Anda di halaman 1dari 51

Laporan Kasus

SEPSIS NEONATAL
DENGAN RIWAYAT HIPOGLIKEMIA

Oleh:
Rina Purnama Sari, S.Ked
I1A010086

Pembimbing:
dr. Pudji Andayani, Sp.A

SMF ILMU KESEHATAN ANAK


FK UNLAM RSUD ULIN
BANJARMASIN
FEBRUARI 2014

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Sepsis Neonatal
Hipoglikemia
BAB III LAPORAN KASUS
BAB IV DISKUSI
BAB V PENUTUP

5
13
18
37
49

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

BAB I
PENDAHULUAN

Sepsis pada bayi baru lahir (BBL) atau yang biasa disebut sepsis
neonatal merupakan masalah yang belum dapat terpecahkan. Hampir sebagian
BBL yang dirawat di negara berkembang memiliki keterkaitan dengan sepsis.
Angka mortalitas BBL yang cukup tinggi, yaitu 42%, dapat disebabkan oleh
infeksi

saluran

pernapasan,

tetanus

neonatorum,

sepsis,

dan

infeksi

gastrointestinal. Sepsis neonatal memiliki case fatality rate yang cukup tinggi
terkait faktor risiko infeksi pada masa perinatal yang belum dapat dicegah secara
optimal.1
Angka kejadian sepsis neonatal di negara berkembang mencapai 1,818/1000 kelahiran.2 Bayi laki-laki lebih berisiko mengalami sepsis dibandingkan
bayi perempuan, insidensinya pun meningkat pada bayi kurang bulan (BKB) dan
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).3 Belum ada data mengenai insidensi sepsis
neonatal di Indonesia. Laporan angka kejadian di rumah sakit menunjukkan angka
yang lebih tinggi pada rumah sakit rujukan. Data di RSCM menyatakan bahwa
angka kejadian sepsis neonatal mencapai 13,7% dengan angka kematian 14%.4
Salah satu indikator penting adanya stres dan penyakit pada bayi adalah
hipoglikemia. Hipoglikemia pada neonatus biasanya didefinisikan sebagai nilai
glukosa serum <45 mg/dl. Hipoglikemia yang tidak dapat ditangani dengan tepat
akan menyebabkan kerusakan syaraf permanen bahkan kematian.5 Hipoglikemia

dapat menjadi penyebab dasar pada kejang neonatus dan gejala neurologis lainnya
seperti apneu, letargi, dan jitteriness.6
Makalah ini bertujuan untuk membahas kasus sepsis neonatal dengan
riwayat hipoglikemia yang dialami seorang bayi laki-laki berumur 5 hari yang
dirawat di ruang bayi RSUD Ulin Banjarmasin.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

SEPSIS NEONATAL

2.1.1

Definisi
Sepsis pada bayi baru lahir adalah infeksi aliran darah yang bersifat invasif

dan ditandai dengan ditemukannya bakteri dalam cairan tubuh seperti darah,
cairan sumsum tulang, atau air kemih. Keadaan sepsis neonatal sering ditemukan
pada BKB, BBLR, bayi dengan sindrom gangguan napas, dan bayi yang lahir dari
ibu yang berisiko. Sepsis berat adalah keadaan sepsis yang disertai disfungsi
organ kardiovaskular dan gangguan napas akut atau terdapat gangguan organ lain
yaitu neurologi, hematologi, urogenital, dan hepatologi.3
Dalam sepuluh tahun terakhir terdapat beberapa perkembangan baru
mengenai definisi sepsis. Salah satunya menurut The International Sepsis
Definition Conferences (ISDC,2001), sepsis adalah sindrom klinis dengan
adanya Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan infeksi. Sepsis
merupakan suatu proses berkelanjutan mulai dari infeksi, SIRS, sepsis, sepsis
berat, renjatan/syok septik, disfungsi multiorgan, dan akhirnya kematian.8

2.1.2

Epidemiologi
Angka kejadian sepsis di negara yang sedang berkembang masih cukup

tinggi berkisar 1,8-18 per 1000 kelahiran, sedangkan di negara maju hanya 1-5
pasien per 1000 kelahiran.3 Insidensinya mencapai 13-27 per 1000 kelahiran

hidup pada bayi dengan berat <1500gram. Angka kematian 13-50%, terutama
pada bayi prematur (5-10 kali kejadian pada neonatus cukup bulan) dan neonatus
dengan penyakit berat dini.9 Angka kejadian sepsis neonatal di Indonesia belum
terdata. Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta
periode Januari-September 2005, angka kejadian sepsis neonatal sebesar 13,68%
dengan angka kematian sebesar 14,18%.4

2.1.3

Etiologi dan Faktor Risiko


Infeksi neonatal dapat terjadi intrauterin melalui transplasental, didapat

intrapartum saat melalui jalan lahir selama proses persalinan, atau pascapartum
akibat sumber infeksi dari luar setelah lahir. Infeksi intrapartum dapat terjadi pada
saat melalui jalan lahir atau infeksi asendens bila terjadi partus lama dan
ketuban pecah dini yang paling sering menjadi penyebabnya adalah kelompok
virus

yaitu herpes

simplex, HIV, cytomegalovirus (CMV), dan hepatitis B.

Sedangkan kelompok bakteri termasuk Streptokokus grup B Gram negatif, kuman


enterik Gram negatif (terutama Escheria coli), gonokokus, dan klamidia. Infeksi
pasca persalinan terjadi karena kontak dengan ibu yang terinfeksi secara
langsung misalnya ibu yang menderita tuberkulosis (meskipun dapat ditularkan
intrauterin), melalui ASI (HIV, CMV), kontak dengan petugas kesehatan lain,
atau kuman di lingkungan rumah sakit. 10 Terdapat perbedaan

pola

kuman

penyebab sepsis antar negara berkembang telah diteliti oleh World Health
Organization Young Infants Study Group pada tahun 1999, didapatkan kuman
isolat yang tersering ditemukan pada kultur darah adalah Staphylococcus

aureus (23%), Streptococcus pyogenes (20%),

dan E. coli (18%).11

Faktor

risiko sepsis pada neonatus terbagi menjadi 3, yaitu faktor maternal, faktor
neonatal, dan faktor lainnya.12 Faktor maternal dibedakan lagi menjadi faktor
mayor dan minor. Faktor mayor meliputi ruptur membran ibu yang lama > 18
jam, ibu dengan demam intrapartum > 38C, korioamnionitis, heart rate janin
> 160x/menit, dan ketuban berbau. Sedangkan faktor minor meliputi ruptur
membran ibu yang lama > 12 jam, ibu dengan demam intrapartum > 37,5C,
apgar skor rendah berat badan lahir sangat rendah (BBLR < 1500 gram), usia
gravida < 37 minggu, kehamilan ganda, keputihan pada ibu yang tidak
diobati, dan ibu ISK atau tersangka ISK yang tidak diobati.13
Faktor risiko dari neonatal antara lain prematuritas, berat lahir rendah,
asfiksia, resusitasi setelah persalinan, prosedur invasif, anomali kongenital, nutrisi
parenteral, dan rawat inap yang cukup lama di neonatal intensive care unit
(NICU). Sedangkan faktor lainnya meliputi jenis kelamin laki-laki, neonatus
berkulit hitam, dan berasal dari tingkat sosial ekonomi menengah ke bawah.12

2.1.4

Klasifikasi
Sepsis neonatal biasanya dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu sepsis

awitan dini (SAD) dan sepsis awitan lambat (SAL). Pada awitan dini, ditemukan
kelainan pada usia < 3 hari dan infeksi terjadi secara vertikal karena penyakit ibu
atau infeksi yang diderita ibu selama persalinan atau kelahiran. Sedangkan pada
awitan lambat terjadi infeksi dari kuman yag berasal dari lingkungan sekitar Bayi

Tetelah hari ke-3 kelahiran, disebut pula infeksi transmisi horisontal, termasuk
infeksi nosokomial.3
Di negara maju, kuman tersering yang ditemukan pada kasus SAD
adalah Streptokokus Grup B (>40% kasus), Escherichia coli, Haemophilus
influenza, dan Listeria monocytogenes, sedangkan di negara berkembang
termasuk

Indonesia,

mikroorganisme

penyebabnya

adalah

batang gram

negatif.14 Angka kejadian SAD berkisar 3,5 kasus per 1000 kelahiran hidup
dengan angka mortalitas sebesar 15-50%.15
Sepsis awitan lambat (SAL) merupakan infeksi postnatal (lebih dari 72
jam) yang diperoleh dari lingkungan sekitar atau rumah sakit (infeksi
nosokomial). Angka mortalitas SAL lebih rendah daripada SAD yaitu kira-kira
10-20%. Di negara maju, Coagulase-negatif Staphilococci (CONS) dan Candida
albicans merupakan penyebab utama SAL, sedangkan di negara berkembang
didominasi oleh mikroorganisme batang Gram negatif (E. coli, Klebsiella,
dan Pseudomonas aeruginosa).16

2.1.5

Patofisiologi
Sejak masa kehamilan sampai ketuban pecah, janin relatif terlindungi dari

flora normal

ibu oleh membran/dinding korioamniotik, plasenta, dan faktor

antibakteria dalam air ketuban. Beberapa tindakan medis yang mengganggu


integritas isi rahim seperti amniosintesis, cervical cerclage, pengambilan contoh
vili korialis transservikal, atau pengambilan contoh darah perkutaneus, dapat
memudahkan organisme normal kulit atau vagina masuk sehingga menyebabkan

amnionitis dan infeksi sekunder pada janin. Bila ketuban pecah lebih dari 24
jam, bakteri vagina dapat bergerak naik dan pada beberapa kasus menyebabkan
infamasi pada membran janin, tali pusat, dan plasenta.17
Infeksi pada janin dapat disebabkan oleh aspirasi air ketuban yang
terinfeksi yang mengakibatkan neonatus lahir mati, persalinan kurang bulan,
atau sepsis neonatal. Infeksi pada ibu saat proses kelahiran terutama infeksi
genital adalah jalur utama transmisi maternal dan dapat berperan penting pada
kejadian infeksi neonatal. Infeksi hematogen transplasental selama atau segera
sebelum persalinan (termasuk saat pelepasan plasenta) dapat terjadi walaupun
infeksi lebih mungkin terjadi saat neonatus melewati jalan lahir. Saat bakteri
mencapai aliran darah, sistem monosit-makrofag dapat menyingkirkan organisme
tersebut secara efisien dengan opsonisasi oleh antibodi dan komplemen sehingga
bakteriemi hanya terjadi singkat. Bakteremia tergantung dari usia pasien, virulensi
dan jumlah bakteri dalam darah, status nutrisi dan imunologis, waktu dan asal
intervensi terapi.17
Perjalanan penyakit yang terjadi pada sepsis neonatus dapat dilihat di
Tabel 1.
Tabel 1. Manifestasi Klinis dan Tahapan Sepsis pada Neonatus
Bila ditemukan dua atau lebih keadaan:

Fetal Inflammatory Response Syndrome

Laju nafas >60x/m dengan/tanpa retraksi

Atau

dan desaturasi O2

Suhu

tubuh

>37.5C)

tidak

(FIRS)

stabil

(<36C

atau

Systemic Inflammatory Response


Syndrome (SIRS)

Waktu pengisian kapiler > 3 detik

Hitung

leukosit

<4000x109/L

atau

>34000x109/L

CRP >10mg/dl

IL-6 atau IL-8 >70pg/ml

16 S rRNA gene PCR : Positif

Terdapat satu atau lebih kriteria FIRS/SIRS


disertai dengan gejala klinis infeksi seperti

SEPSIS

terlihat dalam Tabel 2.


Sepsis disertai hipotensi dan disfungsi organ
tunggal

SEPSIS BERAT

Sepsis berat disertai hipotensi dan kebutuhan

SYOK

resusitasi cairan dan obat-obat inotropik

SEPTIK

Terdapat disfungsi multi organ meskipun telah


mendapatkan pengobatan optimal

SINDROM DISFUNGSI
MULTIORGAN

Sumber : Haque KN.Pediatr Crit Care Med 2005; 6(3): 45-9

Tabel 2. Kriteria SIRS

Usia Neonatus

Laju nadi per

Laju napas per

Jumlah leukosit

menit

menit

X 103/mm3

>180 atau <100

>50

>34

Suhu
>38,5oC atau

0-7 hari
<36oC

10

>38,5oC atau
7-30 hari

>180 atau <100

>40

>19,5 atau <5

<36 C
Catatan: Definisi SIRS pada neonatus ditegakkan bila ditemukan 2 dari 4 kriteria
dalam tabel (salah satu di antaranya kelainan suhu atau leukosit)
Sumber: Goldstein B, Giroir B, Randolph A.Pediatr Crit Care Med 2005; 6(1): 2-8

2.1.6

Diagnosis

Manifestasi Klinis
Diagnosis dini sepsis ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan terapi
diberikan tanpa menunggu hasil kultur. Tanda dan gejala sepsis neonatal tidak
spesifik dengan diagnosis banding yang sangat luas, termasuk gangguan napas,
penyakit metabolik, penyakit hematologik, penyakit susunan syaraf pusat,
penyakit jantung, dan proses penyakit infeksi lainnya (misalnya infeksi TORCH ).
Bayi yang diduga menderita sepsis bila terdapat gejala9 :
Letargi, iritabel
Tampak sakit
Kulit berubah warna keabu-abuan, gangguan perfusi, sianosis, pucat, kulit
bintik-bintik tidak rata, petekie, ruam, sklerema atau ikterik
Suhu tidak stabil demam atau hipotermi
Perubahan metabolik hipoglikemi atau hiperglikemi, asidosis metabolik
Gejala gangguan kardiopulmonal gangguan pernapasan (merintih, napas cuping
hidung,

11

retraksi, takipnu), apnu dalam 24 jam pertama atau tiba-tiba, takikardi, atau
hipotensi (biasanya timbul lambat)
Gejala gastrointestinal: toleransi minum yang buruk, muntah, diare, kembung
dengan atau tanpa adanya bowel loop.
Pemeriksaan Penunjang
Hematologi berupa arah rutin, termasuk kadar hemoglobin, hematokrit,
leukosit, dan trombosit. Pada umumnya terdapat neutropeni PMN <1800/l,
trombositopeni <150.000/l (spesifisitas tinggi, sensitivitas rendah), neutrofil
muda meningkat >1500/l, rasio neutrofil imatur : total >0,2. Adanya reaktan fase
akut yaitu CRP (konsentrasi tertinggi dilaporkan pada infeksi bakteri, kenaikan
sedang didapatkan pada kondisi infeksi kronik), LED, GCSF (granulocyte colony
stimulating factor), sitokin IL-1, IL-6 dan TNF (tumour necrosis factor).9
Biakan darah atau cairan tubuh lainnya (cairan serebrospinalis) serta uji
resistensi, pelaksanaan pungsi lumbal masih kontroversi, dianjurkan dilakukan
pada bayi yang menderita kejang, kesadaran menurun, klinis sakit tampak makin
berat dan kultur darah positip. Apabila ada indikasi, dapat dilakukan biakan tinja
dan urin. Dapat pula dilakukan pemeriksaan apusan Gram dari bahan darah
maupun cairan liquor, urin, serta pemeriksaan bilirubin, gula darah, dan elektrolit
(natrium, kalium).9

2.1.7

Tatalaksana
Eliminasi kuman merupakan piliha utama dalam tatalaksana sepsis pada

neonatus, dilakukan dengan cara pemberian antibiotik yang tepat. Pemberian

12

antibiotik secara empiris dapat dilakukan secara cepat selama menunggu hasil
kultur untuk menghambat laju perjalanan penyakit, ditentukan dari pola kuman
dan pola resistensi kuman di tempat tersebut. Pemberian antibiotik kombinasi
dilakukan untuk memperluas cakupan miktoorganisme yang mungkin menyerang
pasien, diupayakan agar kombinasi tersebut sensitif terhadap bakteri Gram positif
dan

negatif.

Antibiotik

yang

sering

digunakan

ialah

golongan

ampisilin/kloksasilin/vankomisin dan golongan aminoglikosid/sefalosporin. Lama


pengobatan dianjurkan selama 10-14 hari untuk bakteri Gram positif, dan
dilanjutkan hingga 2-3 minggu untuk bakteri Gram negatif.3
Selain itu, dapat pula diberikan terapi tambahan untuk mengatasi berbagai
defisiensi dan belum matangnya fungsi pertahanan tubuh bayi baru lahir, serta
mengatasi perubahan yang terjadi dalam perjalanan penyakit, dan cascade
inflamasi pada pasien sepsis neonatal. Terapi tersebut antara lain3 :
1. Pemberian immunoglobulin secara intavena (Intravenous Immunoglobulin
IVIG)
2. Pemberian fresh frozen plasma (FFP)
3. Tindakan transfusi tukar

2.2

HIPOGLIKEMIA

2.2.1

Definisi
Hipoglikemia adalah keadaan hasil pengukuran kadar glukosa darah serum

di bawah 45 mg/dl (2,6 mmol/L). Hipoglikemia sering terjadi pada BBLR


dikarenakan cadangan gukosa yang rendah. Hipoglikemi merupakan masalah

13

yang cukup serius pada neonatus karena dapat menimbulkan kejang yang
berujung dengan hipoksia otak hingga kerusakan sistem saraf pusat, bahkan
kematian.18

2.2.2

Epidemiologi
Frekuensi hipoglikemia pada bayi/anak belum diketahui pasti. Di

Amerika dilaporkan sekitar 14000 bayi menderita hipoglikemia. Gutberlet


dan Cornblath melaporkan frekuensi hipoglikemia 4,4 per 1000 kelahiran hidup
dan 15,5 per 1000 BBLR. Hanya 200 240 penderita hipoglikemia persisten
maupun

intermiten setiap

tahunnya yang masuk

rumah sakit. Angka ini

berdasarkan observasi bahwa penderita hipoglikemia berjumlah 2-3 per 1000 anak
yang masuk rumah sakit, sedangkan anak yang dirawat berjumlah 80.000
pertahun.19
Hipoglikemia lebih sering terjadi pada neonatus yang lahir pada kurang
dari 37 minggu dan lebih dari 40 minggu usia kehamilan, dengan tingkat kejadian
2,4% pada neonatus lahir pada 37 minggu usia kehamilan, 0,7% pada neonatus
lahir pada 38-40 minggu dari usia kehamilan. Selain itu, 1,6% dan 1,8% pada
neonatus yang lahir pada usia kehamilan 41 dan 42 minggu.20
.
2.2.3

Etiologi dan Faktor Risiko


Hipoglikemia

pada

neonatus

dapat

disebabkan

oleh

keadaan

hiperinsulinisme yaitu peningkatan pemakaian dan sensitivitas glukosa. Selain itu

14

dapat pula disebabkan oleh penurunan produksi dan penyimpanan glikogen serta
lemak.5
Bayi yang beresiko terkena hipoglikemia antara lain bayi dari ibu diabetes
(IDM), bayi yang besar untuk masa kehamilan (BMK), bayi yang kecil untuk
masa kehamilan (KMK), bayi prematur dan lewat bulan, bayi sakit atau stress
(RDS, hipotermia), bayi yang puasa, bayi dengan polisitemia, bayi dengan
eritroblastosis, serta obat-obatan yang dikonsumsi ibu, misalnya sterorid, betasimpatomimetik dan beta blocker.18

2.2.4

Patofisiologi
Glukosa mempunyai peran penting dalam metabolisme otak. Transportasi

glukosa di otak difasilitasi oleh proses difusi yang sangat bergantung kepada
konsentrasi glukosa dalam darah.21,22 Selama dalam kandungan, janin sangat
bergantung pada kadar glukosa ibu yang ditransfer melalui plasenta. Setelah lahir,
bayi harus menjaga kadar glukosa dalam darahnya dengan memproduksi dan
mengatur suplai glukosa sendiri. Sistem homeostasis glukosa tergantung pada
keseimbangan antara keluaran glukosa hepatik dengan penggunaan glukosa
perifer. Keluaran glukosa hepatik berhubungan dengan fungsi glikogenolisis dan
glukoneogenesis yang dipengaruhi faktor hormonal, serta perubahan metabolik
selama bayi dalam kandungan dan setelah lahir. Keseimbangan produksi dan
penggunaan glukosa harus dijaga agar tidak terjadi hipoglikemia atau
hiperglikemia karena kedua keadaan ini akan berpengaruh buruk terhadap bayi
terutama untuk metabolisme otak. Kadar glukosa harus dipertahankan antara 75-

15

100 mg/dL sebagai substrat yang adekuat bagi otak. Kadar yang rendah akan
menyebabkan eksitotoksik asam amino sehingga akan memperluas infark.23
Hipoglikemi sering terjadi pada BBLR, karena cadangan glukosa rendah.
Selain itu, pada ibu DM terjadi transfer glukosa yang berlebihan pada janin
sehingga respon insulin juga meningkat pada janin. Saat lahir di mana jalur
plasenta terputus maka transfer glukosa berhenti sedangkan respon insulin masih
tinggi sehingga terjadi hipoglikemi. Setiap stress yang terjadi mengurangi
cadangan glukosa yang ada karena meningkatkan penggunaan cadangan glukosa,
misalnya pada asfiksia, hipotermi, hipertermi, gangguan pernapasan.24

2.2.5

Diagnosis

Manifestasi Klinis
Hipoglikemia sering asimptomatis dan sering menyerupai gejala dan tanda
dari banyak masalah lain pada neonatus. Gejala yang sering terlihat antara lain:18

tremor (jitteriness)
bayi lemah, apatis, letargi, berkeringat dingin
sianosis
kejang
apnea atau napas lambat dan tidak teratur
tangis melengking atau lemah merintih
hipotoni
sulit minum atau menyusu
nistagmus gerakan involunter pada mata

Pemeriksaan Laboratorium

16

Pemantauan glukosa di tempat tidur merupakan tindakan yang tepat untuk


penapisan dan deteksi awal. Hipoglikemia harus dipastikan dengan nilai
laboratorium serum berupa kadar gula darah sewaktu.5

2.2.6

Tatalaksana
Bayi dengan hipoglikemia harus segera diberikan 200 mg/kgBB glukosa

atau 2 cc/kgBB dektrosa 10% selama 5 menit, diulangi sesuai dengan kebutuhan.
Larutan glukosa konsentrat seperti glukosa 40% tidak dianjurkan karena dapat
meningkatkan tekanan osmotik dan hiperinsulinisme. Infus berkesinambungan
dengan glukosa 10% kecepatan 6-8 mg/kg/menit harus diberikan dengan
pemantauan glukosa di tempat tidur.5

17

BAB III
LAPORAN KASUS

I.

Identitas
Nama
Jenis Kelamin
Umur
Anak ke Nama Ayah
Umur
Pekerjaan
Pendidikan

: By. T
: Laki-laki
: 5 hari
:4
: Tn. SR
: 43 tahun
: Karyawan swasta
: S1

Nama Ibu
Umur
Pendidikan
Agama
Suku
Bangsa
Alamat
Pekerjaan

II.

: Ny. S
: 34 tahun
: D3
: Islam
: Dayak
: Indonesia
: Jl. Nusa Indah,
Kapuas
: PNS

Riwayat Penyakit Sekarang

a. Enam Hari Sebelum Masuk Rumah Sakit (01 Februari 2014)

01Febr2uai031F4eb2r6uai0142

Bayi T dilahirkan di sebuah rumah sakit swasta kota Banjarmasin


secara spontan dengan presentasi belakang kepala. Berdasarkan anamnesis
dengan ibu, Bayi T segera menangis kuat setelah dilahirkan, tidak biru, dan
tidak mendapatkan alat bantu pernapasan saat lahir. Berat badan lahir Bayi T
2.910 gram, panjang badan lahir 50 cm, lingkar kepala 33 cm, dan lingkar
dada 33 cm. Berdasarkan lingkar kepala, dapat diperkirakan usia kehamilan
berdasarkan Finnstrom, yaitu:

18

Nilai Finnstrom =

11.03 +(7,75 x 33)


=38 minggu
7

Bayi belum mendapatkan imunisasi sejak dilahirkan, hanya


mendapatkan suntikan vitamin K1. Bayi T juga tidak mendapatkan
antibiotik profilaksis setelah dilahirkan karena tidak terdapat faktor risiko
mayor maupun minor terkait risiko infeksi neonatal. Setelah lahir, Bayi T
segera dibawa pulang kembali ke kota asalnya di Kapuas.

b. Lima Hari Sebelum Masuk Rumah Sakit (02 Februari 2014)


Pada usia 2 hari, Bayi T mengalami demam tinggi hingga suhu tubuh
mencapai 39oC pada pukul 11.00 pagi. Ibu bayi sempat memberikan obat
antipiretik dan kompres hangat, suhu tubuh bayi turun kembali normal,
kemudian suhu naik kembali beberapa jam kemudian. Pada saat demam,
Bayi T menjadi lebih rewel dan selalu ingin menyusu. Ibu menyatakan
bahwa Bayi T saat itu belum mengalami kejang ataupun menggigil.

c. Empat Hari Sebelum Masuk Rumah Sakit (03 Februari 2014)


Orangtua bayi membawa Bayi T ke RSUD dr. H. Soemarno
Sosroatmodjo karena demam tidak kunjung turun. Bayi T kemudian dirawat
inap di RS tersebut sejak tanggal 03 Februari hingga 05 Februari 2014.
Berdasarkan rekam medik, diketahui bahwa Bayi T sempat mengalami
kejang saat dirawat inap, namun mengenai tipe kejangnya tidak dapat
diketahui karena tidak tertulis di rekam medik dan oragtua pasien juga tidak
melihat secara langsung saat anaknya mengalami kejang. Selama dirawat

19

inap di RSUD dr. H. Soemarno Sosroatmodjo, Bayi T mendapatkan terapi


berupa infus D5% (10 tetes per menit), oksigen (1-2 liter/menit), injeksi
cefotaxim (2x150mg), dan injeksi fenobarbital (2x7,5mg). Setelah dirawat 3
hari di RSUD dr. H. Soemarno Sosroatmodjo, Bayi T kemudian dirujuk ke
RSUD Ulin Banjarmasin untuk mendapatkan perawatan intensif.
d. Hari Masuk Rumah Sakit (06 Februari 2014)
Bayi T dirujuk dari RSUD dr. H. Soemarno Sosroatmodjo ke RSUD
Ulin Banjarmasin dengan diagnosis sementara suspect sepsis neonatal,
kejang neonatus, dengan riwayat hipoglikemia. Pada saat itu, Bayi T sudah
tidak mengalami kejang lagi. Keadaan umum bayi tampak sakit sedang,
menangis kuat, gerakan aktif. Frekuensi nadi 130 kali/menit, frekuensi
napas 66 kali/menit, suhu 36,7o C, berat badan 3.000 gram.
Pemeriksaan Fisik (06 Februari 2014)
Kulit berwarna kemerahan, sianosis tidak ada, ikterik tidak ada,
hemangioma tidak ada, turgor cepat kembali, kelembapan cukup, dan kulit
tidak tampak pucat. Rambut berwarna hitam, tipis, distribusi merata,
karakteristik lurus, tidak ada alopesia. Bentuk kepala mesosefali, ubun-ubun
besar cekung dan belum menutup, ubun-ubun kecil belum menutup, wajah
simetris, tidak ada edema. Pada pemeriksaan mata, palpebra tidak edema,
alis dan bulu mata tidak mudah dicabut, konjungtiva tidak pucat, sklera
tidak ikterik, produksi air mata cukup. Telinga bentuk simetris, recoil cepat
kembali, tidak ada sekret, serumen minimal. tidak terdapat deviasi septum
pada hidung, pernapasan cuping hidung tidak ada, epistaksis tidak ada,

20

kotoran hidung minimal. Mulut berbentuk simetris, mukosa bibir berwarna


merah muda, gusi tidak berdarah, pembengkakan tidak ada, anemis tidak
ada.
Pada pemeriksaan leher tidak ditemukan adanya pembesaran kelenjar,
kuduk kaku tidak ada, massa tidak ada, tortikolis tidak ada. bentuk thoraks
simetris, tidak terlihat retraksi, tidak terdapat dispneu. Suara napas
bronkhovesikuler, tidak ditemukan adanya rhonki dan wheezing. Bunyi
jantung normal, S1<S2 tunggal, tidak ditemukan adanya bising jantung dan
gallop. Bentuk abdomen simetris, supel, dan cembung. Bising usus positif
normal, dan tidak teraba hepar/lien/massa. Akral hangat pada ekstremitas
atas dan bawah, tidak ada edema maupun parese. Tidak ada atresia ani, jenis
kelamin laki-laki, desensus testikulorum lengkap, dan diuresis positif.
Pemeriksaan Penunjang (06 Februari 2014)
Hasil pemeriksaan laboratorium darah 06 Februari 2014
Hasil

Nilai

(06-02-14)

Rujukan

44

<200

mg/dl

Bilirubin Total

17.20

0.20-1.20

mg/dl

Bilirubin. Direk

2.23

0.00-0.40

mg/dl

Bilirubin Indirek

14.97

0.20-0.60

mg/dl

Natrium

145.6

135-146

mmol/l

Kalium

5.1

3.4-5.4

mmol/l

Pemeriksaan
Glukosa Darah
Sewaktu

Satuan

21

Chlorida

110.6

95-100

mmol/l

CRP

Negatif

< 1.35

mg/l

Diagnosa Banding
I.

Sepsis neonatal dengan riwayat hipoglikemia


Infeksi neonatal dengan riwayat hipoglikemia
Tetanus neonatorum dengan riwayat hipoglikemia

II. Bayi cukup bulan


Bayi kurang bulan
Bayi lebih bulan
III. Sesuai masa kehamilan
Besar masa kehamilan
Kecil masa kehamilan
IV.

Bayi berat lahir cukup


Bayi berat lahir lebih
Bayi berat lahir rendah

Diagnosa Sementara
I. Sepsis neonatal dengan riwayat hipoglikemia
II. Bayi cukup bulan
III. Sesuai masa kehamilan
IV. Bayi berat lahir cukup

Usulan/Saran

22

i. Pemeriksaan darah lengkap


ii. Pemeriksaan gula darah sewaktu
iii. Pemeriksaan elektrolit
iv. Pemeriksaan kultur darah
v. Pemeriksaan CRP
vi. Pemeriksaan foto thoraks
vii. Pemeriksaan USG abdomen
viii. Pemeriksaan lumbal fungsi

Penatalaksanaan Awal (06 Februari 2014)

Rawat inkubator (jaga T 36,5-37,5oC)

Terapi O2

IVFD D10% + NaCl 0,9% + KCl + Ca glukonas

ASI on demand

Injeksi ampicilin 2x150 mg

Injeksi gentamisin 1 mg/36 jam

Injeksi fenobarbital 40 mg bolus (loading dose), dilanjutkan injeksi


fenobarbital 2x7,5 mg (maintenance)

Monitor keadaan umum, tanda vital, dan CRT

IV. Perjalanan Penyakit

23

Bayi T dirawat dengan program rawat inkubator dan pemberian IVFD


D10%+NaCl 0,9+Ca gukonas+KCL, serta ASI on demand. Sejak dirawat
inap di ruang Teratai RSUD Ulin Banjarmasin, diagnosis mengarah kepada
sepsis neonatal. Dilakukan kultur darah pada Bayi T untuk mengetahui jenis
mikroorganisme yang terdapat di dalam darah. Selama menunggu hasil kultur,
Bayi T mendapatkan antibiotik lini pertama yaitu ampisilin (2x150mg) dan
gentamisin (1gr/36 jam) dan antibiotik lini kedua berupa ceftazidine
(2x150mg) hingga hasil kultur keluar pada tanggal 11 Februari 2014 yaitu
Staphylococcus haemolyticus sehingga digunakan antibiotik yang sensitif
yaitu vancomycin (2x30mg). Selain itu, Bayi T juga mendapatkan obat untuk
kejang berupa fenobarbital pada hari pertama untuk loading dose (40 mg
bolus) dan fenobarbital maintenance bebas kejang (2x7,5mg) untuk hari
selanjutnya.
Pada Bayi T ditemukan keadaan hipoglikemia pada hari pertama rawat
inap, kemudian leukositosis, trombositopenia, dan ikterik. Hasil follow up dan
pemeriksaan penunjang Bayi T sejak tanggal 06 Februari hingga 20 Februari
2014 dapat dilihat pada data berikut.

24

a. Follow up Tanggal 06-10 Februari 2014


Tanggal
Subjective
Gerakan : aktif
Menangis : kuat
Kejang
Kulit : kemerahan
Merintih
Objective
Nadi
RR
Suhu
x/mnt x/mnt x/mnt
170
80
39,5
160
75
39
150
70
38,5
140
65
38
130
60
37,5
120
55
37
110
50
36,5
100
45
36
90
40
35,5
80
35
35
CRT
Kulit : Kemerahan
Anemis
Ikterik
Turgor cepat
kembali
Mata : ikterik
Hidung : Pernapasan
cuping hidung
Mulut : Sianosis
Leher : Kaku kuduk
Toraks : Retraksi
Abdomen : supel
Ekstremitas : akral
hangat
Assessment
Programs
Rawat inkubator
Terapi O2
IVFD D10%+NaCl

06-02-14

07-02-14

08-02-14

09-02-14

10-02-14

+
+
<
-

+
+
+
-

<
<
+
-

<
<
+
-

+
+
+
-

2
<
-

2
+
+

2
+
+

2
+
-

2
+
-

-/-

+/+

+/+

-/-

-/-

Susp.
Sepsis,
hipoglikemia

Susp.
Sepsis,
ikterik

Susp.
Sepsis,
ikterik

Susp.
Sepsis

Susp.
Sepsis,
trombosito
penia

+
+

+
+

+
+

+
+

+
+
25

0,9+Ca
gukonas+KCL
ASI on demand
Injeksi ampicilin 2 x
150 mg
Injeksi
gentamicin
1mg/36 jam
Injeksi fenobarbital
40 mg bolus (loading
dose)
Injeksi fenobarbital
2x7,5mg
(maintanance)
Rencana
Hasil pemeriksaan
penunjang

Latih ASI
LP
Fototerapi

Latih ASI
LP
Fototerapi

Latih ASI
LP
Fototerapi

Latih ASI
LP
Px DL

Px GDS
Elektrolit
Kultur
Px CRP
GDS dan
CRP

DL

Pemeriksaan Laboratorium Darah (06 Februari 2014)


Pemeriksaan
Glukosa Darah
Sewaktu*
Bilirubin Total*
Bilirubin. Direk*
Bilirubin Indirek*
Natrium
Kalium
Chlorida
CRP

Nilai

Hasil
(06-02-14)

Rujukan

44

<200

mg/dl

17.20
2.23
14.97
145.6
5.1
110.6
Negatif

0.20-1.20
0.00-0.40
0.20-0.60
135-146
3.4-5.4
95-100
< 1.35

mg/dl
mg/dl
mg/dl
mmol/l
mmol/l
mmol/l
mg/l

Satuan

Pemeriksaan Laboratorium Darah 10 Februari 2014


Pemeriksaan

Hasil
(10-02-14)

Hemoglobin
Lekosit*
Eritrosit

14.8
12.3
4.30

Nilai
Rujukan
12-20
4.0-10.5
4.00-6.00

Satuan
g/dl
ribu/ul
juta/ul

26

Trombosit*
Hematokrit
RDW-CV
MCV
MCH
MCHC
Bilirubin Total*
Bilirubin. Direk*
Bilirubin Indirek*

87
42.1
15.2
98.1
34.4
35.1
14.47
2.00
14.27

150-450
42.00-52.00
11.5-14.7
80.0-97.0
27.0-32.0
32.0-38.0
0.20-1.20
0.00-0.40
0.20-0.60

ribu/ul
vol%
%
Fi
Pg
%
mg/dl
mg/dl
mg/dl

b. Follow up tanggal 11-15 Februari 2014


Tanggal
Subjective
Gerakan : aktif
Menangis : kuat
Kejang
Kulit : kemerahan
Merintih
Objective
Nadi
RR
x/mnt
x/mnt
170
80
160
75
150
70
140
65
130
60
120
55
110
50
100
45
90
40
80
35
CRT
Kulit : Kemerahan
Anemis

11-02-14

12-02-14

13-02-14

14-02-14

15-02-14

+
+
+
-

<
<
+
-

<
+
+
-

<
<
+
-

<
<
+
-

4
+
-

2
+
-

2
+
-

2
+
-

+
-/-

+
-/-

3
+
+
(kremer
III)
+
+/+

+
+/+

+
-/-

Suhu
x/mnt
39,5
39
38,5
38
37,5
37
36,5
36
35,5
35

Ikterik
Turgor cepat kembali
Mata : ikterik
Hidung : Pernapasan cuping
hidung
Mulut : Sianosis
Leher : Kaku kuduk

27

Toraks : Retraksi
Abdomen : supel
Ekstremitas : akral hangat

Assessment

Programs
Rawat inkubator
Terapi O2
IVFD D10%+NaCl 0,9+Ca
gukonas+KCL
ASI on demand
AF 2 gr-3 gr
Ivelip 2 gr-3 gr
Dopamin
PO: puasa
PO: urdafak
PO: vitamin ACE
PO: Erytromycin 3 x 1
Injeksi ceftazidine 2 x 150 mg
Injeksi vancomycin 2 x 30 mg
Injeksi sibital 2 x 5 mg
Injeksi ranitidin 3 x 3 mg
Injeksi amikasin 3 x 22 mg
Vitamin K 1 x 1 mg
Omeprazol 1 x 2 mg
Rencana

+
+

+
+

Sepsis
neonatal,
Trombositopenia

Sepsis
neonatal,
Trombositopenia

+
+
+
(6cm H2O
(7cm H2O
FiO2
FiO2 21%)
21%)
+
+
(7,5
(9cc/jam)
cc/jam)
+
+
(6,25
(5 cc/jam)
cc/jam)
+
+
(1,25
(1,25
cc/jam)
cc/jam)
+
+
+
+
(3x5)
(3x5)
+
(1x1)
+
+
(H. II)
(H. III)
+
+
+
(H. I)
+
+
Foto
thoraks,
USG

+
+
+
(H. II)
+
+
Foto
thoraks,
USG

+
+
Sepsis
neonatal,
Ikterik
neonatus,
Trombositopenia
+
+
(6cm H2O
FiO2
21%)
+
(10,3
cc/jam)
+
(7,5
cc/jam)
+
(2,18
cc/jam)
+
(3x1)
+
(3x1)
+
(H. IV)
+
+
+
(H. III)
+
+
Foto
thoraks,
USG

+
+

+
+

Sepsis
neonatal

Sepsis
neonatal

+
+
(6cm
H2O FiO2
21%)
+
(11,5
cc/jam)
+
(7,5
cc/jam)
+
(2,18
cc/jam)
+
(3x1)
+
(1x1)
+

+
+
(6cm
H2O FiO2
21%)
+
(9,9
cc/jam)
+
(7,5
cc/jam)
+
(2,18
cc/jam)
-

+
(H. I)
+
+
(H. IV)
+
+
Foto
thoraks,
USG

28

+
+
(H.II)
+
+
(H. V)
+
+
Foto
thoraks,
USG

Hasil pemeriksaan penunjang

kepala,
LP, Hasil
kultur
Hasil
kultur

kepala,
LP
Px darah
lengkap

kepala,
LP
Px darah
lengkap

kepala,
LP

kepala,
LP

Pemeriksaan Laboratorium Darah 11 Februari 2014


Pemeriksaan

Hasil
(11-02-14)

Nilai Rujukan

Satuan

Glukosa Darah Sewaktu


Hemoglobin
Lekosit*
Eritrosit
Trombosit*
Hematokrit
RDW-CV
MCV
MCH
MCHC
Albumin
Kalsium
Natrium
Kalium
Chlorida

111
17.9
24.4
5.48
33
51.7
16.9
94.4
32.6
34.6
3.8
15.00
140.8
5.2
108.0

<200
12-20
4.0-10.5
4.00-6.00
150-450
42.00-52.00
11.5-14.7
80.0-97.0
27.0-32.0
32.0-38.0
3.5-5.5
8.8-10.6
135-146
3.4-5.4
95-100

mg/dl
g/dl
ribu/ul
juta/ul
ribu/ul
vol%
%
Fi
Pg
%
g/dl
mg/dl
mmol/l
mmol/l
mmol/l

29

Pemeriksaan Hasil Kultur Darah 11 Februari 2014

Pemeriksaan Laboratorium Darah 12 Februari 2014


Pemeriksaan

Hasil
(12-02-14)

Hemoglobin
Lekosit*
Eritrosit
Trombosit*
Hematokrit
RDW-CV
MCV
MCH
MCHC
PT
APTT

15.4
25.9
4.71
26
43.1
17.7
91.7
32.6
35.7
11.0
27.2

Nilai
Rujukan
12-20
4.0-10.5
4.00-6.00
150-450
42.00-52.00
11.5-14.7
80.0-97.0
27.0-32.0
32.0-38.0
9.9-13.5
22.2-37.0

Satuan
g/dl
ribu/ul
juta/ul
ribu/ul
vol%
%
Fi
Pg
%
Detik
Detik

30

Pemeriksaan Laboratorium Darah 13 Februari 2014


Pemeriksaan

Hasil
(13-02-14)

Hemoglobin
Lekosit*
Eritrosit
Trombosit*
Hematokrit
RDW-CV
MCV
MCH
MCHC

16.4
13.4
5.14
38
47.1
17.2
91.7
31.9
34.8

Nilai
Rujukan
12-20
4.0-10.5
4.00-6.00
150-450
42.00-52.00
11.5-14.7
80.0-97.0
27.0-32.0
32.0-38.0

Satuan
g/dl
ribu/ul
juta/ul
ribu/ul
vol%
%
Fi
Pg
%

31

c. Follow up tanggal 16-20 Februari 2014


Tanggal
Subjective
Gerakan : aktif
Menangis : kuat
Kejang
Kulit : kemerahan
Merintih
Objective
Nadi
RR
Suhu
x/mnt x/mnt x/mnt
170
60
39,5
160
55
39
150
50
38,5
140
45
38
130
40
37,5
120
35
37
110
30
36,5
100
25
36
90
20
35,5
80
15
35
CRT
Kulit : Kemerahan
Anemis
Ikterik
Turgor cepat
kembali
Mata : ikterik
Hidung : Pernapasan
cuping hidung
Mulut : Sianosis
Leher : Kaku kuduk
Toraks : Retraksi
Abdomen : supel
Ekstremitas : akral
hangat
Assessment
Programs
Rawat inkubator
Terapi O2

16-02-14

17-0214

18-02-14

19-02-14

20-02-14

<
<
+
-

<
<
+
-

+
<
+
-

+
<
+
-

+
+
+
-

2
+
-

2
+
-

2
+
-

2
+
-

2
+
-

-/-

-/-

-/-

-/-

-/-

+
+

+
+

+
+

+
+

Sepsis
neonatal

Sepsis
neonat
al

+
+

+
+

Sepsis
Sepsis
Sepsis
neonatal, neonatal, neonatal,
trombosi- trombosi- trombositopenia
topenia
Topenia
+
+

+
+

+
+
32

PO: urdafak

PO: vitamin ACE

PO: Erytromycin 3 x 1

(5cm
H2O
FiO2
21%)
+
(11,5
cc/jam)
+
(7,5
cc/jam)
+
(2,1
cc/jam)
+
(3x1)
+
(1x1)
+

PO: Trimetropin 2 x 1

Injeksi vancomycin 2 x
30 mg
Injeksi ranitidin 3 x 3
mg

+
(H. III)

+
(H. IV)

+
(H. V)

+
(3x1)
+
(1x1)
+
(H. I)
+
(H. VI)

Injeksi amikasin 3 x 22
mg

+
(H. VI)

+
(H. VIII)

+
(H. IX)

+
(H. VI)

+
+
Foto
thoraks,
USG
kepala,
UL, Zalf
dermakel
Px urine
lengkap

+
+
Foto
thoraks,
USG
kepala,
CT-scan
kepala
Px darah
lengkap

(7cm
H2O FiO2
21%)
IVFD D10%+NaCl
0,9+Ca gukonas+KCL
AF 2 gr-3 gr
Ivelip 2 gr-3 gr

Vitamin K 1 x 1 mg
Omeprazol 1 x 2 mg

Rencana

Hasil pemeriksaan
penunjang

+
(11,5
cc/jam)
+
(7,5
cc/jam)
+
(2,1
cc/jam)

+
+
Foto
thoraks,
USG
kepala,
LP
-

+
(H.
VII)
+
+
Foto
thoraks
, USG
kepala
-

(5cm
H2O FiO2
21%)

(5cm
H2O FiO2
21%)

(5cm
H2O FiO2
21%)

+
(11,5
cc/jam)
+
(7,5
cc/jam)
+
(2,1
cc/jam)
+
(3x1)
+
(1x1)
+

+
(10,3
cc/jam)
+
(8,75
cc/jam)

+
(10,3
cc/jam)
+
(8,75
cc/jam)

+
(3x1)
+
(1x1)
+
(H. II)
+
(H.VII)

Foto
thoraks,
USG
kepala
Px darah
lengkap

33

Pemeriksaan laboratorium urine 18 Februari 2014


Pemeriksaan
Warna-kekeruhan*
BJ
pH
Keton
Protein-albumin*
Glukosa
Bilirubin
Darah samar*
Nitrit
Urobilinogen
Leukosit*
SEDIMEN
Leukosit*
Eritrosit
Silinder

Hasil
(18-02-14)

Nilai Rujukan

Kuning agak keruh


1020
6.0
negatif
1+
Negatif
Negatif
3+
Negatif
0.2
1+

Kuning-jernih
1005 1030
5.0 6.5
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
0.1 1.0
Negatif

35
30 40
Negatif

03
02
Negatif

Pemeriksaan laboratorium darah 19 Februari 2014


Pemeriksaan

Hasil
(19-02-14)

Hemoglobin
Lekosit*
Eritrosit
Trombosit*
Hematokrit
RDW-CV
MCV
MCH
MCHC
Trigliserida
CRP*

10.4
15.0
3.41
38
30.4
15.7
87,4
29.8
34.2
195
6.4

Nilai
Rujukan
12-20
4.0-10.5
4.00-6.00
150-450
42.00-52.00
11.5-14.7
80.0-97.0
27.0-32.0
32.0-38.0
60 - 165
< 1.35

Satuan
g/dl
ribu/ul
juta/ul
ribu/ul
vol%
%
Fi
Pg
%
mg/dl
mg/l

Pemeriksaan laboratorium darah 20 Februari 2014

34

Pemeriksaan

Hasil
(12-02-14)

Hemoglobin
Lekosit*
Eritrosit
Trombosit*
Hematokrit
RDW-CV
MCV
MCH
MCHC

14.6
16.6
4.80
64
41.5
15.1
91.7
30.4
35.1

Nilai
Rujukan
12-20
4.0-10.5
4.00-6.00
150-450
42.00-52.00
11.5-14.7
80.0-97.0
27.0-32.0
32.0-38.0

Satuan
g/dl
ribu/ul
juta/ul
ribu/ul
vol%
%
Fi
Pg
%

35

BAB IV
DISKUSI

Dilaporkan seorang bayi laki-laki, Bayi T, putra keempat Ny. S yang


dilahirkan pada tanggal 01 Februari 2014 di salah satu rumah sakit swasta
Banjarmasin. Bayi berusia 5 hari dengan berat badan 3000 gram. Bayi dirujuk dari
RSUD dr. H. Soemarno Sosroatmodjo dengan diagnosis sementara suspect sepsis,
riwayat hipoglikemia, dan kejang neonatus. Bayi tersebut dirawat di ruang bayi
(Teratai) Rumah Sakit Umum Daerah Ulin Banjarmasin sejak tanggal 06 Februari
2014 hingga sekarang.
Dari hasil annamnesis yang didapatkan, Bayi T mengalami demam tinggi
dengan suhu 39oC pada usia 2 hari. Demam muncul mendadak pada pagi hari, dan
menurun setelah pemberian antipiretik dan kompres hangat oleh ibu, namun suhu
tubuh kembali naik. Keluarga kemudian membawa Bayi T ke RSUD dr. H.
Soemarno Sosroatmodjo dan dirawat inap. Dikatakan bahwa bayi sempat
mengalami kejang selama 10 detik saat dirawat inap. Kecurigaan mengarah
kepada sepsis neonatus, sehingga bayi dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah
Ulin Banjarmasin untuk perawatan lebih intensif.
Sepsis adalah sindrom klinis dengan adanya Systemic Inflammatory
Response Syndrome (SIRS) dan infeksi. SIRS ditandai oleh beberapa hal antara
lain laju nafas >60x/menit dengan/tanpa retraksi dan desaturasi O2, suhu tubuh
tidak stabil (<36C atau >37.5C), waktu pengisian kapiler > 3 detik, hitung
leukosit

<4000x109/L

atau >34000x109/L, CRP >10mg/dl, IL-6 atau IL-8

>70pg/ml, dan 16 S rRNA gene PCR ditemukan positif. 25 Definisi sepsis neonatal
36

ditegakkan apabila terdapat keadaan SIRS/FIRS yang dipicu infeksi baik


berbentuk tersangka (suspected) infeksi maupun terbukti (proven) infeksi.
Selanjutnya dikemukakan, sepsis neonatus ditegakkan apabila ditemukan satu atau
lebih kriteria FIRS/SIRS yang disertai dengan gambaran klinis sepsis.3
Sepsis neonatal diklasifikasikan menjadi 2 kelompok, yaitu sepsis awitan
dini dan awitan lambat. Pada sepsis awitan dini, kelainan ditemukan pada harihari pertama kehidupan (di bawah usia 3 hari). Infeksi terjadi secara vertikal
karena penyakit ibu atau infeksi yang diderita ibu selama persalinan atau
kelahiran. Sedangkan sepsis awitan lambat biasanya disebabkan kuman yang
berasal dari lingkungan sekitar bayi setelah hari ketiga kelahiran, dapat disebut
juga transmisi horizontal dan termasuk di dalamnya infeksi nosokomial. Sehingga
klasifikasi sepsis ini ditentukan berdasarkan waktu paparan kuman dan macam
kuman penyebab infeksi, sedangkan patogenesis dan gambaran klinisnya tidak
berbeda.3
Manifestasi klinis dari sepsis antara lain takikardi, asfiksia, lemah,
hipotermia/hipertermia, hipoglikemia/terkadang hiperglikemia, hingga mengarah
kepada kelainan dan gangguan fungsi organ tubuh. Gangguan fungsi organ tubuh
meliputi kelainan susunan saraf pusat yaitu letargis, refleks hisap buruk, menangis
lemah, kadang-kadang high pitch cry, dan rewel, bahkan disertai kejang. Kelainan
kardiovaskular seperti hipotensi, pucat, sianosis, dingin, dan clummy skin. Bayi
dapat pula memperlihatkan kelainan hematologik, gastrointestinal, ataupun
perdarahan, ikterus, muntah, diare, distensi abdomen, intoleransi minum, waktu

37

pengosongan lambung yang memanjang, takipnea, apnea, merintih, dan


retraksi.8,16
Jika dibandingkan dengan kasus Bayi T, terdapat beberapa gambaran klinis
yang mengarah kepada sepsis neonatal. Pada perjalanan awal penyakit, Bayi S
mengalami demam pada usia 2 hari, sehingga termasuk dalam kategori sepsis
awitan dini. Instabilitas suhu yang terjadi pada Bayi T dapat disebabkan oleh
berbagai faktor, antara lain adanya infeksi, kenaikan suhu lingkungan yag
berlebihan, dehidrasi, atau perubahan mekanisme pengaturan panas sentral yang
berhubungan dengan trauma lahir pada otak, malformasi, dan obat-obatan. 3
Berdasarkan pengakuan ibu, tidak ada peningkatan suhu lingkungan sebelum Bayi
T demam, bayi menyusu ASI cukup banyak, dan tidak ada riwayat trauma lahir
pada otak, malformasi, ataupun penggunaan obat-obatan. Sehingga dugaan
hipertemia mengarah kepada proses infeksi.
Selain itu, Bayi T juga mengalami kejang pada hari ke-3. Tipe kejang yang
terjadi yaitu subtle. Manifestasi klinis kejang sangat bervariasi bahkan sering sulit
membedakan dengan gerakan normal bayi itu sendiri. Mekanisme terjadinya
kejang akibat loncatan muatan listrik yang berlebihan dan sinkron pada otak atau
depolarisasi otak yang mengakibatkan gerakan berulang. Kejang dapat terjadi
pada neonatus yang memiliki kelainan susunan saraf purat (meningitis,
perdarahan intrakranial, tumor)) atau karena masalah sistemik maupun metabolik
seperti hipoglikemia, hipokalsemia, proses infeksi, dan lain sebagainya.3
Bayi T mendapatkani injeksi fenobarbital 40 mg bolus untuk loading dose
dan fenobarbital 2 x 7,5 mg untuk maintenance. Hal ini sesuai dengan tatalaksana

38

kejang pada neonatus yaitu pemberian fenobarbital 20 mg/kgBB intravena dalam


waktu 5 menit, jika kejang tidak berhenti dapat diulang dengan dosis 10 mg/kgBB
sebanyak 2 kali dengan selang waktu 30 menit. Jika tidak tersedia jalur intravena
atau tidak terdapat sediaan obat intravena, maka dapat diberikan intramuskular.
Bila kejang berlanjut diberikan fenitoin 20 mg/kgBB intravena dalam larutan
faram fisiologis dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit. Untuk terapi rumatan
diberikan fenobarbital dengan dosis 3-5 mg/kgBB/hari dosis tunggal atau terbagi
setiap 12 jam secara intravena atau per oral, hingga bebas kejang 7 hari. Dapat
pula menggunakan fenitoin 4-8 mg/kgBB/hari intravena atau per oral dengan
dosis terbagi 2 atau 3.3, 9, 18
Pada Bayi T, tidak ditemukan adanya tanda kelainan susunan saraf pusat
berupa peningkatan tekanan intrakranial maupun penurunan tingkat kesadaran,
sehingga kejang yang terjadi pada Bayi S lebih mengarah pada masalah sistemik
dan metabolik yang terjadi. Pemeriksaan laboratorium darah pada saat Bayi T
dirujuk menunjukkan kadar glukosa darah sewaktu 44 mg/dl yang menunjukkan
keadaan hipoglikemia. Seperti yang dipaparkan sebelumnya proses infeksi dapat
menyebabkan keadaan hipoglikemia, dan kedua keadaan tersebut merupakan
faktor pencetus kejang pada neonatus.
Bayi T juga mengalami hiperbilirubinemia pada hari pertama perawatan di
RSUD Ulin Banjarmasin, kadar bilirubin total 17,20 mg/dl, bilirubin direk 2,23
mg/dl, dan bilirubin indirek 14,97 mg/dl. Ikterus dapat terjadi secara fisiologis
maupun patologis. Sepsis neonatal dapat menyebabkan hiperbilirubinemia melalui

39

proses peningkatan penghancuran hemoglobin dan perubahan fungsi dan perfusi


hati (kemampuan konjugasi).3
Gambaran klinis lain yang terdapat pada Bayi T yang terkait dengan
gejalan non spesifik sepsis adalah manifestasi gangguan pernafasan yang
ditunjukkan dengan adanya retraksi. Retraksi pada Bayi T terjadi pada hari ke-11
perawatan hingga beberapa hari kemudian. Hal ini menunjukkan adanya
gangguan fungsi sistem organ pernapasan dari perjalanan sepsis yang terjadi.3
Penegakkan diagnosis dini sepsis neonatal berdasarkan gejala dan tanda
klinis sangat sulit dilakukan karena tidak spesifik. Gejala dan tanda sepsis
neonatal tidak berbeda dengan gejala penyakit non infeksi berat lainnya pada
BBL. Sehingga dalam menentukan diagnosis diperlukan berbagai informasi antara
lain faktor risiko, gambaran klinik, dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan laboratorium termasuk
pemeriksaan biakan darah. Hasil biakan sampai saat ini masih menjadi baku emas
dalam menentukan diagnosis, tetapi hasil pemeriksaan membutuhkan waktu
minimal 2-5 hari.26
Kultur darah dilakukan pada Bayi T untuk memastikan adanya infeksi
sistemik oleh mikroorganisme. Hasil pemeriksaan menunjukkan adanya bakteri
Staphylococcus haemolyticus pada darah. Hal ini menjadi dasar ditetapkannya
diagnosis sepsis neonatus. Staphylococcus haemolyticus merupakan bakteri
golongan coagulase-negatif staphylococcus (CONS). CONS ialah penyebab yang
sering ditemukan pada infeksi nosokomial dan penyebab infeksi sistemik di ruang
perawatan intensif yang paling sering ditemukan, terutama pada sepsis awitan

40

lama. Manifestasi klinis dari sepsis akibat CONS beraneka ragam, dari kejang
subtle hingga sepsis berat, dan meliputi apneu, peningkatan frekuensi nafas,
bradikardi, ketidakstabilan temperatur, asidosis metabolik, gangguan intake oral,
distensi abdomen, hipotensi, pneumonia, meningitis, peningkatan atau penurunan
jumlah leukosit, trombositopenia, dan hiperglikemia.27
Terdapat ketidaksesuaian antara gejala klinis dengan temuan hasil kultur
darah pada Bayi T. Berdasarkan awitan instabilitas suhu yang terjadi di hari
kedua, keadaan Bayi T dapat diklasifikasikan ke dalam sepsis awitan dini. Namun,
berdasarkan hasil kultur darah, ditemukan jenis bakteri yang sering menjadi
etiologi pada sepsis awitan lama. Padahal, klasifikasi sepsis neonatal tergantung
dari dua hal yaitu waktu paparan kuman dan macam kuman penyebab infeksi.
Selain itu, berdasarkan hasil anamnesis dengan ibu Bayi T, tidak ditemukan
adanya faktor risiko mayor maupun minor pada maternal maupun neonatal saat
kehamilan dan persalinan yang mengarah pada sepsis awitan dini. Sehingga tidak
dapat dipastikan klasifikasi sepsis pada Bayi T tergolong awitan dini atau awitan
lambat.
Sebelum didapatkan hasil kultur darah, Bayi T mendapatkan terapi
antibiotik lini pertama berupa ampisilin dan gentamisin. Setelah dipastikan jenis
bakteri penyebab sepsis yaitu CONS yang merupakan golongan bakteri gram
positif, maka antibiotik diganti menjadi vankomisin yang merupakan first choice
untuk infeksi CONS.28 Vankomisin diberikan dengan dosis 15 mg/kgBB/hari
setiap 8 jam.5 Pemilihan antibiotik untuk sepsis neonatus dapat dilihat pada tabel
berikut.

41

Tabel 3. Regimen Antibiotik untuk Sepsis Neonatal

Selain antibiotik, Bayi T juga mendapatkan terapi perawatan inkubator


untuk menjaga stabilisasi suhu. Selain iyu, Bayi T juga mendapatkan terapi
oksigen dengan Continous Positive Airway Pressure (CPAP) yang berguna untuk
mempertahankan tekanan positif pada saluran napas neonatus selama pernapasan
spontan. Bayi T juga mendapatkan infus D10% + NaCl 0,9% + KCl + Ca
glukonas dan ASI on demand untuk memenuhi kebutuhan cairan sekaligus koreksi
kadar glukosa yang rendah. Menurut teori, pemantauan glukosa harus selalu
dilakukan hingga bayi dapat menerima asupan dengan penuh atau mendapatkan

42

infus glukosa terus-menerus secara teratur dan 3 kali pemeriksaan yang dilakukan
setiap jam hasilnya normal.5
Bayi T juga mendapatkan nutrisi parenteral protein dan lipid dalam bentuk
aminofusin dan ivelip. Nutrisi parenteral diberikan sebagai dukungan nutrisi bagi
pasien yang tidak dapat mengkonsumsi atau menyerap sejumlah makanan secara
adekuat melalui traktus gastrointestinal. Yang termasuk dalam kelompok ini
adalah pasien yang karena sesuatu sebab atau keadaan tidak dapat, tidak boleh
atau tidak mau makan.29 Besarnya kebutuhan protein mulai dari 2 gram/kgBB/hari
dan

ditingkatkan

0,5-1,0

gram/kgBB/hari

hingga

maksimal

3,0-3,5

gram/kgBB/hari. Sedangkan kebutuhan lipid dimulai dari 0,5-1,0 gram/kgBB/hari


dan ditingkatkan 0,5 gram/kgBB/hari hingga maksimal 3,0-4,0 gram/kgBB/hari.5
Sebelum dilakukannya pemeriksaan kultur darah pada Bayi T, diagnosis
untuk kasus ini antara lain sepsis neonatal dengan riwayat hipoglikemia, infeksi
neonatal dengan riwayat hipoglikemia, dan tetanus neonatorum dengan riwayat
hipoglikemia. Pada kasus infeksi neonatal terjadi proses infeksi tanpa diiringi
adanya SIRS. Infeksi adalah invasi dan multiplikasi mikroorganisme seperti
bakteri, virus, dan parasit, yang secara tidak normal berada dalam tubuh.
Sebuah infeksi bisa tidak menimbulkan gejala dan bermanifestasi subklinis,
maupun bisa menimbulkan gejala dan menjadi jelas secara klinis. Sedangkan
pada tetanus neonatorum biasanya dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan
klinis meliputi gejala progresif adanya kesulitan minum (menghisap dan
menelan), peka rangsang dan bayi menangis terus menerus. Gejala khas yang lain
adalah adanya kekakuan dan spasme otot. Kekakuan otot melibatkan otot

43

masseter, otot-otot perut dan tulang belakang. Spasme otot bersifat intermiten
dengan

interval waktu yang berbeda-beda tergantung dari tingkat keparahan

penyakit.30 Setelah dilakukan pemeriksaan kultur darah, maka diagnosis sepsis


neonatal dapat ditegakkan.
Prognosis pada kasus sepsis neonatal tergantung dari banyak faktor.
Dengan diagnosis dini dan terapi yang tepat, prognosis pasien baik. Tetapi apabila
ada tanda dan gejala yang mengarah pada sepsis berat hingga disfungsi
multiorgan, akan meningkatkan angka kematian. Rasio kematian pada sepsis
neonatal 24 kali lebih tinggi pada bayi kurang bulan dibandingkan bayi cukup
bulan. Rasio kematian pada sepsis awitan dini adalah 15-40% dan pada sepsis
awitan lambat adalah 10-20%.28

Bayi Cukup Bulan (BCB)


Bayi T lahir dalam usia kehamilan 38 minggu dan termasuk bayi cukup
bulan (BCB) karena masuk dalam usia kehamilan antara 37 minggu sampai 42
minggu (259-293 hari). Usia kehamilan bayi dibagi menjadi bayi kurang bulan
(BKB), bayi cukup bulan (BCB) dan bayi lebih bulan (BLB).3
Tabel 4. Tabel Usia Kehamilan Bayi Berdasarkan Masa Gestasi
Bayi berdasarkan masa gestasi
BKB

Bayi Kurang Bulan

< 37 minggu lengkap (< 259 hari)

BCB

Bayi Cukup Bulan

mulai 37 minggu - 42 minggu (259-293 hari)

BLB

Bayi Lebih Bulan

> 42 minggu (294 hari atau lebih).

44

Sumber: Sepsis pada bayi baru lahir. Dalam: Buku ajar neonatologi. IDAI 2009,
170-187
Hari pertama haid terakhir ibu Bayi T adalah 01 Mei 2013, sehingga
taksiran partus Bayi T untuk BCB pada tanggal 05 Februari 2014. Berdasarkan
nilai Finnstrom, didapatkan usia kehamilan 38 minggu. Penghitungan dengan skor
new Ballard yang mengakses tingkat maturitas neuromuskular dan fisik adalah 37,
yang mengindikasikan masa umur gestasi ibu antara 38-40 minggu Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa Bayi T termasuk bayi cukup bulan (BCB).

Sesuai Masa Kehamilan (SMK)


Perbandingan antara berat badan lahir bayi dan masa gestasi dapat menilai
maturitas dari bayi. Berdasarkan hal tersebut, bayi dapat dibedakan menjadi Kecil
untuk Masa Kehamilan (KMK), Sesuai untuk Masa Kehamilan (SMK) atau Besar
untuk Masa Kehamilan (BMK). Kurva pertumbuhan standar disusun berdasarkan
riwayat berat lahir bayi yang dilahirkan pada minggu kelahiran tertentu. Bayi
dengan berat lahir sama dengan atau di bawah persentil ke-10 digolongkan kecil
masa kehamilan (KMK), sedangkan bayi yang memiliki berat lahir pada atau di
atas persentil ke-90 digolongkan besar masa kehamilan (BMK), Jika berat lahir
bayi berada di antara persentil ke-10 hingga ke-90 digolongkan sesuai masa
kehamilan (SMK).3
Pada kasus, Bayi T dilahirkan dengan berat badan lahir sebesar 2910 gram
dengan usia kehamilan 37 minggu berdasarkan kurva pertumbuhan Lubchenco,
maka dapat disimpulkan bahwa bayi termasuk bayi SMK (Sesuai untuk Masa

45

Kehamilan) karena berat badan bayi dan masa gestasinya berada di antara
persentil ke-10 dan 90.
Gambar 1. Kurva Klasifikasi Bayi Berdasarkan Berat Lahir & Usia
Kehamilan Bayi T

Bayi Berat Lahir Cukup (BBLC)


Berdasarkan berat badan lahir pasien 2.910 gr, Bayi T digolongkan sebagai
berat bayi lahir cukup (BBLC).
Berat bayi lahir dapat dibedakan sebagai berikut3 :

BBLL (berat bayi lahir lebih) adalah bayi yang dilahirkan dengan berat lahir
> 4.000 gram.
46

BBLC (berat bayi lahir cukup) adalah bayi yang dilahirkan dengan berat

lahir antara 2500gr dan 4000gr.


BBLR (berat bayi lahir rendah) adalah bayi yang dilahirkan dengan berat
lahir < 2.500 gram tanpa memandang masa gestasi.

47

BAB V
PENUTUP

Telah dilaporkan sebuah kasus bayi laki-laki 5 hari dengan diagnosis


sepsis neonatal dengan riwayat hipoglikemia yang dirawat di ruang bayi RSUD
Ulin Banjarmasin. Diagnosis sepsis neonatal ditegakkan berdasarkan anamnesis,
hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (darah rutin dan kultur darah).
Telah dilakukan pengobatan berupa pemberian O2, infus D10% + NaCl
0,9% + KCl + Ca glukonas, injeksi ampicilin (2 x 150 mg), gentamisin (15 mg/36
jam), fenobarbital 40 mg bolus (loading dose) dan 2 x 7,5 mg (maintenance dose),
ceftazidine (2 x 150 mg), sibital (2 x 5 mg), ranitidin (3 x 3 mg), amikasin (3 x 22
mg), vitamin K (1 x 1 mg), omeprazol (1 x 2 mg), vancomycin (2 x 30 mg),
erytromycin, urdafak, dan vitamin ACE. Pasien kemudian disarankan melakukan
pemeriksaan foto thoraks, USG kepala, lumbal pungsi, dan pemeriksaan urine
lengkap.
Pasien dirawat selama sejak 06 Februari 2014 hingga sekarang di ruangan
NICU RSUD Ulin Banjarmasin.

48

DAFTAR PUSTAKA

1. Child Health Research Project Special Report : Reducing perinatal and


neonatal mortality, report of a meeting. Baltimore, 1999; 3(1): 6-12.
2. Gerdes JS. Diagnosis and management of bacterial infections in the
neonate. Pediat Clin N Am 2004; 51: 939-59.
3. IDAI: Aminullah A. Sepsis pada bayi baru lahir. Kosim MS, Yunanto A,
Dewi R, dkk. Dalam: Buku ajar neonatologi. Jakarta: Badan Penerbit IDAI
2009, 170-187.
4. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM. Rohsiswatmo R.
Kontroversi diagnosis sepsis nenatorum. Dalam: Update in neonatal
infection. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM 2005,
32-43.
5. Yunanto A. Hipoglikemia pada neonatus. Dalam: Panduan praktik klinik
neonatologi. Danar Wijaya 2013, 189-192.
6. Gomella TC. Seizure activity in neonatology. Dalam: Gomella TC,
Cunningham MD, Eyal FG. Management, procedure, on-call problems and
drugs. Edisi ke-5. New York: Lange medical publ 2004, 310-3.
7. Scher MS. Neonatal Seizures. Dalam: Taeusch HW, Ballard RA, Gleason
CA. Averys disease of the newborn. Edisi ke-8. Philadelphia: Elsevier
Saunders 2005, 1005-25.
8. Haque KN. Definitions of bloodstream infection in the newborn. Pediatr
Crit Care Med 2005; 6: 45-9.
9. Pusponegoro TS. Sepsis pada neonatus (sepsis neonatal). Sari Pediatri
2000; 2: 96-102.
10. Kosim MS. Infeksi neonatal akibat air ketuban keruh. Sari Pediatri 2009;
11: 212-8.
11. Osrin D, Vergnano S, Costello A. Serious bacterial infections in newborn
infants in developing countries. Curr Opin Infect Dis 2004;17: 217-24.

49

12. Utomo MT. Risk factors of neonatal sepsis: a preliminary study in dr.
soetomo hospital. Indonesian Journal of Tropical and Infectious Disease
2010; 1: 23-6.
13. Sankar MJ, Agarwal R, Deorari AK, Paul VK. Sepsis in The Newborn.
Devision of Neonatology. Departement of Pediatrics. All India Institute
Sciences.New Delhi; 2008.
14. Yurdakok M. Antibiotic use in neonatal sepsis. Turk J Pediatr 1994; 40(1):
17-33.
15. Schuchat A, Zywicki SS, Dinsmoor MJ, Mercer B, Romaguera J,
OSullivan MJ, et al. Risk factors and opportunities for prevention of
early-onset neonatal sepsis: A multicenter case-Control Study. Pediatrics
2000; 105: 21-6.
16. Rodrigo I. Changing patterns of neonatal sepsis. Sri Lanka J Child Health
2002; 31: 3-8.
17. Chiesa C, Alessandra PA, Osborn JF, Simonetti AF, Pacifco1 L.
Diagnosis of neonatal sepsis: a clinical and laboratory challenge. Clin
Chem 20074; 50: 279-87.
18. Departemen Kesehatan RI IDAI (UKK Perinatologi) - MNH. Pelayanan
kegawatdaruratan obstetri dan neonatal esensial dasar (buku acuan).
Kosim MS, Indarso F, Sarosa GI, Hendrarto TW. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI, 2005.
19. Nurdin B, Satriono. Hipoglikemia
Kedokteran 1992; 75: 27-32.

pada

anak. Cermin Dunia

20. Narayan S, Aggarwal R, Deorari AK, Paul VK. Hypoglycemia in the


newborn. Division of Neonatology, Department of Pediatrics. All
India Institute of Medical Sciences.
21. Adcock LM, Papile LA. Perinatal asphyxia. Dalam: Cloherty JP,
Eichenwald EC, Stark AR, penyunting. Manual of neonatal care. Edisi ke6. Philadelphia: Lippincott Williams Wilkins; 2008.h.518-28.
22. Merrill JD, Ballard RA. Resuscitation in the delivery room. Dalam:
Ballard RA, Taeusch HW, Gleason CA, penyunting. Averys diseases of
the newborn: Care of the high risk infant. Edisi ke-8. Philadelphia: WB
Saunders;2005.h.349-63.
50

23. Azlin E. Hubungan antara skor apgar dengan kadar glukosa darah pada
bayi baru lahir. Sari Pediatri 2011; 13(3): 174-8
24. Indarso F. Hipoglikemia pada bayi baru lahir. Diunduh dari
http://old.pediatrik.com/isi03.php?
page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110ztvf267.htm (15 Februari 2014)
25. Haque KH. Definitions of bloodstream infection in the newborn. Pediatr
Crit Care Med 2005; 6(3): S45-9.

26. Kumar Y, Qunibi M, Neal TJ, Yoxall CW. Time to positivity of neonatal
blood cultures. Arch Dis Child Fetal Neonatal 2001; 85: 182-6.

27. Venkatesh MP, Placencia F, Weisman LE. Coagulase-negatif


staphylococcal infections in the neonate and child: an update. Elsevier Inc
2006, 120-127

28. Health Technology Assessment Indonesia Departemen Kesehatan RI.


Penatalaksanaan sepsis neonatorum. Aminullah A, Gatot D, Kosim S.
Jakarta: HTA Indonesia-Depkes RI, 2007.
29. Hendarto A, Nasar SS. Aspek praktis nutrisi parenteral pada anak. Sari
Pediatri 2002; 3(4): 227 234
30. Kementrian Kesehatan RI. Eliminasi tetanus maternal dan neonatal.
Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan 2012; 1: 1-27

51

Anda mungkin juga menyukai

  • Hasil Thorax
    Hasil Thorax
    Dokumen3 halaman
    Hasil Thorax
    Wara Permeswari Wardhani
    Belum ada peringkat
  • Hasil Rontgen
    Hasil Rontgen
    Dokumen1 halaman
    Hasil Rontgen
    Wara Permeswari Wardhani
    Belum ada peringkat
  • Spo Gizi
    Spo Gizi
    Dokumen12 halaman
    Spo Gizi
    Wara Permeswari Wardhani
    Belum ada peringkat
  • Surat SK
    Surat SK
    Dokumen2 halaman
    Surat SK
    Wara Permeswari Wardhani
    Belum ada peringkat
  • RS Limbah
    RS Limbah
    Dokumen25 halaman
    RS Limbah
    Wara Permeswari Wardhani
    Belum ada peringkat
  • Bab II Sterilisasi
    Bab II Sterilisasi
    Dokumen12 halaman
    Bab II Sterilisasi
    Wara Permeswari Wardhani
    Belum ada peringkat
  • SK Komite Panitia Tim Ppi Dan Uraian Tugas
    SK Komite Panitia Tim Ppi Dan Uraian Tugas
    Dokumen6 halaman
    SK Komite Panitia Tim Ppi Dan Uraian Tugas
    SUSAN
    Belum ada peringkat
  • Laporan Pasien Radiologi Bulan September 2018
    Laporan Pasien Radiologi Bulan September 2018
    Dokumen2 halaman
    Laporan Pasien Radiologi Bulan September 2018
    Wara Permeswari Wardhani
    Belum ada peringkat
  • Jadwal Jaga
    Jadwal Jaga
    Dokumen2 halaman
    Jadwal Jaga
    Wara Permeswari Wardhani
    Belum ada peringkat
  • Hak Dan Kewajiban Pasien Dan Keluarga
    Hak Dan Kewajiban Pasien Dan Keluarga
    Dokumen1 halaman
    Hak Dan Kewajiban Pasien Dan Keluarga
    Wara Permeswari Wardhani
    Belum ada peringkat
  • Proposal Acara
    Proposal Acara
    Dokumen11 halaman
    Proposal Acara
    Wara Permeswari Wardhani
    Belum ada peringkat
  • RSUD Dr. H. Bob Bazar
    RSUD Dr. H. Bob Bazar
    Dokumen22 halaman
    RSUD Dr. H. Bob Bazar
    Wara Permeswari Wardhani
    0% (1)
  • Bab III Penetapan Ppi
    Bab III Penetapan Ppi
    Dokumen22 halaman
    Bab III Penetapan Ppi
    Wara Permeswari Wardhani
    Belum ada peringkat
  • Bab III Penetapan Ppi
    Bab III Penetapan Ppi
    Dokumen3 halaman
    Bab III Penetapan Ppi
    Wara Permeswari Wardhani
    Belum ada peringkat
  • Dokumen
    Dokumen
    Dokumen13 halaman
    Dokumen
    Wara Permeswari Wardhani
    Belum ada peringkat
  • Bab II Sterilisasi
    Bab II Sterilisasi
    Dokumen12 halaman
    Bab II Sterilisasi
    Wara Permeswari Wardhani
    Belum ada peringkat
  • Laporan Bangsal 28 Maret-04 Aprl 2018
    Laporan Bangsal 28 Maret-04 Aprl 2018
    Dokumen12 halaman
    Laporan Bangsal 28 Maret-04 Aprl 2018
    Wara Permeswari Wardhani
    Belum ada peringkat
  • Bab III Penetapan Ppi
    Bab III Penetapan Ppi
    Dokumen22 halaman
    Bab III Penetapan Ppi
    Wara Permeswari Wardhani
    Belum ada peringkat
  • Contoh Lamaran Kerja
    Contoh Lamaran Kerja
    Dokumen3 halaman
    Contoh Lamaran Kerja
    Wara Permeswari Wardhani
    Belum ada peringkat
  • Hipersensivitas Tipe Cepat
    Hipersensivitas Tipe Cepat
    Dokumen1 halaman
    Hipersensivitas Tipe Cepat
    Wara Permeswari Wardhani
    Belum ada peringkat
  • RPP SMSTR 2.
    RPP SMSTR 2.
    Dokumen28 halaman
    RPP SMSTR 2.
    Wara Permeswari Wardhani
    Belum ada peringkat
  • Gonore
    Gonore
    Dokumen18 halaman
    Gonore
    Wara Permeswari Wardhani
    Belum ada peringkat
  • GONORE DISCHARGE
    GONORE DISCHARGE
    Dokumen44 halaman
    GONORE DISCHARGE
    Wara Permeswari Wardhani
    Belum ada peringkat
  • ANATOMI
    ANATOMI
    Dokumen4 halaman
    ANATOMI
    Wara Permeswari Wardhani
    Belum ada peringkat
  • WASPADA DEMAM BERDARAH
    WASPADA DEMAM BERDARAH
    Dokumen2 halaman
    WASPADA DEMAM BERDARAH
    Yenny Z. Rizqi
    100% (2)
  • Filariasis
    Filariasis
    Dokumen17 halaman
    Filariasis
    Wara Permeswari Wardhani
    Belum ada peringkat
  • Case Report Neuro
    Case Report Neuro
    Dokumen15 halaman
    Case Report Neuro
    Wara Permeswari Wardhani
    Belum ada peringkat
  • Ulkus Piogenik
    Ulkus Piogenik
    Dokumen3 halaman
    Ulkus Piogenik
    Ndarumas Lina
    100% (1)
  • Demografi PKM
    Demografi PKM
    Dokumen3 halaman
    Demografi PKM
    Wara Permeswari Wardhani
    100% (1)
  • TBC
    TBC
    Dokumen58 halaman
    TBC
    Wara Permeswari Wardhani
    Belum ada peringkat