruli dan meningkatkan
diuresis. Diuresis dengan sendiriya meningkatkan ekskresi natrium, menurunkan reaktivitas
kardiovaskular, sehingga mengurangi vasospasme. Peningkatan curah jantung akan
meningkatkan pula aliran darah rahim, menambah oksigenasi plasenta, dan memperbaiki kondisi
janin dalam rahim.
Pada preeklampsia tidak perlu dilakukan restriksi garam sepanjang fungsi ginjal masih normal.
Pada preeclampsia, ibu hamil umumnya masih muda, berarti fungsi ginjal masih bagus, sehingga
tidak perlu restriksi garam.

Diet yang mengandung 2 g natrium atau 4-6 g NaCl (garam dapur) adalah cukup. Kehamilan
sendiri lebih banyak membuang garam lewat ginjal, tetapi pertumbuhan janin justru
membutuhkan lebih banyak konsumsi garam. Bila konsumsi garam hendak dibatasi, hendaknya
diimbangi dengan konsumsi cairan yang banyak, berupa susu atau air buah. Diet diberikan
cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, garam secukupnya, dan robonsia prenatal. Tidak
diberikan obat-obat diuretik, antihipertensi, dan sedative. Dilakukan pemeriksaan refleks, kondisi
janin, laboratorium Hb, hematokrit, fungsi hati, urin lengkap, dan fungsi ginjal.
2. Rawat inap (dirawat di rumah sakit)
Pada keadaan tertenTu ibu hamil dengan preeclampsia ringan perlu dirawat di rumah sakit.
Kriteria preeklampsia
ringan dirawat di rumah sakit, ialah (a) bila tidak ada perbaikan: tekanan darah, kadar proteinuria
selama 2 minggu; (b) adanya satu atau lebih gejala dan tanda-tanda preeklampsi berat. Selama di
rumah sakit dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorik. Pemeriksaan kesej lebih
gejala dan tanda-tanda preeklampsi berat. Selama di rumah sakit dilakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan laboratorik. Pemeriksaan kesejahteraan janin, berupa pemeriksaan USG
dan Doppler khususnya unahteraan janin, berupa pemeriksaan USG dan Doppler khususnya
untuk evaluasi pertumbuhan janin dan jumlah cairan amnion. Pemeriksaaan nonstress test
dilakukan 2 kali seminggu dan konsultasi dengan bagian mata, jantung, dan lain-lain.
3. Penanganan Obstetrik
Kehamilan < 37 minggu: kehamilan dipertahankan sampai aterm
Kehamilan > 37 minggu: jika serviks sudah matang, dilakukan amniotomi dan kemudian
induksi persalinan dengan oksitosin atau prostaglandin, jika serviks belum matang,
dilakukan pematangan dengan prostaglandin, atau sectio caesarea.
(Sarwono, 2010: 543-544)

BERAT

a. Definisi
Preeklampsi berat ialah preeklampsi dengan tekanan darah sistolik 160 mmhg dan tekanan
diastoik 110 mmhg disertai proteinuria lebih 5 g/24jam.
b. Kriteria diagnose
Preeklamsia disrtai salah satu atau lebih gejala dan tanda :
1 Tekanan darah 160/110 mmHg. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil
sudah dirawat di rumah sakit dan sudah menjalani tirah baring.
2 Proteinuria : proteinuria 5 gram/24 jam atau 4 + dalam pemeriksaan kualitatif.
3 Oliguria : produksi urine < 400 500cc/24 jam.
4 Kenaikan kadar kreatinin plasma.
5 Edema paru dan sianosis.
6 Nyeri epigastrum dan nyeri kuadran kanan atas abdomen : disebabkan teregangnya
kapsula Gilsone. Nyeri dapat sebagai gejala awal rupture hepar.
7 Gangguan otak dan visus : perubahan kesadaran, nyeri kepala, skotomata, dan pandangan
kabur.
8 Gangguan fungsi hepar : peningkatan SGOT dan SGPT

9 Hemolisis mikroangiopatik
10 Trombositopenia: < 100.000 sel/mm3
11 Sindroma HEELP (Hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Low Platele Count)
c. Klasifikasi
1) Preeklampsi berat tanpa impending eclampsia
2) Preeklampsi berat dengan impending eclampsia
Dikatakan impending eclampsia bila preeklampsia berat disertai dengan tanda dan gejala
subjektif berupa nyeri kepala hebat, gangguan visus, nyeri epigastrium, muntah-muntah, dan
kenaikan progresif tekanan darah.
d. Penanganan
Terapi Medikamentosa:
Penderita eklamsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap dan dianjurkan tirah
baring miring kesatu sisi (kiri). Perawatan yang penting pada preeklamsia berat ialah
pengelolaan cairan. Karena penderita eklamsia dan preeklamsia mempunyai resiko tinggi untuk
terjadinya edema paru dan oliguria. Sebab terjadinya dua keadaan tersebut belum jelas, tetapi
factor yang sangat menetukan terjadinya edema paru dan oliguria adalah hipovolemia,
vasospasme,
kerusakan
sel
endosel.
Penurunan
gradient
tekanan
onkoik
koloid/pulmonarycapilarry wedge pressure. Oleh karena itu, monitoring input cairan (melalui
oral ataupun infuse)dan output (melalui urin) menjadi sangat penting.Artinya harus dilakuakan
pengukuran secara tepat berapa jumlah cairan yang dimasukan dan dikeluarkan melalui urin .
Bila terjadi tanda-tanda edema paru, segera dilakukan tindakan koreksi cairan yang diberikan
dapat berupa :
5% Ringer Dextrose atau cairan garam yang faali jumlah tetesan :< 125 cc/jam atau
Infus Dextrose 5% yang tiap 1 liternya diselingi dengan infuse ringer laktat (60-125
cc/jam)500 cc. Dipasang foley catheter untuk mengukur pengeluaran urin.Oliguria terjadi
bila produksi urin <30 cc/jam dalam 2-3 jam atau,500cc/24 jam.Diberikan antasida untuk
menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak kejang ,dapat menghindari resiko
aspirasi asam lambung yang sangat asam. Diet yang cukup yaprotein, rendah karbohidrat,
lemak dan garam.
Pemberian obat anti kejang
Obat anti kejang adalah: MgSO4
Contoh obat-obat lain yang dipakai untuk anti kejang :
1 Diasepam
2 Fenitoin
Difenihidantoin obat antikejang untuk epilepsy telah banyak dicoba pada penderita eklamsia.
Beberapa peneliti telah memakai bermacam-macam regimen. Fenitoin sodium mempunyai
khasiat stabilisasi membrane neuron, cepat masuk jaringan otak dan efek antikejang terjadi 3
meniit setelah injeksi intravena. Fenitoinsodium diberikan dalam 15mg/kg berat badan dengan
pemberian intravena 50 mg/menit. Hasilnya tidak lebih baik dari magnesium sulfat.
Pengalaman pemakaian fenitoin dibeberapa senter didunia masih sedikit .

Pemberian Magnesium Sulfat sebagai antikejang lebih efektif disbanding fenitoin, berdasarkan
cochranhe review terhadap enam uji klinik, yang melibatkan 897 penderita eklamsia. Obat
antikejang yang banyak dipakai di Indonesia adalah magnesium (MgSO4).
Magnesium Sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada rangsang serat saraaf
dengan menghamat
transmisi neuromuscular. Transimisi neuromuscular membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada
pemberian Magnesium sulfat, magnesium akan menggeser kalsium dan ion magnesium sulfat.
Magnesium sulfat sampai saa ini tetap menjadi pilihan pertama untuk antikejang pada
preeklamsia dan eklamsia. Banyak cara pemberian magnesium sulfat.
Cara pemberian :
Magnesium sulfat regimen
Loading dose :initial dose 4 gram MgSO4 :intravena (40% dalam 10 cc)selama 15
menit
Maintance dose: Diberikan infuse 6 gram dalam larutan ringer/6 jam atau diberikan 4
atau 5 gram i.m selanjutnya maintance dose diberikan 4 gram i.m tiap 4-6 jam.
Syarat-syarat Pemberian MgSO4
a Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikais yaitu kalsium glukonas
10%= 1g (10% dalam 10 cc)diberikan iv 3 menit.
b Reflek patella (+)
c Frekwensi pernafasan >16x/menit, tidak ada tanda-tanda distress nafas.
Magnesium sulfat dihentikan bila:
1 Ada tanda-tanda intoksikasi
2 Setelah 24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang berakhir.
Dosis terapeutik dan toksis MgSO4
1
Dosis Terapeutik 4-7 mEq/liter 4,8-8,4 mg/dl
2
Hilangnya reflex tendon 10 m Eq/liter 12 mg/dl
3
Terhentinya pernafasan 15 mEq/liter 18 mg/dl
4
Terhentinya Jantung >30 mEq/liter>36 mg/dl
Pemberian magnesium sulfat dapat menurunkan resiko kematian ibu dan didapatkan
50% dari pemberiannnya menimbulkan efek flushes (rasa panas).
Bila terjadi refrakter terhadap pemberian MgSO4, maka diberikan secara rutin, kecuali
bila ada edema paru-paru, paying jantung kongestif atau anasarka.
Diuretikum yang dipakai furosemida. Pemberian diuretikum dapat merugikan yaitu memperberat
hipovolemia, memperburuk perfusi utero-plasenta, meningkatkan hemokonsentrasi,
menimbulkan dehidrasi pada janin dan menurunkan berat janin.
Pemberian antihipertensi
Masih banyak pendapat dari beberpa Negara tentang penetuan batas (cut off) tekanan darah,
untuk pemberian antihipertensi. Di RSU Dr,Soetomo Surabya batas tekanan darah pemberian
antihipertensi ialah apabila tekanan sistolik >180 mmHg dan atau tekanan diastolic )110 mmHg
Tekanan darah diturunkan secara bertahap, yaitu penurunan awal 25% dari tekanan sistolik dan
tekanan darah yang drunkan mencapai < 160/105 atu MAP <125.jenis antihipertensi yang

diberikan sangat bervariasi. Namun yang harus dihindari secara mutlak sebagai antihipertensi
ialah pemberian diazokside, ketanserin, nimodipin, dan magnesium sulfat.
1. Antihipertensi Lini pertama
a. Nifedipin
b. Dosis 10-20 mg per oral diulangi setelah 30
menit;maksimun 120 mg dalam 24 jam.
2. Antihipertensi lini kedua
a. Sodium nitroprusside 0,25gi.v/kg/menit,infuse ditingkatkan 0,25g i.v./kg/5 menit.
b. Diazokside :30-60 mgi.v/5 menit atau i.v infuse 10 mg/menit dititrasi
Jenis obat antihipertensi yang diberikan diiinonesia adalah:
1. Nifedipin
- Dosis Awal :10-20 mg,diulangi 30 menit bila perlu.dosis maksimum 120 mg per 24 jam.
- Nifedipin tidak boleh diberikan sublingual karena efek vasodilatasi sangat cepat, sehingga
hanya boleh diberikan peroral.
Edema paru
Pada eklamsia berat, dapat terjadi edema paru akibat kardiogenik (payanh jantung ventrikel kiri
akibat peningkatan afterload) atau non kardiogenik (akibat kerusakan sel endotel pembuluh
darah kapilar paru). Prognosis preeklamsia berat menjadi buruk bila disertai edema paru disertai
oliguria.
Glukokortikoid
Pemberian glukokortikoid untuk pematanagn baru janin tidak merugikan ibu, di berikan pada
kehamilan 32-34 minggu,2X 24 jan. Obat ini juga diberikan paa sindrom HELLP.
2. FAKTOR YANG BERPERAN DALAM PREEKLAMSI

Perubahan Sistem dan Organ Pada Preeklampsi


1. Volume Plasma
Pada hamil normal volume plasma meningkat (disebut hipervolemia), guna memenuhi
kebutuhan pertumbuhan janin. Peningkatan tertinggi volume plasma pada hamil normal terjadi
pada umur kehamilan 32-34 minggu. Sebaliknya, oleh sebab yang tidak jelas pada preeklamsia
terjadi penurunan volume plasma antar 30% - 40% dibanding hamil normal, disebut
hipovolemia. Hipovolemia diimbangi dengan vasokonstriksi, sehingga terjadi hipertensi. Volume
plasma yang menurun memberi dampak yang luas pada organ-organ penting.
Preeklampsia sangat peka terhadap pemberian cairan intravena yang terlalu cepat dan banyak.
Demikian sebaliknya preeklampsia sangat peka terhadap kehilangan darah waktu persalinan.
Oleh karena itu, observasi cairan masuk ataupun keluar harus ketat.
2. Hipertensi
Hipertensi merupakan tanda terpenting guna menegakkan diagnosis hipertensi dalam kehamilan.
Tekanan diastolik menggambarkan resistensi perifer, sedangkan tekanan sistolik,
menggambarkan besaran curah jantung.

Pada preeklampsia peningkatan reaktivitas vaskular dimulai umur kehamilan 20 minggu, tetapi
hipertensi dideteksi umumnya pada trimester II. Tekanan darah yang tinggi pada preeklampsia
bersifat labil dan mengikuti irama sirkadian normal. Tekanan darah menjadi normal beberapa
hari pasca persalinan, kecuali beberapa kasus preeklampsia berat kembalinya tekanan darah
normal dapat terjadi 2- 4 minggu pasca persalinan. Tekanan darah bergantung terutama pada
curah jantung, volume plasma, resistensi perifer, dan viskositas darah.
3. F ungsi G injal
Perubahan fungsi ginjal disebabkan oleh hal-hal berikut:
1 Menurunnya aliran darah ke ginjal akibat hypovolemia sehingga terjadi oliguria, bahkan
anuria.
2 Kerusakan sel glomerulus mengakibatkan meningkatnya permeabilitas membran basalis
sehingga terjadi kebocoran dan mengakibatkan proteinuria. Proteinuria terjadi jauh pada
akhir kehamilan, sehingga sering dijumpai preeklampsia tanpa proteinuria, karena janin
lebih dulu lahir.
3 Terjadi Glomerular Capilarry Endotheliosis akibat sel endotel glomerular membengkak
disertai deposit fibril.
4 Gagal ginjal akut terjadi akibat akibat nekrosis tubulus ginjal. Bila sebagian besar kedua
korteks ginjal mengalami nekrosis, maka terjadi nekrosis korteks ginjal yang bersifat
irreversibel.
5 Dapat terjadi kerusakan instrinsik jaringna ginjal akibat vasopasme pembuluh darah.
Dpat diatasi dengna pemberian DOPAMIN agar terjadi vasodilatasi pembuluh darah
ginjal.
Proteinuria
Bila poteinuria timbul :
1 Sebelum hipertensi, umumnya merupakan gejala penyakit ginjal.
2 Tanpa hipertensi, maka dapat dipertimbangkan sebagai penyulit kehamilan.
3 Tanpa kenaikan tekanan darah diastolik 90 mmHg, umumnya ditemukan pada infeksi
saluran kencing atau anemia. Jarang ditemukan proteinuria pada tekanan diastolik < 90
mmHg.
4 Proteinuria merupakan syarat untuk diagnosis preeklampsia, tetapi proteinuria umumnya
timbul jauh pada akhir kehamilan, sehingga sering dijumpai preeklampaia tanpa
proteinuria, karena janin sudah lahir lebih dulu.
5 Pengukuran proteinuria, dapat dilakukan dengan (a) urin dipstik: 100 mg/l atau + 1,
sekurang-kurangnya diperiksa 2 kali urin acak selang 6 jam dan (b) pengumpulan
poteinuria dalam 24 jam. Dianggap patologis bila besaran proteinuria 300 mg/ 24 jam.
Asam urat serum ( uric acid serum ) : umumnya meningkat 5 mg/ cc. Hal ini disebabkan oleh
hipovolemia, yang menimbulkan menurunnya aliran darah ginjal dan mengakibatkan
menurunnya filtrasi glomerulus, sehingga menurunnya sekresi asam urat. peningkatan asam urat
dapat terjadi juga akibat iskemia jaringan.
Kreatinin

Sama halnya dengan kadar asam urat serum, kadar kreatinin plasma pada preeklampsia juga
meningkat. hal ini disebabkan oleh hipovolemia, maka aliran darah ginjal menurun,
mengakibatkan menurunnya filtrasi glomerulus, sehingga menurunnya sekresi kreatinin, disertai
peningkatan kreatinin plasma. dapat mencapai kadar kreatinin plasma 1 mg/cc, dan biasanya
terjadi preeklampsia berat dengan penyulit pada ginjal.
Oliguria dan anuria
Oliguria dan anuria terjadi karena hipovolemia sehingga aliran darah ke ginjal menurun yang
mengakibatkan produksi urine menurun (oliguria), bahkan dapat terjadi anuria. Berat ringannya
oliguria menggambarkan berat ringannya hipovolemia. Hali ini berarti menggambarkan pula
berat ringannya preeklampsia. Pemberian cairan intravena hanya karena oliguria tidak
dibenarkan.
1 El e ktrolit
Kadar elektrolit total menurun pada waktu hamil normal. Pada preeklampsia kadar elektrolit total
sama seperti hamil normal, kecuali jika diberi diuretikum banyak, restriksi konsumsi garam atau
pemberian cairan oksitosin yang bersifat antidiuretik.
Preekalmpsia berat yang mengalami hipoksia dapat menimbulkan gangguan keseimbangan asam
basa. Pada waktu terjadi kejang klampsia kadar bikarbonat menurun, disebabkan timbulnya
asidosis laktat dan akibat kompensasi hilangnya karbon dioksida. Kadar natrium dan kalium
pada preeklampsia sama dengan kadar hamil normal, yaitu sesuai dengan proporsi jumlah air
dalam tubuh. Karena kadar natrium dan kalium tidak berubah pada preeklampsia, maka tidak
terjadi retensi natrium yang berlebihan. Ini berarti pada preeklampsia tidak diperlukan restriksi
konsumsi garam.
2 Tekanan osmotik koloid plasma/ tekanan onkotik
Osmolaritas serun dan tekanan onkotik menurun pada umur kehamilan 8 minggu. Pada
preeklampsia tekanan onkotik makin menurun karena kebocoran protein dan peningkatan
permeabilitas vaskular.
3 Koagulasi dan fibrinolis
Gangguan koagulasi pada preeklampsia, misalnya trombositopenia, jarang yang berat, tetapi
sering dijumpai. Pada preeklampsia terjadi peningkatan FDP, penurunan antitrombin III, dan
peningkatan fibronektin.
4 Viskositas darah
Viskositas darah ditentukan oleh volume plasma, molekul makro: fibrinogen dan hematrokit.
Pada preeklampsia viskositas darah meningkat, mengakibatkan meningkatnya resistensi perifer
dan menurunnya aliran darah ke organ.
5 Hematrokit
Pada hamil normal hematrokit menurun karena hipervolemia, kemudian meningkat lagi pada
trimester III akibat peningkatan produksi urin. Pada preeklampsia hematrokit meningkat karena
hipovomlemia yang menggambarkan beratnya preeklampsia.

Edema
Edema dapat terjadi pada kehamilan normal. Edema yang terjadi pada kehamilan mempunyai
banyak interpretasi, misalnya 40% edema dijumpai pada hamil normal, 60% edema dijumpai
pada kehamilan dengan hipertensi, dan 80% edema dijumpai pada kehamilan dengan hipertensi
dan proteinuria. Edema terjadi karena hipoalbuminemia atau kerusakan sel endotel kapilar.
Edema yang patologik adalah edema yang nondependen pada muka dan tangan, atau edema
generalisata, dan biasanya disertai dengan kenaikan berat badan yang cepat.

Hematologi
Perubahan hematologik disebabkan oleh hipovolemia akibat vasospasme, hipoalbuminemia
hemolisis mikroangiopatik, akibat spasme arteriole dan hemolisis akibat kerusakan endotel
arteriole. Perubahan tersebut dapat berupa peningkatan hematrokit akibat hipovolemia,
peningkatan viskositas darah, trombositopenia, dan gejala hemolisis mikroangiopatik. Disebut
trombositopenia bila trombosit < 100.000 sel/ml. Hemolisis dapat menimbulkan destruksi
eritrosit.
8 Hepar
Dasar perubahan pada hepar ialah vasospasme, iskemia dan perdarahan. Bila terjadi perdarahan
pada sel periportal lobus perifer, akan terjadi nekrosis sel hepar dan peningkatan enzim hepar.
Perdarahan ini dapat meluas hingga di bawah kapsula hepar dan disebut subkapsular hematoma.
Subkapsular hematoma menimbulkan rasa nyeri di daerah epigastrium dan dapat menimbulkan
ruptur hepar, sehingga perlu pembedahan.
9 Neurologik
Perubahan neurologik dapat berupa :
Nyeri kepala disebabkan hiperperfusi otak, sehingga menimbulkan vasogenik edema. Akibat
spasme arteri retina dan edema retina dapat terjadi gangguan visus. Gangguan visus dapat
berupa: pandangan kabur, skotomata, amaurosis yaitu kebutaan tanoa jelas adanya kelainan dan
ablasio retinae (retinal detachment). Hiperrefleksi sering dijumpai pada preeklampsia berat,
tetapi bukan faktor prediksi terjadinya eklampsia. Dapat timbul kejang eklamptik. Penyebab
kejang eklamptik belum diketahui dengan jelas. Faktor faktor yang menimbulkan kejang
eklamptik ialah edema serebri, vasospasme serebri dan iskemia serebri. Perdarahan intrakranial
meskipun jarang, dapat terjadi pada preeklampsia berat dan eklampsia.
10 Kardiovaskular
Perubahan kardiovaskular disebabkan oleh peningkatan cardiac afterload akibat hipertensi dan
penurunan cardiac preload akibat hipovolemia.
11 Paru
Penderita preeklampsia berat mempunyai risiko besar terjadinya edema paru. Edema paru dapat
disebabkan oleh payah jantung kiri, kerusakan sel endotel pada pembuluh darah kapilar paru, dan
menurunnya diuresis. Dalam menangani edema paru, oemasangan Central Venosus Preeure
(CVP) tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya dari pulmonary capillary wedge
pressure.
12 Janin

Preeklampsia dan eklampsia memberi pengaruh buruk pada kesehatan janin yang disebabkan
oleh menurunnya perfusi utero plasenta, hipovolemia, vasospasme, dan kerusakan sel endotel
pembuluh darah plasenta. Dampak preeklampsia dan eklampsia pada janin adalah Intrauterine
growth restrcition (IUGR) dan oligohidramnion. Kenaikan morbiditas dan mortalitas janin,
secara tidak langsung akibat intrauterine growth restriction, prematuritas, oligohidramnioan dan
solusio plasenta. (Sarwono, 2010: 537-541)
3. KOMPLIKASI

Preeklampsia dapat menyebabkan kelahiran awal atau komplikasi pada neonatus berupa
prematuritas. Resiko fetus diakibatkan oleh insufisiensi plasenta baik akut maupun
kronis. Pada kasus berat dapat ditemui fetal distress baik pada saat kelahiran maupun
sesudah kelahiran (Pernoll, 1987). Komplikasi yang sering terjadi pada preklampsia berat
adalah (Wiknjosastro, 2006) :
1 Solusio plasenta. Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu hamil yang menderita
hipertensi akut. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo 15,5 % solusio plasenta
terjadi pada pasien preeklampsia.
2 Hipofibrinogenemia. Pada preeklampsia berat, Zuspan (1978) menemukan 23%
hipofibrinogenemia.
3 Hemolisis. Penderita dengan preeklampsia berat kadang-kadang menunjukan gejala
klinik hemolisis yang dikenal karena ikterus. Belum diketahui dengan pasti apakah
ini merupakan kerusakan sel-sel hati atau destruksi sel darah merah. Nekrosis
periportal hati yang sering ditemukan pada autopsi penderita eklampsia dapat
menerangkan
4 Perdarahan otak. Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal.
5 Kelainan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara yang berlangsung selama
seminggu dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina, hal ini
merupakan tanda gawat dan akan terjadi apopleksia serebri.
6 Nekrosis hati. Nekrosis periportal hati pada pasien preeklampsia-eklampsia
diakibatkan vasospasmus arteriol umum. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui
dengan pemeriksaan faal hati.
7 Sindroma HELLP, yaitu hemolysis, elevated liver enzymes dan low platelet.
8 Kelainan ginjal. Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus berupa pembengkakan
sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain
yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.
9 Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intrauterin.
10 Komplikasi lain berupa lidah tergigit, trauma dan fraktur karena terjatuh akibat
kejang, pneumonia aspirasi dan DIC.
Sindroma HELLP
Definisi
Adalah preeklampsia-eklampsia yang disertai timbulnya hemolisis, peningkatan enzim hepar,
disfungsi hepar, dan trombositopenia. H : Hemolysis EL : Elevated Liver Enzym LP : Low
Platelets Counts

Diagnosis
Didahului tanda dan gejala yang tidak khas malaise, lemah, nyeri kepala, mual, muntah
(semuanya ini mirip gejala infeksi virus).
Adanya tanda dan gejala preeclampsia
Tanda-tanda heolisis intravaskular (kenaikan LDH, AST, dan bilirubin indirek.
Tanda kerusakan/disfungsi sel hepatoit hepar (kenaikan ALT, AST, LDH)
Trombositopenia (trombosit 150.000/ml)
Semua perempuan hamil dengan keluhan nyeri pada daerah kuadran atas abdomen, tanpa
memandang ada tidaknya gejala preeclampsia harus dipertimbangkan syndroma HELLP.
Klasifikasi Menurut Klasifikasi Mississippi
Berasarkan kadar trombosit darah, maka syndroma HELLP diklasifikasikan dengan nama
klasifikasi Mississippi.
Klas 1 : kadar trombosit 50.000/ml LDH 600 IU/l , AST dan/atau ALT 40 IU/l
Klas 2 : kadar trombosi >50.000 100.000/ml, LDH 600 IU/l, AST dan/atau ALT 40
IU/l
Klas 3 : kadar trombosit >100.000 150.000/ml, LDH 600 IU/l, AST dan/atau ALT
40 IU/l
Diagnosa Banding Pre-eklampsia-Syndrma HELLP
Trombotik angiopatik
Kelainan konsumtif fibrinogen, misalnya
1 Acute fatty liver of pregnancy
2 Hipovolemia berat/perdarahan berat
3 sepsis
Kelainan jaringan ikat: SLE
Penyakit ginjal primer
Pengobatan
a Terapi Medikamentosa
Mengikuti terapi medikamentosa preeklampsia-eklampsia dengan melakukan monitoring
trombosit setiap 12 jam. Bila trombosit < 50.000/ml atau danya tanda koagulopati konsumtif,
maka harus diperiksa waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial, dan fibrinogen.
Pemberian dexamethasone rescue, pada antepartum diberikan dalam bentuk double strength
dexamethasone (double dose). Jika didapatkan kadar trombosit < 100.000/ml atau trombosit
100.000- 150.000/ml dengan disertai tanda-tanda eklampsia, hipertensi berat, nyeri epigastrium,
maka diberikan dexametason 10mg i.v. tiap 12 jam. Pada postpartum deksametason diberikan 10
mg i.v. tiap 12 jam 2 kali, kemudian diikuti 5 mg i.v. tiap 12 jam 2 kali. Terapi dexametason
dihentikan bila terjadi perbaikan laboratorium, yaitu trombosit >100.000/ml dan penurunan LDH
serta perbaikan tanda dan gejala klonik preklamsia-eklampisa. Dapat dipertimbangkan
pemberian transfusi trombosit, bila kadar trombosit < 50.000/ml dan antioksidan.
b. Sikap Pengelolaan Obstetrik

Sikap terhadap kehamilan pada sindroma HELLP ialah aktif, yaitu kehamilan diakhiri
(diterminasi) tanpa memandang umur kehamilan. Persalinan dapat dilakukan pervaginam atau
perabdominal.
(Sarwono, 2010, 554-556)
Perdarahan Antepartum.
Definisi
Perdarahan antepartum adalah perdarahan jalan lahir setelah kehamilan 28 minggu. Karena
perdarahan antepartum terjadi pada kehamilan di atas 28 minggu maka sering disebut atau
digolongkan perdarahan pada trimester ketiga.
Walaupun perdarahannya sering dikatakan terjadi pada trimester ketiga, akan tetapi tidak jarang
juga terjadi sebelum kehamilan 28 minggu karena sejak itu segmen bawah uterus telah terbentuk
dan mulai melebar serta menipis. Dengan bertambah tuanya kehamilan, segmen bawah uterus
akan lebih melebar lagi, dan serviks mulai membuka. Apabila plasenta tumbuh pada segmen
bawah uterus, pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan serviks tidak dapat diikuti oleh
plasenta yang melekat di situ tanpa terlepasnya sebagian plasenta dari dinding uterus. Pada saat
itu mulailah terjadi perdarahan.
Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber pada kelainan plasenta. Hal ini
disebabkan perdarahan yang bersumber pada kelainan plasenta biasanya lebih banyak, sehingga
dapat mengganggu sirkulasi O2 dan CO2 serta nutrisi dari ibu kepada janin. Sedangkan
perdarahan yang tidak bersumber pada kelainan plasenta seperti kelainan serviks biasanya relatif
tidak berbahaya. Oleh karena itu, pada setiap perdarahan antepartum pertama-tama harus selalu
dipikirkan bahwa hal itu bersumber pada kelainan plasenta.
Klasifikasi
Perdarahan antepartum yang bersumber pada kelainan plasenta yang secara klinis biasanya tidak
terlalu sukar untuk menentukannya adalah plasenta previa dan solusio plasenta. Oleh karena itu,
klasifikasi klinis perdarahan antepartum dibagi sebagai berikut :
1

Plasenta Previa

Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat abnormal, yaitu pada
segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (ostium
uteri internum).
Klasifikasi plasenta previa dibuat atas dasar hubungannya dengan ostium uteri internum pada
waktu diadakan pemeriksaan. Dalam hal ini dikenal empat macam plasenta previa, yaitu :
a
b

Plasenta previa totalis, apabila seluruh pembukaan jalan lahir (ostium uteri internum)
tertutup oleh plasenta.
Plasenta previa lateralis, apabila hanya sebagian dari jalan lahir (ostium uteri internum)
tertutup oleh plasenta.

c
d

Plasenta previa marginalis, apabila tepi plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan
jalan lahir (ostium uteri internal).
Plasenta letak rendah, apabila plasenta mengadakan implantasi pada segmen bawah
uterus, akan tetapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir. Pinggir plasenta
berada kira-kira 3 atau 4 cm di atas pinggir pembukaan sehingga tidak akan teraba pada
pembukaan jalan lahir.

Penentuan macamnya plasenta previa tergantung pada besarnya pembukaan jalan lahir. Misalnya
plasenta previa marginalis pada pembukaan 2 cm dapat menjadi plasenta previa lateralis pada
pembukaan 5 cm. Begitu juga plasenta previa totalis pada pembukaan 3 cm dapat menjadi
lateralis pada pembukaan 6 cm. Maka penentuan macamnya plasenta previa harus disertai
dengan keterangan mengenai besarnya pembukaan, misalnya plasenta previa lateralis pada
pembukaan 5 cm.
2

Solusio Plasenta

Istilah lain dari solusio plasenta adalah ablatio plasentae, abruptio plasentae, accidental
haemorrhage dan premature separation of the normally implanted placenta.
Solusio plasenta adalah suatu keadaan dimana plasenta yang letaknya normal terlepas dari
perlekatannya sebelum janin lahir.
Berdasarkan gejala klinik dan luasnya plasenta yang lepas, maka solusio plasenta dibagi menjadi
3 tingkat, yaitu :
a

Solusio plasenta ringan


Luas plasenta yang terlepas kurang dari 1/4 bagian, perut ibu masih lemas dan bagian janin
mudah teraba, janin masih hidup, tanda persalinan belum ada, jumlah darah yang keluar
biasanya kurang dari 250 ml, terjadi perdarahan pervaginam berwarna kehitam-hitaman.
Solusio plasenta sedang
Luas plasenta yang terlepas lebih dari 1/4 bagian tetapi belum sampai 2/3 bagian, perut ibu
mulai tegang dan bagian janin sulit diraba, jumlah darah yang keluar lebih banyak dari 250
ml tapi belum mencapai 1000 ml, ibu mungkin telah jatuh ke dalam syok, janin dalam
keadaan gawat, tanda-tanda persalinan biasanya telah ada dan dapat berlangsung cepat
sekitar 2 jam.
Solusio plasenta berat
Luas plasenta yang terlepas telah mencapai 2/3 bagian atau lebih, uterus sangat tegang
seperti papan dan sangat nyeri, serta bagian janin sulit diraba, ibu telah jatuh ke dalam syok
dan janin telah meninggal, jumlah darah yang keluar telah mencapai 1000 ml lebih, terjadi
gangguan pembekuan darah dan kelainan ginjal. Pada dasarnya disebabkan oleh hipovolemi
dan penyempitan pembuluh darah ginjal.
Perdarahan antepartum yang belum jelas sumbernya

Perdarahan anterpartum yang belum jelas sumbernya terdiri dari :


a. Pecahnya sinus marginalis

Sinus marginalis adalah tempat penampungan sementara darah retroplasenter. Perdarahan ini
terjadi menjelang persalinan, jumlahnya tidak terlalu banyak, tidak membahayakan janin dan
ibunya, karena persalinan akan segera berlangsung. Perdarahan ini sulit diduga asalnya dan baru
diketahui setelah plasenta lahir. Pada waktu persalinan, perdarahan terjadi tanpa sakit dan
menjelang pembukaan lengkap yang perlu dipikirkan kemungkinan perdarahan karena sinus
marginalis pecah.
b. Pecahnya vasa previa
Perdarahan yang terjadi segera setelah ketuban pecah, karena pecahnya pembuluh darah yang
berasal dari insersio vilamentosa (keadaan tali pusat berinsersi dalam ketuban).
Gambaran Klinis
Pada umumnya penderita mengalami perdarahan pada trimester ketiga atau setelah kehamilan 28
minggu. Perdarahan antepartum yang bersumber pada kelainan plasenta, yang secara klinis
biasanya tidak terlampau sukar untuk menentukannya ialah plasenta previa dan solusio plasenta.
Perdarahan antepartum tanpa rasa nyeri merupakan tanda khas plasenta previa, apalagi jika
disertai tanda-tanda lainnya seperti bagian terbawah janin belum masuk ke dalam pintu panggul
atas atau kelainan letak janin. Karena tanda pertamanya adalah perdarahan, pada umumnya
penderita akan segera datang untuk mendapatkan pertolongan. Beberapa penderita yang
mengalami perdarahan sedikit-sedikit, mungkin tidak akan tergesa-gesa datang untuk
mendapatkan pertolongan karena dianggap sebagai tanda persalinan biasa. Setelah
perdarahannya berlangsung banyak, mereka datang untuk mendapatkan pertolongan.
Lainnya halnya dengan solusio plasenta, kejadiannya tidak segera ditandai oleh perdarahan
pervaginam sehingga penderita tidak segera datang untuk mendapatkan pertolongan. Gejala
pertamanya adalah rasa nyeri pada kandungan yang makin lama makin hebat dan berlangsung
terus menerus. Rasa nyeri yang terus-menerus ini sering kali diabaikan atau dianggap sebagai
tanda permulaan persalinan biasa. Setelah penderita pingsan karena perdarahan retroplasenter
yang banyak, atau setelah tampak perdarahan pervaginam, mereka datang untuk mendapatkan
pertolongan. Pada keadaan demikian biasanya janin telah meninggal dalam kandungan.
Perdarahan antepartum yang disebabkan oleh sinus marginalis, biasanya tanda dan gejalanya
tidak khas. Vasa previa baru menimbulkan perdarahan setelah pecahnya selaput ketuban.
Perdarahan yang bersumber pada kelainan serviks dan vagina biasanya dapat diketahui apabila
dilakukan pemeriksaan dengan spekulum yang seksama. Kelainan-kelainan yang mungkin
tampak adalah erosio portionis uteris, carcinoma portionis uteris, polypus cervicis uteri, varices
vulva, dan trauma.
Diagnosis
Pada setiap perdarahan antepartum, pertama sekali harus dicurigai bahwa hal itu bersumber dari
kelainan plasenta, dengan penyebab utama yaitu plasenta previa dan solusio plasenta sampai
ternyata dugaan itu salah. Diagnosis ditegakkan dengan adanya gejala-gejala klinis dan beberapa
pemeriksaan :

1. Anamnesis
Plasenta Previa
a. Perdarahan pervaginam yang tanpa nyeri.
b. Warna darah merah
Solusio Plasenta
a. Perdarahan pervaginam disertai sakit terus-menerus.
b. Warna darah merah gelap disertai bekuan-bekuan darah.
2. Inspeksi
a. Perdarahan yang keluar pervaginam.
b. Pada perdarahan yang banyak ibu tampak anemia.
3. Pemeriksaan fisik ibu
a. Dijumpai keadaan bervariasi dari keadaan normal sampai syok.
b. Kesadaran penderita bervariasi dari kesadaran baik sampai koma.
c. Pada pemeriksaan dapat dijumpai tekanan darah, nadi, dan perdarahan.
4. Palpasi Abdomen
Plasenta Previa
a. Tinggi Fundus Uteri (TFU) masih normal
b. Uterus teraba lunak dan lembut
c. Bagian janin mudah diraba
Solusio Plasenta
a. TFU tambah naik karena terbentuknya hematoma retroplasenter.
b. Uterus teraba tegang dan nyeri tekan di tempat plasenta terlepas.
c. Bagian janin susah diraba karena uterus tegang.
5. Auskultasi Denyut Jantung Janin (DJJ)
Plasenta previa : bila keadaan janin masih baik, DJJ mudah didengar
Solusio plasenta : sulit karena uterus tegang.
6. Pemeriksan inspekulo
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari uterus atau dari
kelainan serviks dan vagina, seperti erosio porsionis uteri, karsinoma porsionis uteri, polipus
servisis uteri, varises vulva dan trauma. Apabila perdarahan berasal dari uterus, adanya plasenta
previa dan solusio plasenta harus dicurigai.
7. Penentuan letak plasenta tidak langsung
Penentuan letak plasenta secara tidak langsung dapat dilakukan dengan radiografi, radioisotop
dan ultrasonografi.
8. Penentuan letak plasenta secara langsung
Untuk menegakkan diagnosa yang tepat maka dilakukan pemeriksaan dalamyang secara
langsung meraba plasenta. Pemeriksaan dalam harus dilakukan diatas meja operasi dan siap

untuk segera mengambil tindakan operasi persalinan atau hanya memecahkan ketuban.
Gawat Janin .
Definisi
Gawat janin adalah suatu keadaan dimana terdapat hipoksia pada janin ( kadar oksigen yang
rendah dalam darah). Keadaan tersebut dapat terjadi baik pada antepartum maupun intrapartum.3
Etiologi
Gawat janin dapat disebabkan oleh bermacam-macam hal. Beberapa penyebab yang umum dan
sering terjadi:
-

Kontraksi
Pengencangan otot uterus secara involunter untuk melahirkan bayi. Kontraksi secara
langsung mengurangi aliran darah ke plasenta dan dapat mengkompresi tali pusat
sehingga penyaluran nutrisi terganggu. Hal ini dapat terjadi pada keadaan:
o persalinan yang lama ( kala II lama)
o penggunaan oksitosin
o uterus yang hipertonik ( otot-otot menjadi terlalu tegang dan tidak dapat
berkontraksi ritmis dengan benar)
Infeksi
Perdarahan
Abrupsi plasenta
Plasenta terlalu dini memisahkan diri dari fetus
Tali pusat prolaps
Hipotensi
Bila tekanan darah ibu menurun selama persalinan, jumlah aliran darah ke fetus akan
berkurang. Hipotensi dapat disebabkan oleh:
o anestesi epidural
o posisi supine
Hal tersebut terjadi karena adanya pengurangan jumlah aliran darah dari vena cava ke
jantung
Masalah pernafasan janin
Posisi dan presentasi abnormal dari fetus
Kelahiran multipel
Kehamilan prematur atau postmatur
Distosia bahu

Penyebab yang paling utama dari gawat janin dalam masa antepartum adalah insufisiensi
uteroplasental. Faktor yang menyebabkan gawat janin dalam persalinan/ intrapartum adalah
kompleks, contohnya seperti: penyakit vaskular uteroplasental, perfusi uterus yang berkurang,
sepsis pada janin, pengurangan cadangan janin, dan kompresi tali pusat. Pengurangan jumlah
cairan ketuban, hipovolemia ibu dan pertumbuhan janin terhambat diketahui mempunyai
peranan.4

Faktor Resiko

Ada beberapa faktor resiko yang diduga berhubungan dengan kejadian gawat janin:5
-

Wanita hamil usia > 35 tahun


Wanita dengan riwayat:
o Bayi lahir mati
o Pertumbuhan janin terhambat
o Oligohidramnion atau polihidramnion
o Kehamilan ganda/ gemelli
o Sensitasi rhesus
o Hipertensi
o Diabetes dan penyakit-penyakit kronis lainnya
o Berkurangnya gerakan janin
o Kehamilan serotinus

Tanda dan Gejala


Gejala yang dirasakan oleh ibu adalah berkurangnya gerakan janin. Ibu dapat melakukan deteksi
dini dari gawat janin ini, dengan cara menghitung jumlah tendangan janin/ kick count. Janin
harus bergerak minimal 10 gerakan dari saat makan pagi sampai dengan makan siang. Bila
jumlah minimal sebanyak 10 gerakan janin sudah tercapai, ibu tidak harus menghitung lagi
sampai hari berikutnya. Hal ini dapat dilakukan oleh semua ibu hamil, tapi penghitungan gerakan
ini terutama diminta untuk dilakukan oleh ibu yang beresiko terhadap gawat janin atau ibu yang
mengeluh terdapat pengurangan gerakan janin. Bila ternyata tidak tercapai jumlah minimal
sebanyak 10 gerakan maka ibu akan diminta untuk segera datang ke RS atau pusat kesehatan
terdekat untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.6

Tanda-tanda gawat janin:4,5


Mekonium kental berwarna hijau terdapat di cairan ketuban pada letak kepala
Takikardi/ bradikardi/ iregularitas dari denyut jantung janin
Untuk mengetahui adanya tanda-tanda seperti di atas dilakukan pemantauan menggunakan
kardiotokografi
Asidosis janin
Diperiksa dengan cara mengambil sampel darah janin.
Mekonium
Adanya mekonium saja tidak mampu untuk menegakkan suatu diagnosis gawat janin. Mekonium
adalah cairan berwarna hijau tua yang secara normal dikeluarkan oleh bayi baru lahir
mengandung mukus, empedu, dan sel-sel epitel. Bagaimanapun, dalam beberapa hal, mekonium
dikeluarkan dalam uterus mewarnai cairan ketuban. Adanya mekonium pada cairan amnion lebih
sering terlihat saat janin mencapai maturitas dan dengan sendirinya bukan merupakan tandatanda gawat janin. Mekonium dapat mewarnai cairan ketuban dalam beberapa tingkat, mulai dari
mewarnai ringan sampai dengan berat. Adanya mekonium dianggap signifikan bila berwarna
hijau tua kehitaman dan kental. Mekonium kental merupakan tanda pengeluaran mekonium pada

cairan amnion yang berkurang dan merupakan indikasi perlunya persalinan yang lebih cepat dan
penanganan mekonium pada saluran napas atau neonatus untuk mencegah aspirasi mekonium.
Pada presentasi sungsang, mekonium dikeluarkan pada saat persalinan akibat kompresi abdomen
janin pada persalinan. Hal ini bukan merupakan tanda kegawatan kecuali jika hal ini terjadi pada
awal persalinan/ saat bokong masih tinggi letaknya.7
Pada tahun 1903, J. Whitridge Williams mengamati dan menganggap keluarnya cairan
mekonium sebagai relaksasi otot sfingter ani diakibatkan aerasi yang kurang dari darah janin.
Para ahli obstetri sudah lama menyadari bahwa deteksi mekonium dalam persalinan merupakan
suatu hal yang problematis dalam memprediksi gawat janin atau asfiksia.8
Terdapat 3 teori yang telah diajukan untuk menjelaskan tentang keluarnya mekonium:8
-

Janin mengeluarkan mekonium sebagai respons terhadap hipoksia, dan mekonium


merupakan hasil dari suatu usaha janin untuk mengkompensasi.
Mekonium merupakan tanda maturasi yang normal dari traktus gastrointestinal di bawah
pengaruh persarafan yang mempersarafinya
Mekonium dapat keluar sebagai stimulasi vagal dari terjepitnya tali pusat dan gerakan
peristalsis yang meningkat

Komponen mekonium seperti garam empedu dan enzim-enzim yang terkandung di dalamnya
dapat menyebablan komplikasi serius bila terinhalasi atau teraspirasi oleh janin, dapat
mengakibatkan sindrom aspirasi mekonium yang dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas,
kehilangan surfaktan paru, pneumonitis kimia. Mekonium dalam cairan ketuban terdapat pada
13 % kelahiran hidup, kurang dari 5 % persalinan di bawah 37 minggu, 30 % pada bayi > 42
minggu. Faktor resikonya meliputi: insufisiensi plasenta, hipertensi ibu dan pre-eklamsi,
oligohidroamnion, ibu perokok, penggunaan obat-obatan terlarang. (internet) Ramin dkk.
mempunyai hipotesis bahwa patofisiologi sindrom aspirasi mekonium termasuk hiperkapnia
janin, yang menstimulasi respirasi janin mengakibatkan aspirasi mekonium ke dalam alveoli, dan
trauma parenkim paru sekunder dari kerusakan sel alveolar karena asidemia.7
Kesimpulannya, insidensi tinggi dari mekonium pada cairan amnion selama persalinan seringnya
merupakan proses fisiologis yang normal. Meskipun normal, mekonium dapat menjadi
berbahaya bila asidemia janin. Bukti-bukti menunjukkan bahwa banyak bayi dengan sindrom
aspirasi mekonium ternyata menderita hiposia kronis sebelumnya/ saat dilahirkan. Hal tersebut
dapat dibuktikan dengan kadar eritropoetin janin dan penghitungan eritrosit.8
Kardiotokografi
Kardiotokografi adalah alat elektronik yang digunakan untuk tujuan memantau atau mendeteksi
adanya gangguan yang berkaitan dengan hipoksia janin dalam rahim, seberapa jauh gangguan
tersebut dan menetukan tindak lanjut dari hasil pemantauan tersebut. Pemantauan dilakukan
melalui penilaian pola denyut jantung janin dalam hubungan dengan adanya kontraksi ataupun
aktivitas janin dalam rahim.
Kardiotokografi merupakan suatu metode pemeriksaan yang telah ditetapkan sebagai suatu
pemeriksaan standar rutin untuk menentukan kesejahteraan janin. Meskipun pemeriksaan
kardiotokografi menunjukkan hasil dengan tingkat positif palsu yang tinggi, yaitu sekitar 64 %
dan evaluasinya juga sangat subyektif, tetapi saat ini tetap menjadi metode penapisan diagnosis

hipoksia akut pada janin, karena tidak ada cara pemeriksaan lain yang lebih obyektif dan non
invasif.9

Anda mungkin juga menyukai