Anda di halaman 1dari 21

LEMBAR PENGESAHAN

Sari Pustaka dengan judul Leukimia ini diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam
mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih
Periode 23 November 30 Januari 2016

Oleh:
Nama: Mohammad Haikal Bakry
NIM: 030.10.181

Telah diterima dan disetujui oleh penguji,


Jakarta,

Dr Kirana Kamima, Sp A

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala nikmat,
rahmat, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan sari pustaka yang berjudul
Leukimia dengan baik dan tepat waktu.
Sari Pustaka ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Ilmu Kesehatan
Anak Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti di Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih
periode 23 November 30 Januari 2016.
Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya
kepada dr Kirana Kamima Sp A selaku pembimbing dalam penyusunan sari pustaka ini, serta
kepada dokterdokter pembimbing lain yang telah membimbing penulis selama di Kepaniteraan
Klinik Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih. Penulis juga
mengucapkan terimakasih kepada rekanrekan anggota Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan
Anak Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih serta berbagai pihak yang telah memberi
dukungan dan bantuan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa sari pustaka ini masih jauh dari sempurna dan tidak luput dari
kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat berharap adanya masukan, kritik maupun saran yang
membangun. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih yang sebesarbesarnya, semoga tugas ini
dapat memberikan tambahan informasi bagi kita semua.

Jakarta, Desember 2015


Penulis

Mohammad Haikal Bakry

DAFTAR ISI
2

LEMBAR PENGESAHAN......................................................................................................1
KATA PENGANTAR...............................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................4
BAB II SISTEM HEMOPOESIS............................................................................................5
BAB III LEUKIMIA..............................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................21

BAB I
PENDAHULUAN

Leukemia merupakan keganasan yang sering terjadi pada anak, yakni mencapai 41% dari
seluruh keganasan yang terjadi pada anak usia <15 tahun. Pada 2002, 2.500 anak usia <15 tahun
di diagnosa leukemia di USA, dengan insiden 4,5 kasus per 100.000 anak. Leukemia
limfoblastik akut (LLA) mencapai 77% kasus dari leukemia pada anak, leukemia mieloblastik
akut mencapai 11%, leukemia mieloblastik kronik 2-3%, dan leukemia mieloblastik kronik pada
remaja 1-2%. Di Indonesia, yakni di Yogyakarta, insiden LLA sebesar 20,8/ 1.000.000
sedangkan LMA sebesar 8/ 1.000.000. Angka tersebut menghasilkan proporsi LMA terhadap
leukemia akut sebesar 27,7%. Proporsi ini cukup tinggi apabila dibandingkan dengan negara
barat.(1,2)
Leukemia merupakan keganasan yang terjadi akibat adanya keabnormalan genetik pada sel
hematopoetik yang terus berproliferasi tanpa regulasi. Hasil dari pertumbuhan sel ini
menyebabkan elemen sel menjadi abnormal, akibatnya sel tersebut akan meningkatkan
proliferasi dan menurunkan apoptosis sel spontan. Sehingga sel leukemia tentu saja akan
mempengaruhi hemopoesis atau proses pembentukan sel darah normal dan imunitas tubuh
pasien. Hasilnya menimbulkan gangguan pada fungsi sumsum tulang dan nantinya dapat
menyebabkan kegagalan sumsum tulang. Gejala klinis, hasil laboratorium, dan respon terhadap
terapi tergantung dari tipe leukemia yang terjadi.(1)
Kata leukemia berasal dari bahasa Yunani, eukos = putih, dan haima = darah, berarti darah
putih, dikarenakan pada pasien ditemukan banyak sel darah putih sebelum diberi terapi. Sel
darah putih tersebut berasal dari stem cell di sumsum tulang. Sel darah putih yang tampak
banyak merupakan sel-sel yang muda. Apabila jumlahnya semakin meninggi maka dapat
mengganggu fungsi normal dari sel lainnya

BAB II
SISTEM HEMOPOESIS
4

Gambar 1. Hemopoiesis
Darah memiliki peran untuk menjaga tubuh tetap dalam keadaan homeostasis. Selain
meregulasi pH, temperatur, serta mengatur transport zat-zat dari dan ke jaringan, darah juga
melakukan perlindungan dengan cara melawan penyakit. Fungsi-fungsi ini dikerjakan secara
terbagi-bagi oleh komponen-komponen darah, yaitu plasma dan sel-sel darah. Plasma darah
adalah cairan yang berada di kompartemen ekstraselular di dalam pembuluh darah yang berperan
sebagai pelarut terhadap sel-sel darah dan substansi lainnya. Sedangkan sel darah merupakan
unit yang mempunyai tugas tertentu. Sel-sel darah terduru dari eritrosit, leukosit, dan trombosit
yang dibentuk melalui mekanisme hemopoesis.
Hemopoesis merupakan proses pembentukan dan perkembangan sel-sel darah. Hemopoesis
melibatkan banyak komponen-komponen yang saling terkait antara lain.(3)
1. Komponen atau kompartemen yang terdiri atas sel-sel darah baik sel-sel induk, sel-sel bakal
dan sel-sel matur.
2. Komponen atau kompartemen yang disebut stroma atau lingkungan mikrohemopoetik (LMH)
atau hemopoetic-micro-environment.

Komponen 1 dapat dianggap sebagai benih sedangkan komponen 2 dapat dianggap sebagai tanah
dimana benih itu tumbuh. Kedua kompartemen ini tidak sendiri-sendiri tetapi berbaur.
3. Kompartemen ke-3 terdiri atas zat-zat yang dapat menstimulasi sel-sel darah untuk
berproliferasi, berdiferensiasi dan/ atau berfungsi sesuai dengan tugas yang sudah
direncanakan. Komponen ini disebut hemopoetic growth factors (HGF) atau faktor
pertumbuhan hemopoetik (FPH).
Sebelum dilahirkan, proses ini terjadi berpindah-pindah. Pada beberapa minggu pertama
kehamilan, hemopoesis terjadi di yolk sac. Kemudian hingga fetus berusia 6-7 bulan, hati dan
limpa merupakan organ hemopoietik utama dan akan terus memproduksi sel-sel darah hingga
sekitar dua minggu setelah kelahiran. Selanjutnya pekerjaan ini akan diambil alih oleh sumsum
tulang dimulai pada masa kanak-kanak hingga dewasa.
Sumsum tulang merupakan suatu jaringan ikat dengan vaskularisasi yang tinggi
bertempat di ruang antara trabekula jaringan tulang spons. Terdapat dua jenis sumsum tulang
pada manusia, yaitu sumsum tulang merah dan sumsum tulang kuning. Pada neonatus, seluruh
sumsum tulangnya berwarna merah yang bermakna sumsum tulang bersifat hematopoietik,
sedangkan ketika dewasa, sebagian besar dari sumsum tulang merahnya akan inaktif dan berubah
menjadi sumsum tulang kuning (fatty marrow). Hal ini terjadi akibat adanya pertukaran sumsum
menjadi lemak-lemak secara progresif terutama di tulang-tulang panjang.
Hemositoblas atau pluripotent stem cells merupakan bagian dari sumsum tulang yang
berasal dari jaringan mesenkim. Jumlah sel ini sangat sedikit, diperkirakan hanya sekitar 1 sel
dari setiap 20 juta sel di sumsum tulang. Sel-sel ini memiliki kemampuan untuk berkembang
menjadi beberapa lineage yang berbeda melalui proses duplikasi, kemudian berproliferasi serta
berdiferensiasi hingga akhirnya menjadi sel-sel darah, makrofag, sel-sel retikuler, sel mast dan
sel adipose. Selanjutnya sel darah yang sudah terbentuk ini akan memasuki sirkulasi general
melalui kapiler sinusoid.
Sebelum sel-sel darah secara spesifik terbentuk, sel pluripoten yang berada di sumsum
tulang tersebut membentuk dua jenis stem cell, yaitu myeloid stem cell dan lymphoid stem cell.
Setiap satu stem cell diperkirakan mampu memproduksi sekitar 10 6 sel darah matur setelah
melalui 20 kali pembelahan sel. Myeloid stem cell memulai perkembangannya di sumsum tulang
dan kemudian membentuk eritrosit, platelet, monosit, neutrofil, eosinofil, dan basofil. Begitu
juga dengan lymphoid stem cell. Sel-sel ini memulai perkembangannya di sumsum tulang namun

proses ini dilanjutkan dan selesai di jaringan limfatik. Limfosit adalah turunan dari sel-sel
tersebut.
Selama proses hemopoesis, sebagian sel mieloid berdiferensiasi menjadi sel progenitor.
Sel progenitor tidak dapat berkembang membentuk sel namun membentuk elemen yang lebih
spesifik yaitu colony-forming unit (CFU). Terdapat beberap jenis CFU yang diberi nama sesuai
sel yang akan dibentuknya, yaitu CFU-E membentuk eritrosit, CFU-Meg membentuk
megakariosit, sumber platelet, dan CFU-GM membentuk granulosit dan monosit.(4)
Berikutnya, lymphoid stem cell, sel progenitor dan sebagian sel mieloid yang belum
berdiferensiasi akan menjadi sel-sel prekursor yang dikenal sebagai blast. Sel-sel ini akan
berkembang menjadi sel darah yang sebenarnya. Pada tahap ini sel-sel prekursor sudah dapat
dibedakan berdasarkan tampilan mikroskopiknya, sedangkan sel-sel di tahap sebelumnya yaitu
stem cell dan sel progenitor hanya bisa dibedakan melalui marker yang terdapat di membran
plasmanya.
Beberapa hormon yang disebut hemopoietic growth factors bertugas dalam meregulasi
proses diferensiasi dan proliferasi dari sel-sel progenitor tertentu. Berikut adalah beberapa
contohnya:
1. Erythropoietin atau EPO meningkatkan jumlah prekursor sel darah merah atau eritrosit. EPO
diproduksi oleh sel-sel khusus yang terdapat di ginjal yaitu peritubular interstitial cells.
2. Thrombopoietin atau TPO merupakan hormon yang diproduksi oleh hati yang menstimulasi
pembentukan platelet atau trombosit.
3. Sitokin adalah glikoprotein yang dibentuk oleh sel, seperti sel sumsum tulang, sel darah, dan
lainnya. Biasanya sitokin bekerja sebagai hormon lokal, namun disini sitokin bekerja dalam
menstimulasi proliferasi sel-sel progenitor di sumsum tulang. Dua kelompok sitokin yang
berperan adalah colony-stimulating factors dan interleukin.
Selain contoh diatas, masih banyak growth factor lainnya yang mempengaruhi proses
hemopoesis yang berbeda-beda fungsi dan lokasi kerjanya.
Leukosit atau sel darah putih adalah unit-unit yang dapat bergerak dalam sistem pertahanan
tubuh. Imunitas mengacu pada kemampuan tubuh menahan atau mengeliminasi sel abnormal
atau benda asing yang berpotensi merusak. Leukosit dan turunannya menahan invasi oleh
patogan melalui proses fagositosis, mengidentifikasi dan menghancurkan sel-sel kanker yang
muncul di dalam tubuh dan berfungi sebagai petugas pembersih yang membersihkan sampah
tubuh dengan memfagosit debris yang berasal dari sel yang mati atau cedera.
7

Tidak seperti eritrosit, yang strukturnya uniform, berfungsi identik, dan jumlahnya konstan,
leukosit bervariasi dalam struktur, fungsi, dan jumlah. Terdapat lima jenis leukosit yang
bersirkulasi yakni neutrofil, eosinofil, basofil, monosit, dan limfosit, yang masing-masing
dengan struktur dan fungsi yang khas. Kelima jenis leukosit tersebut dibagi ke dalam dua
kategori utama, bergantung pada gambaran nucleus dan ada tidaknya granula di sitoplasma
sewaktu dilihat di bawah mikroskop. Neutrofil, eosinofil, dan basofil dikategorikan sebagai
granulosit (sel yang mengandung granula) polimorfonukleus (banyak bentuk nucleus).
Nucleus sel-sel ini tersegmentasi menjadi beberapa lobus dengan beragam bentuk, dan
sitoplasma mereka mengandung banyak granula terbungkus membran. Terdapat tiga jenis
granulosit berdasarkan afinitas mereka terhadap zat warna: eosinofil memiliki afinitas terhadap
zat warna merah eosin, basofil cenderung menyerap zat warna biru basa, dan neutrofil bersifat
netral, tidak memperlihatkan kecenderungan zar warna. Monosit dan limfosit dikenal sebagai
agranulosit (sel tanpa granula) mononukleus (satu nucleus). Keduanya memiliki sebuah
nucleus besar tidak bersegmen dan sedikit granula. Monosit lebih besar daripada limfosit dan
memiliki nucleus berbentuk oval atau seperti ginjal. Limfosit, leukosit terkecil, ditandai oleh
nucleus bulat besar yang menempati sebagian besar sel.
Walaupun kadar leukosit dalam sirkulasi dapat berubah-ubah, perubahan kadar ini biasanya
dikontrol dan disesuaikan dengan kebutuhan tubuh. Meskipun demikian, dapat terjadi kelainan
produksi leukosit yang tidak berada di bawah mekanisme pengatur yaitu leukosit yang
diproduksi terlalu sedikit atau terlalu banyak. Salah satu konsekuensi utama dari leukemia, suatu
kanker yang disebabkan oleh proliferasi tidak terkontrol sel darah putih, adalah ketidakmampuan
sistem imun mempertahankan tubuh dari invasi benda asing. Pada leukemia, hitung sel darah
putih dapat mencapai setinggi 500.000/mm3, dibandingkan dengan hitung normal sebesar
7.000/mm3, tetapi karena sebagian besar adalah abnormal atau imatur, sel-sel tersebut tidak
mampu melakukan fungsi pertahanan mereka. Konsekuensi leukemia lain yang sangat
merugikan adalah terdesaknya jenis sel darah lain di sumsum tulang. Hal ini menimbulkan
anemia karena eritropoiesis berkurang dan perdarahan internal karena defisiensi trombosit.
Trombosit berperan penting dalam mencegah perdarahan dari kerusakan-kerusakan kecil yang
lazim terjadi di dinding pembuluh darah kecil. Akibatnya, infeksi atau perdarahan hebat adalah
penyebab tersering kematian pada pasien leukemia.(5)

Gambar 2. Proses Maturasi Sel Darah Putih (Leukosit)

BAB III
LEUKIMIA
9

Definisi
Leukemia merupakan suatu penyakit ganas dari jaringan hematopoietik, ditandai
dengan adanya penggantian elemen-elemen sum-sum tulang normal dengan sel-sel darah
abnormal (neoplastik). Sel-sel leukemik seringkali (tapi tidak selalu) terdapat pada darah perifer
dan biasanya menginvasi jaringan retikuloendotelial, termasuk lien, hati, dan nodus limfatikus.
Sel-sel tersebut juga dapat menginvasi jaringan lainnya, infiltrasi organ muapun dalam tubuh.
Jika tidak ditangani, leukemia dengan cepat dapat menyebabkan kematian.(6)
Patofisiologi
Pada keadaan normal, sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan tubuh terhadap
infeksi. Sel ini secara normal berkembang sesuai perintah, dapat dikontrol sesuai dengan
kebutuhan tubuh. Leukemia meningkatkan produksi sel darah putih pada sumsum tulang yang
lebih dari normal. Mereka terlihat berbeda dengan sel darah normal dan tidak berfungsi seperti
biasanya. Sel leukemi memblok produksi sel darah normal, merusak kemampuan tubuh terhadap
infeksi. Sel leukemi juga merusak produksi sel darah lain pada sumsum tulang termasuk sel
darah merah dimana sel tersebut berfungsi untuk menyuplai oksigen pada jaringan.(6)
Analisis sitogenik menghasilkan banyak pengetahuan mengenai aberasi kromosomal
yang terdapat pada pasien dengan leukemia. Perubahan kromosom dapat meliputi perubahan
angka, yang menambahkan atau menghilangkan seluruh kromosom, atau perubahan struktur
termasuk translokasi (penyusunan kembali), delesi, inversi dan insersi. Pada kondisi ini, dua
kromosom atau lebih mengubah bahan genetik, dengan perkembangan gen yang berubah
dianggap menyebabkan mulainya proliferasi sel abnormal.(6)
Leukemia terjadi jika proses pematangan dari stem sel menjadi sel darah putih
mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah keganasan. Perubahan tersebut
seringkali melibatkan penyusunan kembali bagian dari kromosom (bahan genetik sel yang
kompleks). Translokasi kromosom mengganggu pengendalian normal dari pembelahan sel,
sehingga sel membelah tidak terkendali dan menjadi ganas. Pada akhirnya sel-sel ini menguasai
sumsum tulang dan menggantikan tempat dari sel-sel yang menghasilkan sel-sel darah yang
normal. Kanker ini juga bisa menyusup ke dalam organ lainnya termasuk hati, limpa, kelenjar
getah bening, ginjal, dan otak.(6)
10

Determinan Penyakit Leukemia


Penyebab leukemia masih belum diketahui secara pasti hingga kini. Menurut hasil
penelitian, orang dengan faktor risiko tertentu lebih meningkatkan risiko timbulnya penyakit
leukemia.
1. Host

Umur, jenis kelamin, ras


Insiden leukemia secara keseluruhan bervariasi menurut umur. ALL merupakan leukemia
paling sering ditemukan pada anak-anak, dengan puncak insiden antara usia 2-4 tahun,
AML terdapat pada umur 15-39 tahun, sedangkan LMK banyak ditemukan antara umur
30-50 tahun. LLK merupakan kelainan pada orang tua (umur rata-rata 60 tahun). Insiden
leukemia lebih tinggi pada pria dibandingkan pada wanita. Tingkat insiden yang lebih
tinggi terlihat di antara Kaukasia (kulit putih) dibandingkan dengan kelompok kulit
hitam.(6)

Faktor Genetik
Insiden leukemia pada anak-anak penderita sindrom down adalah 20 kali lebih banyak
daripada normal. Kelainan pada kromosom 21 dapat menyebabkan leukemia akut.
Insiden leukemia akut juga meningkat pada penderita dengan kelainan kongenital
misalnya agranulositosis kongenital, sindrom Ellis Van Creveld, penyakit seliak, sindrom
Bloom, anemia Fanconi, sindrom Wiskott Aldrich, sindrom Kleinefelter dan sindrom
trisomy D.(6) Pada sebagian penderita dengan leukemia, insiden leukemia meningkat
dalam keluarga. Kemungkinan untuk mendapat leukemia pada saudara kandung penderita
naik 2-4 kali. Selain itu, leukemia juga dapat terjadi pada kembar identik.

2. Agen

Virus
Adult T cell leukemia (ATL) berhubungan dengan infeksi oleh human T cell leukemia
virus (HTLV); human limphotrophic virus-1 penyebab leukemia pada manusia. Pada
pasien yang terinfeksi. Protein HTLV melekat pada protein limfosit yang bertanggung

jawab dalam mengatur pertumbuhan sel. Umumya terjadi di Asia dan sebagian Karibia.(6)
Sinar Radioaktif

11

Sinar radioaktif merupakan factor eksternal yang paling jelas dapat menyebabkan
leukemia. Angka kejadian AML dan LGK jelas sekali meningkat setelah sinar radioaktif
digunakan. Sebelum proteksi terhadap sinar radioaktif rutin dilakukan, ahli radiologi
mempunyai risiko menderita leukemia 10 kali lebih besar dibandingkan yang tidak
bekerja di bagian tersebut. Penduduk Hirosima dan Nagasaki yang hidup setelah ledakan
bom atom tahun 1945 mempunyai insidensi AML dan LGK sampai 20 kali lebih banyak.
(6)

Zat Kimia
Zat-zat kimia (misal benzene, arsen, pestisida, kloramfenikol, fenilbutazon) diduga dapat
meningkatkan risiko terkena leukemia. Sebagian besar obat-obatan dapat menjadi
penyebab leukemia (misalnya Benzene), pada orang dewasa menjadi leukemia
nonlimfoblastik akut. Penelitian Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case control
menunjukkan bahwa orang yang terpapar benzene dapat meningkatkan risiko terkena
leukemia terutama AML (OR=2,26 dan CI=1,17-4,37) artinya orang yang menderita
leukemia kemungkinan 2,26 kali terpapar benzene dibandingkan dengan yang tidak
menderita leukemia.(6)

Klasifikasi
Leukemia diklasifikasikan berdasarkan tipe sel, yaitu kematangan sel dan cell lineage.
Kematangan sel digunakan untuk membedakan antara leukemia akut dengan kronis. Ketika selsel ganas bersifat immature (steam cell, blast, atau prekursor imatur lainnya, leukemia
diklasifikasikan sebagai leukemia akut; ketika sel ganas bersifat mature, diklasifikasikan sebagai
leukemia kronis. Secara umum kedua grup tersebut berhubungan dengan perjalanan klinisnya,
yaitu cepat (akut) dan lambat (kronis). Selanjutnya leukemia dibagi berdasarkan turunannya
yaitu lymphoid atau myeloid. Myeloid meliputi granulositik, monositik, megariositik, dan
eritrositik.

Oleh karena itu, klasifikasi leukemia dibagi kedalam empat kategori: acute

lymphoblastic leukemia (ALL), acute myeloid leukemia (AML; juga disebut acut
nonlymphoblastic leukemia, ANLL), chronic lymphocytic leukemia (CLL), dan chronic
myelogenous leukemia (CML).(6)

12

Leukemia akut
Leukimia akut merupakan suatu keganasan dari sel progenitor hematopoietic, yang
biasanya gagal menjadi matur dan berdiferensiasi. Leukimia akut dibagi menjadi dua golongan,
yaitu acute lymphocytic leukemia (ALL) dan acute myelogenous leukemia (AML). Karakteristik
ALL, 65% berasal dari limfosit B, 20% limfosit T dan 15% ALL diklasifikasikan sebagai nul sel
leukemia karena berasal dari limfosit B dan limfosit T.(7)
Pada pasien yang sudah tua AML didahuli oleh preleukemic atau sindrom Myelodysplastic,
dimana terdapat kelainan sumsum tulang yang mempengaruhi RBCs, leukosit, dan platelet.
Prognosis pada jenis ini buruk.(7)
Manifetasi Klinis
Leukimia akut dapat terjadi pada berbagai umur, namun ALL sering terjadi pada anakanak. Sedangkan AML sering terjadi pada orang dewasa. Gejala dan tandanya yaitu supresi atau
infiltrasi sel leukemic pada organ dan jaringan lain. Perubahan pada sumsum tulang
menyebabkan

anemia, thrombocytopenia, dan penurunan fungsi normal neutrofil. Anemia

menyebabkan pucat, nafas menjadi pendek, dan mudah lelah, yang merupakan gejala utama dari
penyakit ini. Thrombocytopenia menyebabkan perdarahan spontan.(7)
Terkadang pasien leukemia dapat mengalami peningkatan jumlah leukosit yang
signifikan, namun sel leukemic tersebut tidak berfungsi normal, sehingga menyebabkan
kecacatan migrasi, fagositosis atau aksi bakterisidal. Sehingga infeksi mengalami komplikasi dan
dapat berujung pada kematian.(7)
Infiltrasi organ dan jaringan oleh sel leukemic dapat menyebabkan lymphadenopathy,
hepatomegaly, and splenomegaly. Sel juga dapat berinfiltrasi ke system saraf pusat yang dapat
menyebabkan cranial nerve palsy, paresthesia, anesthesia, and paralysis.(7)
Tumor terlokalisasi yang berisi sel leukemic disebut chloromas. Permukaan tumor ini
berubah warna menjadi kehijauan jika terkena cahaya karena adanya myeloperoxidase.(7)
Tatalaksana
Kombinasi chemotherapy termasuk daunorubicin and cytarabine, merupakan pilihan
perawatan akut leukemia. Cytotoxic drugs yang terkandung di dalamnya dapat membunuh
99.9% sel leukemic. Terapi kemoterapi cukup sukses untuk ALL pada anak-anak. Sedangakan
13

penderita AML, belum ditemukan perawatan yang dapat berhasil, dan banyak pasien dengan
AML yang meninggal.(7)
Klebsiella, dan Proteus adalah umum, seperti halnya infeksi jamur dengan Candida,
Aspergillus, dan Physomycetes. Diagnosis dini dan menganjurkan perawatan infeksi saluran
kencing, saluran pernapasan, kulit, dan mulut yang diperlukan. Infeksi virus yang umum,
terutama

dengan herpes simpleks (HSV), variselazoster virus, dan cytomegalovirus, juga

merupakan komplikasi yang umum.(7)


Transplantasi dari sel hemopoietic stem sebelumnya dikenal sebagai transplantasi
sumsum tulang, telah digunakan untuk memperlakukan hematologic leukemia akut dan
keganasan lain, penyakit genetic kekebalan tubuh dan system darah, dan yang lebih baru-baru ini
tumor padat. Tujuan HSCT di leukemia adalah untuk memberantas semua sel-sel ganas dan
menggantinya dengan sel-sel normal dahulu dari sumsum. Transplantasi sel induk pada tumor
solid, seperti kanker payudara, digunakan untuk mengobati pasien dengan dosis sangat tinggi
beracun kemoterapi, yang akan biasanya berakibat fatal karena kegagalan sumsum tulang.(7)
Transplantasi sel stem dilakukan dengan kombinasi dari kemoterapi dosis tinggi dan pada
beberapa kasus, radiasi total badan. Sel stem pluripotent menanam sampai dengan 4 minggu
setelah transplantasi, dan selama periode ini, pasien sangat rentan terhadap infeksi dan
perdarahan dan karenanya harus didukung dengan hati-hati di pusat-pusat kesehatan yang
memiliki oncologist terampil.(7)
Setelah engraftment, meliputi komplikasi akut dan penyakit graft-versus-host kronis yang
disebabkan oleh limfosit T dari korupsi yang menghancurkan jaringan inang vital normal dan
organ. GVHD akut terjadi dalam 100 hari pertama setelah transplantasi, menyebabkan kulit
ringan sampai parah, hati, usus, dan penyakit immunologic. GVHD kronis terjadi lebih dari 100
hari setelah transplantasi dan menyerupai penyakit autoimun seperti lupus dan sklerodema.
Komplikasi ini biasanya sembuh dengan penggunaan imunosupresi.(7)
Acute Limphoblastic Leukemia (ALL)
Acute Limphoblastic Leukemia (ALL) adalah keganasan klonal dari sumsum tulang
dimana prekursor limfoid berproliferasi dan mendesak sel-sel hemapoetik di sumsum tulang.
Leukemia limfoblastik akut mungkin sulit dibedakan dengan keganasan limfoid lainnya.

14

Pemeriksaan immunokimia, sitokimia, dan sitogenetik dapat membedakan kategori dari


keganasan limfoid.(8)
Etiologi ALL
Hanya sedikit etiologi ALL yang dapat diketahui, bila dibandingkan dengan AML.
Kebanyakan ALL yang lerjadi pada orang dewasa tidak memiliki faktor resiko. Prevalensi ALL
meningkat ketika terjadi serangan bom atom ke Hiroshima dan Nagasaki. Kebanyakan
etiologinya disebabkan oleh adanya radiasi, ALL juga bisa dicetuskan pada mereka yang
sebelumnya

memiliki Sindrom Mielodisplastik. Meningkatnya kasus ALL juga berkaitan

dengan kelainan kromosom (11q23) sebanyak 80-90 % kasus dari ALL. ALL juga bisa terjadi
secara sekunder, dimana terjadi pada pasien yang telah menjalani kemoterapi untuk jenis
leukemia yang berbeda.(9)
Gambaran Klinis ALL
Pasien dengan ALL menunjukkan gejala yang berkaitan dengan adanya infiltrasi sel-sel
ganas ke sumsum tulang dan gejala yang disebabkan penurunan produksi sel-sel darah yang
normal. Adanya infiltrasi sel-sel leukemi ke sumsum tulang dimanifestasikan dengan adanya
nyeri tulang. Nyeri tulang ini bisa terjadi sangat hebat. (9) Sekitar 10-20 % pasien mengalami
keluhan rasa penuh di abdomen kuadran kiri atas karena terjadi splenomegali. Pada pasien ALL
yang sub tipe sel T, Biasanya mengalami gejala nafas yang pendek, karena pembesaran massa
mediastinal. Karena pasien ini mengalami anemia, maka ia mengalami keluhan cepat lelah,
pusing, palpitasi, dan dyspnea juga beraktifitas fisik. Pasien ALL sering mengalami penurunan
jumlah neutrofil, meskipun jumlah total sel darah putihnya meningkat. Hasilnya, mereka sangat
rentan terhadap infeksi. Prevalensi dan tingkat keparahan infeksi berbanding terbalik dengan
jumlah neutrofil. Infeksi sangat rentan pada jumlah neutrofil yang kurang dari 500/ul, dan
semakin bertambah berat jika jumlah neutrofil kurang dari 100/ul. Pasien ALL sering mengalami
demam (sekitar 25%) tanpa adanya proses infeksi. Namun bagaimanapun juga pada pasien ini
kita harus membuktikan bahwa demam ini bukan disebabkan oleh infeksi. Namun. di lain pihak,
infeksi tetap merupakan penyebab kematian terbesar pada pasien yang menjalani terapi ALL.(9)
Dari pemeriksaan fisik, kita bisa menemukan pasien nampak pucat dan lemah, dapat
ditemukan adanya murmur karena terjadinya anemia. Dapat ditemukan tanda-tanda infeksi dan
15

demam.

Demam

harus

diinterpretasikan

adanya

infeksi.

Karena

pasien

mengalami

trombositopenia, maka dapat ditemukan adanya petekia, terutama pada ekstrimitas bawah.
Adanya

ekimosis

yang

luas

merupakan

indikasi

terjadinya

DIC.

Juga

ditemukan

hepatosplenomegali dan limfadenopati karena infiltrasi sel leukemi. Pada beberapa keadaan, juga
bisa ditemukan adanya kemerahan (rash) pada kulit pasien, karena infiltrasi sel leukemi ke kulit.
Pada pemeriksaan

laboratorium hematotogi, ditemukan anemia dan trombositopeni dalam

berbagai derajat. Pasien ALL jumlah sel darah putihnya bisa meningkat, normal, atau rendah,
tetapi biasanya neutropenia. Peningkatan dari protlirombintime/activated partial thromboplastin
time dan penurunan fibrinogen atau fibrin degradation products menandakan terjadinya DIC.(9)
Pada pemeriksaan sel darah tepi akan ditemukan adanya sel blas. Pada pemeriksaan kimia
darah akan ditemukan peningkatan kadar laktat dehydrogenase (LDH) dan peningkatan kadar
asam urat. Pemeriksaan fungsi liver dan fungsi ginjal (BUN/kreatinin) diperlukan pada awal
terapi. Pemeriksaan kultur darah harus dilakukan pada pasien yang mengalami demam, atau pada
pasien yang mengalami tanda-tanda infeksi yang lain tanpa disertai demam.(9)
Diagnosis ALL
Dianosis ALL dikesankan dengan adanya sel blas pada preparat apus darah tepi namun
lebih dipastikan dengan pemeriksaan sumsum tulang. Aspirasi dan biopsy sumsum tulang adalah
pemeriksaan diagnostik definitif untuk memastikan diagnosis leukemia. Sumsum tulang yang
telah diaspirasi diberi pewarnaan Wright atau Giemsa. Diagnosis ALL ditegakkan apabila
ditemukan sedikitnya 30% limfoblas (menurut klasifikasi FAB) atau setidaknya 20% limfoblas
(menurut klasifikasi WHO) di sumsum tulang atau di darah tepi.(10)

Berikut ini adalah klasifikasi menurut FAB (French-American-British):(11)


LI: sel-sel kecil dengan kromatin homogen, bentuk nukleus reguler, Nukleolus kecil atau

bahkan tidak ada, dan sitoplasmanya sedikit.


L2: sel berukuran besar dan heterogen, kromatin heterogen, bentuk nuklear irreguler, dan

nukleolusnya berukuran besar.


L3: sel besar dan homogeny dengan nucleolus multipel, sitoplasma. Berwarna kebiruan,
dan terdapat vakuol sitoplasmik.
Klasifikasi WHO mengelompokkan subtype LI dan L2 sebagai leukemia limfoblastik

prekursor B atau leukemia limfoblastik prekursor T. Sedangkan subtype L3 termasuk dalam


keganasan sel B matur, termasuk subtipe limfoma Burkitt. Sampel dari sumsum tulang sebaiknya
16

diperiksa sitogenetik dan flow sitometri Pada orang dewasa, setidaknya terdapat keabnormalan
sitogenetik sebanyak 70% dari seluruh kasus ALL.(10)
Diagnosis Banding ALL
Diagnosis banding, yang berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, termasuk infeksi
kronis seperti virus Epstain-Barr virus (EBV) dan cytomegalovirus (CMV) yang mengakibatkan
lymphadenopati, hepatosplenomegali, demam dan anemia. Penyakit-penyakit yang termasuk
diagnosis banding adalah penyakit dengan kegagalan sumsum tulang, seperti anemia aplastik,
Keganasan lain yang mungkin harus dipikirkan adalah Leukemia Mieloid Akut (LMA), Limfoma
sel B, Lymphoma High Grade Malignant Immunoblastic, Lymphoma Mantle Cel, dan
Lymphoma NonHodgkin.
Tatalaksana ALL
Kombinasi chemotherapy termasuk daunorubicin and cytarabine, merupakan pilihan
perawatan

akut

leukemia. Cytotoxic drugs yang terkandung di dalamnya dapat membunuh

99.9% sel leukemic. Terapi kemoterapi cukup sukses untuk ALL pada anak-anak. Sedangkan
penderita AML, belum ditemukan perawatan yang dapat berhasil, dan banyak pasien dengan
AML yang meninggal.(10)
Klebsiela, dan Proteus adalah umum, seperti halnya infeksi jamur dengan Candida,
Aspergillus, dan Physomycetes. Diagnosis dini dan menganjurkan perawatan infeksi saluran
kencing, saluran pernapasan, rwktum, kulit, dan mulut yang diperlukan. Infeksi virus yang
umum, terutama dengan herpes simpleks (HSV), variselazoster virus, dan cytomegalovirus, juga
merupakan komplikasi yang umum. Secara umum, perawatan ALL sama dengan perawatan
AMM.(10)
LEUKEMIA KRONIS
Leukemia kronis ditandai dengan adanya sel yang terdiferensiasi secara baik dalam jumlah
yang banyak pada sumsum tulang, perifer darah, dan jaringan dan tahap prolongasi klinis
walaupun tanpa terapi. Ini adalah hal yang membedakan leukemia kronis dengan leukemia akut,
dimana sel yang imatur menjadi predominan dan tahap klinis yang tidak dirawat akan berakhir
pada kematian dalam beberapa bulan saja. Dua tipe utama dari leukemia kronis adalah leukemia
17

granulositik kronis (CGL), atau leukemia myelositik kronis (CML) dan leukemia limfositik
kronis (CLL), yang mana berbeda etiologinya, manifestasi klinis, prognosis, dan terapinya.(7)
Chronic Myelocytic Leukemia
CGL adalah tipe pertama dari leukemia yang diidentifikasi oleh ahli pada 1840an, pada
saat perubahan makroskopis pada darah diketahui atau terdapat pada pasien dengan
splenomegali. Sering disebut CML, merupakan bentuk leukemia yang berhubungan dengan
paparan atau ionisasi radiasi dan racun kimia. Kelainan kromosomal mempengaruhi sel
stem hematopoietic dan dengan demikian Nampak pada myeloid dan sebagian garis sel limfoid.
CML memiliki dua fase: kronis dan blastik. Selama fase kronis, banyak granulosit yang terdapat
pada sumsum tulang dan perifer darah, tapi selnya memelihara fungsi normalnya. Butuh waktu 5
dan 8 tahun setelah formasi dari sel CML yang pertama untuk tanda klinis dan symptom untuk
berkembang. Fase

blastik, yang membutuhkan waktu 2 sampai 4 tahun setelah diagnose,

diidentifikasikan dengan transformasi ganas lebih lanjut ke sel imatur, yang mana tampil mirip
dengan sel pada leukemia akut.(7)
Manifestasi klinis
CML terjadi paling banyak pada pasien antara usia 30 dan 50 tahun. Tidak ada symptom
yang ditunjukkan pasien selama tahun-tahun pertama, dan penyakitnya dapat ditemukan selama
pemeriksaan splenomegali rutin. Tanda awal dan symptom biasanya muncul sekunder pada
anemia pada saat packing leukosit di sumsum tulang dan limfa. Anemia menyebabkan lemah,
letih, dan dispenia, sedangkan nyeri tulang atau nyeri abdomen pada kuadran atas kiri
mengakibatkan sumsum tulang dan limfa berubah. Diagnose ditegakkan dengan adanya
kromosom Philadelphia dari 90% kasus dan ketidakadaan dari fosfatase alkalin leukosit. Pasien
biasanya sembuh selama beberapa tahun sebelum penyakitnya masuk ke fase blastik.
Transformasi dari fase blastik ini dapat terjadi secara tiba-tiba atau berkembang lambat selama
berbulan-bulan. Simpton yang terjadi disebabkan oleh splenomegali yang bertambah buruk, dan
organ lainnya, biasanya pada liver, nodus limfatikus, dan kulit, menjadi terlibat. Kematian terjadi
setelah beberapa bulan dimulainya fase blastik.(7)

18

Terapi
Jika symptom terlihat atau dimulai, terapi yang umum digunakan adalah penggunaan
busulfan atau agen alkil yang lain. Penyakitnya dikontrol selama fase kronis dengan kemoterapi
dan radiasi, namun penyembuhan yang benar adalah jarang kecuali

transplantasi

sumsum

tulang dari histokompatibel donor didapatkan. Kehidupan hanya dapat diperpanjang dengan
aturan kemoterapi yang digunakan pada leukemia akut.(7)
Chronic Lymphocytic Leukemia
CLL dihasilkan dari keganasan yang progresivitasnya lambat dan melibatkan limfosit.
Lebih dari 90% kasus melibatkan limfosit B, yang mana dia yang bertanggung jawab untuk
sintesis immunoglobulin dan respon antibody, daripada limfosit T, yang hanya terdapat pada 5%
kasus. Limfosit B CLL tidak membawa fungsi imunologik normalnya dan tidak dibedakan
dengan sel plasma normal yang memproduksi immunoglobulin ketika terpapar antigen. Satu
alasan mengapa penyakit ini berjalan lambat adalah karena, tidak seperti sel pada leukemia
lainnya, sel CLL tidak membunuh sel sumsum sampai tahap akhir pada penyakit ini.
Manifestasi klinis
CLL terjadi paling sering pada pria usia lebih dari 40 tahun, onset pada usia 60 tahun.
Karena progress nya lambat, maka tidak dapat terdeteksi secara dini. Darah perifer menunjukkan
banyaknya limfosit yang terdiferensiasi baik; ratusan dari ribuan, bahkan jutaan, sel per
millimeter kubik dapat tampak pada darah perifer. Fase asimptomatik dapat bertahan hingga
tahunan. Infiltrasi sumsum tulang menyebabkan anemia dan trombositopenia, menghasilkan
kepucatan, lemah, dispenia, dan purpura. Infiltrasi dari jaringan lain mengakibatkan
limfadenopati, splenomegali, hepatomegali, dan infiltrasi leukemik pada kulit atau mukosa.
Limfadenopati servikal dan pembengkakan tonsil adalah tanda umum kepala dan leher dari CLL.
(7)

Pada akhir-akhir penyakit, limfadenopati yang besar dapat menyebabkan obstruksi intestinal atau
uretral dan obstruksi penyakit kuning. Infiltrasi leukemik mengakibatkan disfungsi liver,
malabsorpsi intestinal, obstruksi pulmonary, atau kompresi dari system saraf pusat atau tepi.
Immunoglobulin yang abnormal dapat mengakibatkan anemia hemolitik atau trombositopenia.(7)

19

Terapi CLL
Kebanyakan oncologis tidak mengobati pasien CLL asimptomatik dengan kemoterapi
karena tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa pada perawatan awal meningkatkan
kesembuhan. Indikasi untuk perawatan termasuk untuk lelah yang parah, limfadenopati, atau
perkembangan dari anemia atau trombositopenia. Perawatan standar untuk CLL menggunakan
chlorambucil; namun bagaimanapun juga fludarabine telah menunjukkan respon yang lebih baik.
(7)

Hairy cell leukemia adalah jenis yang berbeda dari CLL yang teridentifikasi oleh leukemic
limfositt B dengan gambaran sitoplastik dan predominan 5:1 pada pria. Tanda dan symptom yang
umum termasuk splenomegali, vasculitis, dan erythema nodosum. Obat pilihannya adalah
cladribine. Interferon dan splenektomi jarang digunakan.(7)

20

DAFTAR PUSTAKA
1. Tubergen DG and Bleyer A. The leukemias. In: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB,
and Stanton BF, editors. Nelson textbook of pediatric. 18th ed. India: Elsevier. 2008. p.
1694-6.
2. Mulasih S, Sutaryo, Sunarto, Yeoh A, Liang Y, dan Mubarika S. karakteristik klinis
pasien leukemia limfoblastik akut (LLA). Sari Pediatri. 2009; 11(2): 118-23.
3. Soebandiri. Hemopoesis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, dan
Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 5 th ed. Jakarta: Interna Publishing.
2009. p. 1105-8.
4. Ohls RK and Christensen. The hematopoietic system. In: Behrman RE, Kliegman RM,
Jenson HB, and Stanton BF, editors. Nelson textbook of pediatric. 18th ed. India: Elsevier.
2008. p. 1599-1606.
5. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. 2nd ed. Jakarta: EGC. 2001. p. 354-6.
6. Harmening, Denise M. 2002. Clinical Hematology and Fundamentals of Hemostasis. 4 th
Ed. USA: F. A. Davis
7. Greenberg, M.S. & Glick, M. 2003. Burkets Oral Medicine Diagnosis and treatment. BC
Decker Inc.
8. M.C William. 2000. Leukemia. Dalam: Samik Wahab. Ilmu Kesehatan Anak Nelson,
Edisi 15. Jakarta. EGC.
9. Seiter
Karen.
Acute

Lymphoblastic

Leukemia.

Diambil

dari

http://www.emedicine.com/med/topic3146.htm. Diakses pada tanggal 4 Januari 2016


10. Freireich E J. 2010. Acute lymphocytic leukemia (ALL). http://www.merck.com/
mmhe/sec14/ch176/ ch176b.html. Diakses tanggal 4 Januari 2016
11. Maloney K, Foreman K N, Giller R H, Greffe B S, Graham K D, et all. 2008.
Neoplasticdisease. Dalam. Hay W W, Levin M J, Sondheimer J M, Deterding R R,
penyuting.Current diagnosis & treatment pediatrics. 19

21

Anda mungkin juga menyukai

  • Referat Kulit
    Referat Kulit
    Dokumen15 halaman
    Referat Kulit
    bakry_haikal
    Belum ada peringkat
  • Soal Ukdi Mata
    Soal Ukdi Mata
    Dokumen15 halaman
    Soal Ukdi Mata
    Ferry
    Belum ada peringkat
  • Lapjag
    Lapjag
    Dokumen17 halaman
    Lapjag
    bakry_haikal
    Belum ada peringkat
  • Cover PK 2 Haikal
    Cover PK 2 Haikal
    Dokumen1 halaman
    Cover PK 2 Haikal
    bakry_haikal
    Belum ada peringkat
  • Referat Leukemia Myeloid Akut
    Referat Leukemia Myeloid Akut
    Dokumen11 halaman
    Referat Leukemia Myeloid Akut
    Meilani Ayu Lestari
    Belum ada peringkat
  • Soal Ukdi Mata
    Soal Ukdi Mata
    Dokumen5 halaman
    Soal Ukdi Mata
    Mazy
    Belum ada peringkat
  • Cover SP
    Cover SP
    Dokumen1 halaman
    Cover SP
    bakry_haikal
    Belum ada peringkat
  • Cover Ikm
    Cover Ikm
    Dokumen1 halaman
    Cover Ikm
    bakry_haikal
    Belum ada peringkat
  • Lapjag
    Lapjag
    Dokumen17 halaman
    Lapjag
    bakry_haikal
    Belum ada peringkat
  • Cover PK 1
    Cover PK 1
    Dokumen1 halaman
    Cover PK 1
    bakry_haikal
    Belum ada peringkat
  • PK-2
    PK-2
    Dokumen33 halaman
    PK-2
    bakry_haikal
    Belum ada peringkat
  • BAB III Uni
    BAB III Uni
    Dokumen12 halaman
    BAB III Uni
    bakry_haikal
    Belum ada peringkat
  • Cover SP
    Cover SP
    Dokumen1 halaman
    Cover SP
    bakry_haikal
    Belum ada peringkat
  • Cover PK 1
    Cover PK 1
    Dokumen1 halaman
    Cover PK 1
    bakry_haikal
    Belum ada peringkat
  • Case 2 Bronkiolitis
    Case 2 Bronkiolitis
    Dokumen39 halaman
    Case 2 Bronkiolitis
    bakry_haikal
    Belum ada peringkat
  • Cover Referat Batuk
    Cover Referat Batuk
    Dokumen1 halaman
    Cover Referat Batuk
    bakry_haikal
    Belum ada peringkat
  • DBD
    DBD
    Dokumen45 halaman
    DBD
    bakry_haikal
    Belum ada peringkat
  • B20
    B20
    Dokumen53 halaman
    B20
    bakry_haikal
    Belum ada peringkat
  • DSS
    DSS
    Dokumen12 halaman
    DSS
    bakry_haikal
    Belum ada peringkat
  • Case Epfgilepsi Anak
    Case Epfgilepsi Anak
    Dokumen36 halaman
    Case Epfgilepsi Anak
    Andreas Ronald
    Belum ada peringkat
  • Bab V SPM
    Bab V SPM
    Dokumen14 halaman
    Bab V SPM
    bakry_haikal
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen15 halaman
    Bab Iv
    bakry_haikal
    Belum ada peringkat
  • AIDS Referat
    AIDS Referat
    Dokumen55 halaman
    AIDS Referat
    bakry_haikal
    Belum ada peringkat
  • Case ITP Anak
    Case ITP Anak
    Dokumen34 halaman
    Case ITP Anak
    bakry_haikal
    Belum ada peringkat
  • BAB I Upn
    BAB I Upn
    Dokumen5 halaman
    BAB I Upn
    bakry_haikal
    Belum ada peringkat
  • BAB II Upn
    BAB II Upn
    Dokumen19 halaman
    BAB II Upn
    bakry_haikal
    Belum ada peringkat
  • Bab Vi
    Bab Vi
    Dokumen1 halaman
    Bab Vi
    bakry_haikal
    Belum ada peringkat
  • BAB 2 Tinjauan Pustaka VCT
    BAB 2 Tinjauan Pustaka VCT
    Dokumen10 halaman
    BAB 2 Tinjauan Pustaka VCT
    bakry_haikal
    Belum ada peringkat
  • III.2.4. Penanggulangan Penyakit Menular (P2M)
    III.2.4. Penanggulangan Penyakit Menular (P2M)
    Dokumen4 halaman
    III.2.4. Penanggulangan Penyakit Menular (P2M)
    bakry_haikal
    Belum ada peringkat