Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS

DIABETES MELITUS TIPE II DENGAN


HIPOGLIKEMIA

Disusun untuk Memenuhi Syarat Program Internsip Dokter Indonesia


RSUD Kabelota Donggala Sulawesi Tengah

Disusun oleh:
dr. Nanda Ayuni Mutmainnah

Pembimbing Klinik:
dr. Sri Wahyuni

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABELOTA
DONGGALA
2022
BAB I

PENDAHULUAN

Hipoglikemia adalah keadaan yang menunjukkan kadar glukosa darah di

bawah normal. Pada umumnya kadar glukosa puasa pada orang normal yaitu antara

70-126 mg/dl. Risiko hipoglikemia timbul akibat mekanisme dalam tubuh yang tidak

sempurna dimana kadar insulin pada malam hari meningkat secara tidak proporsional

dan kemampuan fisiologis tubuh gagal melindungi batas penurunan glukosa darah

yang aman9 . Glukosa merupakan bahan bakar metabolisme yang utama untuk otak.

Karena otak hanya menyimpan glukosa dalam jumlah yang sangat sedikit, fungsi otak

yang normal sangat tergantung asupan glukosa dari sirkulasi. Gangguan pasokan

glukosa yang berlangsung lebih dari beberapa menit dapat menimbulkan disfungsi

system saraf pusat, gangguan kognisi dan koma6.

Hipoglikemia paling sering berkaitan dengan diabetes mellitus yang

merupakan faktor penghambat utama dalam mencapai sasaran kendali glukosa darah

normal atau mendekati normal. Pengendalian glukosa darah yang baik dan lengkap

didasarkan pada kondisi bebas dari hipoglikemia. Semakin intensif pengendalian

kadar glukosa darah, resiko hipoglikemi semakin meningkat. Fenomena ini pula yang

menyebabkan kenapa persentase pengendalian kadar glukosa darah yang benar-benar

optimal hanya sedikit saja. Namun demikian, sebagian kecil dari hipoglikemia dapat

disebabkan oleh penyebab lainnya. Termasuk di dalam ini misalnya tumor pancreas,

penyakit hati kronis, penyakit ginjal kronis, tumor pancreas, keganasan, konsumsi

obat-obatan tertentu selain obat diabetes dan beberapa kelainan yang jarang

ditemukan4.
BAB II

LAPORAN KASUS

1. Identitas Pasien
Nama : Tn. A
Umur : 60 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Pensiunan
Alamat : Loli tasaburi
Tanggal MRS : 12 januari 2023
No.RM : 000917

2. Anamnesis
 Keluhan Utama
LEMAS
 Riwayat Penyakit Sekarang
Lemas yang dialami sejak tadi malam. Lemas disertai dengan pusing.
Kejadian ini dialami sekitar pukul 19.00 WITA, pasien tiba-tiba
terjatuh setelelah melaksanakan sholat isya dengan posisi duduk.
Pasien juga mengatakan sulit untuk berbicara dan menggerakan
anggota tubuhnnya akibat lemas. nyeri ulu hati (-), demam (-) mual
(-), muntah (-), bak dan bab normal.
Riwayat Penyakit :
- Riwayat HT (+)
- Riwayat DM (+), rutin menyuntikkan insulin, menurut informasi
keluarga insulin disuntikkan pukul 18.00 wita
- Riwayat Kolestrol (+)
Riwayat pengobatan :
- Nevorapid 12-12-12
- Levemir 0-0-12
 Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada riwayat HT, DM, Penyakit jantung, asma dalam keluarga

3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : lemah
Kesadaran : composmentis
GCS : E4V5M6
Tanda-tanda vital
TD : 160/70 mmHg
Nadi : 110x/menit
Suhu : 36,6 C
SpO2 : 98%
RR : 22x/menit

Status Generalis
Kepala
- Bentuk : normochepal
- Mata : konjungtiva anemis (-/-), sclera icteric (-/-), rcl (+/+),
rctl (+/+)
- Hidung : tidak ada perdarahan, tidak ada secret, bulu hidung
hangus tidak ada
- Telinga : tidak ada perdarahan, tidak ada secret, tidak ada bau
- Mulut : tidak sianosis
- Lidah : tidak kotor
Leher
- Inspeksi : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, simetris.
- Palpasi : pembesaran kelenjar tidak teraba

Thorax
- Inspeksi : pengembangan dada simetris
- Palpasi : ictus cordis tidak teraba, fremitus raba (+) kesan
normal
- Perkusi : batas jantung normal, sonor +/+
- Auskultasi : suara jantung i/ii regular, murmur (-), gallop (-),
ronkhi -/-, weezing -/-

Abdomen
- Inspeksi : datar, distended (-)
- Palpasi : supel, nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan lien
tidak teraba
- Perkusi : timpani, hepatosplenomegaly (-)
- Auskultasi : peristaltic ada kesan normal

Ekstremitas
- Superior : akral hangat, merah +/+, edema -/-, crt <2 detik
- Inferior : akral hangat, merah +/+, crt < 2 detik

4. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Laboratorium 12 Januari 2023

PEMERIKSAAN HASIL Nilai Rujukan

Darah rutin

WBC 10.031/ul 4000-10000

RBC 4,80 juta sel/m 3,80-5.80 juta

HGB 11,9 gr/dl 11,5-16,0

HCT 37,0 % 37-47

PLT 283.000/Ul 150.000-500.000

Kimia Klinik

GDS 35 mg/dl <180mg/dl

Ureum 21 mg/dl 10-50


Kreatinin - mg/dl <0,50-0,90

Faal Hati

SGOT 11 <50

SGPT 12 <50

Na 144 mmol/l 135,7-145,00

K 3,3 mmol/l 3,48 – 5,50

Cl 102 mmol/l 96,00 – 106,00

 EKG

Kesimpulan : Sinus rhytm


5. Diagnosis

DM tipe II dengan hipoglikemi dengan hipokalemia

6. Penatalaksanaan
- 02 nasal kanul 2 lpm
- Ivfd nacl 0,9% 20 tpm
- Farbion drips 1 amp/24j/drips
- Injeksi dextrose 40 % 50 ml/ iv
- Infus Dextrose 10 % 12 tpm
7. Follow Up

Tanggal Subjective (S), Instruksi/Implementasi


Objective (O), Assestment (A),
Planning (P)

12-01-2023 S: Lemas (+) Pusing (-) /mata


P : Konsul ke dr. Masnah Sp.PD
23: 30 berkunang-kunang (-) - Mual (-),
muntah (-), nyeri perut (-) - BAB • Infus Dextrose 10% 12 tpm
(+)/BAK normal, nyeri BAK (-) • Injeksi Farbion 1 ampul/24j/drips
O: • Injeksi Ranitidin 1 ampul/12j/iv
- KU : sakit sedang • Cek GDS/6 jam  06.00
- TTV : 13/01/2023
TD : 160/70 • Injeksi ceftriaxone 1 gr/12j/iv
o
T : 36,6 C
N : 110x/menit
RR : 22x/Menit
- Status Generalis
K/L : dbn
Thorax : dbn
Abdomen :
I : soepel, distensi (-)
A :bising usus (+) normal
P : Nyeri tekan (-), organomegali (-)
P : tympani
Ekstremitas : akral hangat crt <
2detik
Lab : GDS : 158 mg/dL
A : DM tipe II post hipoglikemi
dengan hipokalemia

13-01-2023 S: Lemas (+) Pusing (-) /mata


P:
06.00 berkunang-kunang (-) - Mual (-),
• Infus Dextrose 10% 12 tpm
muntah (-), nyeri perut (-) - BAB
• Injeksi Farbion 1 ampul/24j/drips
(+)/BAK normal, nyeri BAK (-)
• Injeksi Ranitidin 1 ampul/12j/iv
O:
• Injeksi ceftriaxone 1 gr/12j/iv
- KU : sakit sedang
- TTV :
TD : 140/70 mmhg
T : 36,6o C
N : 89x/menit
RR : 20x/Menit
- Status Generalis
K/L : dbn
Thorax : dbn
Abdomen :
I : soepel, distensi (-)
A :bising usus (+) normal
P : Nyeri tekan (-), organomegali (-)
P : tympani
Ekstremitas : akral hangat crt <
2detik
Lab : GDS : 168 mg/dL
A : DM tipe II post hipoglikemi
dengan hypokalemia
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Hipoglikemia adalah penurunan konsentrasi glukosa serum < 70 mg/dl dengan

atau tanpa adanya gejala system otonom. Kadar glukosa plasma kirakira 10% lebih

tinggi dibandingkan dengan kadar glukosa darah keseluruhan karena eritrosit

mengandung kadar glukosa yang relatif lebih rendah. Kadar glukosa arteri lebih tinggi

dibandingkan dengan vena, sedangkan kadar glukosa darah kapiler diantara kadar

arteri dan vena 4,6.

Sebagian pasien dapat menunjukkan gejala glukosa darah rendah tetapi tidak

menunjukkan adanya penurunan kadar glukosa darah dibawah normal. Di lain pihak,

tidak semua pasien mengalami gejala hipoglikemia meskipun pada pemeriksaan kadar

glukosa darahnya rendah 11.

3.2 Epidemiologi

Hipoglikemia biasanya ditemukan pada pasien diabetes melitus. Sekitar 90%

dari semua pasien yang menerima insulin mengalami episode hipoglikemia 4. Menurut

penelitian systematical review dan meta analisis University of Leicester United

Kingdom pada tahun 2015 mengenai prevalensi dan insiden hipoglikemia, dari 46

studi yang memenuhi kriteria inklusi, prevalensi hipoglikemia sebesar 45% untuk
derajat ringan-sedang dan 6% untuk hipoglikemia derajat berat. Hipoglikemia lazim

di antara mereka yang menggunakan insulin yaitu untuk episode ringan / sedang

prevalensinya adalah 50% dan terdapat 23 peristiwa per orang-tahun. Hipoglikemia

episode berat prevalensinya adalah 21% dan kejadian 1 4 peristiwa per orang-tahun.

Pada pasien yang menggunakan sulfonilurea, prevalensi ringan-sedang adalah 30%

dan kejadian 2 peristiwa per orang-tahun, dan hipoglikemia berat prevalensi adalah

5% dan insiden 0,01 kejadian per orangtahun. Prevalensi serupa ditemukan sebesar

5% pada pasien yang menggunakan obat anti diabetes yang tidak termasuk

sulfonilurea5.

Menurut studi retrospektif di India pada tahun 2017, Sebanyak 1.196 kasus

hipoglikemik yang ditemui di UGD selama periode penelitian, terdapat 772 dengan

data lengkap dianalisis. Penyebab yang mendasari untuk hipoglikemia pada kelompok

diabetes (535 kasus ) terkait penggunaan obat yaitu 320 (59,81%), infeksi 108

(20,19%), dan penyakit ginjal kronis 61 (11,40%). Penyebab hipoglikemia yang pada

kelompok nondiabetes (237 kasus) termasuk infeksi 107 (45,15%), penyakit hati

akut / kronis 42 (17,72%), dan keganasan 22 (9,28%). Insiden hipoglikemia dan

kematian per 1000 kunjungan dalam IGD adalah 16,41 dan 0,73 pada tahun 2011,

16,19 dan 0,78 pada 2012, 17,20 dan 1,22 pada 2013 dengan rata-rata 16,51 dan

0,917.

Data studi kohort Indonesia tahun 2018, secara umum, 36,4 persen pasien

tidak memahami mengenai hipoglikemia ketika gejala awal terjadi. Sebanyak 25,7

persen angka kejadian hipoglikemia pasien pertahun dan 13 persen angka kejadian

hipoglikemia berat pasien pertahun. Ada 83 persen dari penderita diabetes tipe 1

mengalami kejadian hipoglikemia setidaknya sekali sebulan. Sedangkan 47 persen


dari penderita diabetes tipe 2 mengalami kejadian hipoglikemia setidaknya sekali

dalam satu bulan1.

3.3 Faktor risiko

Hipoglikemia dapat terjadi pada penderita Diabetes dan Non diabetes dengan

etiologi sebagai berikut 2,3,6:

a. Pada Diabetes

 Terapi DM secara agresif, yang terlihat dari rendahnya target terapi, baik

glukosa darah, HbA1C, atau keduanya

a) Dosis berlebihan : kesalahan dokter, farmasi, pasien ; ketidaksesuaian dengan

kebutuhan pasien atau gaya hidup.

b) Peningkatan bioavabilitas insulin : absorbs yang lebih cepat (aktivitas

jasmani), suntik diperut, perubahan ke human insulin ; antibody insulin ; gagal

ginjal.

 Defisiensi insulin endogen, yang sekaligus menandakan bahwa telah terjadi

penurunan respon glucagon.

 Asupan Makanan yang tidak adekuat.

 Aktivitas Berlebihan

b. Pada Non Diabetes

 Pasien yang sakit kritis (gagal ginjal , hati dan jantung, sepsis termasuk

malaria, inanition/kurang asupan nutrisi)

 Defisiensi hormon (kortisol, glucagon dan epinefrin)

 Penggunaan Obat-obatan non diabetic (Alkohol, obat lain : salisilat,

sulfonamide meningkatkan kerja sulfonilurea ; penyekat β non selektif,

pentamidin)

 Tumor non sel islet (mesenchymal tumor)


 Hiperinsulinisme endogen (insulinoma, gangguan sel beta

fungsional/nesidioblastosis, hipoglikemia akibat insulin autoimun,insulin

sekretogog)

 Hipoglikemia accidental, surreptitious, malicious

 Asupan karbohidrat kurang

a) Makan tertunda atau lupa, porsi makan kurang

b) Diet slimming, anoreksia nervosa c) Muntah, gastroparesis d) Menyusui

3.4 Klasifikasi hipoglikemi

Berdasarkan tingkat keparahan3:

 Hipoglikemia Ringan : Pasien masih mengenali tanda dan gejala hipoglikemia

dan bisa menolong dirinya sendiri. Bisa melakukan tindakan preventif untuk

mengembalikan glukosa darah menjadi normal kembali.

 Hipoglikemia Berat : Didapatkan gangguan kesadaran sampai koma. Pasien

memerlukan bantuan orang lain untuk terapinya. Mempunyai resiko terjadi

episode hipoglikemia asimptomatik

3.5 Patofisiologi
Gambar 3.1 Patofisiologi Hipoglikemi
Glukosa merupakan bahan metabolisme obligat untuk otak pada keadaan

fisiologi. Otak tidak dapat mensintesis glukosa ataupun menyimpan glukosa lebih dari

beberapa menit, sehingga otak membutuhkan glukosa yang terus menerus dan

berlanjut dari sirkulasi arteri. Jika glukosa plasma arteri turun di bawah batas

fisiologis, transport glukosa darah ke otak mengalami gangguan sehingga tidak dapat

memenuhi metabolisme energi dan fungsinya. Sehingga dengan adanya mekanisme

kontra regulator dapat menjaga dan memperbaiki keadaan hipoglikemia secara tepat 10.

Glukoneogenesis dibutuhkan untuk menjaga kebutuhan glukosa melalui

prekusor dari otot dan jaringan lemak ke hati dan ginjal. Otot menghasilkan lactate,

pyruvate, alanine, glutamine, dan asam amino lainnya. Trigliserida pada jaringan

lemak akan dipecah menjadi asam lemak dan gliserol. Ini merupakan prekusor

glukogenik. Asam lemak merupakan energi oksida alternatif untuk jaringan selain

dari otak10.

Keseimbangan glukosa sistemik keadaan dimana konsentrasi glukosa plasma

dalam keadaan normal dipengaruhi oleh hubungan dari hormone, signal neuron, dan

efek substrat endogen yang akan meregulasi produksi glukosa dan penggunaan

glukosa oleh jaringan selain dari otak. Dalam regulasi faktor yang paling berperan

adalah insulin. Jika level plasma menurun di bawah fisiologis pada keadaan puasa

maka sekresi insulin pancreas mengalami penurunan, kemudian terjadi peningkatan

glikogenolisis dan glokoneogenesis di hati. Penurunan level insulin juga menurunkan

penggunaan glukosa pada jaringan peripheral, menginduksi lipolisis dan proteolisis,

dengan demikina terjadi pelepasan prekusor glukoneogenik. Penurunan sekresi insulin

merupakan pertahanan pertama dalam merespon keadaan hipoglikemia 6,10.

Mekanisme kontraregulator dimana glucagon dan epinefrin merupakan dua

hormone yang disekresikan pada kejadian hipoglikemia akut. Glucagon hanya bekerja
di hati. Glucagon mula-mula meningkatkan glikogenolisis dan kemudian

glukoneogenesis, epinefrin selain meningkatkan glikogenolisis dan glukoneogenesis

di hati, juga menyebabkan lipolisis di jaringan jaringan lemak 11 serta glikogenolisis

dan proteolisis di otot. Gliserol, hasil lipolisis, serta asam amino merupakan bahan

baku (prekusor) glukoneogenesis hati10.

Kortisol dan growth hormone berperan pada keadaan hipoglikemia yang

berlangsung lama, dengan cara melawan kerja insulin di jaringan perifer (lemak dan

otot) serta meningkatkan glukoneogenesis. Defisiensi growth hormone dan kortisol

pada individu kemungkinan menimbulkan hipoglikemia yang umumnya bersifat

ringan 6,10.

Kadar glukosa plasma pada suatu saat sangat ditentukan oleh keseimbangan

antara jumlah glukosa yang masuk ke dalam aliran darah dan jumlah yang

meninggalkannya. Oleh karena itu, penentu utama masukan adalah dari diet;

kecepatan pemasukan ke dalam sel otot, jaringan adiposa, dan organ-organ lain; dan

aktivitas glukostatik hati. Lima persen dari glukosa yang dikonsumsi langsung

dikonversi menjadi glikogen di dalam hati, dan 30-40 % dikonversi menjadi lemak.

Sisanya dimetabolisme di otot dan jaringan-jaringan lain. Pada waktu puasa, glikogen

hati dipecah dari hati untuk meningkatkan kadar glukosa darah. Jika terjadi puasa

yang lebih panjang, glikogen hati habis dan terjadi glikoneogenesis dari asam amino

dan gliserol di dalam hati.

3.6 Manifestasi Klinis

Tahap awal hipoglikemia, respon pertama dari tubuh adalah peningkatan hormon

adrenalin/epinefrin, sehingga menimbulkan gejala neurogenic autonomik seperti 3,4,11:

a) Gejala : Rasa lapar, gemetaran (tremulousness), Keringat berlebihan,

cemas/gelisah, palpitasi, paresthesia


b) Tanda : Pucat, takikardia, wideness pulse pressure

Tahap lanjut (Tahap II), hipoglikemia akan memberikan gejala defisiensi glukosa

pada jaringan serebral (gejala neuroglikopenik) yakni 3,4,11: .

a) Gejala : lemah, lesu, dizziness, pusing, confusion (bingung), perubahan

sikap, gangguan kognitif, pandangan kabur, diplopia

b) Tanda : cortical blindness, hipotermia, kejang, koma

3.7 Diagnosis

Diagnosis hipoglikemia ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya dan hasil

pemeriksaan kadar gula darah. Trias whipple untuk hipoglikemia secara umum4 :

1. Adanya gejala klinis hipoglikemia berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan

fisik.

2. Kadar glukosa plasma rendah < 70 mg/dl pada saat yang bersamaan

berdasarkan pemeriksaan penunjang/laboratorium.

3. Keadaan klinis segera membaik segera setelah kadar glukosa plasma menjadi

normalsetelah diberi pengobatan dengan pemberian glukosa.

3.8 Tatalaksana

Penatalaksanaan stadium permulaan pada pasien yang sadar 8 :

1. Berikan gula murni 30 gram (2 sendok makan) atau sirop/permen atau gula

murni (bukan pemanis pengganti gula atau gula diet/ gula diabetes) dan

makanan yang mengandung karbohidrat.

2. Hentikan obat hipoglikemik sementara. Pantau glukosa darah sewaktu tiap 1-2

jam.

3. Pertahankan GDS sekitar 200 mg/dL (bila sebelumnya tidak sadar).


4. Cari penyebab hipoglikemia dengan anamnesis baik auto maupun allo

anamnesis.

Penatalaksanaan Stadium lanjut (koma hipoglikemia atau tidak sadar dan

curiga hipoglikemia) 8 :

1. Diberikan larutan dekstrose 40% sebanyak 2 flakon (=50 mL) bolus intra vena.

2. Diberikan cairan dekstrose 10 % per infus 6 jam perkolf.

3. Periksa GDS setiap satu jam setelah pemberian dekstrosa 40%

a) Bila GDS< 50 mg/dL  bolus dekstrosa 40 % 50 mL IV.

b) Bila GDS< 100 mg/dL  bolus dekstrosa 40 % 25 mL IV.

c) Bila GDS 100-200 mg/dL  tanpa bolus dekstrosa 40 %.

d) Bila GDS 200 mg/dL  pertimbangan menurunkan kecepatan drip

dekstrosa 10 %.

4. Bila GDS> 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut–turut, pemantauan GDS setiap

2 jam, dengan protokol sesuai diatas, bila GDs >200 mg/dL – pertimbangkan

mengganti infus dengan dekstrosa 5 % atau NaCI 0,9 %.

5. Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut, protocol hipoglikemi

dihentikan. Selain dengan menggunaka pedoman tatalaksana di atas, dapat

juga diberikan injeksi glukosa 40% dengan rumus 1.2.3:

 Rumus 1: Diberikan 1 flash bila kadar gula darah 60-90 mg/dl

 Rumus 2: Diberikan 2 flash bila kadar gula darah 30-60 mg/dl

 Rumus 3: Diberikan 3 flash bila kadar gula darah < 30 mg/dl

Kriteria Rujukan 8 :
1. Pasien hipoglikemia dengan penurunan kesadaran harus dirujuk ke layanan

sekunder (spesialis penyakit dalam) setelah diberikan dekstrose 40% bolus dan

infus dekstrose 10% dengan tetesan 6 jam per kolf.

2. Bila hipoglikemi tidak teratasi setelah 2 jam tahap pertama protokol

penanganan

3.9 Prognosis

Prognosis pada umumnya baik pada penderita hipoglikemia apabila

penanganan cepat dan tepat 8 .

DAFTAR PUSTAKA

1. Achmad Rudijanto, Made R. Saraswati, Em Yunir, Poppy Kumala, Happy H. S.


Puteri, Veny V. V. Mandang. Indonesia Cohort of IO HAT Study to Evaluate
Diabetes Management, Control, and Complications in Retrospective and
Prospective Periods Among Insulin-Treated Patients with Type 1 and Type 2
Diabetes. Acta Med Indones - Indones J Intern Med • Vol 50 • Number 1 •
January 2018
2. American Diabetes Association (ADA), 2015, Standards of medical care in
diabetes, The Journal of Clinical and Applied Research and Education, Vol.38
3. Askandar Tjokoprawiro, Poernomo Boedi S., Chairul effendi, Djoko Santoso,
Gatot Soegiarto.2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 2. Surabaya :
UNAIR
4. Asman Manaf.2015. HIPOGLIKEMIA. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi
VI. Jakarta: Interna Publishing.
5. Chloe L. Edridge, Laura J. Gray*, Alison J. Dunkley, Danielle H. Bodicoat,
Tanith C. Rose, Melanie J. Davies, Kamlesh Khunti. 2015. Prevalence and
Incidence of Hypoglycaemia in 532,542 People with Type 2 Diabetes on Oral
Therapies and Insulin: A Systematic Review and Meta-Analysis of Population
Based Studies. United Kingdom : University of Leicester
6. Harrison’s Principles of Internal Medicine 20th Edition.201 New York; McGraw-
Hill Medical Publishing Divison
7. Juvva Gowtham Kumar, K. P. P. Abhilash, Rama Prakasha Saya, Neeha
Tadipaneni, and J. Maheedhar Bose. 2017. A retrospective study of epidemiology
of hypoglycemia in Emergency Department. Indian J Endocrinol Metab. 2017
Jan-Feb; 21(1): 119–124. Available
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5240052/?report=classic
8. KEMENKES RI.2015. Hipoglikemia. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama
9. Setiati S, dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi VI. Jakarta: Interna
Publishing.
10. Sibernagl Stefan, Lang Florian, 2014, Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi,
Jakarta: Buku Kedokteran EGC
11. Soelistidjo S A, dkk. 2015. Konsensus Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes
Mellitus Tipe 2 Di Indonesia. PB PERKENI. Jakarta. 2015.
12. Nugroho P, Hipokalemia dalam EIMED : Kegawat Daruratan Penyakit Dalam,
editor : Setyohadi B, Arsana PM, Suryanto A, Soeroto, Abdullah M. Buku I,
Pusat Penerbitan Ilmu penyakit Dalam, 2012. 279
13. Maggie Nathania. 2019. Hipokalemia – Diagnosis dan Tatalaksana. CDK-273/
vol. 46 no. 2. IAI. Continuing Professional Development. 103-108.

Anda mungkin juga menyukai