Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
Efusi pleura merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya cairan pleura
dalam jumlah yang berlebihan di dalam rongga pleura, yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran cairan pleura. Efusi
pleura bukan merupakan suatu penyakit, akan tetapi merupakan tanda suatu
penyakit.1
Di negara-negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal
jantung kongestif, sirosis hati, keganasan, dan pneumonia bakteri, sementara di
negara-negara yang sedang berkembang, seperti Indonesia, lazim diakibatkan oleh
infeksi tuberkulosis. Efusi pleura keganasan merupakan salah satu komplikasi yang
biasa ditemukan pada penderita keganasan dan terutama disebabkan oleh kanker
paru dan kanker payudara. Efusi pleura merupakan manifestasi klinik yang dapat
dijumpai pada sekitar 50-60% penderita keganasan pleura primer atau metastatik.
Sementara 5% kasus mesotelioma (keganasan pleura primer) dapat disertai efusi
pleura dan sekitar 50% penderita kanker payudara akhirnya akan mengalami efusi
pleura.1
Efusi pleura maligna merupakan masalah kesehatan yang kompleks bagi
para klinisi. Diagnosis etiologi merupakan permasalahan utama dan sulit untuk
ditentukan mengingat banyaknya kemungkinan etiologi tumor primer dari EPM
tersebut. Median survival yang pendek, tingkat kekambuhan efusi pleura maligna
yang tinggi dan sangat cepat terjadi merupakan masalah-masalah lain yang
semakin mempersulit manajemen efusi pleura maligna.2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Pleura
Pleura adalah membran tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura visceralis
dan parietalis. Secara histologis kedua lapisan ini terdiri dari sel mesothelial,
jaringaan ikat, dan dalam keadaan normal, berisikan lapisan cairan yang sangat
tipis. Membran serosa yang membungkus parekim paru disebut pleura viseralis,
sedangkan membran serosa yang melapisi dinding thorak, diafragma, dan
mediastinum disebut pleura parietalis. Rongga pleura terletak antara paru dan
dinding thoraks. Rongga pleura dengan lapisan cairan yang tipis ini berfungsi
sebagai pelumas antara kedua pleura. Kedua lapisan pleura ini bersatu pada hillus
paru. Dalam hal ini, terdapat perbedaan antara pleura viseralis dan parietalis,
diantaranya:1,3
1. Pleura Visceralis
Permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesothelial yang tipis < 30mm.
Diantara celah-celah sel ini terdapat sel limfosit. Di bawah sel-sel mesothelial
ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit, di bawahnya terdapat
lapisan tengah berupa jaringan kolagen dan serat-serat elastik. Lapisan
terbawah terdapat jaringan interstitial subpleura yang banyak mengandung
pembuluh darah kapiler dari a. Pulmonalis dan a. Brakhialis serta pembuluh
limfe menempel kuat pada jaringan paru untuk mengabsorbsi cairan pleura.
2. Pleura parietalis
Jaringan lebih tebal terdiri dari sel-sel mesothelial dan jaringan ikat (kolagen
dan elastis). Dalam jaringan ikat tersebut banyak mengandung kapiler dari a.
Intercostalis dan a. Mamaria interna, pembuluh limfe dan banyak reseptor saraf
sensoris yang peka terhadap rasa sakit dan perbedaan temperatur. Keseluruhan
berasal n. Intercostalis dinding dada dan alirannya sesuai dengan dermatom
dada. Mudah menempel dan lepas dari dinding dada di atasnya fungsinya untuk
memproduksi cairan pleura.

Gambar 1. Tampilan depan paru dan pleuranya


FISIOLOGI
Cairan pleura berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan pleura
parietalis dan pleura viseralis bergerak selama pernapasan dan untuk mencegah
pemisahan toraks dan paru yang dapat dianalogkan seperti dua buah kaca objek
yang akan saling melekat jika ada air. Kedua kaca objek tersebut dapat bergeseran
satu dengan yang lain tetapi keduanya sulit dipisahkan.1
Cairan pleura dalam keadaan normal akan bergerak dari kapiler di dalam
pleura parietalis ke ruang pleura kemudian diserap kembali melalui pleura
viseralis. Masing-masing dari kedua pleura merupakan membran serosa mesenkim
yang berpori-pori, dimana sejumlah kecil transudat cairan intersisial dapat terus
menerus melaluinya untuk masuk kedalam ruang pleura. Selisih perbedaan
absorpsi cairan pleura melalui pleura viseralis lebih besar daripada

selisih

perbedaan pembentukan cairan oleh pleura parietalis dan permukaan pleura


viseralis lebih besar dari pada pleura parietalis sehingga dalam keadaan normal
hanya ada beberapa mililiter cairan di dalam rongga pleura.1
Jumlah total cairan dalam setiap rongga pleura sangat sedikit, hanya
beberapa mililiter yaitu 1-5 ml. Dalam kepustakaan lain menyebutkan bahwa
jumlah cairan pleura sebanyak 12-15 ml (1). Kapanpun jumlah ini menjadi lebih
dari cukup untuk memisahkan kedua pleura, maka kelebihan tersebut akan
dipompa keluar oleh pembuluh limfatik (yang membuka secara langsung) dari
rongga pleura kedalam mediastinum, permukaan superior dari diafragma, dan
3

permukaan lateral pleural parietalis. Oleh karena itu, ruang pleura (ruang antara
pleura parietalis dan pleura visceralis) disebut ruang potensial, karena ruang ini
normalnya begitu sempit sehingga bukan merupakan ruang fisik yang jelas. 1,3

Gambar 2 Dinamika pertukaran cairan dalam ruang pleura.


2.2 Definisi
Efusi pleura adalah penimbunan cairan pada rongga pleura atau efusi
pleura merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya cairan pleura dalam jumlah
yang berlebihan di dalam rongga pleura, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan
antara pembentukan dan pengeluaran cairan pleura.1
Efusi pleura maligna (EPM) didefinisikan sebagai efusi yang terjadi
berhubungan dengan keganasan yang dibuktikan dengan penemuan sel ganas pada
pemeriksaan sitologi cairan pleura atau biopsi pleura. Kenyataannya sel ganas
tidak dapat ditemukan pada sekitar 25% kasus efusi pleura yang berhubungan
dengan penyakit keganasan, sehingga jika hanya menggunakan definisi di atas
dapat terjadi kekeliruan pada kasus dengan sitologi / histologi negatif. Pada kasus
efusi pleura bila tidak ditemukan sel ganas pada cairan atau hasil biopsy pleura
tetapi ditemukan kanker primer di paru atau organ lain, Departemen Pulmonologi
dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI dan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
(PDPI) memasukkannya sebagai EPG.4
2.3 Epidemiologi

Estimasi prevalensi efusi pleura adalah 320 kasus per 100.000 orang di
negara-negara industri, dengan distribusi etiologi terkait dengan prevalensi
penyakit yang mendasarinya. Efusi pleura maligna ini juga merupakan komplikasi
keganasan stadium lanjut yang sangat menyulitkan, dengan lebih dari 150.000
kasus per tahun di Amerika Serikat. Beberapa penelitian mendapatkan median
survival setelah penderita didiagnosis EPM adalah 4 bulan. Efusi pleura maligna
pada seorang penderita dapat berupa penyebaran dari keganasan yang faradvanced atau merupakan manifestasi awal dari keganasan intra atau ekstratoraks
yang mendasarinya. Walaupun semua sel ganas dapat menyebabkan EPM, tetapi
lebih dari 75% EPM disebabkan oleh keganasan di paru, payudara, atau ovarium,
serta limfoma. Banyak ahli mengelompokkan penyebab EPM ini menjadi
keganasan primer di paru, payudara, ovarium, mesothelioma, dan penyebab lain.
Adenokarsinoma metastatik adalah tipe histopatologis tumor yang paling sering
menyebabkan EPM.2
2.4 Etiologi
Jumlah kasus terbanyak kanker paru adalah kanker paru jenis karsinoma
bukan sel kecil (KPKBSK) sekitar 75% dari seluruh kasus kanker paru.
1. Kanker Paru
Merupakan penyebab terbanyak terjadinya efusi pleura karena letak
anatomisnya yang dibatasi oleh rongga pleura. Pasien dengan kanker paru yang
tidak dievaluasi dengan cermat 15% akan datang dalam keadaan efusi pleura.
Ada tidaknya efusi pleura pada kanker paru bergantung pada tipe dan letak
tumor di paru, akan tetapi sebab yang paling banyak adalah adenokarsinoma.
Insiden efusi pleura yang disebabkan oleh karsinoma sel kecil adalah 10%.3
2. Karsinoma Payudara
Penyebab yang kedua dari EPG adalah metastasis dari kanker payudara.
Menurut Fracchia, dari 601 pasien dengan kanker payudara didapatkan 48%
memiliki efusi pleura yang buruk. Penangan efusi pleura merupakan terapi
yang paling banyak dilakukan pada pasien dengan kanker payudara, yang
menandakan seringnya terjadi efusi pleura pada kanker payudara. Menurut
Goldsmith, yang melakukan otopsi pada 365 pasien yang meninggal karena
kanker payudara didapatkan bahwa 46% diantara jumlah tersebut ditemukan

efusi pleura. Efusi pleura merupakan akibat tersering dari kanker payudara,
sebab matastasis lebih banyak terjadi secara limfatik (63%) dibandingan secara
non-limfatik (41%). Pada kasus ini efusi pleura biasanya terjadi pada sisi paru
yang sama dengan payudara yang tekena kanker (Ipsilateral 70%, kontralateral
20% dan bilateral 10%).3
3. Limfoma
Limfoma yang menyebar melalui pembuluh darah limfa, keganasan ini
menempati posisi ke-tiga dari penyebab terjadinya efusi pleura. Menurut Viata
dari 355 pasien Limfoma Hodkin dilaporkan bahwa 16% memiliki manifestasi
berupa efusi pleura. Dari hasil otopsi 51 kasus dari 335 pasien tadi di dapatkan
39% penyebab kematiannya adalah efusi pleura. Dalam cairan efusi tidak
terlalu banyak terdapat sel-sel ganas seperti pada neoplasma lainnya. Biasanya
ditemukan sel-sel limfosit karena sel-sel ini ikut ke dalam aliran darah dan
aliran kelenjar getah bening melintasi rongga pleura. Diantara sel-sel yang
bermigrasi inilah kadang-kadang ditemukan sel-sel ganas limfoma malignum. 3
4. Mesotelioma

Mesotelioma adalah tumor primer yang berasal dari lapisan pleura dan
merupakan tumor yang jarang ditemukan. Bila tumor ini masih terlokalisir,
biasanya tidak akan menimbulkan efusi pleura dan dapat dikatakan sebagai
tumor jinak. Namun bila sudah bermetastasis atau tersebar (difus) maka dapat
dikategorikan sebagai tumor ganas, keadaan ini malignant. 3
2.5 Patogenesis
Cairan pada rongga pleura secara normal diproduksi melalui filtrasi dari
pembuluh darah perifer yang terjadi karena perbedaan tekanan osmotik plasma

dan jaringan interstisial sub-mesotelial, kemudian melalui sel mesotelial masuk


ke dalam rongga pleura. Selain itu cairan pleura juga didapat melalui pembuluh
limfe di sekitar pleura.3
Berikut adalah keadaan yang dapat mengganggu keseimbangan cairan
dalam rongga pleura yang disebabkan oleh keganasan:3
1. Menumpuknya sel-sel tumor akan meningkatkan kadar protein dalam
rongga pleura sehingga permeabilitas kapiler meningkat dan terjadi
perpindahan cairan dari dalam vaskuler ke rongga pleura.
2. Masa atau tumor dapat menyebabkan tersumbatnya aliran pembuluh
darah vena dan pembuluh limfe sehingga rongga pleura gagal dalam
memindahkan cairan dan protein.
3. Tumor dapat mempermudah terjadinya infeksi dan selanjutnya timbul
hipoproteinemia. Akibatnya keseimbangan kadar protein darah dan
rongga pleura terganggu dan akan menyebabkan perpindahan cairan ke
rongga pleura akibat tekanan osmotik yang tinggi.
Neoplasma primer maupun sekunder dapat menyerang pleura dan
umumnya menyebabkan efusi pleura. Keluhan yang paling banyak ditemukan
adalah sesak napas dan nyeri dada. Gejala lain yang ditemukan adalah
akumulasi cairannya kembali dengan cepat walaupun sudah dilakukan
torakosintesis berkali-kali. Efusi bersifat eksudat, tapi sebagian kecil (10%)
bisa sebagai transudat. Warna efusi

dapat berupa sero-santokrom ataupun

hemoragik (terdapat lebih dari 100.000 sel eritrosit per cc).3


Efusi pleura karena neoplasma biasanya terjadi secara unilateral, tapi bisa
juga secara bilateral karena obstruksi saluran getah bening, metastasis dapat
menyebabkan pengaliran cairan pleura melalui diafragma. 3
Tumor primer paru atau metastasis tumor di paru yang menginfiltrasi
pleura viseral dan parietal dapat juga mengakibatkan inflamasi sehingga
permeabilitas pembuluh darah akan meningkat. Studi postmortem (otopsi)
menyebutkan bahwa metastasis tumor lebih banyak terjadi di pleura viseral
daripada pleura parietal. Deposit tumor pada pleura parietal akan menyebabkan
tersumbatnya pembuluh limfe yang bertugas mengalirkan cairan pleura,
sehingga

terjadi

penumpukan

cairan

di

rongga

pleura.

Mekanisme

biomolekuler yang mendasari kejadian ini belum diketahui sepenuhnya.


Diperkirakan produksi sitokin intrapleura seperti tumor necrosing factor-
(TNF-), tumor growth factor- (TGF-) dan peningkatan endotelial vaskular
7

growth factor (VEGF) yang bersifat meningkatkan permeabilitas pembuluh


darah sehingga terjadi ekstravasasi cairan. Selain faktor di atas, beberapa
penelitian juga menghubungkan hipoproteinemia yang disebabkan oleh nafsu
makan yang berkurang pada pasien penderita kanker hingga terjadi malnutrisi.
Keadaan ini dapat menurunkan tekanan osmotik intravaskular sehingga
memudahkan cairan masuk ke jaringan interstisial, termasuk rongga pleura. 2,3

2.6 Manifestasi Klinis


Pada anamnesis kecuali gejala klinis seperti sesak napas yang berkaitan
dengan volume cairan atau keluhan lain maka riwayat perjalanan klinis yang
mengarah ke penyakit keganasan rongga toraks dan organ luar toraks lain harus
dapat digali secara baik, sistematik dan tepat. Faktor risiko untuk penyakit
keganasan lain yang dipunyai pasien dapat memperkuat analisis, misalnya laki
laki usia lebih dari 40 tahun dan perokok atau perempuan dengan riwayat
pernah dikemoterapi untuk kanker payudara. Kebanyakan kasus EPG
simptomatis meskipun sekitar 15% datang tanpa gejala, terutama pasien
dengan volume cairan kurang dari 500ml. Sesak napas adalah gejala tersering
pada kasus EPG terutama jika volume cairan sangat banyak. Sesak napas
terjadi karena refleks neurogenik paru dan dinding dada karena penurunan
keteregangan

(compliance)

paru,

penurunan

volume

paru

ipsilateral,

pendorongan mediastinum ke arah kontralateral dan penekanan diafragma


ipsilateral. Gejala lain adalah nyeri dada sebagai akibat reaksi inflamasi pada
pleura parietal terutama pada mesotelioma, batuk, batuk darah (pada karsinoma
bronkogenik), anoreksia dan berat badan turun.5,6
2.7 Diagnosis
Diagnosis efusi pleura maligna dibuat berdasarkan pada temuan klinis,
penunjang radiologis, serta pemeriksaan cairan pleura, baik analisis maupun
sitologi. Dari anamnesa didapatkan:2

a. Sesak nafas bila lokasi efusi luas. Sesak napas terjadi pada saat
permulaan pleuritis disebabkan karena nyeri dadanya dan apabila jumlah
cairan efusinya meningkat, terutama kalau cairannya penuh
b. Rasa berat pada dada
c. Batuk pada umumnya non produktif dan ringan, terutama apabila disertai
dengan proses tuberkulosis di parunya, Batuk berdarah pada karsinoma
bronchus atau metastasis
Dari pemeriksaan fisik didapatkan (pada sisi yang sakit)
a.
b.
c.
d.
e.

Dinding dada lebih cembung dan gerakan tertinggal


Vokal fremitus menurun
Perkusi sonor memendek hingga redup
Bunyi pernafasan menurun sampai menghilang
Pendorongan mediastinum ke sisi yang sehat dapat dilihat atau diraba
pada trakhea

2.8 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan yang biasanya dilakukan untuk memperkuat diagnosa efusi
pleura antara lain:2,7,8
1. Rontgen dada
Roentgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang
dilakukan untuk mendiagnosis efusi pleura yang hasilnya menunjukkan
adanya cairan. Foto dada juga dapat menerangkan asal mula terjadinya
efusi pleura yakni bila terdapat jantung yang membesar, adanya masa
tumor, adanya lesi tulang yang destruktif pada keganasan, dan adanya
densitas parenkim yang lebih keras pada pneumonia atau abses paru.

2. USG Dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan.
Jumlahnya sedikit dalam rongga pleusa. Pemeriksaan ini sangat
membantu sebagai penuntun waktu melakukan aspirasi cairan dalam
rongga pleura. Demikian juga dengan pemeriksaan CT Scan dada.
3. CT Scan Dada

CT scan dada dapat menunjukkan adanya perbedaan densitas cairan


dengan jaringan sekitarnya sehingga sangat memudahkan dalam
menentukan adanya efusi pleura. Selain itu juga bisa menunjukkan
adanya pneumonia, abses paru atau tumor. Hanya saja pemeriksaan ini
tidak banyak dilakukan karena biayanya masih mahal.

Gambar 2.3 CT Scan pasien Efusi Pleura Ganas


4. Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui
dengan melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh
melalui torakosentesis. Torakosentesis adalah pengambilan cairan
melalui sebuah jarum yang dimasukkan diantara sel iga ke dalam rongga
dada di bawah pengaruh pembiasan lokal dalam dan berguna sebagai
sarana untuk diuagnostik maupun terapeutik.
Pelaksanaan torakosentesis sebaiknya dilakukan pada penderita
dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan toraks, pada bagian bawah
paru di sela iga v garis aksilaris media dengan memakai jarum Abbocath
nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi
1000 1500 cc pada setiap kali aspirasi. Adalah lebih baik mengerjakan
aspirasi berulang-ulang daripada satu kali aspirasi sekaligus yang dapat
menimbulkan pleural shock (hipotensi) atau edema paru.

10

Edema paru dapat terjadi karena paru-paru mengembang terlalu


cepat. Mekanisme sebenarnya belum diketahui betul, tapi diperkirakan
karena adanya tekanan intra pleura yang tinggi dapat menyebabkan
peningkatan aliran darah melalui permeabilitas kapiler yang abnormal.
5. Biopsi Pleura
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya
maka dilakukan biopsi dimana contoh lapisan pleura sebelah luar untuk
dianalisa. Pemeriksaan histologi satu atau beberapa contoh jaringan
pleura dapat menunjukkan 50 -75%

diagnosis kasus-kasus pleuritis

tuberkulosa dan tumor pleura. Bila ternaya hasil biopsi pertama tidak
memuaskan, dapat dilakukan beberapa biopsi ulangan. Pada sekitar 20%
penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab
dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan. Komplikasi biopsi antara
lain pneumotoraks, hemotoraks, penyebaran infeksi atau tumor pada
dinding dada.
6. Analisa cairan pleura
Untuk diagnostic cairan pleura, dilakukan pemeriksaan:
a. Warna Cairan
Biasanya cairan pleura berwama agak kekuning-kuningan (serousxantho-ctrorne. Bila agak kemerah-merahan, ini dapat terjadi pada
trauma, infark paru, keganasan. adanya kebocoran aneurisma aorta.
Bila kuning kehijauan dan agak purulen, ini menunjukkan adanya
empiema. Bila merah tengguli, ini menunjukkan adanya abses karena
amoeba.

b. Biokimia
Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang
perbedaannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Perbedaan

Transudat

Eksudat

Kadar protein dalam efusi (g/dl)

< 3.

> 3.

11

Kadar protein dalam efusi

< 0,5

Kadar protein dalam serum


-

Kadar LDH dalam efusi (I.U)

Kadar LDH dalam efusi

> 0,5
< 200
> 200

Kadar LDH dalam Serum


-

Berat jenis cairan efusi

Rivalta

< 0,6
< 1,016

> 0,6

negatif

> 1,016
positif

Di. samping pemeriksaan tersebut di atas. secara biokimia


diperiksakan juga pada cairan pleura :
-

kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakitpenyakit infeksi, artitis reumatoid dan neoplasma

kadar amilase. Biasanya meningkat pada pankreatitis dan


metastasis adenokarsinoma.

c. Sitologi
Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting
untuk diagnostik penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel
patologis atau dominasi sel-sel tertentu. dapat memberikan
konfirmasi suatu EPM dengan kemungkinan penemuan sel rata-rata
sekitar 64% (berkisar antara 50% sampai 90%)
-

Sel neutrofil : Menunjukkan adanya infeksi akut.

Sel limfosit : Menunjukkan adanya infeksi kronik seperti


pleuritis tuberkulosa atau limfoma malignum

Sel mesotel : Bila jumlahnya meningkat, ini menunjukkan


adanya

infark paru. Biasanya juga ditemukan

eritrosit.
-

Sel mesotel maligna : Pada mesotelioma

12

banyak sel

Sel-sel besar dengan banyak inti : Pada arthritis rheumatoid

Sel L.E : Pada lupus eritematosus sistemik

2.9 Tatalaksana
Manajemen EPM pada prinsipnya adalah paliatif. Sampai saat ini
beberapa penatalaksanaan yang sering dilakukan pada kasus EPM adalah
torakosentesis terapeutik, pleurodesis, drainase yang dengan kateter
indwelling jangka panjang, serta pembuatan shunt pleuroperitoneal. Beberapa
senter menyarankan untuk melakukan intervensi awal sejak didiagnosis suatu
EPM untuk mencegah lokulasi pleural yang akan mempersulit manajemen
selanjutnya. Intervensi ditujukan pada pengeluaran cairan pleura misalnya
dengan thorakosentesis, dan apabila memungkinkan melakukan pleurodesis
atau membuat suatu sistem drainase jangka panjang untuk mencegah
reakumulasi dari cairan pleura.2
Torakosentesis terapeutik
Awal manajemen untuk EPM yang simtomatik adalah torakosentesis
terapeutik. Dengan pendekatan ini akan dapat dinilai respon sesak nafas
terhadap pengeluaran cairan. Walaupun keluhan dapat membaik setelah
torakosentesis, sekitar 98% - 100% pasien dengan EPM akan mengalami
reakumulasi cairan dan sesak nafas yang berulang dalam 30 hari.14 Apabila
setelah dilakukan torakosentesis volume besar sesak nafas tidak membaik,
maka diperlukan evaluasi untuk mencari penyebab lain seperti emboli
mikrotumor, kanker limfangitik, atau efek dari kemoterapi atau radioterapi.
Volume cairan yang dikeluarkan berkisar antara 1 sampai 1,5 liter.
Pengeluaran cairan yang lebih banyak akan berakibat terjadinya oedem paru
reekspansi, apalagi bila sebelumnya sudah terdapat obstruksi endobronchial.2
Pleurodesis
Pleurodesis adalah penyatuan pleura viseralis dengan parietalis baik
secara kimiawi, mineral, ataupun mekanik, secara permanen untuk mencegah
akumulasi cairan maupun udara dalam rongga pleura. Pleurodesis telah
diterima sebagai terapi paliatif pada efusi pleura ganas yang berulang dengan
memasukkan bahan tertentu ke dalam rongga pleura. Telah banyak penelitian
tentang keberhasilan penggunaan berbagai bahan kimia, anti kanker, talk,
13

bakteri, steroid dan bahan lain. Keberhasilan terapi didapat dengan cara
mengukur pengurangan produksi cairan dan menilai reakumulasi cairan.4
a)
b)
c)
d)
e)

Pleurodesis dengan tetrasiklin, dosisiklin dan minosiklin.


Pleurodesis dengan providon Iodine
Pleurodesis dengan talk
Pleurodesis dengan anti kanker
Pleurodesis dengan bahan lain

Drainase dengan indwelling catheter


Pemasangan indwelling catheter jangka panjang dapat memberikan
drainase intermiten sampai 1000 ml cairan pleura pada 2 sampai 3 kali
periode seminggu. Berkurangnya keluhan sesak nafas segera dirasakan pada
94% sampai 100% pasien. Terdapat beberapa jenis kateter yang dapat dipakai
pada prosedur ini, yang banyak dipakai belakangan ini adalah kateter pleura
Pleurx. Qureshi, dkk.17 juga mendapatkan hasil yang memuaskan pada
pemasangan kateter Pleurx terutama pada pasien EPM dengan trapped lung
syndrome.2
Bedah Pintas Pleuro-Peritoneal
Tindakan ini merupakan pilihan pada pasien dengan efusi yang
menetap setelah dilakukan tindakan pleurodesis. Pintas pleuroperitoneal
dengan pompa Denver dilakukan dengan bantuan torakoskopi atau
torakotomi mini. Komplikasi prosedur ini yaitu infeksi dan penyebaran tumor
ke peritonium walaupun jarang terjadi.4

Pleurektomi
Pleurektomi adalah tindakan dengan membuang pleura parietal yang
menutupi daerah iga dan mediastinum. Pleurektomi dengan VATS lebih aman
walaupun belum banyak digunakan. Perhimpunan dokter paru indonesia telah
merumuskan alur diagnosis dan penatalaksanaan efusi pleura ganas.4

14

Gambar 2.3 Alur tatalaksana EPM

15

Anda mungkin juga menyukai