Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS

DM Tipe II dengan Hipoglikemi

Disusun oleh :

dr. Muhammad Furkan, S.Ked

Pembimbing :

dr. I Made Sutanaya, M.Biomed, Sp.OG

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA

ANGKATAN KE I TAHUN 2022

RSUD ANUNTALOKO PARIGI


LEMBAR PENGESAHAN

Diajukan oleh :

dr. Muhammad Furkan, S.Ked

Telah dipresentasikan dan disetujui presentasi laporan kasus :

DM Tipe II dengan Hipoglikemi

Hari / Tanggal : 28 Juli 2022

Tempat : RSUD Anuntaloko Parigi

Disahkan oleh :

Pembimbing,

dr. I Made Sutanaya, M.Biomed, Sp.OG


BERITA ACARA PRESENTASI KASUS

Telah di presentasikan laporan kasus pada :

Hari/ Tanggal : Kamis, 28 Juli 2022

Oleh : dr. Muhammad Furkan, S. Ked

Judul / Topik : DM Tipe II dengan Hipoglikemi

Nama Pendamping : dr. I Made Sutanaya, M.Biomed, Sp.OG

Nama Wahana : RSUD Anuntaloko Parigi

No. Nama Peserta Hadir Tanda Tangan

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

Mengetahui

dr. I Made Sutanaya, M.Biomed, Sp.OG


BAB I

PENDAHULUAN

Hipoglikemia adalah keadaan yang menunjukkan kadar glukosa darah di bawah

normal. Pada umumnya kadar glukosa puasa pada orang normal yaitu antara 70-126

mg/dl. Risiko hipoglikemia timbul akibat mekanisme dalam tubuh yang tidak sempurna

dimana kadar insulin pada malam hari meningkat secara tidak proporsional dan

kemampuan fisiologis tubuh gagal melindungi batas penurunan glukosa darah yang

aman9 . Glukosa merupakan bahan bakar metabolisme yang utama untuk otak. Karena

otak hanya menyimpan glukosa dalam jumlah yang sangat sedikit, fungsi otak yang

normal sangat tergantung asupan glukosa dari sirkulasi. Gangguan pasokan glukosa

yang berlangsung lebih dari beberapa menit dapat menimbulkan disfungsi system saraf

pusat, gangguan kognisi dan koma6.

Hipoglikemia paling sering berkaitan dengan diabetes mellitus yang merupakan

faktor penghambat utama dalam mencapai sasaran kendali glukosa darah normal atau

mendekati normal. Pengendalian glukosa darah yang baik dan lengkap didasarkan pada

kondisi bebas dari hipoglikemia. Semakin intensif pengendalian kadar glukosa darah,

resiko hipoglikemi semakin meningkat. Fenomena ini pula yang menyebabkan kenapa

persentase pengendalian kadar glukosa darah yang benar-benar optimal hanya sedikit

saja. Namun demikian, sebagian kecil dari hipoglikemia dapat disebabkan oleh

penyebab lainnya. Termasuk di dalam ini misalnya tumor pancreas, penyakit hati

kronis, penyakit ginjal kronis, tumor pancreas, keganasan, konsumsi obat-obatan

tertentu selain obat diabetes dan beberapa kelainan yang jarang ditemukan4.
BAB II

LAPORAN KASUS

1. Identitas Pasien
Nama : Tn. L
Umur : 72 Tahun 7 Bulan
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Alamat : Olaya
Tanggal MRS : 25 Mei 2022
No.RM : 096389

2. Anamnesis
 Keluhan Utama
Lemas
 Riwayat Penyakit Sekarang
Lemas sejak tadi pagi dikarenakan tidak makan tapi masih minum obat
glibenclamide tadi pagi. Pasien juga mengeluh keringat dingin tadi sore
tapi tidak ada keluhan tangan gemetar, demam (-) mual (-), muntah (-),
bak dan bab normal. Terdapat luka di jempol kaki kiri sejak 3 hari yang
lalu, luka muncul tidak tau terkena apa, tapi dilakukan perawatan oleh
bidan desa.
 Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat HT (-)
- Riwayat DM (+) dengan metformin 500 mg diminum 2x1 setelah
makan serta glibenclamide 5 mg diminum 1x1 sebelum makan.
- Riwayat penyakit jantung tidak ada
- Riwayat merokok (-)
 Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada riwayat HT, DM, Penyakit jantung, asma dalam keluarga
3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : composmentis
GCS : E4V5M6
Tanda-tanda vital
TD : 137/90 mmHg
Nadi : 94x/menit
Suhu : 36,4 C
SpO2 : 98%
RR : 16x/menit
BB : 62 kg
TB : 170 cm
IMT : 21,5 (normal)

Status Generalis
Kepala
- Bentuk : normochepal
- Mata : konjungtiva anemis (-/-), sclera icteric (-/-), rcl (+/+),
rctl (+/+)
- Hidung : tidak ada perdarahan, tidak ada secret, bulu hidung
hangus tidak ada
- Telinga : tidak ada perdarahan, tidak ada secret, tidak ada bau
- Mulut : tidak sianosis
- Lidah : tidak kotor
Leher
- Inspeksi : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, simetris.
- Palpasi : pembesaran kelenjar tidak teraba

Thorax
- Inspeksi : pengembangan dada simetris
- Palpasi : ictus cordis tidak teraba, fremitus raba (+) kesan
normal
- Perkusi : batas jantung normal, sonor +/+
- Auskultasi : suara jantung i/ii regular, murmur (-), gallop (-), ronkhi
-/-, weezing -/-
Abdomen
- Inspeksi : datar, distended (-)
- Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba
- Perkusi : timpani, hepatosplenomegaly (-)
- Auskultasi : peristaltic ada kesan normal

Ekstremitas
- Superior : akral hangat, merah +/+, edema -/-, crt <2 detik
- Inferior : akral hangat, merah +/+, crt < 2 detik

4. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Laboratorium 25 Mei 2022

PEMERIKSAAN HASIL Nilai Rujukan

Darah rutin

WBC 11.200 /Ul 4000-11000

Neutrophil 6000/Ul 2000-7000

RBC 5,32 juta sel/m 4x106-6,2x106

HGB 12,4 gr/dl 12-18

HCT 37,2% 35-55

150.000-
PLT 167.000/Ul
400.000

Kimia Klinik

GDS 58 mg/dl 70-140

HbA1C 6,9 % 4,5-6,5

Ureum 44 mg/dl 10-50


Kreatinin 1,4 mg/dl <1,3

Elektrolit

Natrium 133,4 mmol/L 136-145

Kalium 5,2 mmol/L 3,5-5,1

Klorida 102,8 mmol/L 97-111

Kalsium 1,12 1,16-1,56

 EKG

Kesimpulan : Sinus rhytm

5. Diagnosis

DM tipe II dengan hipoglikemi

6. Penatalaksanaan
- Infus D10% 14tpm
- Bolus D40% 2 flakon
- Ca glukonas 10% 1 amp/ 24 jam
- Inj Ranitidin 50 mg/12 jam
- OAD stop
- cek GDS post 15 menit 155 mg/dL

7. Follow Up
Tanggal Subjective (S), Instruksi/Implementasi
Objective (O), Assestment (A),
Planning (P)
26/05/2022 S: Lemas (-) - Pusing (-) /mata
P : Obs keluhan dan TTV, GDS
Hari 2 berkunang-kunang (-) - Mual (-),
muntah (-), nyeri perut (-) - BAB Tx:
(+)/BAK normal, nyeri BAK (-) -
Makan minum (+) • IVFD Nacl 0,9% 20 tpm

O: • Inj ranitidine 1 amp/24 jam

- KU : Cukup • Lanjut OAD : metformin tab 500

- TTV : mg 2x1

TD : 120/80
T : 36,8oC
N : 89x/menit
RR : 24x/Menit
- Status Generalis
K/L : dbn
Thorax : dbn
Abdomen :
I : soepel, distensi (-)
A :bising usus (+) normal
P : Nyeri tekan (-), organomegali (-)
P : tympani
Ekstremitas : AHKM crt < 2detik
Lab : GDS : 170 mg/dL
A : DM tipe II post hipoglikemi
dengan post hipokalsemi

27/05/2022 S: Lemas (-) - Pusing (-) /mata


P : Obs keluhan dan TTV, GDS
Hari ke-3 berkunang-kunang (-) - Mual (-),
muntah (-), nyeri perut (-) - BAB Tx:
(+)/BAK normal, nyeri BAK (-) -
Makan minum (+) • IVFD Nacl 0,9% 20 tpm

O: • Inj ranitidine 1 amp/24 jam

- KU : Cukup • Lanjut OAD : metformin tab 500

- TTV : mg 2x1

TD : 135/96 • Omeprazole tab 2x1 ac

T : 36,3 oC • Edukasi : untuk pulang dengan

N : 77x/menit OAD dilanjutkan, rawat luka

RR : 20x/Menit dilanjutkan dengan mantri, tetap

- Status Generalis makan dan minum

K/L : dbn
Thorax : dbn
Abdomen :
I : soepel, distensi (-)
A :bising usus (+) normal
P : Nyeri tekan (-), organomegali (-)
P : tympani
Ekstremitas : AHKM crt < 2detik
Lab : GDS : 139 mg/dL
A : DM tipe II post hipoglikemi
dengan post hipokalsemi
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Hipoglikemia adalah penurunan konsentrasi glukosa serum < 70 mg/dl dengan

atau tanpa adanya gejala system otonom 2,11. Kadar glukosa plasma kirakira 10% lebih

tinggi dibandingkan dengan kadar glukosa darah keseluruhan karena eritrosit

mengandung kadar glukosa yang relatif lebih rendah. Kadar glukosa arteri lebih tinggi

dibandingkan dengan vena, sedangkan kadar glukosa darah kapiler diantara kadar arteri

dan vena 4,6.

Sebagian pasien dapat menunjukkan gejala glukosa darah rendah tetapi tidak

menunjukkan adanya penurunan kadar glukosa darah dibawah normal. Di lain pihak,

tidak semua pasien mengalami gejala hipoglikemia meskipun pada pemeriksaan kadar

glukosa darahnya rendah 11.

3.2 Epidemiologi

Hipoglikemia biasanya ditemukan pada pasien diabetes melitus. Sekitar 90%

dari semua pasien yang menerima insulin mengalami episode hipoglikemia 4. Menurut

penelitian systematical review dan meta analisis University of Leicester United

Kingdom pada tahun 2015 mengenai prevalensi dan insiden hipoglikemia, dari 46 studi

yang memenuhi kriteria inklusi, prevalensi hipoglikemia sebesar 45% untuk derajat

ringan-sedang dan 6% untuk hipoglikemia derajat berat. Hipoglikemia lazim di antara

mereka yang menggunakan insulin yaitu untuk episode ringan / sedang prevalensinya

adalah 50% dan terdapat 23 peristiwa per orang-tahun. Hipoglikemia episode berat

prevalensinya adalah 21% dan kejadian 1 4 peristiwa per orang-tahun. Pada pasien yang

menggunakan sulfonilurea, prevalensi ringan-sedang adalah 30% dan kejadian 2


peristiwa per orang-tahun, dan hipoglikemia berat prevalensi adalah 5% dan insiden

0,01 kejadian per orangtahun. Prevalensi serupa ditemukan sebesar 5% pada pasien

yang menggunakan obat anti diabetes yang tidak termasuk sulfonilurea 5.

Menurut studi retrospektif di India pada tahun 2017, Sebanyak 1.196 kasus

hipoglikemik yang ditemui di UGD selama periode penelitian, terdapat 772 dengan data

lengkap dianalisis. Penyebab yang mendasari untuk hipoglikemia pada kelompok

diabetes (535 kasus ) terkait penggunaan obat yaitu 320 (59,81%), infeksi 108

(20,19%), dan penyakit ginjal kronis 61 (11,40%). Penyebab hipoglikemia yang pada

kelompok nondiabetes (237 kasus) termasuk infeksi 107 (45,15%), penyakit hati akut /

kronis 42 (17,72%), dan keganasan 22 (9,28%). Insiden hipoglikemia dan kematian per

1000 kunjungan dalam IGD adalah 16,41 dan 0,73 pada tahun 2011, 16,19 dan 0,78

pada 2012, 17,20 dan 1,22 pada 2013 dengan rata-rata 16,51 dan 0,917.

Data studi kohort Indonesia tahun 2018, secara umum, 36,4 persen pasien tidak

memahami mengenai hipoglikemia ketika gejala awal terjadi. Sebanyak 25,7 persen

angka kejadian hipoglikemia pasien pertahun dan 13 persen angka kejadian

hipoglikemia berat pasien pertahun. Ada 83 persen dari penderita diabetes tipe 1

mengalami kejadian hipoglikemia setidaknya sekali sebulan. Sedangkan 47 persen dari

penderita diabetes tipe 2 mengalami kejadian hipoglikemia setidaknya sekali dalam

satu bulan1.

3.3 Faktor risiko

Hipoglikemia dapat terjadi pada penderita Diabetes dan Non diabetes dengan

etiologi sebagai berikut 2,3,6:

a. Pada Diabetes

 Terapi DM secara agresif, yang terlihat dari rendahnya target terapi, baik

glukosa darah, HbA1C, atau keduanya


a) Dosis berlebihan : kesalahan dokter, farmasi, pasien ; ketidaksesuaian dengan

kebutuhan pasien atau gaya hidup.

b) Peningkatan bioavabilitas insulin : absorbs yang lebih cepat (aktivitas jasmani),

suntik diperut, perubahan ke human insulin ; antibody insulin ; gagal ginjal.

 Defisiensi insulin endogen, yang sekaligus menandakan bahwa telah terjadi

penurunan respon glucagon.

 Asupan Makanan yang tidak adekuat.

 Aktivitas Berlebihan

b. Pada Non Diabetes

 Pasien yang sakit kritis (gagal ginjal , hati dan jantung, sepsis termasuk malaria,

inanition/kurang asupan nutrisi)

 Defisiensi hormon (kortisol, glucagon dan epinefrin)

 Penggunaan Obat-obatan non diabetic (Alkohol, obat lain : salisilat,

sulfonamide meningkatkan kerja sulfonilurea ; penyekat β non selektif,

pentamidin)

 Tumor non sel islet (mesenchymal tumor)

 Hiperinsulinisme endogen (insulinoma, gangguan sel beta

fungsional/nesidioblastosis, hipoglikemia akibat insulin autoimun,insulin

sekretogog)

 Hipoglikemia accidental, surreptitious, malicious

 Asupan karbohidrat kurang

a) Makan tertunda atau lupa, porsi makan kurang

b) Diet slimming, anoreksia nervosa c) Muntah, gastroparesis d) Menyusui

3.4 Klasifikasi hipoglikemi

Berdasarkan tingkat keparahan3:


 Hipoglikemia Ringan : Pasien masih mengenali tanda dan gejala hipoglikemia
dan bisa menolong dirinya sendiri. Bisa melakukan tindakan preventif untuk

mengembalikan glukosa darah menjadi normal kembali.

 Hipoglikemia Berat : Didapatkan gangguan kesadaran sampai koma. Pasien


memerlukan bantuan orang lain untuk terapinya. Mempunyai resiko terjadi

episode hipoglikemia asimptomatik

3.5 Patofisiologi

Gambar 3.1 Patofisiologi Hipoglikemi


Glukosa merupakan bahan metabolisme obligat untuk otak pada keadaan

fisiologi. Otak tidak dapat mensintesis glukosa ataupun menyimpan glukosa lebih dari

beberapa menit, sehingga otak membutuhkan glukosa yang terus menerus dan berlanjut

dari sirkulasi arteri. Jika glukosa plasma arteri turun di bawah batas fisiologis, transport

glukosa darah ke otak mengalami gangguan sehingga tidak dapat memenuhi

metabolisme energi dan fungsinya. Sehingga dengan adanya mekanisme kontra

regulator dapat menjaga dan memperbaiki keadaan hipoglikemia secara tepat 10.

Glukoneogenesis dibutuhkan untuk menjaga kebutuhan glukosa melalui

prekusor dari otot dan jaringan lemak ke hati dan ginjal. Otot menghasilkan lactate,
pyruvate, alanine, glutamine, dan asam amino lainnya. Trigliserida pada jaringan lemak

akan dipecah menjadi asam lemak dan gliserol. Ini merupakan prekusor glukogenik.

Asam lemak merupakan energi oksida alternatif untuk jaringan selain dari otak 10.

Keseimbangan glukosa sistemik keadaan dimana konsentrasi glukosa plasma

dalam keadaan normal dipengaruhi oleh hubungan dari hormone, signal neuron, dan

efek substrat endogen yang akan meregulasi produksi glukosa dan penggunaan glukosa

oleh jaringan selain dari otak. Dalam regulasi faktor yang paling berperan adalah

insulin. Jika level plasma menurun di bawah fisiologis pada keadaan puasa maka

sekresi insulin pancreas mengalami penurunan, kemudian terjadi peningkatan

glikogenolisis dan glokoneogenesis di hati. Penurunan level insulin juga menurunkan

penggunaan glukosa pada jaringan peripheral, menginduksi lipolisis dan proteolisis,

dengan demikina terjadi pelepasan prekusor glukoneogenik. Penurunan sekresi insulin

merupakan pertahanan pertama dalam merespon keadaan hipoglikemia 6,10.

Mekanisme kontraregulator dimana glucagon dan epinefrin merupakan dua

hormone yang disekresikan pada kejadian hipoglikemia akut. Glucagon hanya bekerja

di hati. Glucagon mula-mula meningkatkan glikogenolisis dan kemudian

glukoneogenesis, epinefrin selain meningkatkan glikogenolisis dan glukoneogenesis di

hati, juga menyebabkan lipolisis di jaringan jaringan lemak 11 serta glikogenolisis dan

proteolisis di otot. Gliserol, hasil lipolisis, serta asam amino merupakan bahan baku

(prekusor) glukoneogenesis hati10.

Kortisol dan growth hormone berperan pada keadaan hipoglikemia yang

berlangsung lama, dengan cara melawan kerja insulin di jaringan perifer (lemak dan

otot) serta meningkatkan glukoneogenesis. Defisiensi growth hormone dan kortisol

pada individu kemungkinan menimbulkan hipoglikemia yang umumnya bersifat ringan


6,10
.
Kadar glukosa plasma pada suatu saat sangat ditentukan oleh keseimbangan

antara jumlah glukosa yang masuk ke dalam aliran darah dan jumlah yang

meninggalkannya. Oleh karena itu, penentu utama masukan adalah dari diet; kecepatan

pemasukan ke dalam sel otot, jaringan adiposa, dan organ-organ lain; dan aktivitas

glukostatik hati. Lima persen dari glukosa yang dikonsumsi langsung dikonversi

menjadi glikogen di dalam hati, dan 30-40 % dikonversi menjadi lemak. Sisanya

dimetabolisme di otot dan jaringan-jaringan lain. Pada waktu puasa, glikogen hati

dipecah dari hati untuk meningkatkan kadar glukosa darah. Jika terjadi puasa yang lebih

panjang, glikogen hati habis dan terjadi glikoneogenesis dari asam amino dan gliserol

di dalam hati.

3.6 Manifestasi Klinis

Tahap awal hipoglikemia, respon pertama dari tubuh adalah peningkatan hormon

adrenalin/epinefrin, sehingga menimbulkan gejala neurogenic autonomik seperti 3,4,11:

a) Gejala : Rasa lapar, gemetaran (tremulousness), Keringat berlebihan,

cemas/gelisah, palpitasi, paresthesia

b) Tanda : Pucat, takikardia, wideness pulse pressure

Tahap lanjut (Tahap II), hipoglikemia akan memberikan gejala defisiensi glukosa pada

jaringan serebral (gejala neuroglikopenik) yakni 3,4,11: .

a) Gejala : lemah, lesu, dizziness, pusing, confusion (bingung), perubahan

sikap, gangguan kognitif, pandangan kabur, diplopia

b) Tanda : cortical blindness, hipotermia, kejang, koma

3.7 Diagnosis

Diagnosis hipoglikemia ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya dan hasil

pemeriksaan kadar gula darah. Trias whipple untuk hipoglikemia secara umum4 :
1. Adanya gejala klinis hipoglikemia berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan

fisik.

2. Kadar glukosa plasma rendah < 70 mg/dl pada saat yang bersamaan berdasarkan

pemeriksaan penunjang/laboratorium.

3. Keadaan klinis segera membaik segera setelah kadar glukosa plasma menjadi

normalsetelah diberi pengobatan dengan pemberian glukosa.

3.8 Tatalaksana

Penatalaksanaan stadium permulaan pada pasien yang sadar 8 :

1. Berikan gula murni 30 gram (2 sendok makan) atau sirop/permen atau gula

murni (bukan pemanis pengganti gula atau gula diet/ gula diabetes) dan

makanan yang mengandung karbohidrat.

2. Hentikan obat hipoglikemik sementara. Pantau glukosa darah sewaktu tiap 1-2

jam.

3. Pertahankan GD sekitar 200 mg/dL (bila sebelumnya tidak sadar).

4. Cari penyebab hipoglikemia dengan anamnesis baik auto maupun allo

anamnesis.

Penatalaksanaan Stadium lanjut (koma hipoglikemia atau tidak sadar dan curiga

hipoglikemia) 8 :

1. Diberikan larutan dekstrose 40% sebanyak 2 flakon (=50 mL) bolus intra vena.

2. Diberikan cairan dekstrose 10 % per infus 6 jam perkolf.

3. Periksa GDS setiap satu jam setelah pemberian dekstrosa 40%

a) Bila GDS< 50 mg/dL  bolus dekstrosa 40 % 50 mL IV.

b) Bila GDS< 100 mg/dL  bolus dekstrosa 40 % 25 mL IV.

c) Bila GDS 100-200 mg/dL  tanpa bolus dekstrosa 40 %.


d) Bila GDS 200 mg/dL  pertimbangan menurunkan kecepatan drip

dekstrosa 10 %.

4. Bila GDS> 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut–turut, pemantauan GDS setiap

2 jam, dengan protokol sesuai diatas, bila GDs >200 mg/dL – pertimbangkan

mengganti infus dengan dekstrosa 5 % atau NaCI 0,9 %.

5. Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut, protocol hipoglikemi

dihentikan. Selain dengan menggunaka pedoman tatalaksana di atas, dapat juga

diberikan injeksi glukosa 40% dengan rumus 1.2.3:

 Rumus 1: Diberikan 1 flash bila kadar gula darah 60-90 mg/dl

 Rumus 2: Diberikan 2 flash bila kadar gula darah 30-60 mg/dl

 Rumus 3: Diberikan 3 flash bila kadar gula darah < 30 mg/dl

Kriteria Rujukan 8 :

1. Pasien hipoglikemia dengan penurunan kesadaran harus dirujuk ke layanan

sekunder (spesialis penyakit dalam) setelah diberikan dekstrose 40% bolus dan

infus dekstrose 10% dengan tetesan 6 jam per kolf.

2. Bila hipoglikemi tidak teratasi setelah 2 jam tahap pertama protokol penanganan

3.9 Prognosis

Prognosis pada umumnya baik pada penderita hipoglikemia apabila penanganan

cepat dan tepat 8 .


DAFTAR PUSTAKA

1. Achmad Rudijanto, Made R. Saraswati, Em Yunir, Poppy Kumala, Happy H. S.


Puteri, Veny V. V. Mandang. Indonesia Cohort of IO HAT Study to Evaluate
Diabetes Management, Control, and Complications in Retrospective and
Prospective Periods Among Insulin-Treated Patients with Type 1 and Type 2
Diabetes. Acta Med Indones - Indones J Intern Med • Vol 50 • Number 1 • January
2018
2. American Diabetes Association (ADA), 2015, Standards of medical care in
diabetes, The Journal of Clinical and Applied Research and Education, Vol.38
3. Askandar Tjokoprawiro, Poernomo Boedi S., Chairul effendi, Djoko Santoso,
Gatot Soegiarto.2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 2. Surabaya : UNAIR
4. Asman Manaf.2015. HIPOGLIKEMIA. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi VI.
Jakarta: Interna Publishing.
5. Chloe L. Edridge, Laura J. Gray*, Alison J. Dunkley, Danielle H. Bodicoat, Tanith
C. Rose, Melanie J. Davies, Kamlesh Khunti. 2015. Prevalence and Incidence of
Hypoglycaemia in 532,542 People with Type 2 Diabetes on Oral Therapies and
Insulin: A Systematic Review and Meta-Analysis of Population Based Studies.
United Kingdom : University of Leicester
6. Harrison’s Principles of Internal Medicine 20th Edition.201 New York; McGraw-
Hill Medical Publishing Divison
7. Juvva Gowtham Kumar, K. P. P. Abhilash, Rama Prakasha Saya, Neeha
Tadipaneni, and J. Maheedhar Bose. 2017. A retrospective study of epidemiology
of hypoglycemia in Emergency Department. Indian J Endocrinol Metab. 2017 Jan-
Feb; 21(1): 119–124. Available
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5240052/?report=classic
8. KEMENKES RI.2015. Hipoglikemia. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama
9. Setiati S, dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi VI. Jakarta: Interna
Publishing.
10. Sibernagl Stefan, Lang Florian, 2014, Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi,
Jakarta: Buku Kedokteran EGC
11. Soelistidjo S A, dkk. 2015. Konsensus Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes
Mellitus Tipe 2 Di Indonesia. PB PERKENI. Jakarta. 2015.
12. Nugroho P, Hipokalemia dalam EIMED : Kegawat Daruratan Penyakit Dalam,
editor : Setyohadi B, Arsana PM, Suryanto A, Soeroto, Abdullah M. Buku I, Pusat
Penerbitan Ilmu penyakit Dalam, 2012. 279
13. Maggie Nathania. 2019. Hipokalemia – Diagnosis dan Tatalaksana. CDK-273/ vol.
46 no. 2. IAI. Continuing Professional Development. 103-108.

Anda mungkin juga menyukai