Disusun Oleh :
Widya Ilmiaty Kamrul
030.10.083
Pembimbing :
dr. Rosida Sihombing, Sp.A
DemamDengue merupakan penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus genus
Flavivirus, famili Flaviviridae, mempunyai 4 jenis serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3,
DEN-4, dan ditularkan melalui perantara nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Dari
4 serotipe dengue yang terdapat di Indonesia, DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan
banyak berhubungan dengan kasus berat, diikuti dengan serotipe DEN-2.1
1
Demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi
yang disebabkan oleh virus dengue. Di Indonesia Dengue Hemorrhagic Fever pertama kali di
curigai di Surabaya pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virology baru di peroleh pada tahun
1970. Setelah itu berturut-turut di laporkan kasus dari kota di Jawa maupun dari luar Jawa,
dan pada tahun 1993 telah menyebar keseluruh propinsi yang ada. Berasarkan jumlah kasus
DBD, Indonesia menempati urutan kedua setelah Thailand. Setelah tahun 1968 angka
kesakitan rata-rata DBD di Indonesia terus meningkat dari 0,05% (1968) menjadi 8,14%
(1973), 8,65% (1983) dan mencapai angka tertinggi pada tahun 1998 yaitu 35,19% per
100.000 penduduk dengan jumlah penderita 72.133 orang.2
World Health Organization - South-East Asia Regional Office (WHO-SEARO)
melaporkan bahwa pada tahun 2009 terdapat 156.052 kasus dengue dengan 1.396 jumlah
kasus kematian di Indonesia dan case-fatality rates (CFR)0.79%.1
BAB II
PRESENTASI KASUS
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
RS PENDIDIKAN : RSUD BUDHI ASIH
STATUS PASIEN KASUS I
Nama Mahasiswa : Widya Ilmiaty Kamrul
Pembimbing
: dr. Rosida Sihombing, SpA
NIM
: 030.10.083
Tanda tangan:
IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. P
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur
: 13 tahun
Suku Bangsa : Betawi
TTL
: Jakarta, 4 Oktober 2002
Agama
: Islam
Alamat
: Jl. H. Sarbini No.14 Jakarta Timur
Pendidikan
:Orang tua / Wali
Ayah:
Nama : Tn. S
Ibu :
Nama : Ny. R
2
Umur : 57 tahun
Umur : 47 tahun
Alamat : Jl. H. Sarbini No.14 Jakarta Timur
Alamat : Jl. H. Sarbini No.14 Jakarta Timur
Pekerjaan : Tukang Ojek
Pekerjaan : PRT
Penghasilan: Rp. 2.500.000,00
Penghasilan: Rp.1.500.000
Pendidikan : SMA
Pendidikan : SMP
Suku Bangsa : Betawi
Suku Bangsa : Betawi
Agama : Islam
Agama : Islam
Hubungan dengan orang tua : pasien merupakan anak kandung
I. RIWAYAT PENYAKIT
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan Ny. A (ibu kandung pasien).
Lokasi
: Bangsal lantai VI Timur, kamar 611.
Tanggal / waktu
: 12 Oktober 2015 pukul 16.00 WIB.
Tanggal masuk
: 13 Oktober 2015 pukul 06.00 WIB.
Keluhan utama
Keluhan tambahan
makan 3xsehari. Tidak ada keluhan suara serak maupun nyeri tenggorokan. Pasien batuk
berdahak sejak pagi hari SMRS, dahak kental berwarna putih, tidak ada keluhan batuk
berdarah maupun pilek. BAK tidak ada keluhan, warna kuning, nyeri dan BAK berdarah
disangkal. BAB sempat encer 2 hari SMRS, 1x ada ampas, tidak ada lendir dan tidak ada air
dan tidak ada darah. bab berdarah maupun BAB hitam juga disangkal oleh pasien.
Pasien juga menjadi lebih keringatan sejak 1 hari SMRS, 3x ganti baju dalam sehari
karena basah oleh keringat. Tidak ada keluhan timbul bintik-bintik merah dibadan maupun
memar. Keluhan gusi berdarah disangkal, namun pasien mimisan 1 hari SMRS, darah sedikit.
Pasien menyangkal ada bepergian keluar kota dalam 1 bulan terakhir.
B. RIWAYAT KEHAMILAN / KELAHIRAN
Morbiditas
kehamilan
Perawatan antenatal
KEHAMILAN
Tempat persalinan
Penolong persalinan
Cara persalinan
Masa gestasi
Tengkurap
: Umur 5 bulan
Duduk
: Umur 6 bulan
Berdiri
: Umur 9 bulan
Berjalan
: Umur 12 bulan
(Normal: 13 bulan)
Bicara
: Umur 12 bulan
Perkembangan pubertas
Rambut pubis
:Payudara
: +/+
Menarche
:Kesimpulan riwayat pertumbuhan dan perkembangan : baik sesuai usia.
D. RIWAYAT MAKANAN
Umur
ASI/PASI
Buah / Biskuit
Bubur Susu
Nasi Tim
02
ASI
24
ASI
46
ASI
68
ASI + PASI
8 10
ASI + PASI
(bulan)
10 -12
ASI + PASI
+
+
+
Kesimpulan riwayat makanan: Pasien tidak mengalami kesulitan makan.
E. RIWAYAT IMUNISASI
Vaksin
BCG
DPT / PT
Dasar ( umur )
X
X
+
+
+
+
Polio
Campak
Hepatitis B
+
+
X
+
X
+
Ulangan ( umur )
Kesimpulan riwayat imunisasi : imunisasi dasar lengkap, tapi ibu tidak ingat usia saat
pasien diimunisasi.
F. RIWAYAT KELUARGA
a. Corak Reproduksi
No
1.
2.
3.
4.
Tanggal lahir
(umur)
11 Desember 1986
(29 tahun)
26 November 1990
(25 tahun)
14 Juli 1998
(17 tahun)
4 Oktober 2002
(13 tahun)
Jenis
kelamin
Hidup
Lahir
mati
Abortus
Mati
(sebab)
Keterangan
kesehatan
Laki-laki
Sehat
Laki-laki
Sehat
Laki-laki
Sehat
Perempuan
Pasien
(Sakit)
b. Riwayat Pernikahan
Nama
Perkawinan keUmur saat menikah
Pendidikan terakhir
Agama
Suku bangsa
Keadaan kesehatan
Kosanguinitas
Penyakit, bila ada
Ayah / Wali
Tn. A
1
28 tahun
SMA
Islam
Betawi
Sehat
-
Ibu / Wali
Ny. A
1
18 tahun
SMP
Islam
Betawi
Sehat
-
Umur
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
pernah diderita :
Penyakit
Umur
Penyakit jantung (-)
Penyakit ginjal
(-)
Radang paru
(-)
TBC
(-)
Lain-lain
(-)
pasien belum pernah sakit seperti
ini sebelumnya.
: 128 x / menit, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri, regular
: 24 x /menit, tipe abdomino-torakal, inspirasi : ekspirasi = 1 : 3
: 39,3 C, axilla (diukur dengan thermometer air raksa)
KEPALA
RAMBUT
WAJAH
MATA:
Alis mata merata, madarosis (-)
Bulu mata hitam, merata, trikiasis (-)
Visus
: normal
Ptosis
: -/7
Sklera ikterik
Konjungtiva anemis
Exophthalmus
Endophtalmus
Strabismus
Nistagmus
Refleks cahaya
TELINGA :
Bentuk
Nyeri tarik aurikula
Liang telinga
Serumen
Cairan
: -/Lagofthalmus
: -/Cekung
: -/Kornea jernih
: -/Lensa jernih
: -/Pupil
: -/: langsung +/+ , tidak langsung +/+
: normotia
: -/: lapang +/+
: -/: -/-
Tuli
Nyeri tekan tragus
Membran timpani
Refleks cahaya
HIDUNG :
Bentuk
: simetris
Napas cuping hidung: -/Sekret
: -/Deviasi septum
:Mukosa hiperemis
: -/Konka eutrofi
: +/+
BIBIR
: mukosa berwarna merah muda, kering (+), sianosis (-)
MULUT
: trismus (-),oral hygiene baik, tumbuh gigi (+), mukosa gusi dan pipi
berwarna merah muda.
: normoglosia, mukosa merah muda (-), atrofi papil (-), tremor (+), coated
LIDAH
tongue (-),
TENGGOROKAN : Arkus faring simetris, hiperemis (-), uvula ditengah
LEHER
: bentuk tidak tampak kelainan, tidak tampak pembesaran tiroid maupun KGB,
tidak tampak deviasi trakea, tidak teraba pembesaran tiroid maupun KGB,
THORAKS
maupun benjolan, roseola spot (-), kulit keriput (-), gerakan peristaltik (-).
8
Palpasi
: supel, nyeri tekan (+) di regio epigastrium, turgor kulit baik. Hepar
STATUS NEUROLOGIS
Refleks Fisiologis
Kanan
Kiri
Biseps
Triceps
Patella
Achiles
Kanan
-
Kiri
-
Refleks Patologis
Babinski
Chaddock
Oppenheim
Gordon
Schaeffer
Rangsang meningeal
Kaku kuduk
Kerniq
Laseq
Bruzinski I
Bruzinski II
Kanan
-
Kiri
-
KULIT
: warna sawo matang merata, pucat (-), ikterik (-), sianosis (-), turgor kulit
Hasil
Nilai Normal
Leukosit
2.7 ribu/L ()
4.5-13
Eritrosit
3,8 jt/L
3.8 - 5.2
Hemoglobin
10,3 g/dL ()
11,8-15,0
Hematokrit
29 % ()
35-47
Trombosit
34 ribu/L ()
229-553
MCV
77,0 fL ()
80 100
MCH
27,2 pg
26 34
35,4 g/dL
32 36
13,2%
<14
MCHC
RDW
IV. RESUME
Dari anamnesis didapatkan pasien An.P, 13 tahun datang ke IGD RSUD Budhi Asih
diantar oleh ibunya dengan keluhan febris sejak 5 hari SMRS. Febris mendadak tinggi,
dirasakan naik turun, naik sekitar pukul 15.00 sore dan turun dipagi hari pukul 06.00, febris
tidak diukur dengan termometer tetapi hanya perabaan tangan. Pada malam hari, febris terasa
tinggi tetapi tidak sampai menggigil.
Selain demam, pasien juga mengeluhkan adanya chepalgia yang hebat, terasa nyutnyutan diseluruh kepala sejak adanya febris (5 hari SMRS). Pasien juga mengeluhkan seluruh
myalgia dan artralghia sehingga minta dipijit terus oleh ibunya. Keluhan tersebut baru
dirasakan sejak 5 hari SMRS. Keluhan mual dirasakan sejak 1 hari SMRS tetapi tidak ada
muntah. Pasien juga mengeluhkan nyeri epigastrium sejak 1 hari SMRS. Nafsu makan pasien
menurun sejak febris. Pasien batuk berdahak sejak pagi hari SMRS, dahak kental berwarna
putih BAB sempat encer 2 hari SMRS. Pasien juga menjadi lebih keringatan sejak 1 hari
SMRS, tidak ada keluhan timbul ptekie maupun ekimosis. Pasien epistaksis 1 hari SMRS,
darah sedikit.
10
Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, tampak sakit sedang,
tekanan darah 120/70mmHg, nadi 128 kali per menit, pernapasan 24 kali per menit dan suhu
39,30C. Bibir tampak kering, terdapat tremor pada lidah, wajah tampak facial flushing. Pada
pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri tekan episagtrium dan hepar teraba 2 jari dibawah
arcus costae dengan tepi tajam, konsistensi kenyal, permukaan licin dan tidak ada nyeri tekan.
Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 12 Oktober 2015, didapatkan adanya
leukopenia (2,7ribu/uL), HB menurun (10,3g/dL), hematokrit menurun (29%) dan
trombositopenia (34ribu/uL).
V. DIAGNOSIS BANDING
Demam berdarah dengue
Demam dengue
Demam Tifoid
Demam chikungunya
VI. DIAGNOSIS KERJA
Demam berdarah dengue
Demam tifoid
VII. PEMERIKSAAN ANJURAN
-Pemeriksaan hematologi rutin ulang
-Pemeriksaan gambaran darah tepi
-Pemeriksaan urin lengkap
-Pemeriksaan feses lengkap
-Pemeriksaan serologi anti dengue
VIII. PENATALAKSANAAN
a.Non Medika Mentosa
1. Komunikasi, informasi, edukasi kepada orang tua pasien mengenai keadaan pasien.
2. Observasi tanda vital terutama tekanan darah, diuresis, tanda-tanda syok
b.Medika Mentosa
1. IVFD Asering 2cc/kgBB/jam
2. PCT 3x400mg
3. Ranitidin 2x50mg
IX. PROGNOSIS
Ad vitam
: Ad bonam
Ad functionam
: Ad bonam
Ad sanationam
: Dubia ad bonam
11
FOLLOW UP
Tgl
13/10/
2015
HP2
- Demam (+)
- TSS, CM
- N: 110 x/menit
- S: 38,6C
- R: 24 x/menit
- Normosefali
A
-Demam
berdarah
dengue
-Demam tifoid
P
IVFD
2cc/kgBB/jam
Inj.
Ranitidin
2x50mg iv
- PCT 3x400mg
- Cek H2TL
-
-Anemia
BB
35kg
mikrositik
hipokrom
TB
143c
m
- Nafsu makan
- Batuk berdahak
(+) kental putih
- Keringetan (+)
- Mimisan (-)
- Timbul
bintik-bintik
merah di tangan
dan kaki
- Abdomen: supel, BU +,
nyeri tekan + epigastrium,
hepar teraba 2 jari (Demam hari
dibawah arcus costae, tepi ke-6)
tajam, konsistensi kenyal,
permukaan licin, NT (-).
- Ekstremitas: akral hangat
+, edema (-), CRT < 2 detik
- Kulit: ptekie +
Uji Rumple leed +
Minum 2000cc
Urin:1000cc,
Diuresis: 1cc/kgBB/jam
Laboratorium
13/10/2015:
asering
tgl
12
14/09/
- Demam (+)
2015
- Sakit kepala (+)
HP-3 - Badan pegal (+)
- Sendi ngilu (+)
BB:
- Nyeri perut (+)
35 kg
- Nyeri ulu hati (+)
- Nafsu makan
- Batuk berdahak
(+) kental putih
- Keringetan (+)
- Mimisan (-)
- TSS, CM
-Demam
berdarah
dengue
- N: 110 x/menit
- S: 38,1C
- R: 24 x/menit
- Normosefali
- PCT 3x400mg
-Anemia
mikrositik
hipokrom
-Ceftriaxone 2x1,5 gr
- IVFD Asering
2cc/kgBB/jam
-venflon
-Cek H2TL
(demam hari
ke-7)
Minum: 3000cc
Urin: 2100cc keruh
Diuresis: 2,3cc/kgBB/jam
Pemeriksaan laboratorium
tanggal 14/10/2015:
13
15/10/
- Demam (+)
2015
- TSS, CM
- N: 110 x/menit
- S: 39C
- Keringetan (+)
- Mimisan (-)
-Demam
berdarah
dengue
- Diet MB
-Demam tifoid
- R: 24 x/menit
- Normosefali
- terpasang venflon
-Anemia
mikrositik
hipokrom
-PCT 3x400mg
14
16-17/
10/20 - Demam (+)
15
- Sakit kepala ()
HP-56
BB:
35kg
- TSS, CM
-Demam
berdarah
dengue
- N: 110 x/menit
- Badan pegal ()
- S: 38,8C
- Sendi ngilu ()
- R: 24 x/menit
- Normosefali
- Nafsu makan
-terpasang venflon
- Diet MB
-Demam tifoid
(Demam hari9-10)
- Batuk berdahak
(+) kental putih
- Keringetan (+)
- Mimisan(-)
-Anemia
mikrositik
hipokrom
18-19/
10/
- Demam (+)
2015
- Sakit kepala ()
- TSS, CM
- N: 110 x/menit
-Demam
berdarah
dengue
-terpasang venflon
- Diet MB
15
HP
7-8
BB
35kg
- Mimisan (-)
- BAB 1x, keras
(di hari minggu)
-Demam tifoid
- R: 24 x/menit
-Anemia
Mikrositik
Hipokrom
- Normosefali
- Mata: CA -/-, SI -/-
20/10/
- Demam (-)
2015
- TSS, CM
- N: 92 x/menit
HP-9
- S: 37C
- R: 20 x/menit
BB
35kg
- Nyeri seluruh
perut (+)
- Normosefali
1x
tdk
-DHF
-Demam tifoid
-venflon
-inj.
Ceftriaxone
2x1,5gr (hari ke-6)
-PCT 3x400mg
-Ranitidin 2x50mg
-Anemia
Mikrositik
Hipokrom
-mantoux test
-Appendicogram
- Nyeri ulu
- Mata: CA -/-, SI -/-Rontgen thorax
hati(+)
- Nafsu makan baik - Mulut: sianosis -, kering (Bebas demam Konsul Bedah
-antasid 3x1 tab
(-)
hari ke-2)
16
- Mual(-)
- Muntah(-)
- Batuk
berdahak (+)
kental putih
- Keringetan (-)
- Mimisan (-)
-Cek
UL,
FL,
H2TL,CRP, GDT
BAB III
ANALISA KASUS
Pasien anak, perempuan berusia 13 tahun datang dengan keluhan febris sejak 5 hari
SMRS. Febris mendadak tinggi, dirasakan naik turun, naik sekitar pukul 15.00 sore dan turun
dipagi hari pukul 06.00, febris tidak diukur dengan termometer tetapi hanya perabaan tangan.
Pada malam hari, febris terasa tinggi tetapi tidak sampai menggigil.
Selain demam, pasien juga mengeluhkan adanya chepalgia yang hebat, terasa nyutnyutan diseluruh kepala sejak adanya febris (5 hari SMRS). Pasien juga mengeluhkan seluruh
myalgia dan artralghia sehingga minta dipijit terus oleh ibunya. Keluhan tersebut baru
dirasakan sejak 5 hari SMRS. Keluhan mual dirasakan sejak 1 hari SMRS tetapi tidak ada
muntah. Pasien juga mengeluhkan nyeri epigastrium sejak 1 hari SMRS. Nafsu makan pasien
menurun sejak febris. Pasien batuk berdahak sejak pagi hari SMRS, dahak kental berwarna
putih BAB sempat encer 2 hari SMRS. Pasien juga menjadi lebih keringatan sejak 1 hari
17
SMRS, tidak ada keluhan timbul ptekie maupun ekimosis. Pasien epistaksis 1 hari SMRS,
darah sedikit.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, tampak sakit sedang,
tekanan darah 120/70mmHg, nadi 128 kali per menit, pernapasan 24 kali per menit dan suhu
39,30C. Bibir tampak kering, terdapat tremor pada lidah dan wajah tampak facial flushing.
Pada pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri tekan episagtrium dan hepar teraba 2 jari
dibawah arcus costae dengan tepi tajam, konsistensi kenyal, permukaan licin dan tidak ada
nyeri tekan.
Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 12 Oktober 2015, didapatkan adanya
leukopenia (2,7ribu/uL), HB menurun (10,3g/dL), hematokrit menurun (29%) dan
trombositopenia (34ribu/uL).
Pada demam berdarah dengue terdapat tiga fase dalam perjalanan penyakit, meliputi
fase demam, kritis, dan masa penyembuhan (convalescence, recovery). Pada kasus ini
terdapat di fase demam, yaitu demam tinggi, 2-7 hari, dapat mencapai 40C, dijumpai facial
flush, nyeri kepala, nyeri otot dan sendi, dan nyeri perut. Pada pemeriksaan fisik, terdapat
manifestasi perdarahan, yaitu uji bendung positif (10 petekie/inch2) merupakan manifestasi
perdarahan yang paling banyak pada fase demam awal dan bisa terjadi epistaksis.. Kemudian
dapat ditemukan hepatomegali teraba 2-4 cm di bawah arcus costae kanan dan kelainan
fungsi hati (transaminase) lebih sering ditemukan pada DBD.
Pada kasus, diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria klinis dan laboratorium
(WHO, 2011)1, yaitu demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terusmenerus selama 2-7 hari, manifestasi perdarahan termasuk uji bendung positif dan petekie,
epistaksis;
pembesaran
hati.
Pada
pemeriksaan
laboratorium
didapatkan
hasil
dan
hemokonsentrasi/
peningkatan
hematokrit
>20%.
Dijumpai
18
hampir selalu disertai ruam makulopapular, injeksi konjungtiva dan lebih sering dijumpai
nyeri sendi.
Untuk diagnosis demam tifoid ditegakkan dengan gambaran klinis seperi influenza
dengan rasa menggigil, nyeri kepala di bagian frontal, malaise, anoreksia, mual, nyeri perut
yang terlokalisir, batuk kering dan mialgia dengan beberapa tanda-tanda fisik. Awalnya
demam dengan suhu rendah lalu meningkat secara progresif dan pada minggu kedua sering
tinggi (390-400) dan berkelanjutan.12 Demam biasanya berlangsung lebih dari 7 hari atau
berkepanjangan. Selama demam, gejala gastrointestinal seperti muntah, nyeri abdomen,
adalah manifestasi umum pada anak dengan demam tifoid. Pada mulut bisa terdapat nafas
berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah, lidah ditutupi selaput korot (coated
tongue), ujung dan tepinya kemerahan, kadang disertai tremor. Pada abdomen mungkin
ditemukan keadaan perut kembung. Hati and limpa membesar disertai nyeri pada perabaan.
Biasanya didapatkan konstipasi, akan tetapi mungkin pula normal bahkan dapat terjadi diare.
Pada pemeriksaan darah perifer lengkap, sering ditemukan leukopenia (300-800/mm3), dapat
pula tejadi kadar leukosit normal atau leukositoss. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa
disertai infeksi sekunder. Selain itu, dapat ditemukan pula anemia ringan dan
trombositopenia. Pada pemeriksaan penunjang hitung jenis leukosit dapat terjadi
aneosinofilia maupun limfopenia. Laju endap darah pada demam tifoid dapat meningkat.
Pada kasus, demam tifoid ditegakkan dengan gambaran klinis demam , nyeri kepala,
anoreksia, mual, nyeri perut yang terlokalisir, baruk dan myalgia. Demam yang lebih dari 7
hari atau berkepanjngan, selama demam gejala gastrointestinal seperti nyeri abdomen adalah
manifestasi umum pada tifoid. Pada mulut pasien terdapat bibir kering dan tremor lidah. Pada
pemeriksaan laboratorium ditemukan leukopenia, trombositopenia dan tubex tifoid dengan
nilai 4, yaitu positif menunjukan demam tifoid.
Penatalaksanaan medika mentosa pada kasus diberikan cairan asering 2cc/kgBB/jam,
pada tatalaksana DBD menurut WHO 2011 yaitu cairan kristaloid isotonik harus digunakan
selama masa kritis dan untuk berat badan 35kg diberikan cairan rumatan 1800ml yaitu
2cc/kgBB/jam. Pemberian antipiretik yaitu, paracetamol merupakan obat analgetik non
narkotik yang bekerja menghambat sintesis prostaglandin terutama di Sistem Saraf Pusat
(SSP). Indikasinya yaitu untuk lini pertama bagi penanganan demam dan nyeri sebagai
antipiretik dan analgetik. Dosis paracetamol untuk anak 6-13 tahun; 300mg-1g/kali, dengan
19
BAB IV
DEMAM BERDARAH DENGUE
2.1
Definisi
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh
virus dengue serta memenuhi kriteria WHO untuk DBD. 3 DBD adalah salah satu manifestasi
simptomatik dari infeksi virus dengue.
2.2
Epidemiologi1
20
rata-rata
tahunan
kasud
DF/DHF
dilaporkan
ke
WHO
terus
tumbuh
secaraeksponensial. Dari taun 2000 hingga 2008, jumlah rata-rata kasus tahunan adalah 1 656
870, hampir tiga setengah angka untuk tahun 1990-1999, yaitu 479 848. Pada tahun 2008,
dari 69 negara yang tercatat dalam WHO wilayah Timur-Selatan Asia, Pasifik Barat dan
Amerika melaorkan aktivitas demam berdarah.
2.3
Etiologi4
Virus dengue termasuk familia Flaviridae, dari genus Flavivirus. Atas dasar
21
Patofisiologi5
Virus demam berdarah akan masuk ke dalam makrofag. Menurut antibody dependent
enhancement, antigen infeksi pertama pada makrofag justru menjadi semacam opsonisasi untuk
memfasilitasi virus menempel ke permukaan makrofag dan masuk ke dalamnya. Makrofag akan
melepaskan monokin, sitokin, histamine, dan interferon, yang akan mengakibatkan celah endotel
melebar, selanjutnya terjadi kebocoran cairan intravaskular ke ruang eks-travaskular.
Konsekuensinya, terjadi hipovolemia, hemokonsentrasi, tubuh lemah, edema, dan kongesti
visceral. Perenggangan celah antar sel endotel dapat juga disebabkan oleh virus dengue itu
sendiri. Saat sel endotel terinfeksi DV, terjadi kerusakan sel endotel. Akan tetapi pelebaran celah
sel endotel terutama disebabkan oleh pelepasan sitokin inflamasi.
22
23
hemostasis. Dari pengalaman dokter, apabila tidak terjadi pendarahan massive, trombosit
3.000 atau 7.000 juga tidak mengakibatkan kematian pasien.
Adapun tingkat keparahan sindrom kebocoran kapiler tergantung ukuran celah endotel
dan lokasi atau daerah yang terkena infeksi, komposisi matriks kompartemen perivaskular,
dan perbedaan tekanan hidrostatik dan tekanan onkotik di intra dan ekstravaskular.
Tekanan hidrostatik dipengaruhi oleh tekanan pompa jantung yang mendorong plasma
keluar dari intravaskular ke ekstravaskular. Tekanan onkotik adalah nilai tekanan zat-zat yang
terkandung dalam darah yang memiliki sifat osmolaritas untuk menahan plasma tetap berada
pada intravaskular. Pada arteri tekanan hidrostatik lebih besar dari tekanan onkotik maka
plasma bisa keluar ke ekstravaskular memberikan nutrisi dan oksigen pada jaringan tubuh.
Sedangkan di mikrokapiler tekanan hidrostatik lebih kecil dari tekanan onkotik sehingga
cairan tubuh yang telah kehilangan nutrisi dan mengandung CO2 dapat dikembalikan ke
dalam pembuluh darah. Perlu dipahami bahwa apabila kita telah mengetahui kalau kebocoran
plasma dipengaruhi oleh tekanan onkotik, penggunaan koloid untuk meningkatkan tekanan
osmotik dapat dilakukan apabila telah diketahui adanya tanda-tanda kebocoran plasma.
Pelebaran celah endotel dapat juga menyebabkan leukosit keluar dari intravaskular mengejar
makrofag yang mengandung virus dengue, sehingga dapat dimengerti terjadi leukopenia pada
DBD.6
Manisfestasi trombositopeni pada infeksi dengue memiliki beberapa hipotesa
penyebab:
1. Terjadi destruksi trombosit akibat interaksi antibody-antigen virus dengue di permukaan
trombosit;
2. Kerusakan dinding endotel oleh virus dengue sehingga menyebabkan interaksi trombosit
dengan kolagen subendotel sehingga terjadilah agregasi dan destruksi trombosit;
3. IL-6 menginduksi antibodi IgM antitrombosit sehingga terjadilah destruksi trombosit;
4. Manifestasi pendarahan pada DBD meningkatkan kebutuhan akan trombosit. Manifestasi
(nomor 3) menguatkan bahwa tidak perlu diberikan infus trombosit pada pederita DBD,
karena pada akhirnya trombosit yang di berikan akan didestruksi dengan adanya antibodi
antitrombosit.
Pada kasus dengue, ada masa inkubasi (virus dengue ada dalam tubuh tapi tidak ada
manifestasi klinis penyakit), fase akut (demam hari I-IV), dan fase kritis (hari V-VII), dan
24
fase konvalesense. Proses plasma leakage hanya terjadi pada fase kritis, dan hanya terjadi
dalam 24-48 jam. Untuk mengidentifikasi fase kritis perhatikan bahwa pada sekitar hari
kelima demam sudah mulai turun, tetapi kematrokit makin meningkat, leukosit makin anjlok,
dan trombosit juga makin anjlok. Leukopeni rata-rata selalu mendahului trombositopeni, dan
trombositopeni mendahului plasma leakage. Pemeriksaan serologi baru dapat terdeteksi
setelah hari kelima, karena disitu kemungkinan besar konsentrasi antibodi cukup di atas batas
deteksi alat. Sedangkan pemeriksaan antigen NS1 dapat dilakukan dari H-1 sampai dengan
hari keempat, kadar optimal NS1 adalah pada hari ketiga. Pemeriksaan antigen NS1 ada dua,
yaitu dengan ELISA dan rapid test. Pemeriksaan dengan ELISA lebih akurat tetapi
membutuhkan waktu yang lama (4 jam). Sedangkan pemeriksaan dengan rapid test hanya
mebutuhkan waktu 5 menit.6
NS1 merupakan non structure protein yang terdapat pada permukaan virus,
merupakan antigen yang letaknya paling luar sehingga paling mudah terdeteksi dan
merupakan biang kerok utama manifestasi respon imun yang telah diterangkan sebelumnya.
Menurut penemu alat rapid test untuk NS1 ini, hari ketiga merupakan puncak kadar
NS1 sehingga paling memungkinkan deteksi NS1 pada hari itu. Akan tetapi setelah hari
kelima, jumlah antigen sudah menurun sampai tidak bisa terdeteksi. Untuk antibodi, dapat
dideteksi setelah kelima demam. Pemeriksaan NS1 tidak bisa menggantikan pemeriksaan
antibodi. Akan tetapi tidak dapat menentukan infeksi yang terjadi primer atau sekunder. Kita juga
telah melupakan uji tourniquet. Padahal uji tourniquet merupakan uji yang paling sederhana dan
spesifik untuk DBD. Perbedaan antara demam dengue dengan demam berdarah dengue, pada
DBD sudah pasti terjadi plasma leakage, sedangkan pada demam dengue tidak terjadi. 6
2.5 Patogenesis7
Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes aegepty atau
Aedes albopictus. Organ sasaran dari virus ini adalah organ hepar, nodus limfatikus, sumsum
tulang serta paru-paru. Data dari berbagai penelitian menunjukan bahwa sel-sel monosit dan
makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini. Dalam peredaran darah, virus tersebut
akan difagosit oleh sel monosit perifer.
Virus Den mampubertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel tersebut.
Infeksi virus dengue mulai dengan menempelnya virus gemonnya masuk ke dalam sel dengan
25
26
27
A. Perubahan hematologi
Infeksi virus dengue menyebabkan terjadinya perubahan yang komplek dan unik pada
berbagai mekanisme homeostatik dalam tubuh penderita. Komplek virus antibody yang
terbentuk akan dapat mengaktifkan sistem koagulasi yang dimulai dari aktivasi faktor XII
(Hageman) menjadi bentuk aktif (XIIa). Selanjutnya faktor XIIa ini akan mengaktifkan faktor
koagulasi lainnya secara berurutan mengikuti suatu kaskade sehingga akhirnya terbentuk
fibrin. Disamping itu, selain terhadap sistem koagualsi, faktor XI Ia juga akan mengaktifkan
sistem fibrinolisis, sistem kinin dan sistem komplemen yang kesemuanya memberikan
gambaran betapa kompleksnya akibat yang ditimbulkan oleh virus DBD tersebut.
Secara klinis dapat dijumpai gejala perdarahan sebagai akibat trombositopenia berat, masa
perdarahan dan masa protrombin yang memanjang, penurunan kadar faktor pembekuan II, V,
VII, VIII, IX dan X bersama hipofibrinogenemia dan peningkatan produk pemecahan fibrin
(FDP). Sedangkan aktivasi sistem kinin akan menyebabkan peningkatan permeabilitas
pembuluh darah dengan akibat kebocoran plasma yang ditandai dengan peningkatan
hematokrit dan efusi cairan serosa. Terbentuknya bradikinin mengakibatkan pelebaran
pembuluh darah yang dapat berlanjut dengan turunnya tekanan darah. Berbagai kelainan
hematologi telah terbukti menyertai perjalanan penyakit DBD, keadaan ini dipakai sebagai
penunjang diagnosis dan untuk penatalaksanaan yang tepat serta untuk penelitian lebih jauh
mengenai patofisiologi DBD.
28
Trombositopenia mulai tampak beberapa hari setelah panas, dan mencapai titik
terendah pada fase syok. Penyebab trombositopenia pada DBD masih kontroversial. Sebagian
peneliti mengatakan kemungkinan penyebabnya ialah trombopoesis yang menurun dan
destruksi trombosit dalam darah yang meningkat. Peneliti lain menemukan adanya gangguan
fungsi trombosit. Ditemukannya kompleks imun pada permukaan trombosit diduga sebagai
penyebab agregasi trombosit yang kemudian akan dimusnahkan sistem retikuloendotelial
khususya limpa dan hati.
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme:
1. Supresi sumsum tulang
2. Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit
B. Sistem respon imun
Setelah virus dengue masuk dalam tubuh manusia, virus berkembang biak dalam sel
retikuloendotelial yang selanjutnya diikuiti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari. Akibat
infeksi virus ini muncul respon imun baik humoral maupun selular, antara lain anti
netralisasi, anti-hemaglutinin, anti komplemen. Antibodi yang muncul pada umumnya adalah
IgG dan IgM, pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk, dan pada infeksi
sekunder kadar antibodi yang telah ada meningkat (booster effect).
ditegakkan dengan mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima, diagnosis infeksi
sekunder dapat ditegakkan lebih dini dengan adanya peningkatan antibody IgG dan IgM yang
cepat.
2.6 Manifestasi Klinis1
Manifestasi klinis menurut kriteria diagnosis WHO 2011, infeksi dengue dapat terjadi
asimtomatik dan simtomatik. Infeksi dengue simtomatik terbagi menjadi undifferentiated
fever (sindrom infeksi virus) dan demam dengue (DD) sebagai infeksi dengue ringan;
sedangkan infeksi dengue berat terdiri dari demam berdarah dengue (DBD) dan expanded
dengue syndrome atau isolated organopathy. Perembesan plasma sebagai akibat plasma
leakage merupakan tanda patognomonik DBD, sedangkan kelainan organ lain serta
manifestasi yang tidak lazim dikelompokkan ke dalam expanded dengue syndrome atau
isolated organopathy. Secara klinis, DD dapat disertai dengan perdarahan atau tidak;
sedangkan DBD dapat disertai syok atau tidak (Gambar 1).
30
Anamnesis didapatkan keluhan demam mendadak tinggi, disertai nyeri kepala, nyeri otot
& sendi/tulang, nyeri retro-orbital, photophobia, nyeri pada punggung, facial flushed, lesu,
tidak mau makan, konstipasi, nyeri perut, nyeri tenggorok, dan depresi umum.
Pemeriksaan fisik :
Pada hari sakit ke 1-3 tampak flushing pada muka (muka kemerahan), leher, dan dada
Mendekati akhir dari fase demam dijumpai petekie pada kaki bagian dorsal, lengan
atas, dan tangan
Convalescent rash, berupa petekie mengelilingi daerah yang pucat pada kulit yg
normal, dapat disertai rasa gatal
Manifestasi perdarahan
o Uji bendung positif dan/atau petekie
o Mimisan hebat, menstruasi yang lebih banyak, perdarahan saluran cerna
(jarang terjadi, dapat terjadi pada DD dengan trombositopenia)
Anamnesis
Demam tinggi, 2-7 hari, dapat mencapai 40C, serta terjadi kejang demam. Dijumpai
facial flush, muntah, nyeri kepala, nyeri otot dan sendi, nyeri tenggorok dengan faring
hiperemis, nyeri di bawah lengkung iga kanan, dan nyeri perut.
Pemeriksaan fisik
o Manifestasi perdarahan
Mudah lebam dan berdarah pada daerah tusukan untuk jalur vena.
Hematuria (jarang)
Menorrhagia
o Hepatomegali teraba 2-4 cm di bawah arcus costae kanan dan kelainan fungsi
hati (transaminase) lebih sering ditemukan pada DBD.
Berbeda dengan DD, pada DBD terdapat hemostasis yang tidak normal, perembesan
plasma (khususnya pada rongga pleura dan rongga peritoneal), hipovolemia, dan syok, karena
terjadi peningkatan permeabilitas kapiler. Perembesan plasma yang mengakibatkan
ekstravasasi cairan ke dalam rongga pleura dan rongga peritoneal terjadi selama 24-48 jam.
Fase kritis
Fase kritis terjadi pada saat perembesan plasma yang berawal pada masa transisi dari saat
demam ke bebas demam (disebut fase time of fever defervescence) ditandai dengan,
Tanda perembesan plasma seperti efusi pleura dan asites, edema pada dinding
kandung empedu. Foto dada (dengan posisi right lateral decubitus = RLD) dan
ultrasonografi dapat mendeteksi perembesan plasma tersebut.
Terjadi penurunan kadar albumin >0.5g/dL dari nilai dasar / <3.5 g% yang
merupakan bukti tidak langsung dari tanda perembesan plasma
Tanda-tanda syok: anak gelisah sampai terjadi penurunan kesadaran, sianosis, nafas
cepat, nadi teraba lembut sampai tidak teraba. Hipotensi, tekanan nadi 20 mmHg,
dengan peningkatan tekanan diastolik. Akral dingin, capillary refill time memanjang
(>3 detik). Diuresis menurun (< 1ml/kg berat badan/jam), sampai anuria.
2.6
Pemeriksaan Penunjang8
Untuk membantu menegakkan diagnosis demam berdarah dengue dapat dilakukan
Laboratorium
1. Pemeriksaan darah perifer, yaitu hemoglobin, leukosit, hitung jenis, hematokrit, dan
trombosit. Antigen NS1 dapat dideteksi pada hari ke-1 setelah demam dan akan
menurun sehingga tidak terdeteksi setelah hari sakit ke-5-6. Deteksi antigen virus ini
dapat digunakan untuk diagnosis awal menentukan adanya infeksi dengue, namun
tidak dapat membedakan penyakit DD/DBD.
2. Uji serologi IgM dan IgG anti dengue
o Antibodi IgM anti dengue dapat dideteksi pada hari sakit ke-5 sakit, mencapai
puncaknya pada hari sakit ke 10-14, dan akan menurun/ menghilang pada
akhir minggu keempat sakit.
o Antibodi IgG anti dengue pada infeksi primer dapat terdeteksi pada hari sakit
ke-14. dan menghilang setelah 6 bulan sampai 4 tahun. Sedangkan pada
infeksi sekunder IgG anti dengue akan terdeteksi pada hari sakit ke-2.
o Rasio IgM/IgG digunakan untuk membedakan infeksi primer dari infeksi
sekunder. Apabila rasio IgM:IgG >1,2 menunjukkan infeksi primer namun
apabila IgM:IgG rasio <1,2 menunjukkan infeksi sekunder.
Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan foto dada dalam posisi right lateral decubitus dilakukan atas indikasi,
o Distres pernafasan/ sesak
o Dalam keadaan klinis ragu-ragu, namun perlu diingat bahwa terdapat kelainan
radiologis terjadi apabilapada perembesan plasma telah mencapai 20%-40%
o Pemantauan klinis, sebagai pedoman pemberian cairan, dan untuk menilai edema
paru karena overload pemberian cairan.
34
o Kelainan radiologi yang dapat terjadi: dilatasi pembuluh darah paru terutama
daerah hilus kanan, hemitoraks kanan lebih radioopak dibandingkan yang kiri,
kubah diafragma kanan lebih tinggi daripada kanan, dan efusi pleura.
o Pada pemeriksaan ultrasonografi dijumpai efusi pleura, kelainan dinding vesika
felea, dan dinding buli-buli.
2.7
Diagnosis
Diagnosis DBD/DSS ditegakkan berdasarkan kriteria klinis dan laboratorium (WHO,
2011).1
Kriteria klinis
Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus selama
2-7 hari
Pembesaran hati
Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi (20 mmHg),
hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan pasien tampak gelisah.
Kriteria laboratorium
Trombositopenia (100.000/mikroliter)
Perhatian
35
o Pada kasus syok, hematokrit yang tinggi dan trombositopenia yang jelas,
mendukung diagnosis DSS.
o Nilai LED rendah (<10mm/jam) saat syok membedakan DSS dari syok sepsis.
2.8
Diagnosis Banding
Pada awal perjalanan penyakit diagnosis mencakup infeksi bakteri, virus atau infeksi
protozoa seperti demam dengue, campak, influenza, demam chikungunya, leptospirosis dan
malaria. Adanya trombositopenia yang jelas disertai hemokonsentrasi dapat membedakan
DBD dengan penyakit lain.
DBD harus dibedakan pada demam chikungunya. Pada demam chikungunya biasanya
seluruh anggota keluarga dapat terserang dan penularannya mirip dengan influenza. Demam
chikungunya memperlihatkan serangan demam mendadak, masa demam lebih pendek, suhu
lebih tinggi, hampir selalu disertai ruam makulopapular, injeksi konjungtiva dan lebih sering
dijumpai nyeri sendi. Pada demam chikungunya tidak ditemukan perdarahan gastrointestinal
dan syok.5,6
36
Penatalaksanaan1
2.9
Tanda kegawatan9
Tanda kegawatan dapat terjadi pada setiap fase pada perjalanan penyakit infeksi dengue,
seperti berikiut.
Tidak ada perbaikan klinis/perburukan saat sebelum atau selama masa transisi ke fase
bebas demam / sejalan dengan proses penyakit
37
Perdarahan: epistaksis, buang air besar hitam, hematemesis, menstruasi yang hebat,
warna urin gelap (hemoglobinuria)/hematuria
Keadaan umum, nafsu makan, muntah, perdarahan, dan tanda dan gejala lain
Perfusi perifer sesering mungkin karena sebagai indikator awal tanda syok, serta
mudah dan cepat utk dilakukan
Tanda vital: suhu, nadi, pernapasan, tekanan darah, diperiksa minimal setiap 2-4 jam
pada pasien non syok & 1-2 jam pada pasien syok.
Pemeriksaan hematokrit serial setiap 4-6 jam pada kasus stabil dan lebih sering pada
pasien tidak stabil/ tersangka perdarahan.
Diuresis setiap 8-12 jam pada kasus tidak berat dan setiap jam pada pasien dengan
syok berkepanjangan / cairan yg berlebihan.
Jumlah urin harus 1 ml/kg berat badan/jam ( berdasarkan berat badan ideal)
Pasien tidak dapat asupan yang adekuat untuk cairan per oral ataumuntah
Cairan koloid digunakan pada pasien dengan perembesan plasma hebat, dan tidak ada
respon pada minimal volume cairan kristaloid yang diberikan.
38
Volume cairan rumatan + dehidrasi 5% harus diberikan untuk menjaga volume dan
cairan intravaskular yang adekuat.
Pada pasien dengan obesitas, digunakan berat badan ideal sebagai acuan untuk
menghitung volume cairan.
Pemeriksaan laboratorium baik pada kasus syok maupun non syok saat tidak ada
perbaikan klinis walaupun penggantian volume sudah cukup, maka perhatikan ABCS
yang terdiri dari, A Acidosis: gas darah, B Bleeding: hematokrit, C Calsium:
elektrolit, Ca++ dan S Sugar: gula darah (dekstrostik)
Medikamentosa
o Antipiretik dapat diberikan, dianjurkan pemberian parasetamol bukan aspirin.
39
Supportif
o Cairan: cairan pe oral + cairan intravena rumatan per hari + 5% defisit
o Diberikan untuk 48 jam atau lebih
o Kecepatan cairan IV disesuaikan dengan kecepatan kehilangan plasma, sesuai
keadaan klinis, tanda vital, diuresis, dan hematokrit
b. Fase Kritis
Pada fase kritis pemberian cairan sangat diperlukan yaitu kebutuhan rumatan + deficit,
disertai monitor keadaan klinis dan laboratorium setiap 4-6 jam.
Cairan: 20 ml/kg cairan bolus dalam 10-15 menit, bila tekanan darah sudah didapat
cairan selanjutnya sesuai algoritma pada derajat III
40
Bila syok belum teratasi: setelah 10ml/kg pertama diulang 10 ml/kg, dapat diberikan
bersama koloid 10-30ml/kgBB secepatnya dalam 1 jam dan koreksi hasil
laboratorium yang tidak normal
Monitor ketat (pemasangan katerisasi urin, katerisasi pembuluh darah vena pusat /
jalur arteri)
pasien sadar atau jalur intraoseus. Jalur intraoseus dilakukan dalam keadaan darurat atau
setelah dua kali kegagalan mendapatkan jalur vena perifer atau setelah gagal pemberian
cairan melalui oral. Cairan intraosesus harus dikerjakan secara cepat dalam 2-5 menit
Perdarahan hebat
Pada perdarahan saluran cerna, H2 antagonis dan penghambat pompa proton dapat
digunakan.
Tidak ada bukti yang mendukung penggunaan komponen darah seperti suspense
trombosit, plasma darah segar/cryoprecipitate. Penggunaan larutan tersebut ini dapat
menyebabkan kelebihan cairan.
DBD ensefalopati
DBD ensefalopati dapat terjadi bersamaan dengan syok atau tidak.
41
Jika ensefalopati terjadi pada DBD tanpa syok dan masa krisis sudah dilewati maka,
o Cegah / turunkan peningkatan tekanan intrakranial dengan,
o Hindari obat yang tidak diperlukan karena sebagai besar obat dimetabolisme
di hati.
c. Fase Recovery
Pada fase penyembuhan diperlukan cairan rumatan atau cairan oral, serta monitor tiap
12-24 jam.
Indikasi untuk pulang11
Pasien dapat dipulangkan apabila telah terjadi perbaikan klinis sebagai berikut.
Perbaikan klinis, tidak ada demam, tidak ada distres pernafasan, dan nadi teratur
Diuresis baik
Tidak ada kegawatan napas karena efusi pleura, tidak ada asites
Trombosit >50.000 /mm3. Pada kasus DBD tanpa komplikasi, pada umumnya jumlah
trombosit akan meningkat ke nilai normal dalam 3-5 hari.
2.10
Komplikasi11
DHF mengakibatkan pendarahan pada semua organ tubuh, seperti pendarahanginjal,
otak, jantung, paru paru, limpa dan hati. Sehingga tubuh kehabisan darah dancairan
serta menyebabkan kematian.
Ensepalopati.
43
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization-South East Asia Regional Office. Comprehensive
Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever.
India: WHO; 2011.p.1-67.
2. Buku ajar Infeksi dan Penyakit Tropis IDAI Edisi II. Editor : Sumarmo, S Purwo
Sudomo, Harry Gama, Sri rejeki.Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Jakarta 2002.
3. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam berdarah dengue. Dalam:
Sudoyo, A. et.al. (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi 4.
Jakarta:Pusat Penerbitan IPD FKUI, 2006.p.1774-9
4. Halstead S.B. 2008. Dengue in Tropical Medicine, Science and Practice. Imperial
College Press, London; 5:285-306
5. Soegijanto, S. Ilmu penyakit Anak Diagnosis & Penatalaksanaan. Jakarta : Salemba
Medika. 2002.
6. Hadinegoro SRS,Soegijanto S, Wuryadi S, Surososo T. Tatalaksana Demam
Dengue/Demam Berdarah Dengue pada Anak. Naskah Lengkap Pelatihan bagi Dokter
Spesialis Anak & Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam tatalaksana kasus DBD.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI.2004
7. Hadinegoro SRH, et al. (editor). Tata laksana demam berdarah dengue di Indonesia.
Departemen Kesehatan RI dan Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular
dan Penyehatan Lingkungan. 2004
44
8. Centers for Disease Control and Prevention. Dengue Clinical Guidance. Updated
2010 sept 1. Available from: http://www.cdc.gov/dengue/clinicallab/clinical.html.
9. WHO. Dengue for Diagnosis, treatment, prevention and control. 2009:1-146
10. Holiday MA, Segar WE. Maintenance need for water in parenteral fluid therapy.
Pediatrics 1957;19:823
11. Demam Berdarah Dengue. Naskah lengkap Pelatihan bagi Pelatih Dokter Spesialis
Anak & Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam Tata laksana Kasus DBD.
Hadinegoro SR, Satari HI, penyunting. Balai Penerbit, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta 2005.
12. Rahman AKMM, Ahmad M, Begum RS, Hossain MZ, Hoque SA, Matin A. Typhoid
fever in children An update. J Chaka Med Coll 2010; 19(2): 135-143
45