Anda di halaman 1dari 48

CASE REPORT

Stroke ec Infark AT sc Sinistra Faktor Risiko Hipertensi


Ensefalopati

Oleh :
ROBIAH AL ADAWIYAH
1102012256

Dokter Pembimbing:
dr. Nasir Okbah, SpS

KEPANITERAAN KLINIK
STASE ILMU PENYAKIT DALAM
PERIODE 15 AGUSTUS 2016 16 SEPTEMBER 2016
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
STATUS PASIEN

1.1. Identitas Pasien

Nama : Ny. P
Umur : 65 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status Pernikahan : Menikah
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Kampung Cihurip
Tanggal Masuk : 15 Agustus 2016
Tanggal Keluar : 21 Agustus 2016
Status Keluar : Perbaikan
Ruangan : Cempaka bawah
No CM : 882498

1.2. Anamnesis
Autoanamnesis pada tanggal 17 Agustus 2016

A. Keluhan Utama :
Tidur terus sulit dibangunkan sejak 13 jam SMRS.
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien wanita berumur 65 tahun datang ke IGD RSUD dr. Slamet Garut
dengan keluhan tidur terus sulit dibangunkan sejak 13 jam SMRS. Pasien
mengaku sadar namun merasa mengantuk berat dan sulit untuk bangun, sejak
kejadian pasien terus merasa mengantuk. Sebelum keluhan tersebut muncul,
pasien tidak sedang dalam keadaan kurang makan dan minum, tidak sedang
diare, serta tidak sedang demam. Sebelum keluhan tersebut muncul pasien
hanya mengeluhkan sakit kepala, sakit kepala sering dikeluhkan pasien
seperti diperas pada bagian belakang kepala, tidak disertai muntah dan
pingsan maupun kejang. Sakit kepala dirasakan mengganggu aktivitasnya
karena pasien harus berbaring terus untuk menghilangkan sakit kepalanya.

1
Sakit kepala biasanya berkurang bila pasien mengonsumsi obat dan tidur
cukup, sedangkan sakit kepala bertambah bila pasien kurang tidur. Pasien
mengeluhkan lengan dan tungkai sebelah kanan terasa lemas. Menurut
keluarga pasien, bicara pasien ngelantur sejak mulai tidur terus.
2 minggu SMRS pasien mengeluhkan sakit kepala disertai muntah
sebanyak 2 kali, pasien saat itu berobat ke klinik dokter O dan
mengonsumsi obat RANACID, PARACETAMOL, dan
AMLODIPIN. Keluhan tersebut hilang dan pasien dapat melakukan
aktivitas normal kembali.
1 tahun SMRS pasien mengeluhkan sakit kepala yang berat dan
muntah-muntah sebanyak 5 kali dalam sehari selama 2 hari, pasien tidak
pingsan. Pasien dirawat di Puskesmas Bayongbong selama 2 hari. Menurut
keluarga pendengaran pasien sedikit berkurang setelah sakit dan dirawat.
4 tahun SMRS pasien mengeluhkan sakit kepala yang hilang timbul
namun tidak terasa berat, pada saat itu pasien memeriksakan dirinya ke mantri
dan baru mengetahui bahwa pasien memiliki penyakit darah tinggi. Sejak saat
itu pasien hanya mengontrol tekanan darahnya saat sakit kepala dan tidak
mengonsumsi obat secara teratur.

C. Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien mengaku pernah didirawat di Puskesmas Bayongbong selama 2 hari.
Pasien mengaku dokter yang merawatnya mengatakan bahwa keluhan pasien
yaitu sakit kepala dan muntah-muntah terjadi karena tekanan darah pasien
tinggi.
Riwayat memiliki penyakit jantung, dan diabetes melitus disangkal. Riwayat
penyakit kuning disangkal. Riwayat trauma disangkal. Riwayat penyakit
keganasan disangkal.

2
D. Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat penyakit tekanan darah tinggi serupa dirasakan pada ayah dan
keempat saudaranya. Riwayat penyakit jantung diakui pasien dialami oleh
kakak pasien. Riwayat penyakit diabetes, penyakit paru, penyakit ginjal pada
keluarga disangkal.

: kakak pasien yang mempunyai penyakit hipertensi dan jantung

: pasien

: ayah pasien yang mengalami hipertensi

: ketiga adik pasien yang mengalami hipertensi

E. Riwayat Alergi :
Pasien tidak memiliki riwayat alergi

F. Keadaan Sosial Ekonomi :


Pasien tinggal bersama suami di rumah milik sendiri di kampung Cihurip
berdekatan dengan rumah ke-3 anaknya.

1.3. Pemeriksaan Fisik


A. Keadaan Umum
Keadaan umum : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis

3
GCS : E3 M6 V5
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 76x/menit regular
Heart rate : 88x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu : 36,7C
Kepala : Normocephal
Leher : KGB tidak teraba, JVP tidak meningkat
Thoraks :
Jantung
a. Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
b. Palpasi : Iktus cordis teraba pada sela iga ke 5 sebelah medial
garis midclavicula sinistra
c. Perkusi :
a) Batas jantung kanan pada linea sternalis dextra sela iga ke 4
b) Batas jantung kiri pada linea midclavicula sinistra sela iga ke 5
c) Batas pinggang jantung pada linea parastenalis sinistra sela iga ke
3
d. Auskultasi: Bunyi jantung S1 = S2 murni reguler, S3/S4 (- / -) Murmur
(-) Gallop (-)
Paru - Paru
a. Inspeksi : Gerakan statis dan dinamis hemitoraks kanan dan kiri,
Tidak tampak retraksi sela iga, sikatrik, hematoma, udem, massa, dan
deformitas pada kedua hemitoraks.
b. Palpasi : Fremitus Taktil simetris pada kedua hemitoraks.
Fremitus Vokal simetris pada kedua hemithoraks, tidak nyeri tekan.
c. Perkusi : Sonor di kedua hemitoraks
d. Auskultasi : Vesicular Breathing Sound sama di hemitoraks dextra,
Ronkhi basah (-/-), Wheezing (-/-)
Abdomen
a. Inspeksi : Permukaan cembung simetris

4
b. Auskultasi : Bising usus (+) 16 x/menit
c. Perkusi : Timpani pada keempat kuadran abdomen
d. Palpasi : NT (-), hepar, lien, ginjal tidak teraba
Extremitas : Akral hangat, edema -/-, turgor baik

B. Pemeriksaan Neurologi
1. Inspeksi:
Kepala
Bentuk : Normocephalus
Nyeri tekan : (-)
Simetris : (+)
Pulsasi : (-)
Leher
Sikap : Dalam batas normal
Pergerakan : Dalam batas normal
Kaku kuduk : (-)

2. Saraf otak
N. cranialis Kanan Kiri
N. I (Olfaktorius)
Subyektif Baik Baik
Dengan Bahan Baik Baik
N. II (Optikus)
Tajam Penglihatan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Lapang penglihatan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Melihat warna Baik Baik
Fundus okuli Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N. III (Okulomotorius)
Sela mata Simetris Simetris
Pergerakan Bulbus Baik ke segala Baik ke segala
arah arah
Strabismus - -
Nistagmus - -
Exoftalmus - -
Pupil (Besar, bentuk) D : 2mm, isokor D : 2mm, isokor

5
Refleks cahaya + +
Refleks Konsesual Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks konvergensi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Melihat kembar - -

N. IV (Troklearis)
Pergerakan mata Baik Baik
Sikap bulbus Simetris Simetris
Melihat kembar - -
N. VI (Abdusens)
Pergerakan mata Baik Baik
Sikap bulbus Simetris Simetris
Melihat kembar - -
N. V (Trigeminus)
Membuka mulut DBN DBN
Menguyah DBN DBN
Mengigit DBN DBN
Reflek kornea DBN DBN
Sensibilitas muka
DBN DBN
N. VII (Facialis)
Mengerutkan dahi Simetris Simetris
Menutup mata DBN DBN
Memperlihatkan gigi Plica nasolabialis Plica nasolabialis
simetris simetris
Bersiul Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Rasa kecap 2/3 depan lidah Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N. VIII
(Vestibulokoklearis)
Detik arloji Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Suara berbisik Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Swabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N. IX (Glosofaringeus)
Refleks kecap 1/3 belakang Tidak dilakukan
Sensibilitas faring Tidak dilakukan
N. X (Vagus)
Arkus faring Dalam batas normal
Uvula Tidak deviasi
Berbicara Dalam batas normal
Menelan Dalam batas normal

6
N. XI ( Assesorius )
Menenggok kanan kiri Dalam batas normal
Mengangkat Bahu Dalam batas normal
N. XII ( Hipoglossus )
Pergerakan Lidah Dalam batas normal
Lidah deviasi -
Artikulasi Dalam batas normal
Fungsi Luhur Dalam batas normal

3. Badan dan anggota gerak


Badan
Respirasi : Abdomino thorakal
Bentuk kolumna vetebralis : Dalam batas normal
Pergerakan kolumna vetebralis : Dalam batas normal
Anggota gerak atas
Motorik : +/+
Pergerakan : +/+
Kekuatan : 4 5

Tonus : Baik
Atropi : (-)
Refleks
Biceps : +/+
Trisep : +/+
Brakio Radialis : +/+
Hoffman/trommer : -/-
Nyeri : (-)
Sensitibilitas : Baik

Anggota gerak bawah


Motorik :+/+
Pergerakan : +/+

7
Kekuatan :
4 5
Tonus : Baik
Atropi : (-)
Sensibilitas : Dalam batas normal
Nyeri : (+)

Refleks fisiologis
Refleks Dextra / Sinistra
Biseps +/+
Triseps +/+
Brachioradialis +/+
Patella +/+
Achiles +/+

Refleks patologis
Refleks Ekstremitas Dextra Ekstremitas Sinistra
Babinski - -
Chaddock - -
Openheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -
Test Laseque + +
Test brudzinsky - -
I/II
Test kernig - -
Meningial Sign - -

8
4. Koordinasi, Gait dan keseimbangan
Cara berjalan : Tidak dilakukan
Test Romberg : Tidak dilakukan
Disdiadokokinesis : (-)
Ataksia : Tidak dilakukan
Rebound phenomen : (-)

5. Gerakan gerakan abnormal


Tremor : (-)
Athetosis : (-)
Mioklonik : (-)
Khorea : (-)

6. Fungsi Vegetatif
BAK : Dalam batas normal
BAB : Sudah tidak BAB selama 3 hari

1.4. Pemeriksaan Penunjang / Usulan Pemeriksaaan


Pada pasien ini dilakukan:
Laboratorium
(Tanggal 15/08/2016)
1) Hematologi lengkap
Darah rutin:
a. Hemoglobin : 11,0 g/dL
b. Hematokrit : 33%
c. Leukosit : 17.660/mm3
d. Trombosit : 471.000/mm3
e. Eritrosit : 3.57 juta/mm3
Kimia Klinik:
a. AST (SGOT) : 26 U/L
b. ALT (SGPT) : 21 U/L

9
c. Ureum : 38 mg/dL
d. Kreatinin : 1,1 mg/dL
e. GDS : 128 mg/dL

1.5. Ringkasan
Subyektif

Peremuan berusia 65 tahun dengan keluhan tidur terus sulit dibangunkan


sejak 13 jam SMRS. Pasien mengaku sadar namun merasa mengantuk berat dan
sulit untuk bangun. Sebelumnya pasien mengaku sakit kepala seperti diperas
pada bagian belakang kepala dan mengganggu aktivitas karena pasien harus
berbaring terus, keluhan sakit kepala sering dirasakan pasien yaitu sejak satu
tahun yang lalu. Pasien merasa tangan dan kaki sebelah kanan terasa lemas.
Menurut keluarga pasien, bicara pasien ngelantur sejak mulai tidur terus.

Obyektif

Status Present

Kesadaran : Compos mentis

GCS : 15 (E3.M6.V5)

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 76 x/ menit

Respirasi : 20 x/ menit

Suhu : 36,7 oC

Jantung : Dalam batas normal

Paru dan abdomen : Dalam batas normal

Status Psikis

Dalam batas normal

Status Interna

10
Cor : BJ I-II = reg, murmur (-), Gallop (-)

Pulmo: VBS ka = ki, Rh-/-, Wh-/-

Status Neurologis

Rangsang Meningeal : Kaku kuduk (-)

Saraf Otak : Pupil bulat isokor

Motorik :4 5

4 5

Tonus : Baik

Sensorik : Baik

Fungsi Luhur : Baik

Fungsi vegetatif : BAB (-) selama 4 hari

Refleks fisiologis : (+/+)

Refleks patologis : (-/-)

1.6.Diagnosa
Klinis : Stroke ec infark AT
Lokalisasi : Sistem carotis sinistra
Diagnosis : Stroke ec infark AT sc sinistra FRHT

1.7.Rencana Awal
Rencana Diagnosis
EKG
Laboratorium lengkap
CT scan kepala

Rencana terapi
Terapi umum
Monitor tanda vital

11
Terapi khusus
Inf Asering 20 gtt/mnt
Inj Ranitidine 2x1 amp (IV)
Inj Citicholin 1x1 g (IV)
Inj Piracetam 2x3 g (IV)
Tab Aptor 1x100 mg (PO)
Rencana edukasi
1. Tirah baring
2. Istirahat yang cukup
3. Minum obat secara teratur

Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

12
1.8 Follow Up

Tanggal Catatan Instruksi

16/8/16 S/ pasien terus-terusan tidur dan sulit dibangunkan PT /


sejak jam 1 siang 1 hari SMRS, sebelumnya pasien
(2) merasa sekit kepala yang terus-menerus. Anggota Inf Asering 15 gtt/mnt
badan sebelah kanan pasien terasa lemah dan Inj Ranitidine 2x1 amp (IV)
bicara pasien rero. Pasien tidak mengeluhkan
muntah dan kejang serta tidak pingsan. Menurut Inj Brainact 2x1 g (IV)
keluarga pasien, kadang-kadang bicara asien Inj Neurotam 2x3g (IV)
ngelantur sejak keluhan dirasakan. Pasien belum
bisa BAB sejak 3 hari yang lalu. Tab Aptor 1x100 mg (PO)
RPD: HT (+)

O/
KU : SB
KS : Somnolen
TD : 130/80 mmHg
N : 76x / menit
R : 20 x / menit
S : 37,3o C

SI :
- PULMO : Ka = Ki, Wh -/-, Rh -/-
- COR :S1S2 Reguler, Murmur (-), Gallop (-)

SN :
- RM : KK (-)
- Mata : Pupil bulat isokor, RCL (+/+), RCTL
(+/+), GBM baik ke segala arah
- NVII, N XII : baik
- Motorik : 4 5
4 5
- Sensorik : + +
+ +
- F. Luhur : Baik
- F. Vegetatif : BAK = baik
BAB = (-) sejak 3 hari
- RF :+ +
+ +
- RP : -/-

A/
- Stroke ec infark AT sc sinistra FRHT
- Encefalopaty ec?

13
Tanggal Catatan Instruksi

17/8/16 S/ pasien masih sering tidur dan bicara masih rero PT /


serta anggota badan sebelah kanan terasa lemah.
(3) Bicara masih kurang nyambung kadang-kadang. Inf Asering 15 gtt/mnt
Tidak bisa BAB sejak 4 hari yang lalu. Inj Ranitidine 2x1 amp (IV)
O/ Inj Brainact 2x1 g (IV)
KU : SB Inj Neurotam 2x3g (IV)
KS : Somnolen
TD : 120/80 mmHg Tab Aptor 1x100 mg (PO)
N : 76x / menit
R : 20 x / menit
S : 36,7o C

SI :
- PULMO : Ka = Ki, Wh -/-, Rh -/-
- COR :S1S2 Reguler, Murmur (-), Gallop (-)

SN :
- RM : KK (-)
- Mata : Pupil bulat isokor, RCL (+/+), RCTL
(+/+), GBM baik ke segala arah
- NVII, N XII : baik
- Motorik : 4 5
4 5
- Sensorik : + +
+ +
- F. Luhur : Baik
- F. Vegetatif : BAK = baik
BAB = (-) sejak 4 hari
- RF :+ +
+ +
- RP : -/-

A/
- Stroke ec infark AT sc sinistra FRHT
- Encefalopaty ec?

14
Tanggal Catatan Instruksi

18/8/16 S/ pasien sudah tidak sering tidur dan bicara sudah PT /


lebih jelas dibandingkan kemarin. Anggota badan
(4) sebelah kanan masih terasa lemah. Bicara masih Inf Asering 15 gtt/mnt
kurang nyambung kadang-kadang. Tidak bisa Inj Ranitidine 2x1 amp (IV)
BAB sejak 5 hari yang lalu.
Inj Brainact 2x1 g (IV)
O/ Inj Neurotam 2x3g (IV)
KU : SS
KS : Composmentis Tab Aptor 1x100 mg (PO)
TD : 160/100 mmHg
N : 82x / menit
R : 20 x / menit
S : 36,4o C

SI :
- PULMO : Ka = Ki, Wh -/-, Rh -/-
- COR :S1S2 Reguler, Murmur (-), Gallop (-)

SN :
- RM : KK (-)
- Mata : Pupil bulat isokor, RCL (+/+), RCTL
(+/+), GBM baik ke segala arah
- NVII, N XII : baik
- Motorik : 4 5
4 5
- Sensorik : + +
+ +
- F. Luhur : Baik
- F. Vegetatif : BAK = baik
BAB = (-) sejak 5 hari
- RF :+ +
+ +
- RP : -/-

A/
- Stroke ec infark AT sc sinistra FRHT
- Encefalopaty ec?

15
Tanggal Catatan Instruksi

19/8/16 S/ pasien sudah tidak sering tidur dan bicara sudah PT /


lebih jelas dibandingkan kemarin. Anggota badan
(5) sebelah kanan masih terasa lemah. Bicara masih Inf Asering 15 gtt/mnt
kurang nyambung kadang-kadang. Sudah bisa Inj Ranitidine 2x1 amp (IV)
BAB hari ini. Perut pasien terasa sakit, mual (-),
muntah (-), masih bisa makan. Inj Brainact 2x1 g (IV)
Inj Neurotam 2x3g (IV)
O/
KU : SS Inj Ketorolac 2x1 amp (IV)
KS : Composmentis Inj Cefotaxime 2x1 amp (IV)
TD : 160/90 mmHg
N : 76x / menit Tab Aptor 1x100 mg (PO)
R : 20 x / menit
S : 36,3o C

SI :
- PULMO : Ka = Ki, Wh -/-, Rh -/-
- COR :S1S2 Reguler, Murmur (-), Gallop (-)

SN :
- RM : KK (-)
- Mata : Pupil bulat isokor, RCL (+/+), RCTL
(+/+), GBM baik ke segala arah
- NVII, N XII : baik
- Motorik : 4 5
4 5
- Sensorik : + +
+ +
- F. Luhur : Baik
- F. Vegetatif : BAK = baik
BAB = baik
- RF :+ +
+ +
- RP : -/-

A/
- Stroke ec infark AT sc sinistra FRHT
- Encefalopaty ec?

16
Tanggal Catatan Instruksi

20/8/16 S/ pasien sudah tidak sering tidur dan bicara sudah PT /


lebih jelas dibandingkan kemarin. Anggota badan
(6) sebelah kanan masih terasa lemah. Bicara sudah Inf Asering 15 gtt/mnt
nyambung dan hari ini tidak bisa BAB lagi. Inj Ranitidine 2x1 amp (IV)
O/ Inj Brainact 2x1 g (IV)
KU : SS Inj Neurotam 2x3g (IV)
KS : Composmentis
TD : 140/80 mmHg Inj Ketorolac 2x1 amp (IV)
N : 72x / menit Inj Cefotaxime 2x1 amp (IV)
R : 20 x / menit
S : 36,7o C Tab Aptor 1x100 mg (PO)

SI :
- PULMO : Ka = Ki, Wh -/-, Rh -/-
- COR :S1S2 Reguler, Murmur (-), Gallop (-)

SN :
- RM : KK (-)
- Mata : Pupil bulat isokor, RCL (+/+), RCTL
(+/+), GBM baik ke segala arah
- NVII, N XII : baik
- Motorik : 4 5
4 5
- Sensorik : + +
+ +
- F. Luhur : Baik
- F. Vegetatif : BAK = baik
BAB = baik
- RF :+ +
+ +
- RP : -/-

A/
- Stroke ec infark AT sc sinistra FRHT
- Encefalopaty ec?

17
Tanggal Catatan Instruksi

21/8/16 S/ pasien sudah tidak sering tidur dan bicara sudah PT /


semakin jelas. Anggota badan sebelah kanan sudah
(7) semakin dapat digerakan. Bicara sudah nyambung Inf Asering 15 gtt/mnt
dan hari ini tidak bisa BAB lagi. Inj Ranitidine 2x1 amp (IV)
O/ Inj Brainact 2x1 g (IV)
KU : SS Inj Neurotam 2x3g (IV)
KS : Composmentis
TD : 140/80 mmHg Inj Ketorolac 2x1 amp (IV)
N : 82x / menit Inj Cefotaxime 2x1 amp (IV)
R : 20 x / menit
S : 36,1o C Tab Aptor 1x100 mg (PO)

SI :
- PULMO : Ka = Ki, Wh -/-, Rh -/-
- COR :S1S2 Reguler, Murmur (-), Gallop (-)

SN :
- RM : KK (-)
- Mata : Pupil bulat isokor, RCL (+/+), RCTL
(+/+), GBM baik ke segala arah
- NVII, N XII : baik
- Motorik : 4 5
4 5
- Sensorik : + +
+ +
- F. Luhur : Baik
- F. Vegetatif : BAK = baik
BAB = baik
- RF :+ +
+ +
- RP : -/-

A/
- Stroke ec infark AT sc sinistra FRHT
- Encefalopaty ec?

18
TINJAUAN PUSTAKA

I. STROKE INFARK
A. Definisi
Stroke adalah penyakit gangguan fungsional otak fokal maupun general secara
akut, lebih dari 24 jam kecuali pada intervensi bedah atau meninggal, berasal dari
gangguan sirkulasi serebral.1
Gangguan fungsi syaraf pada stroke disebabkan oleh gangguan peredaran darah
otak non traumatik. Gangguan syaraf tersebut menimbulkan gejala antara lain:
kelumpuhan wajah atau anggota badan, bicara tidak lancar, bicara tidak jelas (pelo),
mungkin perubahan kesadaran, gangguan penglihatan, dan lain-lain. Didefinisikan
sebagai stroke jika pernah didiagnosis menderita penyakit stroke oleh tenaga
kesehatan atau pernah mengalami secara mendadak keluhan kelumpuhan pada satu
sisi tubuh atau mulut menjadi mencong tanpa kelumpuhan otot mata atau bicara pelo
atau sulit bicara/komunikasi dan atau tidak mengerti pembicaraan.2
Stroke infark terjadi bila aliran darah di otak kurang dari 18 mL/100 g
jaringan/menit dengan kematian sel akan terjadi bila aliran darah otak dibawah 10
mL/100 g jaringan/menit.4

B. Epidemiologi
Prevalensi stroke di Indonesia meningkat seiring dengan bertambahnya umur,
tertinggi pada umur 75 tahun (43,1% dan 67,0%). Prevalensi stroke sama tinggi
antara laki-laki dan perempuan. Prevalensi stroke cenderung lebih tinggi pada
masyarakat dengan pendidikan rendah, prevalensi stroke lebih tinggi di kota dari di
desa. Prevalensi stroke di daerah tertinggi pada Sulawesi Utara (10,8%), diikuti DI
Yogyakarta (10,3%), Bangka Belitung dan DKI Jakarta masing-masing 9,7%.2 Stroke
merupakan penyebab kematian nomor tiga di United States, dengan stroke iskemik
angka kejadiannya sebesar 87% dan 13% yaitu stroke hemoragik.3

C. Faktor Risiko
Faktor risiko stroke dibedakan menjadi kondisi yang dapat dimodifikasi dan yang
tidak dapat dimodifikasi. Faktor-faktor risiko ini, terutama yang dapat dimodifikasi,

19
dapat menjadi cara untuk dapat mengetahui penyebab terjadinya stroke dan juga dapat
mempengaruhi pengobatan sesuai dengan faktor risikonya, dan bisa juga digunakan
sebagai secondary prevention untuk mencegah terjadinya stroke berikutnya. Faktor-
faktor risiko tersebut yaitu4:

Tabel 1. Faktor-faktor risiko terjadinya stroke


Tidak dapat dimodifikasi Dapat dimodifikasi
(Nonmodifiable risk) (Modifiable risk)
Usia Hipertensi
Ras Diabetes mellitus
Jenis kelamin Penyakit jantung: atrial fibrilasi, penyakit
askular, gagal jantung, stenosis mitral,
pembesaran atrium dan ventrikel.
Etnis Hiperkolesterolemia
Riwayat keluarga memiliki stroke atau TIA
TIA Lifestyle: minum alkohol, mengonsumsi
obat-obatan
Obesitas
Pengguna kontrasepsi oral
Sickle cell disease

D. Etiologi
Stroke iskemik bisa disebabkan oleh berbagai macam keadaan yaitu4:
1. Genetik dan mekanisme inflamasi
Bukti terus bertambah bahwa faktor peradangan dan faktor genetik memiliki
peran penting dalam perkembangan aterosklerosis dan, khususnya pada penyakit
stroke. Aterosklerosis bukanlah penyakit karena penumpukan kadar kolesterol
yang tinggi, tetapi karena kondisi peradangan yang terjadi yang disebabkan oleh
respon dari sel endotel yang cedera.
Faktor genetik dapat menjadi salah satu penyebab utama terjadinya stroke.
Sejumlah gen yang dikenal untuk meningkatkan kerentanan terhadap stroke

20
iskemik yaitu mutasi gen F2 dan F5 dapat meningkatkan risiko trombosis. Mutasi
pada gen berikut juga diketahui meningkatkan risiko stroke:
- NOS3: Sebuah gen sintetase oksida nitrat; terlibat dalam relaksasi pembuluh
darah.
- ALOX5AP: Terlibat dalam metabolisme asam arakidonat.
- PRKCH: Terlibat dalam sistem transduksi sinyal utama.

Kondisi-kondisi lain yang disebabkan karena genetik yaitu:


- Hiperhomosisteinemia dan homosistinuria
Terjadi karena mutasi gen 5,10-methylenetetrahydrofolate reduktase
(MTHFR). Faktor risiko untuk penyakit serebrovaskular adalah terkait dengan
tingkat serum homosistein. Selanjutnya, pada orang yang mengalami mutasi
gen MTHFR, kadar homosistein bisa diturunkan dengan terapi asam folat oral.
Selain itu, hiperhomosisteinemia dapat dilihat dari defisiensi
Cystathione Beta Synthase (CBS) yang umumnya disebut sebagai
homosistinuria. Gangguan ini diwariskan secara resesif autosomal. Gejala
biasanya bermanifestasi pada awal kehidupan. Pasien memiliki habitus
marfanoid, ectopia lentis, dan miopia dan umumnya memiliki cacat intelektual.
- Amyloid angiopati
Merupakan suatu keadaan yang dapat meningkatkan risiko stroke dan
demensia. Mutasi pada gen CST3 adalah penyebab kondisi ini dan diwariskan
secara autosomal dominan. Penderita akan memiliki deposisi difus amyloid,
termasuk di otak. Timbulnya gejala biasanya pada dekade ketiga atau keempat
kehidupan, kematian yang terjadi sebelum usia 60 tahun.
- CADASIL
Cerebral arterioathy, autosomal dominant, wit subcortical infarcts and
leukoensefalopati (CADASIL), disebabkan oleh mutasi pada gen NOTCH3.
Ini mempengaruhi arteri kecil di otak. Gejala stroke-like biasanya terjadi pada
usia rata-rata 46 tahun, dengan rentang usia 19-67 tahun. Gejala migren terjadi
pada 30-40% orang dengan CADASIL. Sekitar 60% dari individu gejala

21
memiliki defisit kognitif, yang dapat mulai sedini usia 35 tahun, dan banyak
berkembang menjadi multi-infark demensia.
2. Lakunar
Lakunar stroke terjadi pada 13-20% stroke iskemik. Oklusi pembuluh darah
biasanya terjadi pada cabang-cabang dari A. Cerebri Media, A. Lenticulostriata,
atau pada cabang-cabang dari sirkulus Willisi, A. Vertebralis, atau A. Basilaris.
Lakunar stroke biasanya berhubungan dengan orang tua yang memiliki hipertensi
kronik.
3. Emboli
Emboli kardiogenik merupakan penyebab stroke infark sebesar 20%. Emboli
biasanya berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, arkus aorta. Sumber emboli
kardiogenik adalah sebagai berikut:
- Valvular thrombi (misalnya, pada stenosis mitral atau endokarditis atau dari
penggunaan katup prostetik)
- Mural thrombi (misalnya, di infark miokard, atrial fibrilasi, kardiomiopati
dilatasi, atau gagal jantung kongestif berat)
- Atrial myxoma infark miokard akut berhubungan dengan kejadian 2-3% dari
stroke emboli, dimana 85% terjadi pada bulan pertama setelah infark.
Stroke emboli cenderung memiliki onset mendadak, dan neuroimaging dapat
menunjukkan infark sebelumnya di beberapa vaskular wilayah atau mungkin
menunjukkan emboli kalsifikasi.
4. Trombus
Faktor trombogenik berkaitan dengan cedera dan hilangnya sel endotel; yang
akan mengaktivasi platelet oleh subendothelium, aktivasi kaskade pembekuan,
penghambatan fibrinolisis, dan stasis darah. Stroke trombotik umumnya
diperkirakan berasal dari plak aterosklerotik yang pecah. Arteri stenosis dapat
menyebabkan aliran darah turbulen, yang dapat mempromosikan pembentukan
trombus; aterosklerosis (yaitu, plak ulserasi); dan kepatuhan platelet. Semua
menyebabkan pembentukan gumpalan darah yang baik embolisasi atau
menyumbat arteri.

22
Aterosklerosis intrakranial dapat menjadi penyebab stroke trombotik pada
pasien dengan aterosklerosis luas. Pada pasien tanpa adanya faktor aterosklerosis,
terutama pada pasien yang lebih muda, penyebab lain harus dipertimbangkan,
termasuk yang berikut:
- Keadaan hiperkoagulasi (misalnya, antibodi antifosfolipid, kekurangan protein
C, kekurangan protein S, kehamilan)
- Penyakit sel sabit
- Displasia fibromuskular
- Pasca pembedahan arteri
- Vasokonstriksi yang terkait dengan penyalahgunaan zat (misalnya, kokain,
amfetamin)

E. Vaskularisasi Otak
Otak mendapat vaskularisasi dari 2 pasang arteri besar yaitu sepasang arteri
karotis interna dan sepasang arteri vertebralis dan cabang-cabangnya yang
beranastomosis pada permukaan bawah otak membentuk sirkulus Willisi.3
Berat otak sekitar 2% dari berat tubuh, namun otak memakai 18% dari total
volume darah yang beredar dalam tubuh. Darah merupakan sarana transportasi
oksigen, nutrisi dan bahan-bahan lain yang sangat diperlukan untuk mempertahankan
fungsi penting jaringan otak dan mengangkut sisa metabolit. Kehilangan kesadaran
terjadi bila aliran darah ke otak berhenti 15 detik atau kurang, kerusakan jaringan otak
yang permanen terjadi bila aliran darah ke otak terhenti dalam waktu 5 menit.3
Penyakit aterosklerosis arteri besar intrakranial khususnya arteri serebri media
adalah penyebab tersering stroke dan transient ischemic attack (TIA). 3

23
Gambar 1. Pembuluh darah arteri pada otak Gambar 2. Sirkulus Willisi

Arkus aorta adalah asal dari semua pasokan darah otak. Sirkulus Willisi adalah
struktur arteri yang menghubungkan sirkulasi kiri, kanan, anterior, dan posterior.
Batang otak menerima suplai darah dari banyak arteriol kecil yang berasal dari
vertebralis, basilar, dan arteri cerebellar proksimal. Arteri cerebellar utama adalah
arteri cerebellaris posterior inferior (cabang dari arteri vertebralis) dan arteri cerebellar
anterior inferior dan arteri cerebellar superior (cabang dari arteri basilar). Arteri
serebral yang utama adalah arteri serebralis anterior, arteri serebralis medial, dan arteri
serebralis posterior. Arteri serebral anterior dan serebral media adalah cabang dari
bifurkasio arteri karotis interna dalam lingkaran Willisi. Arteri serebral anterior
memiliki 4 cabang kortikal. Arteri choroidal anterior adalah cabang dari arteri karotis
interna. Arteri serebral posterior adalah cabang dari arteri basilar.3
Arterial teritori dan stroke sindrom3:
1. Sindrome arteri serebral anterior
Secara umum, arteri serebral anterior memperdarahi bagian medial frontal dan
lobus parietal. Infark wilayah ini menyebabkan hemianesthesia kontralateral, serta
hemiparesis yang mempengaruhi kaki lebih dari lengan atau wajah karena
topografi homunculus tersebut. Selanjutnya, kerusakan pada lobus frontal medial

24
merusak fungsi perilaku dan dapat menyebabkan abulia. Infark dominan arteri
serebri anterior dapat menghasilkan bisu, dan infark nondominan dapat
menghasilkan keadaan confusional state. Abulia parah dalam bentuk bisu akinetik
biasanya hanya terlihat pada infark arteri serebral anterior bilateral, bersama
dengan inkontinensia urin.
2. Sindrom Arteri Serebral Media
Arteri serebri medial memperdarahi sebagian lobus frontal dan parietal, serta
bagian superior dari lobus temporal. Stroke pada arteri ini dapat menyebabkan
hemiparesis kontralateral, hemianesthesia, dan hemianopia. Penurunan
kemampuan berbahasa terjadi pada lesi arteri serebri media, lesi pada area Broca
pada lobus frontal postero-inferior menghasilkan afasia ekspresif (motorik), dan
lesi di daerah Wernicke di lobus temporal postero-superior menghasilkan afasia
reseptif (sensorik). Bila terjadi oklusi lengkap arteri serebri media proksimal,
terdapat kerusakan sensorik, motorik, bahasa, dan fungsi eksekutif melalui
kerusakan pada representasi kortikal dan struktur ganglia basal. Lesi pada arteri
serebri media di segmen M1 distal atau bifurkasio dapat menyebabkan defisit
sensorik dan motorik yang tidak teratur dan tidak lengkap. Oklusi superior dari
arteri serebral media mengarah ke sindrom disfungsi motor dan bahasa ekspresif
menonjol dengan hilangnya sensasi variabel. Sebaliknya, oklusi inferior arteri
serebri media memberikan gejala hemianopsia yang menonjol dan defisit bahasa
reseptif. Daerah yang jarang terjadi stroke yaitu pada daerah temporoparietal
stroke (daerah angular gyrus) dapat menimbulkan gejala sindrom Gerstmann,
yang terdiri dari agraphia, acalculia, kebingungan kanan-kiri, dan agnosia jari.
3. Sindrom arteri serebral posterior
Arteri serebral posterior memperdarahi lobus temporal inferior dan lobus
oksipital. Lesi pada arteri serebral posterior dapat menyebabkan hemianopsia
homonim kontralateral. Lesi hemisfer dominan dapat menciptakan fenomena
menarik yaitu Alexia tanpa agraphia, dimana fungsi membaca terhambat oleh
kombinasi dari cacat bidang visual unilateral dan area bahasa reseptif. Kerusakan
lobus oksipital bilateral dapat menyebabkan kebutaan kortikal dengan deficit
denial dan mengigau (sindrom Anton). Infark arteri serebral posterior bilateral

25
yang lebih luas dapat menyebabkan apraxia oculomotor (kesulitan mengarahkan
pandangannya ke tempat tujuan), ataksia optik (kesulitan visual membimbing
gerakan anggota badan), dan simultagnosia (ketidakmampuan untuk mengenali
presentasi visual yang terintegrasi), kondisi ini dikenal sebagai sindrom Balint.
4. Sindrom arteri serebral dalam
Semua 3 arteri serebral, arteri komunikans anterior dan posterior, dan arteri koroid
anterior memiliki cabang yang memperdarahi ganglia basalis dan struktur limbik.
Arteri lenticulostriata memperdarahi putamen, globus pallidus, kapsula interna,
dan nukleus kaudatus (lentiform nukleus = putamen dan globus pallidus;. Striatum
= kaudatus dan putamen dan daerah yang menjembatani mereka). Arteri
lenticulostriate medial merupakan cabang dari arteri serebral anterior, dan arteri
lenticulostriate lateralis merupakan cabang dari arteri serebralis media. Heubner
adalah arteri lenticulostriata medial yang timbul dari areteri serebral anterior dekat
persimpangan dengan arteri komunikans anterior. Arteri ini rentan terhadap
kerusakan seperti aneurisma, dan dapat menyebabkan infark dari nukleus caudate
dan kapsula interna. Oklusi pada pembuluh darah ini dapat menyebabkan
kelemahan pada wajah dan lengan dengan disartria serta afasia motorik. Arteri
koroid anterior, cabang langsung dari arteri karotid internal distal, memperdarahi
ekstremitas posterior dari kapsul internal, posterior paraventricular corona radiata,
segmen traktus optik, dan pleksus koroid dari ventrikel lateral. Hipokampus
anterior dan parahippocampus juga mungkin diperdarahi dari pembuluh tersebut.
Infark dari arteri kecil ini dapat menyebabkan triad klasik hemiplegia berat,
hemianesthesia, dan hemianopia yang sama dengan infark arteri serebri lengkap,
meskipun hemianopia jarang.
Bagian posterior dari kapsula interna dan traktus optikus diperdarahi oleh arteri
thalamoperforating anterior cabang dari arteri komunikans posterior. Selain
berasal dari arteri thalamoperforating anterior, thalamus dan lateral geniculate
nucleus yang menerima suplai darah dari thalamoperforating posterior dan arteri
thalamogeniculate cabang dari arteri serebral posterior.

26
F. Patofisiologi
Iskemik otak akan mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara
bertahap4:
1. Penurunan aliran darah otak
Terdapat dua mekanisme patofisiologi pada iskemik otak yaitu hilang atau
berkurangnya suplai oksigen dan glukosa yang terjadi sekunder akibat oklusi
vaskuler, serta adanya perubahan pada metabolisme seluler akibat gangguan
proses produksi energi akibat oklusi sebelumnya.
Akibat oklusi akan terjadi gangguan hemodiamik aliran darah otak yang secara
bertahap dikenal beberpa critical level berdasarkan beratnya oklusi, yaitu:
- Tingkat kritikal pertama
Terjadi bila aliran darah otak menurun hingga 70-80% (kurang dari 50-55
ml/100 gr otak/menit). Pada keadaan ini respon pertama otak adalah
terhambatnya sintesa protein karena adanya disagregasi ribosom.
- Tingkat kritikal kedua
Terjadi bila aliran darah otak berkurang hingga 50% (hingga 35 ml/100 gr
otak/menit). Akan terjadi aktivasi glikolisis anaerob dan peningkatan
konsentrasi laktat yang selanjutnya berkembang menjadi asidosis laktat dan
edema sitotoksik.
- Tingkat kritikal ketiga
Terjadi bila aliran darah otak berkurang hingga 30% (hingga 20 ml/100 gr
otak/menit) pada keadaan ini akan terjadi berkurangnya produksi adenosine
triphosphate (ATP), defisit energi, serta adanya gangguan transport aktif ion,
instabilitas membran sel serta dilepaskannya neurotransmiter eksitatorik yang
berlebihan.
Pada saat aliran darah otak mencapai hanya 20% dari nilai normal (10-15
ml/100 gr otak/menit), maka neuron-neuron otak mengalami hilangnya gradien
ion dan selanjutnya terjadi depolarisasi anoksik dari membran.
Jika jaringan otak mendapat aliran darah kurang dari 10 ml/100 gr jaringan
otak per menit akan terjadi kerusakan neuron yang irreversibel secara cepat dalam
waktu 6-8 menit. Daerah ini disebut ischemic core

27
2. Pengurangan oksigen
Dalam keadaan normal konsumsi oksigen yang biasanya diukur sebagai
cerebral metabolic rate for oxygen (CMRO2) normal 3,5cc/100 gr otak/menit.
Keadaan hipoksia juga mengakibatkan produksi molekul oksigen tanpa pasangan
elektron. Keadaan ini disebut oxygen-free radicals. Radikal bebas ini
menyebabkan oksidasi fatty acid di dalam organel sel dan plasma sel yang
mengakibatkan disfungsi sel. Dan bila suplai oksigen berkurang (hipoksia) proses
anaerob glikolisis akan terjadi dalam pembentukan ATP dan laktat sehingga
akhirnya produksi energi menjadi kecil dan terjadi penumpukan asam laktat, baik
di dalam sel saraf maupun di luar sel saraf (lactic acidosis). Akibatnya fungsi
metabolisme sel saraf terganggu.
3. Kegagalan energi
Otak hanya menggunakan glukosa sebagai sumber energi utama dari otak.
Dengan adanya oksigen, glukosa dirubah oleh mitokondria menjadi ATP. Otak
normal membutuhkan 500cc oksigen dan 75-100 mg glukosa setiap menitnya
(total sekitar 125 mg glukosa per harinya). ATP digunakan oleh sel otak untuk
semua proses yang membutuhkan energi. Energi yang berasal dari ATP digunakan
untuk membuat dan mempertahanan komponen dan proses sel serta memacu
fungsi motor, kognitif dan daya ingat. Suplai produksi ATP secara konstan
penting untuk mempertahankan integritas neuron mayoritas kation Ca2+, Na+
ekstraseluler dan K+ intraseluler.
Pada stroke aliran darah terganggu sehingga terjadi iskemik, yang menghambat
penyediaan glukosa, oksigen dan bahan makanan lain ke sel otak. Hal tersebut
akan menghambat mitokondria dalam menghasilkan ATP, sehigga tidak saja
terjadi gangguan fungsi seluler, tetapi juga aktivasi berbagai proses toksik.
4. Neurotransmiter glutamat pada stroke iskemik
Glutamat merupakan neurotransmiter eksitatorik di jaringan otak. Terdapat 2
bentuk reseptor glutamat yaitu:
- Reseptor metabotropik, dimana reseptornya bergandengan dengan protein G
dan memodulasi second messenger dalam sel seperti inositol trifosfat, Ca dan
nukleotid siklik.

28
- Reseptor inotropik, yang terdiri atas reseptor yang mempunyai hubungan
langsung dengan saluran ion membran. Reseptor ini terbagi lagi dalam reseptor
N-Methyl-D-Aspartate (NMDA), reseptor Alpha-amino-2-hydroxyl-5methyl-
4-isoxazole propionate (AMPA) dan Kainat.
Pada jaringan dengan perfusi yang kurang dengan adanya kegagalan energi
akan terjadi depolarisasi membran dan pelepasan neurotransmiter eksitatorik,
seperti glutamat yang terdapat pada ruangan ekstraseluler, dimana terminal pre
sinap melepaskan glutamat dan konsentrasinya akan meningkat hingga 20 kali
lipat. Setelah dilepaskan glutamat dapat ditangkap oleh neuron dan sel glia. Sel
glia akan mengubah glutamat menjadi glutamin oleh aktifitas enzim glutamin
sintetase. Glutamin dapat dilepaskan dan diambil kembali oleh neuron untuk
dihidrolisis menjadi glutamat. Dalam keadaan normal, glutamat dengan cepat
diklirens dari sinapsis dan kadarnya menjadi normal kembali. Tetapi pada keadaan
iskemik terjadi pelepasan glutamat yang berlebihan dan terdapat adanya
kegagalan pengambilan glutamat.
ATP sangat diperlukan dalam menjaga keseimbangan ionik dalam sitoplasma
neuron dengan menyediakan energi pada pertukaran ion melalui Na-K-ATPase.
Pada stroke iskemik terdapat kekurangan oksigen dan glukosa dalam sel, sehingga
produksi ATP dan Na-K-ATPase berkurang, penurunan fungsi Na-K-ATPase
akan menyebabkan kenaikan konsentrasi Na dalam sel meningkat sehingga timbul
pembengkakan sel, serta pelepasan glutamat karena depolarisasi membran sel.
Depolarisasi ini menyebabkan rangsangan pada berbagai reseptor glutamat dan
masuknya ion bermuatan positif serta secara tak langsung merangsang
pembukaan voltage-gated calsium-channels.
Dari beberapa macam reseptor glutamat, reseptor NMDA yang paling banyak
teraktifkan pada kejadian iskemik fokal. Kekhususan reseptor NMDA terletak
pada kemampuannya memasukan ion Ca dan adanya ion Mg ekstraseluler yang
menutup saluran ion tersebut pada keadaan hiperpolarisasi membran. Saluran ion
yang dibentuk oleh reseptor NMDA hanya terbuka bila Mg yang menutupi saluran
lepas karena depolarisasi akibat adanya input eksitatori yang cukup besar.
Depolarisasi setelah iskemik menyebabkan terbukanya saluran ion pada reseptor

29
NMDA yang mengakibatkan pemasukan ion Ca yang berlebihan ke dalam
sitoplasma.
Akibat stroke, uptake glutamat akan berkurang, sifat reseptor glutamat
berubah, mengakibatkan terjadinya iabberant cell signalling, terjadi peningkatan
kadar kalsium. Masuknya Ca dalam neuron melalui ion channeli yang dirangsang
oleh aktivasi reseptor glutamat dapat menyebabkan kematian sel.
5. Peranan Ca pada stroke iskemik
Masuknya Ca yang berlebihan akan memicu berbagai reaksi di dalam sel
karena Ca dapat berfungsi sebagai second messenger yang akan mengaktifan
transduksi sinyal intraseluler. Berbagai enzim yang berkaitan dengan Ca akan
teraktifkan secara terus-menerus dan menimbulkan kerusakan secara terus-
menerus dan menimbulkan kerusakan struktur sel.
6. Kematian neuron
Pada iskemik fokal neuron mati pada fase akut dengan nekrosis dan pada
bentuk lambat dengan programmed cell death (apoptosis). Selain menghasilkan
ATP dan mengatur homeostasis ion Ca, mitokondria juga mengatur 2 bentuk
kematian sel yaitu nekrosis dan apoptosis. Segera setelah iskemik serebri,
campuran dari dua proses kematian sel tersebut terjadi melalui pelepasan faktor
dari mitokondria yang mengaktifkan kaskade reaksi kematian sel. Ion kalsium
yang diambil oleh mitokondria akan mengaktifkan mitochondrial permeability
transition pore (mPTP) yang berperan pada apoptosis. Pembentukan dari mPTP
juga akan meningkatkan pelepasan ion Ca dan produksi mitochondrial mediated
ROS yang menyebabkan calsium toxicity dan ROS damage mengakibatkan
nekrosis. Pada daerah inti infark neuron mati dengan cepat lebih banyak dengan
proses nekrosis, sedangkan pada daerah penumbra kematian neuron yang terjadi
lebih lambat yaitu lebih banyak dijumpai tanda apoptosis.

30
G. Tatalaksana
Terapi pada stroke bertujuan untuk menyelamatkan jaringan otak yang
menjadi disfungsional akibat iskemia dengan cara mengembalikan sirkulasi
normal ke area iskemik secepat mungkin.5
Terapi akut pada stroke iskemik5:
1. Rekanalisasi cepat pada pembuluh darah yang tersumbat
Rekanalisasi ini dapat menggunakan zat trombolitik, yang dapat diberikan
yaitu recombinant tissue plasminogen activator (rtPA) atau urokinase. Dapat
diberikan melalui intravena (yaitu secara sistemik) maupun secara intra-
arterial. Terapi trombolitik diberikan segera setelah onset tanda dan gejala
neurologis muncul, dalam tiga jam untuk trombolisis sistemik dan dalam
enam jam untuk trombolisis lokal.
2. Mempertahankan tekanan perfusi yang adekuat
Tekanan darah arterial harus dikontrol ketat dan tidak memberikan
antihipertensi kecuali tekanan darah sistolik melebihi 180 mmHg atau pasien
dalam pengobatan hipertensi secara teratur. Serta bila ada keadaan aritmia
atau gagal jantung maka harus segera distabilkan.
3. Mencegah proses metabolik patologis yang menggunakan oksigen dan
menggunakan energi
Pasien yang mengalami disfagia harus diberikan terapi dini dengan nutrisi
parenteral untuk mengurangi risiko pneumonia aspirasi yang dapat
menyebabkan hipoksia. Tanda vital dan kadar elektrolit serum harus
dimonitor.
4. Perhatikan dan terapi tanda klinis peningkatan tekanan intrakranial
Tanda-tanda seperti sakit kepala, mual, muntah, penurunan kesadaran dan
kemungkinan anisokoria. Terapi non bedah dapat dilakukan bila infark dan
edema disekitarnya tidak terlalu besar, yaitu dengan cara:
- Elevasi bagian kepala tempat tidur hingga 30o
- Hiperventilasi, jika pasien terpasang ventilator
- Pemberian manitol

31
Guidline penatalaksanaan stroke infark:
1. Pengobatan terhadap hipertensi pada stroke akut.
2. Pemberian obat yang dapat menyebabkan hipertensi tidak direkomendasikan
diberikan pada kebanyakan pasien stroke iskemik.
3. Pengobatan terhadap hipoglikemia atau hiperglikemia..
4. Pemberian terapi trombolisis pada stroke akut.
5. Pemberian antikoagulan
- Antikoagulasi yang urgent dengan tujuan mencegah timbulnya stroke
ulang awal, menghentikan perburukan deficit neurologi, atau memperbaiki
keluaran setelah stroke iskemik akut tidak direkomendasikan sebagai
pengobatan untuk pasien dengan stroke iskemik akut.
- Antikoagulasi urgent tidak drekomendasikan pada penderita dengan stroke
akut sedang sampai berat karena meningkatnya risiko komplikasi
perdarahan intracranial.
- Inisiasi pemberian terapi antikoagulan dlam jangka waktu 24 jam
bersamaan dengan pemberian intravena rtPA tidak direkomendasikan .
- Secara umum, pemberian heparin, LMWH atau heparinoid setelah stroke
iskemik akut tidak bermanfaat. Namun, beberapa ahli masih
merekomendasikan heparin dosis penuh pada penderita stroke iskemik
akut dengan risiko tinggi terjadi reembolisasi, diseksi arteri atau stenosis
berat arteri karotis sebelum pembedahan. Kontraindikasi pemberian
heparin juga termasuk infark besar >50%, hipertensi yang tidak dapat
terkontrol, dan perubahan mikrovaskuler otak yang luas.
6. Pemberian antiplatelet
- Pemberian Aspirin dengan dosis awal 325 mg dlam 24 sampai 48 jam
setelah awitan stroke dianjurkan untuk seiap stroke iskemik akut.
- Aspirin tidak boleh digunakan sebagai pengganti tindakan intervensi akut
pada stroke, seperti pemberian rtPA intravena.
- Jika direncanakan pemberian trombolitik, aspirin jangan diberikan.
- Penggunaan aspirin sebagai adjunctive therapy dalam 24 jam setelah
pemberian obat trombolitik tidak dierkomendasikan.

32
- Pemberian klopidrogel saja, atau kombinasi dengan aspirin, pada stroke
iskemik akut, tidak dianjurkan, kecuali pada pasien dengan indikasi
spesifik, misalnya angina pectoris tidak stabil, non-Q-wave MI, atau recent
stenting, pengobatan harus diberikan sampai 9 bulan setelah kejadian.
- Pemberian antiplatelets intravena yang menghambat reseptor glikoprotein
IIb/IIIa tidak dianjurkan
7. Hemodilusi dengan atau tanpa venaseksi dan ekspansi volume tidak
dianjurkan dalam terpi stroke iskemik akut.
8. Pemakaian vasodilator seperti pentoksifilin tidak dianjurkan dalam terapi
stroke iskemik akut.
9. Dalam keadaan tertentu, vasopressor terkadang digunakan untuk
memperbaiki aliran darah ke otak (cerebral blood flow). Pada keadaan
tersebut, pemantauan kondisi neurologis dan jantung harus dilakukan secara
ketat.
10. Tindakan endarterektomi carotid pada stroke iskemik akut dapat
mengakibatkan risiko serius dan keluaran yang tidak menyenangkan.
Tindakan endovascular belum menunjukkan hasil yang bermanfaat, sehingga
tidak dianjurkan.
11. Pemakaian obat-obatan neuroprotektor belum menunjukkan hasil yang
efekif, sehingga sampai saat ini belum dianjurkan. Namun, citicolin sampai
saat ini masih memberikan manfaat pada stroke akut. Penggunaan citicolin
pada stroke iskemik akut dengan dosis 2x1000 mg intravena 3 hari dan
dilanjutkan dengan oral 2x1000 mg selama 3 minggu dilakukan dalam
penelitian ICTUS (International Citicholin Trial in Acute Stroke, ongoing).
Selain itu, pada penelitian yang dilakukan oleh PERDOSSI secara
multisenter, pemberian Plasmin oral 3x500 mg pada 66 pasien di 6 rumah
sakit pendidikan di Indonesia menunjukkan efek positif pada penderita strke
akut berupa perbaikan motoric, score MRS dan Barthel index.
12. Cerebral venous sinus thrombosis (CVST) Diagnosa CVST tetap sulit. Faktor
risiko yang mendasari baru diketahui sebesar 80%. Beberapa faktor risiko
sering dijumpai bersamaan. Penelitian The International Study On Cerebral

33
Vein And Dural Sinus Thrombosis (ISCVT) mendapatkan 10 faktor risiko
terbanyak, antara lain kontrasepsi oral (54,3%), trombofilia (34,1%), masa
nifas (13,8%), infeksi dapat berupa infeksi SSP, infeksi organ-organ wajah,
dan infeksi lainnya (12,3%), gangguan hematologi seperti anemia,
trombositemia, polisitemia (12%), obat-obatan (7,5%), keganasan (7,4%),
kehamilan (6,3%), presipitasi mekanik termasuk cedera kepala (4,5%), dan
vaskulitis (3%). Penatalaksanaan CVST diberikan secara komprehensif, yaitu
dengan terapi antitrombotik, terapi simptomatik, dan terapi penyakit dasar.
Pemberian terapi UFH atau LMWH direkomendasikan untuk diberikan,
walaupun terdapat infark hemoragik. Terapi dilanjutkan dengan antikoagulan
oral diberikan selama 3-6 bulan, diikuti dengan terapi antiplatelet

Terapi umum6 :
1. Cairan
- Berikan cairan isotonis seperti 0,9% salin dengan tujuan menjaga
euvolemi.
- Pada umumnya, kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari (parenteral maupun
enteral).
- Keseimbangan cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin
sehari ditambah dengan pengeluaran cairan yang tidak dirasakan (produksi
urin sehari ditambah 500 ml untuk kehilangan cairan yang tidak tampak
dan ditambah lagi 300 ml per derajat Celcius pada penderita panas).
- Elektrolit (natrium, kalium, kalsium dan magnesium) harus selalu
diperiksa dan diganti bila terjadi kekurangan sampai tercapai nilai normal.
- Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan hasil analisa gas
darah.
- Cairan yang hipotonik atau mengandung glukosa hendaklah dihindari
kecuali pada keadaan hipoglikemia.
2. Nutrisi
- Nutrisi enteral paling lambat sudah harus diberikan dalam 48 jam, nutrisi
oral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik.

34
- Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun makanan, nutrisi
diberikan melalui pipa nasogastrik.
- Pada keadaan akut, kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari dengan
komposisi:
a. Karbohidrat 30-40 % dari total kalori;
b. Lemak 20-35 % (pada gangguan nafas dapat lebih tinggi 35-55 %);
c. Protein 20-30% (pada keadaan stress kebutuhan protein 1.4-2.0
g/kgBB/hari (pada gangguan fungsi ginjal <0.8 g/kgBB/hari).
- Apabila kemungkinan pemakaian pipa nasogastrik diperkirakan >6
minggu, pertimbangkan untuk gastrostomi.
- Pada keadaan tertentu yaitu pemberian nutrisi enteral tidak
memungkinkan, dukungan nutrisi boleh diberikan secara parenteral.
- Perhatikan diet pasien yang tidak bertentangan dengan obat-obatan yang
diberikan. Contohnya, hindarkan makanan yang banyak mengandung
vitamin K pada pasien yang mendapat warfarin.
3. Pencegahan dan Penanganan Komplikasi
- Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut
(aspirasi, malnutrisi, pneumonia, thrombosis vena dalam, emboli paru,
dekubitus, komplikasi ortopedi dan kontraktur) perlu dilakukan.
- Berikan antibiotika atas indikasi dan usahakan sesuai dengan tes kultur dan
sensitivitas kuman atau minimal terapi empiris sesuai dengan pola kuman.
- Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi terbatas dan atau memakai kasur
antidekubitus.
- Pencegahan thrombosis vena dalam dan emboli paru.
- Pada pasien tertentu yang beresiko menderita thrombosis vena dalam,
heparin subkutan 5000 IU dua kali sehari atau LMWH atau heparinoid
perlu diberikan. Resiko perdarahan sistemik dan perdarahan intraserebral
perlu diperhatikan. Pada pasien imobilisasi yang tidak bias menerima
antikoagulan, penggunaan stocking eksternal atau aspirin
direkomendasikan untuk mencegah thrombosis vena dalam.
4. Penatalaksanaan Medis Lain

35
- Pemantauan kadar glukosa darah sangat diperlukan. Hiperglikemia (kadar
glukosa darah >180 mg/dl) pada stroke akut harus diobati dengan titrasi
insulin. Target yang harus dicapai adalah normoglikemia. Hipoglikemia
berat (<50 mg/dl) harus diobati dengan dekstrosa 40% intravena atau
infuse glukosa 10-20%.
- Jika gelisah lakukan terapi psikologi, kalau perlu berikan minor dan mayor
tranquilizer seperti benzodiazepine short acting atau propofol bias
digunakan.
- Analgesik dan antimuntah sesuai indikasi.
- Berikan H2 antagonis, apabila ada indikasi (perdarahan lambung).
- Hati-hati dalam menggerakkan, penyedotan lender, atau memandikan
pasien karena dapat mempengaruhi TTIK.
- Mobilisasi bertahap bila hemodinamik dan pernafasan stabil.
- Kandung kemih yang penuh dikosongkan, sebaiknya dengan kateterisasi
intermiten.
- Pemeriksaan penunjang lanjutan seperti pemerikssan laboratorium, MRI,
Dupleks Carotid Sonography, Transcranial Doppler, TTE, TEE, dan lain-
lain sesuai dengan indikasi.
- Rehabilitasi.
- Edukasi.
- Discharge planning (rencana pengelolaan pasien di luar rumah sakit).

Terapi khusus6:
1. Penanganan Transformasi Hemoragik
Tidak ada anjuran khusus tentang terapi transformasi perdarahan
asimptomatik. Terapi transformasi perdarahan simtomatik sama dengan
terapi stroke perdarahan, antara lain dengan memperbaiki perfusi serebral
dengan mengendalikan tekanan darah arterial secara hati-hati.
2. Pengendalian Kejang

36
- Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat intravena 5-20mg dan diikuti
oleh fenitoin, loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan
maksimum 50 mg/menit.
- Bila kejang belum teratasi, maka perlu dirawat di ICU.
- Pemberian antikonvulsan profilaksis pada penderita stroke iskemik tanpa
kejang tidak dianjurkan.
- Pada stroke perdarahan intraserebral, obat antikonvulsan profilaksis dapat
diberikan selama 1 bulan, kemudian diturunkan, dan dihentikan bila tidak
ada kejang selama pengobatan.
4. Pengendalian Suhu Tubuh
- Setiap pederita stroke yang disertai demam harus diobati dengan
antipiretika dan diatasi penyebabnya.
- Berikan Asetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5 oC atau 37,5 oC.
- Pada pasien febris atau berisiko terjadi infeksi, harus dilakukan kultur dan
hapusan (trakea, darah dan urin) dan diberikan antibiotik. Jika memakai
kateter ventrikuler, analisa cairan serebrospinal harus dilakukan untuk
mendeteksi meningitis.
- Jika didapatkan meningitis, maka segera diikuti terapi antibiotic.
5. Penatalaksanaan hipertensi
Pada pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan sekitar 15%
(sistolik maupun diastolik) dalam 24 jam pertama setelah awitan apabila
tekanan darah sistolik (TDS) >220 mmHg atau tekanan darah diastolic (TDD)
>120 mmHg. Pada pasien stroke iskemik akut yang akan diberi terapi
trombolitik (rtPA), tekanan darah diturunkan hingga TDS <185 mmHg dan
TDD <110 mmHg. Selanjutnya, tekanan darah harus dipantau hingga TDS
<180 mmHg dan TDD <105 mmHg selama 24 jam setelah pemberian rtPA.
Obat antihipertensi yang digunakan adalah labetalol, nitropaste, nitroprusid,
nikardipin, atau diltiazem intravena.
6. Penatalaksanaan hipotensi
Hipotensi arterial pada stroke akut berhubungan dengan buruknya keluaran
neurologis, terutama bila TDS <100 mmHg atau TDD <70 mmHg. Oleh

37
karena itu, hipotensi pada stroke akut harus diatasi dan dicari penyebabnya,
terutama diseksi aorta, hipovolemia, perdarahan, dan penurunan cardiac
output karena iskemia miokardial atau aritmia.
Penggunaan obat vasopresor dapat diberikan dalam bentuk infuse dan
disesuaikan dengan efek samping yang akan ditimbulkan seperti takikardia.
Obat-obat vasopressor yang dapat digunakan antara lain, fenilephrin,
dopamine, dan norepinefrin. Pemberian obat-obat tersebut diawali dengan
dosis kecil dan dipertahankan pada tekanan darah optimal, yaitu TDS berkisar
140 mmHg pada kondisi akut stroke.

H. Pemeriksaan Penunjang
1. EKG6
2. Laboratorium (kimia darah, fungsi ginjal, hematologi, faal hemostasis, kadar
gula darah, analisis urin, analisa gas darah, dan elektrolit).6
3. Bila perlu pada kecurigaan perdarahan subaraknoid, lakukan punksi lumbal
untuk pemeriksaan cairan serebrospinal.6
4. Pemeriksaan radiologi6
- Foto rontgen dada
- CT Scan

I. Komplikasi
1. Bronkopneumoni6
- Pencegahan dan deteksi
1. Pemberian antibiotik profilaks tidak dianjurkan karena dapat
memperburuk kondisi saat fase akut storke.
2. Pneumonia akibat disfagia atau gangguan refleks menelan erat
hubungannya dengan aspirasi penumonia. Oleh karena itu, tes refleks
batuk perlu dilakukan untuk mengidentifikasi risiko pneumonia.
3. Pemberian pipa nasogastrik segera (dalam 48 jam) dianjurkan pada
pasien dengan gangguan menelan.
4. Pencegahan aspirasi pneumonia dapat dilakukan dengan:

38
i. Elevasi kepala 30-45o.
ii. Menghindari sedasi berlebihan.
iii. Mempertahankan tekanan endotracheal cuff yang tepat pada
pasien dengan intubasi dan trakeostomi.
iv. Memonitor volume residual lambung selama pemberian makanan
secara enteral.
v. Menghindari pemakaian pipa nasogastrik yang lama.
vi. Seleksi diit yang tepat untuk pasien dengan disfagia.
vii. Mengaspirasi sekresi subglotis secara teratu.
viii. Rehabilitasi fungsi menelan.
ix. Merubah posisi pasien saat berbaring dan terapi fisik.
x. Terapi farmakologis seperti pemberian ACE inhibitor,
amantadine dan cilostazol, diduga dapat mengurangi resiko
aspirasi pneumonia pada pasien stroke melalui mekanisme
peningkatan kadar dopamine dan substansi.
xi. Oleh karena disfagi dapat beresiko terjadi pneumonia aspirasi,
maka untuk mencagah komplikasi pneumonia dan memperbaiki
fungsi menelan dilakukan modifikasi diit serta latihan otot-otot
menelan dan stimulasi struktur mulut dan faring.
- Penatalaksaan
1. Fisioterapi (chest therapy) dengan spidometri, inhalasi ritmik, dan
menepuk-nepuk dada.
2. Pemberian antibiotic sesuai indikasi(kalau perlu tes resistensi kuman)
antara lain :
i. Tanpa komorbiditas
Macrolide (azithromycin, clarithromycin, atau erythromycin)
ii. Disertai penyakit lain seperti diabetes mellitus,
alkoholisme,keganasan, penyakit jantung, paru, liver,dan ginjal
kronik, serta penyakit imunosupresi:
Fluoroquinolone (moxifloxacin, gemifloxacin, atau
levofloxacin), -lactam dengan macrolide, amoxillin dosis tinggi

39
3x1 g/hari atau amoxillin-clavulanate, alternative lainnya adalah
ceftriaxone, cefpodoxime, atau cefuroxime, dan doxycycline
sebagai alternatif pengganti macrolide.
- Mobilisasi bertahap
Jika terjadi gagal nafas akut, dapat dilakukan pemasangan ventilator sesuai
indikasi dan kondisi pasien.
2. Ulkus dekubitus6
- Memposisikan dan mereposisi tubuh bertujuan untuk menghindari tekanan
langsung pada tonjolan tulang dan permukaan tubuh.
- Penilaian risiko dengan protokol yang valid pada awal masuk rumah sakit
dan diulangi setiap hari termasuk juga penilaian gizi.
- Pemberian dua suplemen nutrisi oral tiap hari pada pasien yang lebih tua
melindungi dari penyakit akut dan mengurangi terjadinya ulkus dekubitus.
- Skala Braden digunakan untuk menilai risiko ulkus dekubitus.
- Kasur busa dapat mengurangi terjadinya ulkus dekubitus dibandingkan
kasus standar rumah sakit
3. Trombosis vena dalam6
- Pemakaian Stoking dilakukanpada pasien kelemahan tungkai.
- Mobilisasi dan hidrasi optimal harus dipertahankan sesering mungkin.
- Pemberian LMWH atau Heparin diberikan sebagai profilaksis pada pasien
stroke iskemik akut yang beresiko tinggi mengalamai trombosis vena
dalam.
- Pemakaian stoking ketat diatas lutut tidak banyak bermanfaat dan
resikonya pada pasien stroke iskemik akut. Tidak dianjurkan pemakaian
stoking ketat secara rutin untuk pencegahan thrombosis vena dalam pada
pasien stroke. Pada keadaan tertentu pemakaian stoking bisa bermanfaat.
- Mobilisasi segera dapat membantu mencegah terjadinya thrombosis vena
dalam.
4. Spastisitas6
- Terapi Spastisitas pada Ekstremitas Atas

40
a. Pemakaian splinting secara rutin untuk mengurangi spastisitas tidak
direkomendasikan. Splinting secara serial (tidak dipasang terus
menerus) dapat dilakukan untuk mengurangi spastisitas.
b. Program regangan yang dibimbing oleh fisioterapis dapat
meningkatkan range of motion (ROM) pada ekstremias atas dan
mengurangi yeri pada stroke lama.
c. Pada pasien gangguan fungsi motor yang berat serta spastisitas hebat,
pemberian toksin botulinum yang dikombinasikan dengan fisioterapi
dapat dilakukan untuk mengurangi tonus dan meningkatkan range of
joint motion (ROM). Toksin botulinum mengurangi spastisitas dan
meningkatkan range of motion (ROM), tetapi tidak mempunyai efek
terapetik kekuatan motoric pada ekstremitas atas.
d. Penyuntikan toksin botulinum di rekomendasikan untuk mengatasi
spastisitas pasca stroke, namun manfaatnya masih diperdebatkan.
e. Pemberian obat anti spastisitas oral (tizanidine, dantrolene, baclofen,
diazepam) tidak direkomendasikan untuk pemakaian rutin dalam
mengurangi spastisitas paska stroke. Tolperison mengurangi
spastisitas yang menyertai stroke.
f. Bila diperlukan, pemberian obat antispastisitas oral disertai
pemantauan efek samping dan penghentian pengobatan bila tidak
efektif.
g. Shock wave therapy dapat mengurangi tonus pada ekstremitas atas.
- Terapi Spastisitas pada Ekstremitas Bawah
a. Tilt table dan night splint mencegah kontraktur pergelangan kaki.
b. Botulinum toxin mengurangi spastisitas tubuh bagian bawah.
c. Botulinum tidak meningkatkan fungsi motoric anggota gerak bawah.
d. Deinervasi otot pada hemiparesis ekstremitas bawah mengurangi
spastisitas, tetapi tidak meningkatkan fungsi.
e. Ketazolam, diazepam, dan tolperison lebih efektif dibanding plasebo
dalam terapi spastisitas pascastroke.
f. Tolperison mengurangi spastisitas.

41
g. Baclofen intratekal mengurangi spastisitas pada tahap stroke kronik.
h. Stimulasi elektrik mengurangi spastisitas plantar fleksi kaki
pascastroke.
i. Terapi ultrasonografi mengurangi eksitabilitas alpha motorneuron
yang berkaitan dengan spastisitas plantar fleksi kaki.
j. Sesi tunggal dari peregangan isokinetic dan isotonic tidak
meningkatkan ukuran langkah.

J. Prognosis
Sangat penting membedakan antara prognosis dan kesembuhan alami
(natural history) karena keduanya sangat berbeda. Kesembuhan alamiah merujuk
pada perkembangan penyakit dari awitan dan tidak diobati sedangkan prognosis
merujuk kepada kemungkinan hasil yang didapatkan dari pengobatam yang
diberikan setelah diagnosis pada pasien ditetapkan. Biasanya meskipun tidak
selalu, prognosis lebih baik dibandingkan dengan kesembuhan alamiah karena
meskipun pada negara berkembang, pasien yang telah didiagnosis dengan stroke
biasanya akan mendapatkan pengobatan minimal atau tanpa pengobatan. Secara
umum perbaikan stroke digambarkan sebagai berikut2:
- 10% penderita stroke mengalami pemulihan hampir sempurna.
- 25% pulih dengan kelemahan minimum.
- 40% mengalami pemulihan sedang sampai tidak membutuhkan perawatan
khusus.
- 10% membutuhkan perawatan oleh perawat pribadi dirumah atau fasilitas
perawatan jangka panjang lainnya.
- 15% langsung meninggal setelah serangan stroke.

K. Pencegahan
1. Pencegahan primer
Tujuan pencegahan primer adalah untuk mencegah stroke pertama dengan
mengobati faktor risiko predisposisi. Mengontrol tekanan darah tinggi,
merokok, diabetes mellitus, dan fibrilasi atrium.

42
2. Pencegahan sekunder
Tujuan pencegahan sekunder adalah untuk mencegah stroke setelah
setidaknya terjadi satu episode iskemia serebri. Metode medis dan bedah
digunakan sebagai pencegahan sekunder. Pemberian aspirin dosis rendah
(100 mg/hari) menurunkan risiko stroke berulang hingga 25%. Penghambat
agregasi trombosit lainnya, seperti ticlopidine dan clopidogrel, memiliki efek
protektif yang jelas daripada aspirin. Antikoagulasi terapeutik dengan
warfarin sangat efektif untuk menurunkan risiko stroke pada pasiendengan
fibrilasi atrium dan denyut jantung yang ireguler.

43
II. ENSEFALOPATI
A. Definisi
Ensefalopati dapat menimbulkan gejala yang luas mulai dari gejala yang ringan,
seperti kehilangan memori atau perubahan-perubahan kepribadian yang hampir tidak
terlihat, sampai yang parah seperti dementia, seizures, koma, atau kematian. Pada
umumnya, ensefalopati dimanifestasikan oleh keadaan mental yang berubah yang
terkadang diikuti oleh manifestasi-manifestasi fisik (contohnya, koordinasi yang
buruk dari gerakan-gerakan anggota tubuh).7

B. Klasifikasi dan Etiologi


Klasifikasi ensefalopati berdasarkan etiologinya yaitu:
Tipe Ensefalopati Penyebab
Ensefalopati Traumatik Kronis Terjadi Ketika Ada Beberapa Trauma Atau
Cedera Otak
Glisin Ensefalopati Kondisi Genetik Di Mana Terdapat
Abnormal Tingkat Tinggi Glisin (Asam
Amino) Di Otak
Ensefalopati Hashimoto Efek Langka Penyakit Autoimun Yang
Menyerang Kelenjar Tiroid
Ensefalopati Hepatik Akibat Dari Penyakit Hati
Ensefalopati Hipertensi Akibat Dari Tekanan Darah Yang Sangat
Tinggi
Hipoksia Ensefalopati Ketika Otak Tidak Mendapatkan Cukup
Oksigen
Lyme Ensefalopati Akibat Dari Penyakit Lyme. Kutu Yang
Terinfeksi Menularkan Penyakit Bakteri Ini
Ensefalopati Statis Kerusakan Otak Permanen Atau Disfungsi.
Kurangnya Oksigen Ke Otak, Seperti
Ketika Janin Terkena Alkohol Dalam
Rahim, Adalah Salah Satu Dari Banyak
Penyebab Jenis Ini
Ensefalopati Toksik-Metabolik Akibat Dari Infeksi, Racun, Kegagalan
Atau Organ
Encephalopathies Spongiform Akibat Dari Penyakit Prion. Protein Prion
Menular Terjadi Secara Normal Di Dalam Tubuh.
Tetapi Mereka Juga Dapat Bermutasi,
Menyebabkan Penyakit. Penyakit Prion

44
Termasuk Penyakit Kronis Wasting,
Insomnia Familial Fatal, Kuru, Dan
Penyakit Creutzfeldt-Jakob
Uremik Encephalopath Akibat Dari Gagal Ginjal
Wernicke Ensefalopati Hasil Dari Kekurangan Vitamin B1.
Alkoholisme Jangka Panjang Dan
Penyerapan Makanan Yang Buruk Dapat
Menyebabkan Kekurangan Vitamin B1

C. Diagnosis
1. Manifestasi
- Perubahan Mental
Penderita ensefalopati dapat mengalami kesulitan fokus atau menderita
kehilangan memoriserta dapat bermasalah dalam kemampuan memecahkan
masalah. Perubahan kepribadian juga merupakan salah satu gejala ensefalopati,
menjadi lesu dan mengantuk.
- Perubahan neurologis
Gejala neurologis yaitu termasuk: kelemahan otot di satu daerah, sulit dalam
mengambil keputusan atau konsentrasi, gemetaran, kesulitan berbicara atau
menelan, kejang, tremor.
2. Pemeriksaan penunjang
Tes-tes yang biasanya digunakan yaitu:
- Pemeriksaan darah komplit atau complete blood count atau CBC (infeksi-
infeksi, kehilangan darah)
- Tekanan darah (tekanan darah tinggi atau tekanan darah rendah)
- Tes-tes metabolik (tingkat-tingkat darah dari elektrolit-elektrolit, glucose,
lactate, ammonia, oksigen, dan tingkat-tingkat enzim hati)
- Obat-obat atau tingkat-tingkat racun (alkohol, cocaine, amphetamines, dan
banyak lain-lainnya)
- Pembiakan-pembiakan dan analisa-analisa darah dan cairan tubuh (infeksi-
infeksi dari banyak tipe-tipe)
- Kreatinin (fungsi ginjal)

45
- CT dan MRI scans (pembengkakan otak, kelainan-kelainan anatomi, infeksi-
infeksi)
- Doppler ultrasound (aliran darah yang abnormal ke jaringan-jaringan, abses)
- Encephalogram atau EEG (kerusakan otak, pola-pola gelombang otak yang
abnormal)
- Lumbal pungsi, dapat membantu untuk mencari infeksi, perdarahan, dan
peradangan. Cairan serebrospinal juga dapat dianalisis untuk protein
abnormal, bahan kimia, dan sel-sel.

D. Tatalaksana
Pengobatan untuk ensefalopati bervariasi sesuai dengan penyebab dasar;
misalnya, anoksia jangka pendek hanya mungkin memerlukan terapi oksigen,
sedangkan keracunan uremik mungkin memerlukan dialisis dan transplantasi ginjal.
Akibatnya, obat tertentu dan program pengobatan akan ditentukan berdasarkan
penyakit yang mendasarinya. Episode pertama dari ensefalopati harus dievaluasi
segera oleh dokter untuk berpotensi mendiagnosa dan mengobati penyebab dasar;
tindakan tersebut dapat membalikkan atau membatasi gejala dan mempengaruhi
prognosis untuk ensefalopati.

E. Pencegahan
Beberapa ensefalopati dapat dicegah dengan pilihan gaya hidup yang positif dan
yang lain tidak dapat diramalkan. Misalnya, ensefalopati hepatik dari gagal hati karena
kecanduan alkohol dapat dicegah dengan komitmen pasien untuk berpantang dari
alkohol dan penggunaan perawatan medis dan dukungan masyarakat untuk mencegah
atau meminimalkan risiko kambuh.

F. Prognosis
Beberapa encephalopathies mungkin mudah reversibel, sementara yang lain dapat
berkembang dan menyebabkan perubahan struktural permanen di otak dan bahkan
kematian; outlook tergantung pada penyebab yang mendasari ensefalopati dan
potensinya untuk pengobatan.

46
DAFTAR PUSTAKA

1
Riyadina, W., & Rahajeng, E. (2012). Determinan Penyakit Stroke, (29).
2
Penelitian, B., & Pengembangan, D. A. N. (2013). Riset Kesehatan Dasar.
http://doi.org/10.1007/s13398-014-0173-7.2
3
White, B. M. B. T., Milligan, T. a, Gould, R. E., Maas, M. B., White, B. M. B. T.,
Castle, P. P., Safdieh, J. E. (2009). neurology Board Review Manual Ischemic
Stroke: Pathophysiology and Principles of Localization Contributors: Neurology
Board Review Manual Ischemic Stroke: Pathophysiology and Principles of
Localization, 13.
4
Jauch, Edward C., (2015). Ischemic Stroke.
http://emedicine.medscape.com/article/1916852-overview#a5
5
Baehr M., Frotscher M. (2010). Diagnosis topik neurologis Duus: anatomik, fisiologi,
tanda dan gejala. Jakarta: EGC.
6
Pokdi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI). Guidline
stroke tahun 2011. Jakarta:PERDOSSI.
7
Kivi, R. (2012) Ensefalopati. http://www.healthline.com/health/hepatic-
ensefalopati#Overview1

47

Anda mungkin juga menyukai