Anda di halaman 1dari 19

6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi Kasus

1. Definisi
Cerebral palsy (CP) adalah gangguan pada otak yang bersifat non
progresif. Gangguan ini dapat disebabkan oleh adanya lesi atau gangguan
perkembangan pada otak (Sheperd,1995). Sedangkan menurut Bax yang dikutip
oleh Soetjiningsih cerebral palsy adalah suatu kelainan gerakan dan postur yang
tidak progresif oleh karena suatu kerusakan atau gangguan pada sel-sel motorik
pada susunan saraf pusat yang dapat terjadi setiap waktu sebelum otak mencapai
kematangan, dari konsepsi hingga anak berumur 5 atau 6 tahun.
Spastik Triplegi : spastik pada 3 bagian, bisa pada 2 ekstremitas bawah
dan 1 ekstremitas bawah atau sebaliknya. tapi penderita triplegi umumnya jarang.
(Miller & Bachrach,1998).
Berdasarkan penjelasan di atas cerebral palsy spastik triplegi adalah
gangguan pada otak yang bersifat non progresif yang disebabkan oleh adanya lesi
atau perkembangan abnormal pada otak yang ditandai gangguan berupa
peninggian tonus otot dan refleks pada keempat anggota gerak, biasanya pada satu
ektremitas atas dan dua ektremitas bawah, atau merupakan farian.

2. Anatomi fungsional

a. Anatomi otak
Otak merupakan bagian pertama dari sistem saraf pusat yang mengalami
perubahan dan pembesaran. Bagian ini dilindungi oleh tiga selaput pelindung
(meningen) dan berada di dalam rongga tulang tengkorak.
1) Korteks serebri
Korteks serebri dibagi menjadi dua, hemisperium kiri dan hemisperium
kanan yang dihubungkan oleh corpus collasum. Korteks serebri dibagi menjadi 4
lobus, yaitu : (1) lobus frontalis terdiri dari area 4 yang merupakan daerah motorik
yang utama, area 6 yang merupakan bagian sirkuit traktus ekstrapiramidal, area 8
berhubungan dengan pergerakan mata dan pupil, area 9, 10, 11, dan 12 adalah
daerah asosiasi frontalis, (2) lobus parietalis terdiri dari area 3, 1, dan 2 yang
merupakan daerah sensorik post sentralis yang utama, area 4 dan 7 adalah daerah
asosiasi sensorik, (3) lobus temporalis terdiri dari area 41 adalah daerah auditorius
primer, area 42 merupakan korteks auditorius sekunder atau asosiasi, area 38, 40,
20, 21, dan 22 adalah daerah asosiasi, (4) lobus occipitalis terdiri dari area 17
yaitu korteks striata, korteks visual yang utama, area 18 dan 19 merupakan
daerah asosiasi visual (Chusid, 1990).
2)

Ganglia basalis

Ganglia basalis ialah massa substantia grisea yang terletak di bagian dalam
hemispherium cerebri. Ganglia basalis merupakan sekumpulan badan sel didalam
dienchepalon dan mesenchepalon. Ganglia basalis terdiri dari bagian-bagian,
meliputi : corpus striatum, nukleus amygdala dan claustrum.
3) Serebellum

Terdiri dari dua hemispherium yang dihubungkan oleh suatu bagian


median, yaitu vermis. Serebellum dihubungkan dengan otak tengah oleh
peduncullus cereballaris superior, dengan pons melalui peduncullus cerebellaris
media, dan dengan medulla melalui peduncullus cerebellaris inferior. Lapisan
permukaan hemispherium cerebelli disebut sebagai substansia dan terdiri dari
substansia grisea (gambar 2.1).
4) Batang otak (Brain steem)
Terdiri dari kumpulan medulla oblongata, pons dan mesensefalon. Batang
otak merupakan bagian dari otak yang tinggal setelah hemispherium cerebri dan
serebellum diangkat (Snell, 2000).
b.

Neurofisiologi

1) Area Broadmann
Pembagian dan klasifikasi menurut sistem dari Brodmann yang lebih
sering disebut sebagai area Brodmann (gambar 2.2). Area Broaddman disebut
juga area pre motor, area ini terletak 1-3 cm di depan gyrus precentralis cortek
motorik primer. Bila area ini dirangsang dapat menimbulkan kontraksi yang
komplek dari sekelompok otot. Kadang kadang menimbulkan gerakan adversif
(rotasi yang kasar dari mata, kepala, dan tubuh ke sisi yang berlawanan) yang
disebabkan karena adanya rangsangan pada traktus ekstrapiramidal, tetapi dapat
juga karena penyebaran rangsangan di dalam korteks ke sistem piramidal. Maka
fungsi area ini untuk mengontrol koordinasi gerakan dari otot yang terangsang
dan pada area inilah spastisitas sering terjadi ( Chusid, 1993 ).

Gambar 2.1
Susunan saraf pusat (Martin, 2003)

10

Gambar 2.2
Pembagian Area Broadmann (Chusid, 1993)

11

2) Humunkulus serebri
Penelitian yang dilakukan Fritsch dan Hitzig pada tahun 1870
membuktikan bahwa perangsangan listrik pada korteks serebri akan menimbulkan
gerakan anggota tubuh di sisi kontralateral. Sejak saat itu dapat dilakukan
pemetaan somatotropik pada korteks serebri mengenai pola gerakan tertentu pada
otot-otot wajah, tubuh, anggota gerak atas dan anggota gerak bawah. Pemetaan
tersebut dikenal dengan humunkulus motorik yang membentang dari bagian girus
presentralis (gambar 2.3).
Otot-otot wajah diproyeksikan pada girus presentralis bagian bawah. Di
sebelah atasnya terletak daerah proyeksi dari otot-otot ekstremitas superior,
sedangkan di sebelah atas daerah ini terletak proyeksi dari otot-otot tubuh. Daerah
proyeksi otot-otot ekstremitas inferior dan genitalis berada di permukaan medial
hemisfer serebri yaitu di girus parasentralis.
3). Traktus ekstrapiramidalis dan traktus piramidalis
Traktus ekstrapiramidalis dapat dianggap sebagai suatu sistem fungsional
dengan lapisan 3 integrasi yaitu : cortical, striatal, dan tegmental daerah inhibisi
dan fasilitasi bulboreticularis menerima serabut-serabut dari daerah korteks
serebri, striatum dan serebellum anterior. Traktus ekstrapiramidalis, fungsi
utamanya berhubungan dengan gerakan yang berkaitan, pengaturan sikap tubuh
dan integrasi otonom. Lesi pada setiap tingkat dalam sistem ekstrapiramidal dapat
mengaburkan atau menghilangkan gerakan dibawah sadar dan menggantikannya
dengan gerakan diluar sadar.
Traktus piramidalis adalah traktus yang melewati piramida oblongata,
dibentuk

oleh

serabut-serabut

frontospinalis

dan sentrospinalis.

Traktus

12

piramidalis, berfungsi sebagai pengatur kontrol gerak yang berhubungan dengan


gerakan terampil dan motorik halus. Berikut ini akan dibahas lebih lanjut
mengenai traktus piramidalis (gambar 2.4).
Serat-serat traktus piramidalis atau kortikospinalis berjalan dari korteks
motorik dan akan bergabung melewati korona radiata substansia alba serebrum
kearah ekstremitas posterior kapsula interna, kemudian berjalan turun melalui
pusat setiap separuh basal pons, yang dikelilingi oleh sejumlah sel saraf nuklei
pontis dan oleh berbagai serat-serat sistem. Pada ujung akhir medulla oblongata,
80-85% serat dari setiap traktus piramidalis, menyeberang ke sisi yang
berlawanan

membentuk

traktus

kortikospinalis

anterior

dan

traktus

kortikospinalis lateral. Serat-serat ini menyeberang pada tingkat segmental


melalui komisura anterior medula dan berakhir pada kornu anterior medula
spinalis pada neuron interkalasi. Kemudian sel saraf ini mengirim impuls
sepanjang radiks anerior dan saraf perifer ke lempeng akhir motorik otot-otot
rangka.
Kerusakan pada traktus piramidalis akan menghilangkan pengiriman
semua rangsangan gerakan volunter dari korteks motorik ke sel kornu anterior,
hasilnya adalah paralisis otot yang disarafi oleh sel-sel ini. Gejala sisa akibat
adanya kerusakan ini adalah spastisitas dan hiper refleksia yang berkaitan dengan
tonus.

13

Gambar 2.3
Humunkulus motorik (Chusid, 1990)

14

Gambar 2.4
Traktus piramidalis (Duss, 1996)

15

Gambar 2.5
Sirkulus Willisi (Jack, 1994)

c.Vaskularisasi otak

16

Otak mendapatkan suplai dari dua arteri utama yaitu arteri karotis (kanankiri ), menyalurkan darah ke otak bagian depan atau disebut sirkulasi arteri
serebrum anterior dan sistem vertebrobasilaris menyalurkan darah ke bagian
belakang otak atau di sebut sirkulasi arteri serebrum posterior (Feigin, 2006).
Keempat cabang arteri ini akan membentuk suatu hubungan yang disebut cirkulus
Willisi ( gambar 2.5).
Arteri vertebralis dekstra dan sinistra bersatu dan membentuk arteri basilaris
dan berakhir sebagai arteri serebri posterior dekstra sinistra sedangkan arteri
karotis interna kanan dan kiri masing bercabang dua dan menjadi arteri serebri
media dan arteri serebri anterior. Akhirnya terbentuklah di basis kranii dalam
suatu lingkaran anastomosis yang dinamakan cirkulus arteroisus Willisi (Chusid ,
1990).
3. Etiologi
Cerebral palsy (CP) dapat terjadi pada masa prenatal, perinatal, paskanatal
(Adnyana,1995).
a. Masa prenatal (gangguan selama kehamilan)
Periode ini biasanya disebabkan oleh anoksia (anemia, shock pada
kehamilan, gangguan plasenta, inkompatibilitas Rh), infeksi pada ibu (rubella,
toksoplasmosis,

cytomegalovirus, virus herpes, syphilis), trauma, faktor

metabolik, malformasi otak.

b. Masa perinatal (saat lahir) :

17

Periode saat kelahiran, biasanya meliputi : anoksia (obstruksi pernafasan,


atelektasis, separasi prematur plasenta, over dosis sedasi, kelahiran sungsang),
trauma (disproporsi kepala panggul), prematuritas, seksio saesaria.
c. Masa paskanatal (setelah lahir) :
Periode pasca natal disebabkan oleh : trauma (fraktur tulang tengkorak,
kontusio serebri), infeksi (meningitis, encefalitis), kecelakaan serebrovaskular,
anoksia (syok, keracunan, nyaris tenggelam), tumor otak.
CP paling banyak terjadi pada masa prenatal karena otak belum matur
(Indriastuti, 2002).
4. Patologi
Kelainan spastik triplegi disebabkan oleh adanya kombinasi dari diplegia
dan hemiplegia maupun dari quardiplegi dengan keterlibatan kurang dalam satu
ektremitas. Kelainan diplegi, kerusakan di daerah periventrikuler sampai traktus
kortiko spinalis atau kerusakan area motorik tambahan yang mengatur
perencanaan dan koordinasi (Scheller, 1994, yang dikutip oleh Mariani).
Mekanisme patologi meliputi necrosis neurology selective dan ischemic cerebral.
Cerebral ischemic necrosis meliputi focal dan multifocal, sedangkan tipe ischemic
lesi meliputi lesi hemoragic dan periventricular leucomalasia (Hill and Volpe,
1987 dikutip oleh Sheperd, 1997).
Lesi neuroanatomik yang paling sering terjadi di temukan adalah
kerusakan pada zona matriks germinal di daerah periventrikuler

pada fetus

prematur, biasanya terjadi sekitar usia kehamilan 24 sampai 34 minggu. Cedera


ini biasanya disebabkan oleh ischemi akibat hipoperfusi. Struktur periventrikuler
rentan terhadap kerusakan tipe ini karena merupakan watershed zone yang hanya

18

menerima suplai darah secara marginal. Lesi tersebut cenderung agak simetris
sehingga menyebabkan gejala bilateral. Lebih lanjut, hal ini terjadi pada kapsula
interna di tempat yang dilewati oleh traktus-traktus yang mengatur motor neuron
dari tungkai dan trunkus. Sehingga, lesi tersebut mengakibatkan spastik diplegi
(Prevo, 1999 yang dikutip oleh Mariani 2001).
Hemiplegi spastisitas yang melibatkan tractus kortikospinal unilateral
yang biasanya menyerang ekstremitas atas atau lengan atau menyerang anggota
gerak pada salag satu tubuh. Proses patologi diawali oleh gangguan sirkulasi
darah seperti perdarahan di otak di daerah sirkulasi willici. Tempat-tempat yang
sering mengalami gangguan : capsula interna, corpus striatum, dan thalamus.
5. Tanda dan gejala klinis
CP spastik diplegi memiliki karakteristik spastisitas di trunk dan tungkai
(Wilson, 1991 yang dikutip oleh Cambell, 1991). Anak dengan CP spastik diplegi
biasanya ditandai dengan adanya gangguan yang lebih berat yang mengenai
anggota gerak bawah dengan distribusi yang seimbang di antara kedua tungkai,
pada anggota gerak atas mengalami gangguan yang sangat ringan bahkan tidak
ada, kontrol kepala baik dan tidak terdapat gangguan bicara. Adanya spastisitas
pada anggota gerak bawah yang mengakibatkan timbulnya scissor posture yang
tampak pada saat anak berdiri. Kebanyakan pada penderita dan berjalan dengan
kaki berjinjit (Bobath, 1966).
6.

Prognosis

19

Prognosis penderita CP tergantung dari jenis dan berat ringannya gejala


motorik dan adanya penyulit seperti bangkitan epilepsy, gangguan penglihatan,
pendengaran, bicara dan retardasi mental.
Prognosis paling baik didapat jika derajat fungsionalnya ringan dan makin
berat bila disertai gejala penyulit. Penderita CP yang berat disertai adanya
retardasi mental dan epilepsy mempunyai angka kematian yang tinggi akibat
infeksi saluran pernafasan dan paru-paru.
Beberapa penelitian mengatakan bila penderita mampu duduk sendiri
sebelum umur 2 tahun, maka diperkirakan penderita dapat berjalan sendiri dengan
atau tanpa alat bantu. Bila tidak dapat duduk sendiri setelah umur 4 tahun,
prognosisnya jelek untuk dapat berjalan (Indriastuti, 2002).
Kesembuhan dalam arti regenerasi otak yang sesungguhnya tidak pernah
terjadi pada CP, tetapi akan terjadi perbaikan sesuai dengan tingkat kematangan
otak yang sehat sebagai kompensasinya. Pengamatan jangka panjang yang
dilakukan Cooper dkk menunjukkan tendensi perbaikan fungsi koordinasi dan
fungsi motorik dengan bertambahnya umur pada anak yang mendapat stimulasi
dini (Indriastuti, 2002).

B. Deskripsi Problematika Fisioterapi


Problematika yang terjadi pada kondisi CP spastik triplegi adalah: (1)
impairment yaitu adanya spastisitas pada kedua tungkai sehingga potensial terjadi
pola gerak abnormal yang berpotensi terjadi kiphosis pada vertebra dan spastisitas
pada satu ekstremitas atas, lordosis pada lumbal, subluksasi atau dislokasi pada
salah satu atau kedua hip nya, adduksi dan internal rotasi tungkai dengan fleksi
hip dan knee akan menyebabkan pola postur scissors, equino varus atau valgus

20

pada kaki, (2) functional limitation yaitu adanya gangguan dalam melakukan
aktivitas yang menggunakan kedua tungkai seperti berdiri, berjalan, berlari, dan
melompat, serta pada salah satu ektremitas atas tidak mampu menggunakan
sebelah tangannya (3) participaton restriction : anak belum dapat melakukan
aktivitas bermain dengan teman sebaya yang menggunakan aktivitas tungkai
seperti berlari.
C. Metode Neuro Developmental Treatment
Neuro developmental treatment (NDT) adalah suatu teknik yang
dikembangkan oleh Dr. Karel Bobath seorang neurolog dan istrinya Bertha
Bobath seorang fisioterapis pada tahun 1967. Metode ini dikhususkan untuk
menangani problematik motorik akibat gangguan sistem saraf pusat (Shepherd,
1997). Pada metode ini sering didahului dengan mobilisasi trunk yang bertujuan
untuk memudahkan terapis melakukan teknik-teknik pada NDT. Penanganan dini
lebih efisien pada anak usia di bawah 6 bulan karena pada usia tersebut, masih
terdapat refleks primitif yang nantinya dapat membantu keefektifitan metode
NDT. Sedangkan pada usia diatas 6 bulan sebenarnya efektifitas metode NDT
masih ada tetapi akan terganggu dengan abnormalitas yang semakin tampak
seiring dengan bertambahnya usia anak dengan CP (Shepherd, 1997).
Metode ini dimulai dengan mula-mula menekankan reflek-reflek abnormal
yang patologis menjadi penghambat terjadinya gerakan-gerakan normal. Anak
harus ditempatkan dalam sikap tertentu yang dinamakan reflek inhibiting posture
yang bertujuan untuk menghambat tonus otot yang abnormal (Trombly, 1989).

21

Handling digunakan untuk mempengaruhi tonus postural, mengatur koordinasi,


menghinbisi pola abnormal, dan memfasilitasi respon otomatis normal. Dengan
handling yang tepat, tonus serta pola gerak yang abnormal dapat dicegah sesaat
setelah terlihat tanda-tandanya (Trombly, 1989). Key point of control (KPoC)
yaitu titik yang digunakan terapis dalam inhibisi dan fasilitasi. KPoC harus
dimulai dari proksimal ke distal/bergerak mulai dari kepala-leher-trunk-kaki dan
jari kaki. Dengan bantuan KPoC, pola inhibisi dapat dilakukan pada penderita CP
dengan mengarahkan pada pola kebalikannya (Trombly, 1989).
Tujuan aplikasi metode NDT adalah menghambat pola gerak abnormal,
normalisasi tonus serta memudahkan gerakan yang normal (Connor, 2004).
Sedangkan menurut Shepherd, (1997) aplikasi NDT mampu meningkatkan
kemampuan aktivitas pasien serta perbaikan tonus otot yang abnormal.
1. Konsep neuro developmental treatment
Neuro development treatment menekankan pada hubungan antara normal
postural reflek mechanism (mekanisme refleks postur normal) yang merupakan
suatu mekanisme refleks untuk menjaga postural normal sebagai dasar untuk
melakukan gerak, dan normal postural control mechanism (mekanisme kontrol
postural normal) yaitu suatu mekanisme kontrol postural yang sangat penting
untuk semua aspek gerakan fungsional. Meningkatkan efisiensi mekanisme
kontrol

postural

merupakan

persyaratan

utama

dari

quisition gerakan fungsional dalam memaksimalkan potensi individu.

reaksi-

22

Mekanisme refleks postural normal memiliki kemampuan yang terdiri


dari: (1) normal postural tone, (2) normal reciprocal innervation, dan (3) variasi
gerakan yang mengarah pada fungsional. Syarat agar mekanisme refleks postural
yang normal dapat terjadi baik : (1) righting reaction, yang meliputi labyrinthine
righting reaction, neck righting reaction, body on body righting reaction, body on
head righting reaction dan optical righting reaction, (2) equilibrium reaction,
yang mempersiapkan dan mempertahankan keseimbangan selama beraktifitas, (3)
protective reaction, yang merupakan gabungan antara righting reaction dengan
equilibrium reaction (The Bobath Centre of London, 1994). Sedangkan
mekanisme kontrol postural normal bertujuan : (1) melakukan identifikasi pada
area-area spesifik otot-otot antigravitasi yang mengalami penurunan tonus, (2)
meningkatkan kemampuan input proprioceptive, (3) melakukan identifkasi
tentang gangguan fungsi setiap individu dan mampu melakukan aktivitas fungsi
yang efisien (IBITA, 1995).
2. Teknik-teknik dalam neuro developmental treatment
Metode NDT mempunyai beberapa teknik : 1) Inhibisi dari postur yang
abnormal dan tonus otot yang dinamis, 2) Stimulasi terhadap otot-otot yang
mengalami hypertonik , 3) Fasilitas pola gerak normal (Rood, 2000).
a. Inhibisi
Inhibisi adalah suatu upaya untuk menghambat dan menurunkan tonus
otot. Tekniknya disebut reflex inhibitory pattern. Perubahan tonus postural dan
patern menyebabkan dapat bergerak lebih normal dengan menghambat pola gerak

23

abnormal menjadi sikap tubuh yang normal dengan menggunakan teknik reflex
inhibitory pattern.

b. Fasilitasi
Fasilitasi merupakan upaya untuk mempermudah reaksi-reaksi automatik
dan gerak motorik yang sempurna pada tonus otot normal. Tekniknya disebut key
point of control.
Tujuannya adalah: (1) untuk memperbaiki tonus postural yang normal, (2)
untuk memelihara dan mengembalikan kualitas tonus normal, (3) untuk
memudahkan gerakan-gerakan yang disengaja, diperlukan dalam aktifitas seharihari.
c. Stimulasi
Stimulasi yaitu upaya untuk memperkuat dan meningkatkan tonus otot
melalui propioseptif dan taktil. Berguna untuk meningkatkan reaksi pada anak,
memelihara posisi dan pola gerak yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi secara
automatic. Tekniknya antara lain : (1) tapping ditujukan pada group otot antagonis
dari otot yang spastik , (2) placcing dan holding: penempatan pegangan, (3)
placcing weight bearing : penumpuan berat badan.

24

Anda mungkin juga menyukai