Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS

HIPOGLIKEMIA

Pembimbing :
Omar Akbar, dr.

Disusun oleh :
Redo Widhio Mahatvavirya, dr.

PROGRAM DOKTER INTENSHIP


RSAU DR. M. SALAMUN
KOTA BANDUNG
2021

1
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. J
Tanggal Lahir : 8 Agustus 1973
Umur : 67 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Suku Bangsa : Sunda
Tanggal masuk : 27 Dec 2021

ANAMNESIS
(Aloanamnesa)

Keluhan Utama
Penurunan Kesadaran

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan penurunan kesadaran 1 jam SMRS. Keluarga pasien
mengatakan saat malam hari pasien makan dan berbicara seperti biasanya namun saat
pagi hari pasien sulit dibangunkan. Keluarga pasien mengatakan tidak ada keluhan
lemas badan atau berbicara pelo pada pasien sebelumnya. Keluarga pasien juga
meyangkal adanya keluhan nyeri kepala hebat maupun mual dan muntah sebelum
keluhan terjadi. Pasien tidak melakukan aktivitas ketika keluhan terjadi.
Keluarga pasien mengatakan adanya keluhan demam sejak 1 hari yang lalu namun
tidak disertai dengan batuk maupun sesak nafas. Keluarga pasien mengatakan pasien

2
memiliki Riwayat penyakit gula dan darah tinggi namun tidak meminum obat secara
teratur. Keluarga pasien mengatakan sejak 1 hari yang lalu pasien sulit untuk makan
namun masih meminum obat diabetesnya. Keluhan BAB dan BAK disangkal.
Pasien sudah berobat terlebih dahulu ke bidan di dekat rumahnya. Setelah
dilakukan pemeriksaan gula, pasien diminta untuk dibawa ke rumah sakit secepatnya
oleh bidan tersebut karena dikatakan kadar gula darahnya sangat rendah. Pasien
belum mendapat pengobatan apapun sebelum datang ke rumah sakit. Obat DM yang
dikonsumsi pasien adalah metformin dan glimepirid

Riwayat Penyakit Dahulu


DM tidak terkontrol

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat keluarga dengan DM ada.

Riwayat Operasi
Pasien belum pernah menjalani operasi sebelumnya

PEMERIKSAAN FISIK

A. Status Present

Keadaan umum : Tampak sakit berat


Kesadaran : Sopor
GCS : E3M2V2
Tanda Vital
 Tekanan Darah : 130/100 mmHg
 Nadi : 96x/menit
 Pernafasan : 24x/menit

3
 Suhu : 38,1°C
 Saturasi Oksigen : 94% dengan udara bebas
 Berat badan : 51 kg
 Tinggi badan : 157 cm
 BMI : 20,7 (normal)

B. Status Generalis

Kepala : normocephal
Mata : pupil isokor, Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikteric (-/-),
Leher : KGB (-) Deviasi trachea (-) JVP 5+2
THT : tidak ada sekret, tidak ada sumbatan
Mulut : pucat (-) thyphoid tongue (-)
Jantung : Bunyi jantung si – s2 murni reguler, murmur(-), gallop(-)
Paru : VBS ka-ki, rochi (-/-) wheezing (-/-),
Abdomen : datar, distensi(-), bising usus positif, supel, nyeri tekan epigastrik (-)
Ekstremitas : akral hangat, crt<2”, edema (-/-),
Kulit : turgor Kembali cepat

C. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Hasil
Hb 12,3 g/dL
Ht 37 %
Leukosit 13.550 /L
Trombosit 370.000 /L
Eosinofil 0
Basofil 0
Segmen 82

4
Limfosit 12
Monosit 6
GDS 35 mg%
Ureum/ Kreatinin 31/0,6 mg/dL
Na/K/Cl 138/4,2/103 mmol/L
Anti SARS-CoV-2 Reaktif

RESUME

Ny B usia 67 tahum datang dengan keluhan penurunan kesadaran 1 jam SMRS.


Keluhan disertai demam. Pasien mempunyai Riwayat DM namun pasien tidak pernah
kontrol. Obat yang dikonsumsi pasien metformin dan glimepiride

DIAGNOSIS KERJA
Diagnosis klinis : Hipoglikemia + probable covid 19

TATALAKSANA
 D10% 20 tpm
 D40% 2 flacon
 Inj Ondansetrone 4 mg/ 12 jam IV
 Inj Omeprazole 40 mg/ 24 jam IV
 PCT drip 1 gram iv
 NB dalam NS 100%
 Inj. Levofloxacin 500mg/24 jam

PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad malam
Ad functionam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam

5
PEMBAHASAN

I. DEFINISI
Hipoglikemi adalah suatu keadaan dimana kondisi seseorang mengalami
penurunan pada kadar gula dalam darah dibawah normal. Dapat dikatakan jumlah
gula dalam darah mengalami penurunan saat dilakukannya cek GDS dimana
didapatkan jumlah dibawah 60 mg/dl atau dibawah 80 mg/dl dengan gejala klinis.
American Diabetes Association menggunakan batasan 70 mg/dl atau kurang,
sedangkan European Medicine agency menggunakan patokan hipoglikemia bila
kadar glukosa darah kurang dari 54 mg/dl. Saat tubuh mengalami penurunan gula
darah, tubuh akan merespon yang dimana ditandai dengan gejala klinis diantaranya
klien akan merasakan pusing, tubuh lemas dan gemetaran, pandangan menjadi kabur
dan gelap, berkeringat dingin, detak jantung meningkat dan terkadang klien bisa
sampai hilang kesadaran.
Pasien diabetes yang tidak terkontrol dapat mengalami gejala hipoglikemia pada
kadar gula darah yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang normal, sedangkan
pada pasien diabetes dengan pengendalian gula darah yang ketat (sering mengalami
hipoglikemia) dapat mentoleransi kadar gula darah yang rendah tanpa mengalami
gejala hipoglikemia.
Keadaan seperti ini akan dapat terjadi apabila dalam pemberian obat dan insulin
diberikan dalam jumlah yang tidak tepat atau tidak sesuai dengan kebutuhan tubuh,
mengkonsumsi makanan yang terlalu sedikit ataupun karena sering melalukan
aktivitas yang berat. Pada keadaan hipoglikemi berat dimana jumlah kadar gula
dalam darah berada dibawah 10 mg/dl, akibat yang akan dialami oleh tubuh dapat
mengalami kejang hingga dapat terjadinya koma. Hipoglikemia akut diklasifikasikan
menjadi ringan, sedang, dan berat menurut gejala klinis yang dialami oleh pasien.
American Diabetes Association Workgroup on Hypoglycemia mengklasifikasikan
kejadian hipoglikemia menjadi 5 kategori sebagai berikut:

6
-Severe hypoglycemia Kejadian hipoglikemia yang membutuhkan bantuan dari orang
lain.
-Documented symptomatic hypoglycemia Kadar gula darah plasma ≤ 70 mg/dl
disertai gejala klinis hipoglikemia.
-Asymptomatic hypoglycemia Kadar gula darah plasma ≤ 70 mg/dl tanpa disertai
gejala klinis hipoglikemia.
-Probable symptomatic hypoglycemia Gejala klinis hipoglikemia tanpa disertai
pengukuran kadar gula darah plasma .
-Relative hypoglycemia Gejala klinis hipoglikemia dengan pengukuran kadar gula
darah plasma ≥ 70 mg/dl dan terjadi penurunan kadar gula darah.

II. TANDA DAN GEJALA


Gejala dan tanda dari hipoglikemia merupakan akibat dari aktivasi sistem saraf
otonom dan neuroglikopenia. Pada pasien dengan usia lajut dan pasien yang
mengalami hipoglikemia berulang, respon sistem saraf otonom dapat berkurang
sehingga pasien yang mengalami hipoglikemia tidak menyadari kalau kadar gula
darahnya rendah (hypoglycemia unawareness). Kejadian ini dapat memperberat
akibat dari hipoglikemia karena penderita terlambat untuk mengkonsumsi glukosa
untuk meningkatkan kadar gula darahnya.
Gejala hipoglikemia dapat dikelompokkan menjadi dua kategori : gejala
adrenergik dan gejala sistem saraf pusat.
1. Hipoglikemia ringan Ketika kadar glukosa darah menurun, sistem saraf simpatis
akan terangsang. Pelimpahan adrenalin kedalam darah menyebabkan gejala seperti
perspirasi, tremor, takhikardia, palpitasi, kegelisahan dan rasa lapar.
2. Hipoglikemia Sedang Penurunan kadar glukosa darah menyebabkan sel-sel otak
tidak mendapatkan cukup bahan bakar untuk bekerja dengan baik. Tanda-tanda
gangguan fungsi pada sistem saraf pusat mencakup ketidakmampuan berkonsentrasi,
sakit kepala, vertigo, confuse, penurunan daya ingat, mati rasa di daerah bibir serta
lidah, bicara rero, gerakan tidak terkoordinasi, perubahan emosional, perilaku yang
tidak rasional, penglihatan ganda, dan perasaan ingin pingsan.

7
3. Hipoglikemia Berat Fungsi sitem saraf pusat menagalami gangguan yang sangat
berat sehingga pasien memerlukan pertolongan orang lain untuk mengatasi
Hipoglikemia yang dideritanya. Gejala dapat mencakup perilaku yang mengalami
disorientasi, serangan kejang, sulit dibangunkan, atau bahkan kehilangan kesadaran.

III. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya hipoglikemi :
1. Dosis pemberian insulin yang kurang tepat Pengobatan diabetes di pergunakan
untuk mengatur kadar gula darah tetap baik sehingga membuat pasien akan merasa
nyaman dan menghindari terjadinya Hipoglikemi, di perlukan kerja sama yang baik
antara pasien dan dokter dalam menurunkan resiko terjadinya komplikasi diabetes.
Kombinasi yang di lakukan dalam pemberian penyediaan insulin sangatlah penting
untuk kita dapat lebih memperhatikan ketepatan dalam pemberian insulin sesuai
dengan kebutuhan yang sesuai dengan kondisi gula darah yang di alami.
2. Kurangnya asupan karbohidrat karena menunda atau melewatkan makan Menunda
sarapan bagi penderita diabetes dalam jangka waktu yang lama di pagi hari dapat
menyebabkan terjadinya Hipoglikemi atau kadar glukosa darah menjadi terlalu
rendah. Lupa atau membiarkan diri terlalu sibuk hingga melewatkan waktu makan
bisa berbahaya bagi penderita diabetes. Lupa makan akan menyebabkan kadar
glukosa dalam darah menjadi terlalu rendah, jika di biarkan tanpa penanganan lebih
lanjut pada keadaan Hipoglikemi maka kondisi ini akan menjadi parah,
menyebabkan rasa linglung dan pingsan. Hipoglikemi yang semakin parah dapat
menimbulkan terjadinya kejang, koma, hingga kematian. Kadar insulin yang di
dapatkan untuk gula dalam darah haruslah seimbang dengan makanan yang akan di
konsumsi, namun jika makanan yang di konsumsi kurang dan tidak bisa
menyeimbangi dosis insulin yang di dapatkan maka akan terjadi keadaan dimana ke
seimbangan di dalam tubuh akan terganggu dan mengakibatkan kadar gula semakin
rendah.
3. Konsumsi alkohol Pada kondisi tubuh yang normal, lever merupakan bagian organ
yang menyimpan dan mensekresi glukosa ke dalam sel-sel tubuh sebagai penopang

8
saat seseorang sedang tidak makan. Lever juga berfungsi dalam membersihkan tubuh
dari racun (detoksifikasi). Lever tidak bisa mensekresi glukosa dan membersihkan
racun secara bersamaan. Jadi ketika keadaan lever melakukan detoksifikasi, organ
tersebut akan berhenti mensekresi glukosa. Organ lain seperti pankreas di dalam
tubuh kita juga dapat memproduksi hormon insulin, hormon yang dimana dapat
mengendalikan kadar gula darah dan mengubahnya menjadi sumber energi bagi
tubuh. Jika fungsi kegunaan pada pankreas terganggu, maka produksi insulin bisa
tidak maksimal dan membuat kadar gula darah menjadi kacau.
4. Peningkatan pemanfaatan karbohidrat karena latihan atau penurunan berat badan
Aktivitas fisik dan olahraga sangat penting dalam mengontrol diabetes. Namun, jika
olahraga yang di lakukan terlalu berlebihan, olahraga juga dapat menurunkan kadar
gula darah hingga di bawah batas normal. Olahraga sedang hingga berat bisa
menyebabkan kadar gula darah turun selama 24 jam setelah olahraga. Tubuh
menggunakan dua bahan bakar, yaitu gula dan lemak dalam memperoleh energi, gula
yang di gunakan berasal dari darah, hati dan otot. Gula tersimpan di dalam hati dan
otot dalam bentuk glikogen. Olahraga bisa menurunkan kadar gula darah dan
glikogen yang tersimpan, tubuh memang dapat mengisi kembali penyimpanan
glikogen tersebut. Namun, prosesnya membutuhkan waktu yang tidak singkat 4 - 6
jam, bahkan 12 - 24 jam jika aktivitas yang di lakukan terlalu berat. Selama
pengisian atau pengembalian penyimpanan glikogen tersebut klien diabetes memiliki
risiko tinggi mengalami penurunan kadar gula dalam darah.

IV. FAKTOR RESIKO


Menurut Lefebvre, gejala (symptom) hipoglikemia muncul lebih berat dan terjadi
pada kadar gula darah yang lebih tinggi pada orang tua dibanding dengan usia yang
lebih muda.
Sedangkan menurut Studenski dalam buku ajar Harrison’s Princle of Internal
Medicine 18th Ed dikemukankan bahwa hipoglikemia pada penderita diabetes usia
lanjut lebih sulit diidentifikas karena simptom autonomik dan neurogenik terjadi
pada kadar gula darah yang lebih rendah bila dibandingkan dengan penderita

9
diabetes pada usia yang lebih muda. sedangkan reaksi metabolik dan efek cedera
neurologisnya sama saja antara pasien diabetes muda dan usia lanjut. Simptom
autonom hipoglikemia sering tertutupi oleh penggunaan beta blocker. Penderita
diabetes usia lanjut memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami hipoglikemia
daripada penderita diabetes usia lanjut yang sehat dan memiliki fungsi yang baik.
Penggunaan obat hipoglikemik oral yang memiliki cara kerja meningkatkan
sekresi insulin pada pankreas dapat menyebabkan terjadinya hipoglikemia. Obat –
obat tersebut antara lain dipeptydil peptidase-4 inhibitor, glucagon-like peptide-1,
golongan glinide, golongan sulfonylurea: glibenclamide, glimepiride.
Hipoglikemia pada gangguan fungsi ginjal dapat diakibatkan oleh penurunan
glukoneogenesis, kerja insulin yang berlebih atau berkurangnya asupan kalori. Pada
gangguan fungsi ginjal dapat terjadi penurunan kebutuhan insulin karena perubahan
pada metabolisme dan ekskresi insulin (insulin clearance). Insulin eksogen secara
normal dimetabolisme oleh ginjal. Pada gangguan fungsi ginjal, waktu paruh insulin
memanjang karena proses degradasi insulin berlangsung lebih lambat.

V. PATOFISIOLOGI
Pasien penderita Diabetes Mellitus type 2, Hipoglikemi terjadi akibat adanya
kelebihan insulin dan juga terjadinya gangguan pertahanan fisiologis yaitu terdapat
penurunan pada plasma glukosa. Glukosa sendiri merupakan bagian terpenting di
dalam tubuh sebagai bahan bakar metabolisme yang harus ada untuk otak.
Terjadinya penurunan kadar gula dalam darah akan berkaitan pada system saraf
pusat, sistem pencernaan dan sistem peredaran darah.
Konsentrasi glukosa yang dimiliki dalam darah yang normal berjumlah 70-110
mg/dl. Penurunan jumlah kadar glukosa dalam darah akan memicu respon pada
tubuh, dimana ketika tubuh mengalami penurunan kadar gula dalam darah akan
memicu terjadinya penurunan konsentrasi insulin secara fisiologis, serta akan
membuat tubuh kehilangan kesadaran. Oleh karena itu, jika jumlah kadar gula yang
di suplai oleh darah mengalami penurunan , tentunya akan mempengaruhi fungsi
kerja otak. Saat tubuh ingin melakukan aktivitas yang banyak, otak akan sangat

10
bergantung pada suplai glukosa yang akan di berikan secara terus-menerus dari
dalam jaringan system saraf pusat. Di saat otak ke hilangan suplai glukosa yang di
butuhkan, tubuh akan merespon dan secara berlanjut akan terjadi penurunan
kesadaran sehingga mengakibatkan terjadinya pola nafas tidak efektif.
Ketergantungan yang dimiliki otak pada setiap menit suplai glukosa yang dimiliki
melalui sirkulasi di akibatkan karena ke tidak mampuan otak dalam pemenuhan
kadar cadangan glukosa sebagai glikogen di dalam otak. Selain itu juga otak tidak
dapat mencampurkan glukosa dan hanya dapat menyimpan cadangan glukosa dalam
bentuk glikogen namun dalam jumlah yang kecil. Oleh karena itu, fungsi kerja otak
yang normal akan sangat bergantung pada konsentrasi asupan glukosa dan sirkulasi.
Pada sebagian besar lainnya yang dimiliki, terutama pada metabolisme otak
bergantung pada glukosa untuk di gunakan sebagai bahan bakar. Saat jumlah glukosa
yang dimiliki terbatas, otak akan dapat memperoleh glukosa dari penyimpanan
glikogen di astrosit, namun itu hanya dapat di gunakan dalam beberapa menit saja.
Untuk melakukan kerja yang sangat banyak, otak akan sangat bergantung terhadap
suplai glukosa secara terus menerus dari darah ke dalam jaringan intersitial pada
bagian dalam system saraf pusat dan saraf-saraf yang berada di dalam system saraf
tersebut. Oleh karena itu, jika pada jumlah glukosa yang di suplai oleh darah
mengalami penurunan, maka akan sangat mempengaruhi juga pada kerja otak. Pada
kebanyakan kasus yang terjadi, penurunan mental seseorang akan dapat di lihat
ketika gula darah mulai menurun hingga di bawah 65 mg/dl. Saat kadar glukosa
darah menurun hingga di bawah 10 mg/dl, maka sebagian besar neuron akan menjadi
tidak berfungsi sehingga akan menimbulkan terjadinya koma.
Akibat dari terjadinya defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak
(liposis) menjadi asam-asam lemak bebas dan gliseral. Asam lemak bebas akan di
ubah menjadi badan keton oleh hati, pada keton asidosis diabetic akan terjadi
produksi pada badan keton yang berlebihan sebagai akibat dari ke kurangan insulin
yang secara normal akan mencegah timbulnya keadaan tersebut, maka badan keton
yang bersifat asam dan apabila terjadi penumpukan di dalam sirkulasi darah, badan
keton akan mengakibatkan terjadinya asidosis metabolik.

11
Keadaan pada Hipoglikemi ringan ketika kadar glukosa darah mengalami
penurunan, sistem saraf simpatik akan mengalami rangsangan, pelimpahan adrenalin
yang terjadi ke dalam darah akan menyebabkan terjadinya gejala seperti perspirasi,
tremor, takikardi, palpitasi, kegelisahan dan rasa lapar. Pada Hipoglikemi sedang jika
terjadi penurunan kadar glukosa darah maka akan menyebabkan sel-sel pada otak
tidak memperoleh cukup bahan bakar untuk dapat bekerja dengan baik. Kombinasi
yang terjadi dari adanya gejala ini akan menimbulkan terjadinya keadaan pada
Hipoglikemi sedang. Sedangkan pada Hipoglikemi berat yang terjadi pada fungsi
sistem saraf pusat akan mengalami terjadinya gangguan yang sangat berat, sehingga
pasien akan sangat memerlukan pertolongan orang lain untuk dapat mengatasi
Hipoglikemi yang di deritanya, dimana pada gejala ini akan dapat mencakup perilaku
yang dapat menimbulkan terjadinya disorientasi, serangan kejang, sulit di bangunkan
dari tidur atau bahkan hingga dapat kehilangan kesadaran.

VI. Penatalaksanaan hipoglikemia


Penanganan utama pasien hipoglikemia pada pasien diabetes adalah deteksi dini
dan atasi kadar glukosa darah yang rendah dengan mengembalikan kadar glukosa
darah secepat mungkin ke kadar yang normal sehingga gejala dan keluhan
hipoglikemia juga akan segera menghilang. Perlu dihindari tindakan yang berlebihan
oleh karena dapat menyebabkan terjadinya rebound hiperglikemia dan peningkatan
berat badan.
Pemberian 15 gram glukosa (monosakarida) secara oral terbukti akan
meningkatkan kadar glukosa darah sekitar 2,1 mmol/l (sekitar 40 mg/dl) dalam
waktu 20 menit dan cukup adekuat untuk menghilangkan keluhan hipoglikemia
dalam waktu singkat. Lima belas gram glukosa dapat diperoleh dari berbagai sumber
seperti 15 gram tablet glukosa, 15 mil (3 sendok teh) gula yang dilarutkan dalam air
minum, 175 ml juice atau soft drink atau 15 ml (1 sendok makan) madu. Pilihan lain
seperti susu, namun kekuatannya dalam meningkatkan kadar glukosa darah lebih
rendah dan efeknya lebih lambat.

12
Berbagai rekomendasi tentang terapi hipoglikemia pada pasien diabetes telah
dikemukakan. Pada umumnya rekomendasi tersebut disesuaikan dengan kadar
glukosa darah dan tingkat kesadaran pasien. Rekomendasi terapi hipoglikemia :
1. Hipoglikemia ringan dan sedang Berikan 15 gram glukosa tablet atau yang telah
dilarutkan dalam air minum. Cek ulang kadar glukosa darah 15 menit kemudian, bila
kadar glukosa darah masih kurang dari 70 mg/dl maka pemberian 15 gram glukosa
dapat diulangi, demikian pula untuk 15 menit berikutnya.
2. Hipoglikemia berat dan pasien masih sadar Berikan 20 gram glukosa secara oral.
Cek ulang 15 menit kemudian, bila kadar glukosa darah tetap < 70 mg/dl maka
ulangi pemberian 20 gram glukosa, demikian pula untuk 15 menit berikutnya.
3. Hipoglikemia berat dan pasien tidak sadar. Berikan 10-25 gram glukosa (25-50 ml
larutan dextrose 50%) yang diberikan secara suntikan intravena dan dihabiskan
dalam waktu 1-3 menit atau diberikan suntikan 1mg glukagon secara intramuskuler.
4. Bila hipoglikemia sudah teratasi dan pasien sadar, maka dianjurkan untuk makan
atau diberikan snack untuk mencegah berulangnya hipoglikemia.
Adapun tatalaksana hipoglikemia sebagaimana dikutip langsung dari buku
Clinical Pathway yang diterbitkan oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit
Dalam Indonesia (PAPDI) tahun 2015 adalah pemberian gula murni sebesar 30 gram
(2 sendok makan) atau siruppermen gula murni pada pasien sadar atau stadium
permulaan, dan penggunaan protokol sebagai berikut untuk pasien tidak sadar:
- Pemberian larutan Dekstrosa 40% sebanyak 50 ml dengan bolus intravena (IV)
- Pemberian cairan Dekstrosa 10% per infus, 6 jam per kolf (500 cc).
- Periksa GDS, bila: GDS < 50 mg/dl, berikan bolus Dekstrosa 40% 50 ml IV
GDS<100 mg/dl, berikan bolus Dekstrosa 40% 25 ml IV
Periksa GDS setiap 1 jam setelah pemberian Dekstrosa 40%, bila:
GDS <50 mg/dl, berikan bolus Dekstrosa 40% 50 ml IV, GD <100 mg/dl berikan
bolus Dekstrosa 40% 25 ml IV, GDS 100-200 mg/dl tanpa bolus Dekstrosa 40%,
GDS >200 mg/dl, pertimbangkan menurunkan kecepatan drip Deskstrosa 10%
-Setelah poin no (4), dilakukan 3 kali berturut-turut hasil GDS > 100 mg/dl, lakukan
pemantauan GDS setiap 2 jam dengan protokol no (4).

13
-Setelah poin no (5) dilakukan 3 kali berturut-turut hasil GDS > 100 mg/dl, lakukan
pemantauan GDS setiap 4 jam dengan protokol no (5).
-Bila GDS > 100 mg/dl sebanyak 3 kali berturut-turut, sliding scale setiap 6 jam:
GDS < 200 mg/dl, jangan berikan insulin GDS 200-250 mg/dl, berikan 5 unit insulin
GDS 250-300 mg/dl, berikan 10 unit insulin GDS 300-350 mg/dl, berikan 15 unit
insulin GDS > 350 mg/dl, berikan 20 unit insulin.
-Bila hipoglikemia belum teratasi, pertimbangka pemberian antagonis insulin, seperti:
Deksametason 10 mg IV bolus, dilanjutkan 2 mg tiap 6 jam dan Manitol 1,5-2
g/KgBB IV setiap 6-8 jam. Cari penyebab lain penurunan kesadaran.

VII. Diagnosis Hipoglikemia


Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) dan American Diabetes
Association (ADA) menggunakan patokan <70 mg/dl pada penderita diabetes
melitus dan pada individu non-diabetes gejala-gejala hipoglikemia akan timbul bila
kadar glukosa darah <55 mg/dl Beberapa laporan menyebutkan nilai kadar glukosa
darah 40-50 mg/dl sebagai patokan untuk menetapkan seseorang mengalami
hipoglikemia berat
Diagnosis hipoglikemia didasarkan atas berbagai kriteria yaitu berdasarkan
pemeriksaan laboratorium (biokemikal), berdasarkan keluhan dan gejala klinik (jenis
dan beratnya) dan berdasarkan waktu kejadiannya (siang atau malam hari).
Oleh karena gejala dan keluhan dari hipoglikemia tidak spesifik, maka perlu
dilakukan pemeriksaan biokemikal berupa pemeriksaan kadar glukosa darah pada
saat yang bersamaan dengan timbulnya gejala dan keluhan. Untuk menetapkan
apakah seseorang mengalami hipoglikemia, maka diagnosis harus memenuhi kriteria
yang disebut dengan ―The Wipple’s triad” yang terdiri atas
1. Gejala- gejala dan keluhan hipoglikemia
2. Pemeriksaan kadar glukosa darah konsisten rendah
3. Gejala dan keluhan akan segera menghilang dengan pemberian terapi untuk
mengoreksi kadar glukosa darah yang rendah.

14
VIII. Komplikasi Hipoglikemia
Hipoglikemia akan berdampak negatif dalam kehidupan sehari-hari individu yang
mengalaminya. Hipoglikemia dihubungkan dengan penurunan kualitas hidup dan
akan berdampak dalam kehidupan sosial ekonomi penderitanya.Dampak
hipoglikemia pada berbagai organ tubuh:
1. Otak Apabila suplai glukosa ke otak mengalami penurunan secara mendadak, maka
dapat menyebabkan penurunan fungsi kognitif, kegagalan fungsi otak, koma dan
kematian. Hipoglikemia berat yang terjadi pada pasien usia lanjut akan menyebabkan
peningkatan risiko dimensia dan ataksia cerebellum.
2. Jantung. Hipoglikemia akut akan mengaktivasi sistim simpato-adrenal dan
pelepasan epinefrin dengan akibat terjadi perubahan hemodinamik melalui
peningkatan denyut jantung, dan tekanan darah sistolik diperifer, sebaliknya akan
terjadi penurunan tekanan darah sentral dan resistensi arteri diperifer. Aktivasi dari
sistim simpato-adrenal juga akan meningkatkan kontraktilitas miokardium dan curah
jantung (stroke volume dan cardiac output). Konsekwensi dari perubahan
hemodinamik tersebut adalah peningkatan beban kerja jantung pada waktu terjadi
hipoglikemia. Hal ini dapat memicu terjadinya serangan iskemia dan gangguan
perfusi jantung. Pelepasan epinefrin juga dihubungkan dengan terjadinya gangguan
irama jantung berupa pemanjangan interval QT yang dapat menyebabkan tahikardia,
fibrilasi dan kematian mendadak
3. Endotel pembuluh darah dan respon inflamasi Hipoglikemia akan menurunkan
sekresi insulin dan meningkatkan respon glukagon, mengaktivasi respon simpato-
adrenal, meningkatkan sekresi epinefrin dan glukokortikoid. Hipoglikemia juga akan
menginduksi kerusakan endotel , gangguan koagulasi dan peningkatan marker-
marker inflamasi seperti C-reactive protein, interleukin-6, interleukin-8, TNF alfa
dan endotelin.

IX. Pencegahan Hipoglikemia


Pada umumnya hipoglikemia dapat dicegah walaupun hipoglikemia dapat terjadi
secara tiba-tiba dan tidak terduga. Insidens hipoglikemia dapat dihindari dengan
15
meningkatkan pemantauan gula darah. Untuk menghindari hipoglikemia berat
sebenarnya tubuh sudah dibekali suatu sensor hipoglikemia. Pada keadaan
hipoglikemia ringan, tubuh akan memberikan gejala dan tanda sehingga penderita
akan bertindak (misalnya minum air gula). Dengan melakukan tindakan sederhana
tersebut penderita akan terhindar dari efek hipoglikemia berat. Walaupun demikian
gejala dan tanda hipoglikemia harus dicatat dan selalu ditanyakan kepada penderita.
Edukasi terhadap pasien dan penggunaan regimenterapi insulin yang mendekati
fisiologis dapat mengurangi frekuensi hipoglikemia . Manajemen pencegahan
hipoglikemia membutuhkan pendekatan yang terintegrasiyang seringkali tergantung
pada pengetahuan pasien, sikap dan kemampuan, komunikasi dokter, dan hambatan
system medis atau tingkat social ekonomi.
Upaya-upaya pencegahan dari hipoglikemia diantaranya adalah gunakan regimen
insulin sefisiologis mungkin sesuai dengan pola kehidupan penderita melalui
penyesuaian dosis insulin berdasarkan pola makan dan jenis kegiatan (olah raga),
edukasi tentang teknik penyuntikan insulin, masa kerja insulin, monitoring kadar
glukosa secara mandiri, penyesuaian dosis insulin dan obat diabetik oral berdasarkan
profil glukosa darah, edukasi pasien dan orang sekitarnya untuk waspada terhadap
gejala dan tanda hipoglikemik, memberikan informasi mengenai pengaruh liburan
dan olah raga pada pasien, dukungan psikologis untuk meningkatkan rasa percaya
disi pasien. Self-monitor glukosa darah merupakan salah satu upaya pencegahan
yang dapat dilakukan secara mandiri oleh pasien. Monitor glukosa darah
menggunakan sampel glukosa perifer merupakan bagian penting dari self-
management pada pasien diabetes terutama untuk pasien yang memiliki episode
hipoglikemia. Upaya selfmonitor glukosa darah menuntut pasien untuk memiliki alat
penghitung kadar glukosa darah secara pribadi, mampu untuk menggunakannya dan
mampu menginterpretasikan hasil pengukurannya. Pemantauan glukosa darah
memberikan evaluasi segera tentang kadar glukosa darah, hasilnya dapat digunakan
untuk memandu penentuan terapidanuntuk mendeteksi hipoglikemia, serta
memberikan umpan balik pada kontrol glikemik yang telah dilakukan sebelumnya.
Pemeriksaan kadar glukosadarah setelah kegiatan ekstradan kemudian 2 jam

16
berikutnya selalu dianjurkan karena hipoglikemia sering terjadi setelah melakukan
aktivitas. Upaya self-monitor glukosa darah dapat membantu membatasi efektivitas
klinis dalam meningkatkan kontrol glikemik pada pasien diabetes tipe 2 dengan
menggunakan obat oral, penentuan diet, dan gaya hidup pasien sehari-hari. Menurut
Czupryniak et al, adanya penurunan kejadian hipoglikemia dengan adanya upaya
self-monitor glukosa darah, karena pasien dapat menggunakan alat ini untuk
mendeteksi episode asimtomatik dan juga untuk mengkonfirmasi gejala hipoglikemia
yang berulang.
Upaya kedua untuk mencegah terjadinya hipoglikemia adalah pendidikan
kesehatan pada pasien diabetes. Terbatasnya pengetahuan pasien tetang hipoglikemia
telah terbukti menjadi penghalang untuk melakukan manajemen diri secara memadai
dari regimen pengobatan, dengan kurang pemahaman instruksi obat, dosis, waktu,
dan peringatan, yang dapat menyebabkan peningkatan risiko untuk hipoglikemia.
Menurut KEMENKES untuk mencegah munculnya gejala Hipoglikemi ialah
dengan :
a. Makan sesuai dengan aktifitas yang di lakukan sehari-hari
b. Batasi konsumsi minuman keras atau hindari sama sekali tidak meminumnya
c. Pantau kadar gula secara berkala
d. Kenali gejala-gejala Hipoglikemi yang muncul
e. Selalu siapkan makanan atau obat-obatan pereda gejala di manapun anda berada.

17
DAFTAR PUSTAKA

Cryer EP, Axelrod L, Grossman BA, Heller RS et al. Evaluation and management
of adult hypoglycemic disorders: An Endocrine Society Clinical Practice
Guideline. J Clin Endocrinol Metab 2009;94: 709–728.
Dahlan Z. 2009. Pneumonia, dalam Sudoyo AW, dkk (editor). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Universitas Indonesia.

18

Anda mungkin juga menyukai