CR Demam Dengue Baru
CR Demam Dengue Baru
LAPORAN KASUS
I. STATUS PENDERITA
Nomor Rekam Medik
: 415046
I. ANAMNESIS
a. Identitas Pasien
Nama
: An. Ch
Jenis kelamin
: Perempuan
Umur
: 10 bulan
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Alamat
: Teluk Betung
Nama Ayah
: Tn. H
Umur
: 24 tahun
Pekerjaan
: Wiraswasta
Nama Ibu
: Ny.D
Umur
: 22 tahun
Pekerjaan
b. Riwayat Penyakit
Keluhan Utama :
Demam
Keluhan Tambahan :
BAB cair
Riwayat Perjalanan Penyakit :
Pasien datang dengan keluhan demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit.
Demam dirasakan cukup tinggi dan dirasakan sepanjang hari, demam hanya turun
bila pasien diberikan obat penurun panas. Pasien juga mengeluhkan buang air
1
besar cair berwarna kuning sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, terdapat
ampas, tidak terdapat darah dan lendir. Frekuensi buang air besar 3x/hari,
banyaknya 1/2 gelas belimbing. Keinginan pasien untuk minum masih baik.
Riwayat mual muntah (-), riwayat epistaksis (-) perdarahan saluran cerna (-)
perdarahan gusi (-) hematuria (-) ptekie spontan (-) riwayat melena (-) riwayat
nyeri otot dan sendi tidak dapat dinilai, riwayat nyeri retro-orbita tidak dapat
dinilai, riwayat perjalanan ke pantai (-) riwayat jajan (-).
Penyakit yang pernah diderita anak :
Tidak ada riwayat penyakit sebelumnya.
Riwayat Keluarga :
Tidak ada riwayat penyakit dalam keluarga.
Riwayat Lingkungan Sekitar :
Terdapat penderita DBD di sekitar rumah pasien 4 rumah dari rumah pasien.
: Bidan
: 3200g
Panjang badan
: 48 cm
Cacat
: -
Anak ke-
: 1
Riwayat Makanan :
0 6 bulan
: ASI + bubur
6 9 bulan
: ASI + bubur
9 10 bulan
: ASI + bubur
Kesan
Riwayat Imunisasi :
BCG
DPT
Campak
Hepatitis
Polio
Kesan
B. Pemeriksaan Fisik
a. Status Present
Keadaan umum
Kesadaran
: Compos mentis
Suhu
: 36,5 oC
Frekuensi nadi
: 148x/menit
Frekuensi nafas
: 58x/ menit
Berat Badan
: 8,6 kg
Lingkar Lengan
: 12 cm
Status gizi
: BB/PB = Baik
b. Status generalis
: Tidak Ada
Sianosis
: Tidak Ada
Ikterus
: Tidak Ada
Oedem
: Tidak Ada
Turgor
: Normal
Pembesaran KGB
KEPALA
Muka
: Normal
Rambut
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
(-)
LEHER
Leher
Trachea
KGB
: Pembesaran (-)
THORAKS
Bentuk
: Simetris
Retraksi suprasternal
: Tidak ada
Retraksi substernal
: Tidak ada
Retraksi intercostal
: Tidak ada
Retraksi subcostal
: Tidak ada
JANTUNG
Inspeksi
(-)
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
PARU
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Sonor
Auskultasi
ABDOMEN
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Timpani
Auskultasi
c. Status Neorologis
a) Motorik : koordinasi baik
b) Sensorik: normal
Penilaian
Gerak
Kekuatan otot
Tonus
Klonus
Atropi
c) Reflek Fisiologis
Superior ka/ki
Normal/normal
5/5
Normotonus/normotonus
-/Eutropi/eutropi
Inferior ka/ki
Normal/normal
5/5
Normotonus/normotonus
-/Eutropi/eutropi
Reflek Patologi : Babinski -/-, Chaddock -/-, Gordon -/-, Gonda -/-,
Oppenheim -/d) Tanda Rangsang Meningeal
Kaku Kuduk (-)
Brudzinski II (-)
Brudzinki I (-)
Kernig's sign (-)
e) Otonom
Miksi
Defekasi
Salivasi
: Normal
: Normal
: Normal
D. Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin tanggal 27 Mei 2015
Hemoglobin
: 10,8 gr/dl
Hematokrit
: 35,2 %
Leukosit
: 4.370/ul
Trombosit
: 12.000/ul
Eritrosit
: 5,56 jt/ul
: (-)
Ig M/ Ig G
: (+)/(-)
E. Resume
Pasien merupakan pasien baru yang datang pada tanggal 27 Mei 2015 pukul
14.30 WIB. Pasien bernama An. Ch, perempuan, umur 10 bulan dengan BB 8,6
kg dan PB 72 cm. Pasien datang dengan keluhan demam sejak 4 hari sebelum
masuk rumah sakit. Demam dirasakan cukup tinggi dan dirasakan sepanjang
hari, demam hanya turun bila pasien diberikan obat penurun panas. Pasien juga
mengeluhkan buang air besar cair berwarna kuning sejak 2 hari sebelum masuk
rumah sakit, terdapat ampas, tidak terdapat darah dan lendir. Frekuensi buang
air besar 3x/hari, banyaknya 1/2 gelas belimbing. Keinginan pasien untuk
minum masih baik.
Riwayat mual muntah (-), riwayat epistaksis (-) perdarahan saluran cerna (-)
perdarahan gusi (-) hematuria (-) ptekie spontan (-) riwayat melena (-) riwayat
nyeri otot dan sendi tidak dapat dinilai, riwayat nyeri retro-orbita tidak dapat
dinilai.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum pasien dalam kondisi sakit
sedang dan kesadaran kompos mentis. Suhu : 36,5 oC, RR : 58x/ menit, HR :
148x/menit. Tes Rumple leed (+) Pada pemeriksaan jantung dan paru tidak
ditemukan kelainan dan pada pemeriksaan abdomen tidak teraba hepar dan lien
membesar. Setelah itu dilakukan pemeriksaan darah rutin dan didapatkan hasil
Hemoglobin 10,8 gr/dl, Hematokrit 35,2 %, Leukosit
4.370/ul,
Trombosit
IVFD RL XV gtt/menit
Paracetamol 3x 1/2 cth
DL
Malaria
IgM/IgG anti dengue
Prognosis
Quo ad Vitam
: bonam
Quo ad Fungtionam
: bonam
Quo ad Sanationam
: bonam
7
Perjalanan Penyakit
Instruksi Dokter
Ruangan
27 Mei 2014
P/
15.30 WIB
O/
- IVFD RL XV gtt/menit
- Paracetamol syr 3 x
T = 36,5 oC,
cth
HR= 148x/menit,
BB : 8,6 kg
RR= 58x/menit,
Hasil lab :
Hemoglobin
: 10,8 gr/dl
Hematokrit
: 35,2 %
Leukosit
: 4.370/ul
Trombosit
: 12.000/ul
Eritrosit
: 5,56 jt/ul
SGOT/SGPT : 138/26
Malaria
: (-)
Ig M/ Ig G
: (+)/(-)
28 Mei 2014
07.00 WIB
O/
T = 37,0 oC,
HR= 148x/menit,
BB : 8,6 kg
P/
IVFD RL XIII gtt/menit
Paracetamol 3x cth
Zinc tab 1 x tab
Cek DL, Ht, Trombosit
RR= 50x/menit,
st. generalis:
Kepala : Ubun-ubun cekung (-),
mata
cekung
(-),
Conjungtiva
(-)
Thorak:
simetris,
retraksi
(-),
29 Mei 2014
A/ Demam Dengue
S/ Demam (+) BAB cair (+)
07.00 WIB
O/
T = 37,4 oC,
HR= 140x/menit,
BB : 8,6 kg
P/
RR= 48x/menit,
jam
- Paracetamol 3x cth
- Zinc tab 1 x tab
Hasil lab :
Hemoglobin
: 10,1 gr/dl
Hematokrit
: 33 %
Leukosit
: 8.770/ul
Trombosit
: 28.000/ul
LED
: 10 mm/jam
Ht : 6,67%
A/ Demam Dengue
10
30 Mei 2014
07.00 WIB
O/
T = 37,0 oC,
HR= 142x/menit,
BB : 8,6 kg
RR= 48x/menit,
31 Mei 2014
A/ Demam Dengue
S/ Demam (-) BAB cair (-)
07.00 WIB
O/
P/
- IVFD RL XIII gtt/menit
- Ampisilin 300 mg/12
jam
- Paracetamol 3x cth
P/
- IVFD RL XIII gtt/menit
T = 36,7 oC,
HR= 140x/menit,
BB : 8,6 kg
RR= 40x/menit,
1 Juni 2014
A/ Demam Dengue
S/ Demam (-) BAB cair (-)
07.00 WIB
O/
P/
- B-kompleks 3x1
T = 36,8 oC,
HR= 140x/menit,
BB : 8,6 kg
RR= 40x/menit,
Pasien dipulangkan dalam keadaan
baik atas izin dokter
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
dengue
dengan
kondisi
hemoragik
seperti
trombositopenia,
Gambar 6. Skema kriteria diagnosis infeksi dengue menurut WHO 2011. Sumber:World
Health Organization-South East Asia Regional Office. Comprehensive Guidelines for
Prevention and Control of Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever. India: WHO; 2011
dimodifikasi.
12
B. Epidemiologi
Demam Berdarah Dengue banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis.
Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam
jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun
1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara
Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara.
Angka kesakitan DBD thn 2013 tercatat 45,85 per 100.000 penduduk (112.511
kasus) dengan angka kematian sebesar 0,77 % (871 kematian). Sedangkan pada
tahun 2014 ini sampai awal bulan April tercatat angka kesakitan DBD sebesar
5,17 per 100.000 penduduk (13.031 kasus) dengan angka kematian sebesar
0,84% (110 kematian).
13
14
C. Etiologi
Virus dengue termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviruses) yang
sekarang dikenal sebagai genus flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai
4 jenis serotipe, yaitu: DEN-1, DEN2, DEN-3, DEN-4. Infeksi salah satu
serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan,
sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang,
sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap
serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat
terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus
dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di Indonesia,
pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah
sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi
15
16
17
Menurut hipotesis infeksi sekunder yang diajukan oleh Suvatte, 1977, sebagai
akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berbeda, respon antibodi
anamnestik pasien akan terpicu, menyebabkan proliferasi dan transformasi
limfosit dan menghasilkan titer tinggi IgG antidengue. Karena bertempat di
limfosit, proliferasi limfosit juga menyebabkan tingginya angka replikasi virus
dengue. Hal ini mengakibatkan terbentuknya kompleks virus-antibodi yang
selanjutnya mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan anafilatoksin (C3a
dan C5a) menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah
dan merembesnya cairan ke ekstravaskular. Hal ini terbukti dengan
peningkatan kadar hematokrit, penurunan natrium dan terdapatnya cairan
dalam rongga serosa.
18
Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung bahwa mereka yang terkena
infeksi kedua oleh virus heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar
untuk menderita DBD berat. Antibodi herterolog yang telah ada akan
mengenali virus lain kemudian membentuk kompleks antigen-antibodi yang
berikatan dengan Fc reseptor dari membran leukosit terutama makrofag.
Sebagai tanggapan dari proses ini, akan terjadi sekresi mediator vasoaktif
yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah,
sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis menurut kriteria diagnosis WHO 2011, infeksi dengue dapat
terjadi asimtomatik dan simtomatik. Infeksi dengue simtomatik terbagi
menjadi undifferentiated fever (sindrom infeksi virus) dan demam dengue
(DD) sebagai infeksi dengue ringan; sedangkan infeksi dengue berat terdiri
dari demam berdarah dengue (DBD) dan expanded dengue syndrome atau
isolated organopathy. Perembesan plasma sebagai akibat plasma leakage
merupakan tanda patognomonik DBD, sedangkan kelainan organ lain serta
manifestasi yang tidak lazim dikelompokkan ke dalam expanded dengue
syndrome atau isolated organopathy. Secara klinis, DD dapat disertai dengan
perdarahan atau tidak; sedangkan DBD dapat disertai syok atau tidak.
Perjalanan Penyakit Infeksi Dengue
Dalam perjalanan penyakit infeksi dengue, terdapat tiga fase perjalanan
infeksi dengue, yaitu
1. Fase demam: viremia menyebabkan demam tinggi
2. Fase kritis / perembesan plasma: onset mendadak adanya perembesan
plasma dengan derajat bervariasi pada efusi pleura dan asites
3. Fase recovery / penyembuhan / convalescence : perembesan plasma
mendadak berhenti disertai reabsorpsi cairan dan ekstravasasi plasma.
19
20
Mendekati akhir dari fase demam dijumpai petekie pada kaki bagian
(jarang
terjadi,
dapat
terjadi
pada
DD
dengan
trombositopenia)
3. Demam berdarah dengue
Terdapat tiga fase dalam perjalanan penyakit, meliputi fase demam, kritis,
dan masa penyembuhan (convalescence, recovery)
Fase demam
Anamnesis
Demam tinggi, 2-7 hari, dapat mencapai 40C, serta terjadi kejang
demam. Dijumpai facial flush, muntah, nyeri kepala, nyeri otot dan
sendi, nyeri tenggorok dengan faring hiperemis, nyeri di bawah
lengkung iga kanan, dan nyeri perut.
Pemeriksaan fisik
Manifestasi perdarahan
21
Fase kritis terjadi pada saat perembesan plasma yang berawal pada
masa transisi dari saat demam ke bebas demam (disebut fase time of
plasma tersebut.
Terjadi penurunan kadar albumin >0.5g/dL dari nilai dasar / <3.5 g%
23
Masa kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase demam, pada saat ini terjadi
penurunan suhu yang tiba-tiba yang sering disertai dengan gangguan sirkulasi
yang bervariasi dalam berat-ringannya. Pada kasus dengan gangguan sirkulasi
ringan perubahan yang terjadi minimal dan sementara, pada kasus berat
penderita dapat mengalami syok.
Diagnosis DBD/DSS ditegakkan berdasarkan kriteria klinis dan laboratorium
(WHO, 2011).
Kriteria klinis
Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus
Kriteria laboratorium
Trombositopenia (100.000/mikroliter)
Hemokonsentrasi, dilihat dari peningkatan hematokrit 20% dari nilai dasar
/ menurut standar umur dan jenis kelamin
Dua
kriteria
klinis
pertama
ditambah
trombositopenia
dan
24
Gambar 6. Skema kriteria diagnosis infeksi dengue menurut WHO 2011. Sumber:World
Health Organization-South East Asia Regional Office. Comprehensive Guidelines for
Prevention and Control of Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever. India: WHO; 2011
dimodifikasi.
25
Sedangkan pada infeksi sekunder IgG anti dengue akan terdeteksi pada
26
mencapai 20%-40%
Pemantauan klinis, sebagai pedoman pemberian cairan, dan untuk
E. Penatalaksanaan
Gambar 8. Jalur triase kasus tersangka infeksi dengue (WHO 2011) Sumber:World
Health Organization South East Asia Regional Office. Comprehensive Guidelines for
Prevention and Control of Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever. India: WHO;
2011dengan modifikasi.
27
Tanda kegawatan
Tanda kegawatan dapat terjadi pada setiap fase pada perjalanan penyakit
infeksi dengue, seperti berikiut.
Keadaan umum, nafsu makan, muntah, perdarahan, dan tanda dan gejala
lain
Perfusi perifer sesering mungkin karena sebagai indikator awal tanda syok,
setiap 2-4 jam pada pasien non syok & 1-2 jam pada pasien syok.
Pemeriksaan hematokrit serial setiap 4-6 jam pada kasus stabil dan lebih
Pasien tidak dapat asupan yang adekuat untuk cairan per oral ataumuntah
Hematokrit meningkat 10%-20% meskipun dengan rehidrasi oral
Ancaman syok atau dalam keadaan syok
28
Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam terapi cairan khususnya
pada penatalaksanaan demam berdarah dengue: pertama adalah jenis cairan
dan kedua adalah jumlah serta kecepatan cairan yang akan diberikan. Karena
tujuan terapi cairan adalah untuk mengganti kehilangan cairan di ruang
intravaskular, pada dasarnya baik kristaloid (ringer laktat, ringer asetat, cairan
salin) maupun koloid dapat diberikan. WHO menganjurkan terapi kristaloid
sebagai cairan standar pada terapi DBD karena dibandingkan dengan koloid,
kristaloid lebih mudah didapat dan lebih murah. Jenis cairan yang ideal yang
sebenarnya dibutuhkan dalam penatalaksanaan antara lain memiliki sifat
bertahan lama di intravaskular, aman dan relatif mudah diekskresi, tidak
mengganggu sistem koagulasi tubuh, dan memiliki efek alergi yang minimal.
Secara umum, penggunaan kristaloid dalam tatalaksana DBD aman dan
efektif. Beberapa efek samping yang dilaporkan terkait dengan penggunaan
kristaloid adalah edema, asidosis laktat, instabilitas hemodinamik dan
hemokonsentrasi. Kristaloid memiliki waktu bertahan yang singkat di dalam
pembuluh darah. Pemberian larutan RL secara bolus (20 ml/kg BB) akan
menyebabkan efek penambahan volume vaskular hanya dalam waktu yang
singkat sebelum didistribusikan ke seluruh kompartemen interstisial
(ekstravaskular) dengan perbandingan 1:3, sehingga dari 20 ml bolus tersebut
dalam waktu satu jam hanya 5 ml yang tetap berada dalam ruang intravaskular
dan 15 ml masuk ke dalam ruang interstisial. Namun demikian, dalam
aplikasinya terdapat beberapa keuntungan penggunaan kristaloid antara lain
mudah tersedia dengan harga terjangkau, komposisi yang menyerupai
komposisi plasma, mudah disimpan dalam temperatur ruang, dan bebas dari
kemungkinan reaksi anafilaktik.
Dibandingkan cairan kristaloid, cairan koloid memiliki beberapa keunggulan
yaitu: pada jumlah volume yang sama akan didapatkan ekspansi volume
plasma (intravaskular) yang lebih besar dan bertahan untuk waktu lebih lama
di ruang intravaskular. Dengan kelebihan ini, diharapkan koloid memberikan
oksigenasi jaringan lebih baik dan hemodinamik terjaga lebih stabil. Beberapa
29
30
diberikan.
Volume cairan rumatan + dehidrasi 5% harus diberikan untuk menjaga
dianjurkan
Pemeriksaan laboratorium baik pada kasus syok maupun non syok saat
tidak ada perbaikan klinis walaupun penggantian volume sudah cukup,
maka perhatikan ABCS yang terdiri dari, A Acidosis: gas darah, B
Bleeding: hematokrit, C Calsium: elektrolit, Ca++ dan S Sugar: gula
darah (dekstrostik)
31
Medikamentosa
o Antipiretik dapat diberikan, dianjurkan pemberian parasetamol bukan
aspirin.
o Diusahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan
(misalnya antasid, anti emetik) untuk mengurangi beban detoksifikasi
obat dalam hati.
o Kortikosteroid diberikan pada DBD ensefalopati apabila terdapat
perdarahan saluran cerna kortikosteroid tidak diberikan.
o Antibiotik diberikan untuk DBD ensefalopati.
Supportif
o Cairan: cairan pe oral + cairan intravena rumatan per hari + 5% defisit
o Diberikan untuk 48 jam atau lebih
o Kecepatan cairan IV disesuaikan dengan kecepatan kehilangan plasma,
sesuai keadaan klinis, tanda vital, diuresis, dan hematokrit
Fase Kritis
Pada fase kritis pemberian cairan sangat diperlukan yaitu kebutuhan rumatan
+ deficit, disertai monitor keadaan klinis dan laboratorium setiap 4-6 jam.
32
33
34
1. Kristaloid
Ringer Laktat
5% Dekstrose di dalam larutan Ringer Laktat
5% Dekstrose di dalam larutan Ringer Ashering
5% Dekstrose di dalam larutan setengah normal garam fisiologi (faali),
5% Dekstrose di dalam larutan normal garam fisiologi (faali)
2. Koloid
Plasma expander dengan berat molekul rendah (Dekstran 40)
Plasma
Kebutuhan Cairan
Tabel 1. Kebutuhan cairan untuk dehidrasi sedang
Berat waktu masuk (kg)
<7
7 11
12 18
> 18
Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung dari umur
dan berat badan pasien serta derajat kehilangan plasma sesuai dengan
derajat hemokonsentrasi yang terjadi. Pada anak yang gemuk, kebutuhan
cairan disesuaikan dengan berat badan ideal anak umur yang sama.
Kebutuhan cairan rumatan dapat diperhitungkan dari tabel berikut.
Tabel 2. Kebutuhan cairan rumatan
Berat badan (kg)
10
10 20
> 20
35
DIC yang dapat menyebabkan terjadinya perdarahan hebat dan renjatan yang
sukar diatasi.
Penggantian secara cepat plasma yang hilang digunakan larutan garam
isotonik (Ringer Laktat, 5% Dekstrose dalam larutan Ringer Laktat atau 5%
Dekstrose dalam larutan Ringer Asetat dan larutan normal garam faali) dengan
jumlah 10-20 ml/kg/1 jam atau pada kasus yang sangat berat (derajat IV)
dapat diberikan bolus 10 ml/kg (1 atau 2x).
Jika syok berlangsung terus dengan hematokrit yang tinggi, larutan koloidal
(dekstran dengan berat molekul 40.000 di dalam larutan normal garam faal
atau plasma) dapat diberikan dengan jumlah 10-20 ml/kg/jam.
Selanjutnya pemberian cairan infus dilanjutkan dengan tetesan yang diatur
sesuai dengan plasma yang hilang dan sebagai petunjuk digunakan harga
hematokrit dan tanda-tanda vital yang ditemukan selama kurun waktu 24-48
jam. Pemasangan cetral venous pressure dan kateter urinal penting untuk
penatalaksanaan penderita DBD yang sangat berat dan sukar diatasi. Cairan
koloidal diindikasikan pada kasus dengan kebocoran plasma yang banyak
sekali yang telah memperoleh cairan kristaloid yang cukup banyak.
Pada kasus bayi, dianjurkan 5% dekstrose di dalam setengah larutan normal
garam faali (5% dekstrose NSS) dipakai pada awal memperbaiki keadaan
penderita dan 5% dekstrose di dalam 1/3 larutan normal garam faali boleh
diberikan pada bayi dibawah 1 tahun, jika kadar natrium dalam darah normal.
Infus dapat dihentikan bila hematokrit turun sampai 40% dengan tanda vital
stabil dan normal. Produksi urine baik merupakan indikasi sirkulasi dalam
ginjal cukup baik. Nafsu makan yang meningkat menjadi normal dan produksi
urine yang cukup merupakan tanda penyembuhan.
Pada umumnya 48 jam sesudah terjadi kebocoran atau renjatan tidak lagi
membutuhkan cairan. Reabsorbsi plasma yang telah keluar dari pembuluh
darah membutuhkan waktu 1-2 hari sesudahnya. Jika pemberian cairan
berkelebihan dapat terjadi hipervolemi, kegagalan faal jantung dan edema
baru. Dalam hal ini hematokrit yang menurun pada saat reabsorbsi jangan
36
Cairan: 20 ml/kg cairan bolus dalam 10-15 menit, bila tekanan darah
Apabila jalur intravena tidak didapatkan segera, coba cairan elektrolit per oral
bila pasien sadar atau jalur intraoseus. Jalur intraoseus dilakukan dalam
keadaan darurat atau setelah dua kali kegagalan mendapatkan jalur vena
perifer atau setelah gagal pemberian cairan melalui oral. Cairan intraosesus
harus dikerjakan secara cepat dalam 2-5 menit
Perdarahan hebat
Apabila sumber perdarahan dapat diidentifikasi, segera hentikan. Transfusi
darah segera adalah darurat tidak dapat ditunda sampai hematokrit turun
terlalu rendah. Bila darah yang hilang dapat dihitung, harus diganti. Apabila
tidak dapat diukur, 10 ml/kg darah segar atau 5 ml/kg PRC harus diberikan
dan dievaluasi.
37
DBD ensefalopati
DBD ensefalopati dapat terjadi bersamaan dengan syok atau tidak.
oksigen.
Jika ensefalopati terjadi pada DBD tanpa syok dan masa krisis sudah
dilewati maka,
o Cegah / turunkan peningkatan tekanan intrakranial dengan,
Memberikan
cairan
intravena
minimal
mempertahankan
volume
intravaskular,
total
untuk
cairan
hebat.
Diuretik diberikan apabila ada indikasi tanda dan gejala
kelebihan cairan
Posisikan pasien dengan kepala lebih tinggi 30 derajat.
Intubasi segera untuk mencegah hiperkarbia dan
8 jam.
o Menurunkan produksi amonia
Berikan laktulosa 5-10 ml setiap 6 jam untuk menginduksi diare osmotik.
38
dimetabolisme di hati.
Hemodialisis pada kasus perburukan klinis dapat dipertimbangkan.
Fase Recovery
Pada fase penyembuhan diperlukan cairan rumatan atau cairan oral, serta
monitor tiap 12 24 jam.
teratur
Diuresis baik
39
40
41
BAB III
ANALISIS KASUS
Pada kasus ini, anak adalah perempuan usia 10 bulan, berat badan 8,6 kg datang
dengan keluhan demam tinggi 4 hari SMRS BAB cair sebanyak 3x/hari dalam 3
hari terakhir. Pada kasus ini, anak mendapat diagnosis kerja demam dengue sudah
tepat karena dilihat dari gejala klinis dan diperkuat dengan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang yang dilakukan.
Penegakkan diagnosis pasien berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Berdasarkan hasil anamnesis diperoleh adanya riwayat
demam yang sudah berlangsung selama 4 hari. Demam dirasakan menetap
sepanjang hari dan pada pemberian obat penurun panas demam turun namun
muncul kembali. Dari hasil anamnesis tidak didapatkan riwayat gusi berdarah
ataupun epitaksis. Selain itu didapatkan pula riwayat BAB cair sebanyak 3x dalam
sehari, berwarna kuning dan berampas.
Dari pemeriksaan fisik terlihat pasien dalam keadaan sakit sedang dengan suhu
36,5, frekuensi nadi 148x/menit dan frekuensi nafas 58x/menit.Tes rumple leed
(+). Pada pemeriksaan kepala tidak ditemukan konjungtiva anemis dan tidak
ditemukan tanda-tanda dehidrasi yaitu ubun-ubun besar tidak cekung, bibir dan
mukosa mulut tidak kering. Pada pemeriksaan thoraks, jantung dan paru tidak
ditemukan adanya kelainan. Pada pemeriksaan abdomen tidak ditemukan kelainan
dan tidak tampak tanda-tanda dehidrasi akibat diare yang ditandai dengan turgor
kulit yang normal.
Dari pemeriksaan penunjang didapatakan hasil kadar Hb pasien yang normal yaitu
10,8 gr/dL, hematokrit 35,2%, leukosit 4.370/ul, trombosit 12.000/ul, hal ini
menunjukkan pasien dalam keadaan trombositopenia tanpa adanya peningkatan
kadar hematokrit. Dari hasil pemeriksaan serologi dengue didapatkan IgM postif
sedangkan IgG negatif.
42
Infeksi Saluran Kemih juga tidak dapat ditegakkan sebagai diagnosis. Pada infeksi
saluran kemih biasanya didapatkan demam, berat badan menurun, tidak dapat
tumbuh dengan baik, nausea, muntah, diare, urin berbau busuk dan ikterus.
Terkadang dapat terjadi hematuria, menggigil, dan nyeri tekan perut (Nelson,
2000). Walaupun pada pasien terdapat diare namun tidak ditemukan adanya
penurunan berat badan (status gizi baik), muntah, urin berbau busuk maupun
ikterus. Sehingga pemeriksaan penunjang seperti biakan bakteri dari urin tidak
diperlukan.
43
Keputusan untuk merawat anak di rumah sakit bergantung pada situasi klinis dan
keadaan keluarga. Anak sebaiknya dirawat di rumah sakit jika hasil pemeriksaan
laboratorium minimal didapatkan Hb, Ht normal dan nilai trombosit < 100.000/ul
(IDAI,2012). Pada kasus ini, hasil pemeriksaan lab anak didapatkan Hb 10,8 gr/dl
dan trombosit 12.000, sehingga pasien dirawat atas indikasi keadaan klinis pasien
yang tampak sakit sedang yang disebabkan oleh demam disertai BAB cair
sebanyak 3x/hari.
Untuk tatalaksana pasien rawat inap, pengobatan bersifat simptomatis dan
suportif, terapi suportif berupa penggantian cairan yang merupakan pokok utama
dalam tatalaksana Demam dengue. Pada pasien demam dengue anak dianjurkan
cukup minum (1,5-2 liter/hari) untuk mencegah dehidrasi. selain ASI dapat
ditambah dengan air putih atau teh, namun lebih baik jika diberikan cairan
elektrolit seperti jus buah, oralit, atau air tajin (IDAI, 2014). Cairan kristaloid
isotonik bisa dijadikan cairan tambahan untuk pasien ini. Apabila cairan oral tidak
dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau nyeri perut yang
berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu diberikan. Pemilihan jenis dan
volume cairan yang diperlukan tergantung dari umur dan berat badan pasien serta
derajat kehilangan plasma, yang sesuai dengan derajat hemokonsentrasi. Pada
anak gemuk, kebutuhan cairan disesuaikan dengan berat badan ideal untuk anak
umur yang sama. Banyak ditemukan di klinis adalah pasien yang belum
menunjukan peningkatan hematokrit yang berarti namun di khawatirkan
merupakan fase awal, maka volume cairan yang diberikan cukup rumatan atau
kebutuhan. Apabila hematokrit meningkat jumlah cairan harus dinaikkan dan bila
menurun jumlah cairan harus dikurangi (IDAI, 2012). Pada pasien ini diberikan
cairan dengan kecepatan XIII (tetesan makro) yang didapatkan dari rumus:
kebutuhan cairan berdasarkan usia x berat badan x jenis infus (20)
24 (jam) x 60 Menit
Terapi simptomatik yang dapat diberikan berupa antipiretik yaitu parasetamol 1015mg/KgBB/kali diberikan apabila suhu >38C dengan interval 4-6 jam. Pada
44
pasien ini diberikan parasetamol sirup dengan dosis cth atau 93,75mg/kali
pemberian, dosis yang seharusnya diberikan berdasarkan berat badan pasien yakni
86 mg-129 mg. Dosis ini sudah sesuai dengan kebutuhan dan keadaan pasien.
Antipiretik kadang- kadang diperlukan, tetapi perlu diperhatikan bahwa antipiretik
tidak dapat mengurangi lama demam pada DBD. Pasien harus diawasi ketat
terhadap kejadian syok yang mungkin terjadi.Periode kritis adalah waktu transisi,
yaitu saat suhu turun pada umumnya hari ke 3-5 fase demam. Pemeriksaan kadar
hematokrit berkala merupakan pemeriksaan laboratorium yang terbaik untuk
pengawasan hasil pemberian cairan yaitu menggambarkan derajat kebocoran
plasma dan pedoman kebutuhan cairan intravena. Hematokrit harus diperiksa
minimal satu kali sejak hari sakit ketiga sampai suhu normal kembali. Pasien
harus dirawat dan segera diobati bila dijumpai tanda-tanda syok yaitu gelisah,
letargi/lemah, ekstrimitas dingin, bibir sianosis, oliguri, dan nadi lemah, tekanan
nadi menyempit (20mmHg atau kurang) atau hipotensi, dan peningkatan
mendadak dari kadar hematokrit atau kadar hematokrit meningkat terus menerus
walaupun telah diberi cairan intravena (IDAI, 2012).
Untuk mengatasi diare akut pada anak tanpa tanda dehidrasi pasien dapaat
diberikan zinc dan oralit (Lintas Diare, 2011). Pada pasien telah diberikan zinc
tab/hari untuk menghentikan BAB cair. Dosis yang seharusnya diberikan untuk
usia pasien adalah 1 tablet/hari sehingga dosis yang diberikan kurang sesuai. Pada
pasien juga seharusnya diberikan oralit sebanyak 50-100 ml setiap kali pasien
BAB cair yang pada kasus ini belum diberikan.
Pada pasien ini diberikan antibiotik menurut kami tidak sesuai, karena indikasi
pemberian antibiotik pada anak adalah jika penyakit yang diderita disebabkan
bakteri seperti penyakit ISPA yang tidak sembuh, demam tinggi yang susah
sembuh. Pada anak tidak ditemukan lagi tanda-tanda adanya infeksi oleh bakteri,
karena anak sudah tidak demam, dan tidak BAB cair lagi sehingga tidak perlu
diberikan antibiotik. Dari sini bisa dilihat bahwa pada kasus ini pemberian
antibiotik kurang tepat.
45
Prognosis pada kasus ini bonam. Walaupun demam dengue/ demam berdarah
dengue mengkhawatirkan bagi orangtua, prognosis pada anak cukup baik. Hal ini
disebabkan oleh keinginan minum anak yang cukup baik, kebutuhan cairan yang
selalu tercukupi, dan kondisi anak yang sudah tidak tampak sakit sedang lagi dan
sudah bergerak aktif. Kriteria memulangkan pasien adalah tidak demam selama
24 jam tanpa antipiretik, nafsu makan / minum membaik, secara klinis tampak
perbaikan, hematokrit stabil, , jumlah trombosit >50.000/ml, dan tidak dijumpai
distress pernapasan.
46
DAFTAR PUSTAKA
47