Oleh:
Waode Fitriani
Pembimbing:
dr. Tety Yuniarti Sudiro, Sp. PD., FINASIM
KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
1
RIWAYAT PENYAKIT PASIEN
Pekerjaan: :PNS
Suku :Tolaki
Agama :Islam
AUTOANAMNESIS
dirasakan sepanjang hari dan demam disertai batuk sejak 3 hari yang lalu sebelum
masuk rumah sakit. Menggigil (-), berkeringat (-), sesak(-), mual (-), muntah (-),
nafsu makan menurun (-), nyeri ulu hati (-), BAB biasa, BAK biasa.
2
Riwayat penyakit DM, hipertensi, jantung, asma, ginjal (-)
Riwayat : tidak terdapat keluarga dengan keluhan yang sama, DM,
penyakit hipertensi, penyakit jantung,penyakit asma, penyakit ginjal (-)
keluarga
Riwayat : Pasien tidak mengkonsumsi rokok, alkohol, NAPZA, jamu dan
sosial obat-obatan lainnya
PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran: Composmentis
Tanda vital:
3
Kepala: Simetris : Simetris Deformitas: Negative
Mata: Normal
Gerakan: Simetris
Leher:
Tumor: negatif
4
Dada
Kulit : Ikterik
Paru
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Abdomen
5
Ginjal: tidak teraba
Perkusi :Timpani
Genitalia: tdp
Purpura (+)
Laboratorium :
Darah rutin :
22-2-2019
Parameter Hasil Nilai rujukan
WBC 4.10 [10^3/uL] 4,00 – 10,0
RBC 2.38 [10^6/uL] 4,00 – 6,00
HGB 7.3 [g/dL] 12,0 – 16,0
HCT 19.9 [%] 37,0 – 48,0
MCV 83.6 [fl] 80,0 - 97,0
MCH 30.7 [pg] 26,5 - 33,5
MCHC 36.7 [g/dL] 31,5 - 35,0
PLT 16 [10^3/uL] 150 – 400
NEUT 1.85 [10*3/uL] (2.0-7.0)
LYMPH 1.56 [10*3/uL] (0.80-4.0)
MONO 0.69 [10*3/uL] (0.12-0.80)
6
RESUME:
PENATALAKSANAAN:
7
PLANNING :
Transfusi Trombosit
Transplantasi Sumsum Tulang
FOLLOW UP :
Tanggal Keluhan Instruksi Dokter
22/02/2019 S : Lemas (+), pusing (+), batuk (+), Inj. Dexametason 1 A/8 jam
O : KU : sakit sedang, CM Inj. Ranitidin 1 A/12 jam
Transfusi PRC s/d Hb ≥10
TTV :
Premed inf NaCl 0.9%
TD : 120/70mmHg P : 20 x/m
HR : 82 x/m S : 37,0 °C
Konjungtiva anemis (+)
bibir pucat (+)
A : Mielodisplasia Sindrom
23/02/2019 S : Lemas (+) pusing (+) Batuk (+) Transfusi trombosit 6 kolf
O : KU : Sakit sedang, CM Inj. Dexametason 1 A/8 jam
Inj. Ranitidin 1 A/12 jam
TD : 120/80mmHg P : 18 x/m
Transfusi PRC s/d Hb ≥10
HR : 80 x/m S : 36,5 °C
Premed inf NaCl 0.9%
Konjungtiva anemis (+)
Asam Folat 3x1
A : Meilodisplastik Sindrom
Ambroxol 3x30 mg
24/02/2019 S : Lemas (+) Pusing (+) Batuk (+) Transfusi trombosit 6 kolf
O : KU : sakit sedang, CM Inj. Dexametason 1 A/8 jam
Inj. Ranitidin 1 A/12 jam
TTV : Transfusi PRC s/d Hb ≥10
TD : 110/70mmHg P : 18 x/m
Premed inf NaCl 0.9%
HR : 80 x/m S : 36,6 °C
Asam Folat 3x1
Konjungtiva anemis (-)
Ambroxol 3x30 mg
Hb : 6.2 g/dL
PLT : 39 103/Ul
HCT : 16.4 %
8
MCV : 85.0 Fl
MCH : 32.1 pg
MCHC : 37.8 g/dL
A : Mielodisplasia Sindrom
25/01/2019 S : Lemas (+) berkurang, Pusing (-) Transfusi trombosit
Batuk (-) Inj. Dexametason 1 A/8 jam
Inj. Ranitidin 1 A/12 jam
O : KU : sakit sedang, CM
Asam Folat 3x1
TTV :
TD : 120/80mmHg P : 20 x/m
HR : 80 x/m S : 36,7 °C
Konjungtiva anemis (-)
A : Meilodisplastik Sindrom
26/2/2019 S : Lemas (-) Transfusi trombosit
O : KU : Sakit sedang, CM Inj. Dexametason 1 A/8 jam
Inj. Ranitidin 1 A/12 jam
TTV
Asam Folat 3x1
TD : 120/70 mmHg P : 18 x/m
HR : 82 x/m S : 36,7 °C
Konjungtiva anemis (-)
Hb : 7.1 g/dl
PLT : 45 103/uL
HCT : 19.5 %
MCV : 84.9 Fl
MCH : 30.9 pg
MCHC : 36.4 g/dL
A : Meilodisplastik Sindrom
27/2/2019 S : Lemas (-) Pusing (-) Batuk (-) Transfusi trombosit
O : KU : Sakit sedang, CM Inj. Dexametason 1 A/8 jam
Inj. Ranitidin 1 A/12 jam
TTV
Asam Folat 3x1
TD : 120/70 mmHg P : 18 x/m
9
HR : 82 x/m S : 36,7 °C
Konjungtiva anemis (-)
Hb : 6.5 g/Dl
PLT : 51 103/uL
HCT : 18.0 %
MCV : 83.6 fl
MCH : 30.2 pg
MCHC : 36.1 g/dL
A : Meilodisplastik Sindrom
28/2/2019 S : Lemas (-) Pusing (-) Batuk (-) Transfusi PRC s/d Hb ≥10
g/dl + ekstra furosemid 1 A
O : KU : Sakit sedang, CM
Pretransfusi
TTV Inj. Dexametason 1 A/8 jam
Inj. Ranitidin 1 A/12 jam
TD : 120/70 mmHg P : 18 x/m
Asam Folat 3x1
HR : 80 x/m S : 37,0 °C
Konjungtiva anemis (-)
A : Meilodisplastik Sindrom
01/03/2019 S : Lemas (-) Pusing (-) Batuk (-) Transfusi PRC s/d Hb ≥10
g/dl + ekstra furosemid 1 A
O : KU : Sakit sedang, CM
Pretransfusi
TTV Inj. Dexametason 1 A/8 jam
Inj. Ranitidin 1 A/12 jam
TD : 120/80 mmHg P : 20 x/m
Asam Folat 3x1
HR : 80 x/m S : 36,5 °C
Konjungtiva anemis (-)
A : Meilodisplastik Sindrom
02/03/2019 S : Lemas (-) Pusing (-) Batuk (-) Asam Folat 3x1
O : KU : Sakit sedang, CM Boleh Pulang
TTV
10
Konjungtiva anemis (-)
Hb : 9.6 g/Dl
PLT : 53 103/uL
HCT : 27.2 %
MCV : 79.9 fl
MCH : 28.2 pg
MCHC : 35.3 g/dL
A : Meilodisplastik Sindrom
11
ANALISA KASUS
Kasus Teori
Seorang laki-laki 52 tahun datang dengan Keluhan dan gejala secara
keluhan lemas dan pusing yang dirasakan umum lebih dikaitkan dengan
sejak 1 hari yang lalu SMRS. Lemas adanya sitopenia. Umumnya
dirasakan sepanjang hari. Selain itu pasien pasien datang dengan keluhan
juga mengeluh demam dan batuk sejak 3 cepat lelah, lesu yang
hari SMRS disebabkan anemia. Perdarahan
karena trombositopenia dan
infeksi atau panas yang
dikaitkan dengan leukopenia/
neutropenia juga dapat menjadi
keluhan pasien walapun sedikit
kurang sering
Riwayat pasien telah di rujuk di RS Makassar untuk diagnosis SDM perlu
untuk di lakukan biopsy sum sum tulang dibantu dengan pemeriksaan
belakang dan terdiagnosis sebagai pembiakan sel-sel sumsum
Meilodisplastik Sindrom RA tulang dan pemeriksaan
sitogenetik.
Pada RA dijumpai sitopenia,
paling sedikit pada satu turunan
sel (cell lineage), pada
umumnya pada eritroid.
Sumsum tulang hiperseluler
atau normoseluler dengan
perubahan displastik terutama
pada sistem eritroid, sistem
granulosit, sistem megakarosit
12
mengalami perubahan displasti
dalam derajat lebih ringan.
Blast dalam darah tepi <1%
dalam sumsung tulang <5%.
Hasil Pemeriksaan Fisik ditemukan : Keadaan Gejala MDS sering tidak jelas
umum (sakit sedang, composmentis) dan spesifik. Jika tampak tanda
Suhu badan : 37,0 °C – tanda dan gejala, biasanya
Konjungtiva anemis (+), Bibir pucat (+) tergantung pada jenis sel yang
terpengaruh.
Ketika eritrosit terpengaruh
(situasi yang paling umum),
pasien datang dengan tanda –
tanda anemia, termasuk pucat,
konjungtiva anemis, takikardi,
hipotensi, kelelahan, sakit
kepala
Pada pemeriksaan laboratorium Diagnosis MDS pada
WBC : 4.10 103/uL pemeriksaan darah rutin yaitu
Hb : 7.3 g/dL anemia (Hb turun),
PLT : 16 103/uL trombositopenia, atau
HCT : 19.9 % leukositopenia pada
MCV : 83.6 fl pemeriksaan darah rutin
MCH : 30.7 pg
13
MCHC : 36.7 g/dL
I. PENDAHULUAN
MDS adalah penyakit sel-sel induk hematopoietik. Mereka ditandai
oleh gangguan diferensiasi dan pematangan, dan oleh perubahan stroma
sumsum tulang, MDS disertai tidak hanya oleh berkurangnya jumlah sel
darah, tetapi juga oleh peningkatan risiko (sekitar 20% hingga 25%) dari
pengembangan leukemia myeloid akut (AML)2. Perjalanan penyakit sangat
bervariasi dari pasien ke pasien, dengan waktu hidup rata-rata mulai dari
beberapa bulan hingga bertahun-tahun. Keunggulan morfologi MDS
adalah fitur displastik progresif sel haematopoietic pada semua tahap
perkembangan dalam darah dan sumsum tulang. Pada banyak pasien,
tergantung pada sejumlah faktor prognostik.
Sindrom myelodysplastic (MDS) adalah salah satu penyakit ganas
hematologis yang paling umum, dengan insidensi sekitar 4 per 100.000
penduduk kepala per tahun dan prevalensi sekitar 7 dalam 100 000.
Insiden MDS meningkat tajam dengan usia lanjut, mencapai lebih dari 50
per 100 000 / tahun pada kelompok usia lebih dari 80 tahun. Usia rata-rata
saat onset penyakit adalah sekitar 70 tahun; hanya sekitar 10% pasien di
bawah usia 50. Gejala utamanya adalah tanda-tanda insufisiensi
hematopoietik, terutama gejala anemia; lebih jarang, kerentanan terhadap
infeksi dan tanda-tanda perdarahan terjadi.
14
Keluhan dan gejala secara umum lebih dikaitkan dengan adanya
sitopenia. Umumnya pasien datang dengan keluhan cepat lelah, lesu yang
disebabkan anemia. Perdarahan karena trombositopenia dan infeksi atau
panas yang dikaitkan dengan leukopenia/ neutropenia juga dapat menjadi
keluhan pasien walapun sedikit kurang sering. Pada sebagai kecil, sangat
jarang terjadi pasien yang mengalami spelonomegali atau hepatomegali.
II. DEFINISI
Merupakan sekelompok penyakit neoplastik didapat pada sel induk
hemopoietik multipoten yang ditandai oleh meningkatnya kegagalan
sumsum tulang dengan kelainan kuantitatif dan kualitatif di ketiga jalur sel
mieloid. Ciri khasnya adalah hemopoiesis yang infektif sehingga sitopenia
seringkali menyertai sumsum tulang dengan selularitas yang normal atau
meningkat (apoptosis yang meningkat dalam sumsum).
III. ETIOLOGI
Kelainan sitogenetik lebih sering terdapat pada MDS sekunder
dibanding primer dan paling sering terdiri dari hilangnya kromosom 5, 7,
atau Y parsial atau total, atau trisomi 8. Hilangnya pita q13 sampai q33
kromosom 5 pada wanita tua dengan anemia makrositik, hitung trombosit
yang normal atau meningkat, serta mikromegakariosit telah diberi nama
sindrom 5q- dan prognosisnya juga baik. Mutasi onkogen RAS (N-RAS)
terjadi pada sekitar 20% kasus dan mutasi FMS terjadi pada sekitar 15%
kasus.
IV. EPIDEMIOLOGI
Kebanyakan terjadi pada umur diatas 60 tahun. Laki-laki lebih
banyak dari wanita. 1 dari 3 pasien MDS berkembang menjadi AML
dalam bulan maupun tahun. Jumlah penderita tidak diketahui karena tidak
terdiagnosa. Di Amerika diperkirakan 10.000-20.000 kasus per tahun.
15
insiden ini mungkin meningkat pada populasi yang umurnya meningkat
dan dilaporkan bahwa insiden pada pasien dibawah 70 tahun dapat
setinggi 15 kasus setiap 100.000 orang per tahun.
V. FAKTOR RESIKO
a. Radiasi, kemoterapi (alkylating agent, topoisomerase inhibitor)
menjadi faktor resiko Hodgkin’s disease, non Hodgkin’s
lymphoma, multiple myeloma, Ca ovarium, dan Ca mamae
b. NH3, diesel, benzene
c. Anemia aplastik, paroksismal nokturnal hemoglobinuria
d. Fanconi’s anemia, Down’s syndrome, Turner’s syndrome, Bloom’s
syndrome
VI. KLASIFIKASI
16
>1 x109/L
17
dibedakan dengan AML
Anemia refrakter dengan kelebihan blas Kategori ini dieliminasi karena pasien
transformasi (RAEB-T) ini dianggap menderita leukimia akut.
Sindrom 5q- dapat terlihat pada wanita
tua dengan jumlah platelet normal atau
tinggi dan delesi lengan panjang
kromosom 5 yang terisolasi pada sel
sumsum tulang yang ditambahkan
dalam klasifikasi
Leukimia mielomonositik kronik CMML dihapuskan dari klasifikasi dan
ditambahkan dalam kategori sindrom
overlap mielodisplastik-
mieloproliferatif
Sindrom 5q-
Mielodisplasia unclassifiable ( pada
kasus displasia megakariosit dengan
fibrosis dll)
Sitopenia refrakter pada anak-anak
VII. PATOFISIOLOGI
18
MDS disebabkan paparan lingkungan seperti radiasi dan benzene
yang merupakan faktor resikonya. MDS sekunder terjadi pada toksisitas
lama akibat pengobatan kanker biasanya dengan kombinasi radiasi dan
radiomimetik alkylating agent seperti busulfan, nitrosourea atau
procarbazine ( dengan masa laten 5-7 tahun) atau DNA topoisomerase
inhibitor (2tahun). Baik anemia aplastik yang didapat yang diikuti dengan
pengobatan imunosupresif maupun anemia Fanconi’s dapat berubah
menjadi MDS
MDS diperkirakan berasal dari mutasi pada sel sumsum tulang
yang multipoten tetapi defek spesifiknya belum diketahui. Diferensiasi
dari sel prekursor darah tidak seimbang dan ada peningkatan aktivitas
apoptosis sel di sumsum tulang. Ekspansi klonal dari sel abnormal
mengakibatkan sel yang telah kehilangan kemampuan untuk
berdiferensiasi. Jika keseluruhan persentasi dari blas sumsum berkembang
melebii batas (20-30%) maka ia akan bertransformasi menjadi AML.
19
anemia yang tergantung transfusi mendominasi perjalanan penyakit
sedangkan pada pasien lainnya infeksi rekuren atau memar dan
pendarahan spontan merupakan masalah klinis utama. Neutrofil, monosit,
dan trombosit seringkali terganggu secara fungsional sehingga dapat
terjadi infeksi spontan pada beberapa kasus atau memar, atau pendarahan
yang tidak sebanding dengan beratnya sitopenia. Limpa biasanya tidak
membesar kecuali pada CMML pada keadaan ini juga dapat terjadi
hipertrofi gusi dan limfadenopati.
IX. DIAGNOSIS
Umur pasien antara 60-75 tahun, beberapa pasien lebih muda dari
50 tahun dan jarang didiagnosa pada anak-anak dan lebih banyak terjadi
pada laki-laki. Adanya riwayat paparan kemoterapi atau radiasi. Sign dan
symptom tidak spesifik dan secara umum berhubungan dengan sitopenia
darah
1. Anemia : kelelahan kronik, sesak nafas, rasa mengigil, dan kadang
nyeri dada
2. Neutropenia : meningkatnya resiko infeksi
3. Trombositopenia : mudah untuk berdarah dan ekimosis, semudah
hemorrhagic subkutaneus pada purpura atau petekie
20
sindrom Down lebih cenderung terkena MDS dan adanya riwayat keluarga
dapat mengindikasikan adanya anemia sideroblastik dan anemia Fanconi
herediter. Apabila dari hasil lab yang sering ditemukan pada MDS adalah
sitopenia darah, hematopoiesis inefektif, diseritropoiesis,
disgranulopoiesis, dismegakaropoiesis, dan peningkatan mieloblast.
Displasia dapat mempengaruhi 3 jalur pembentukan pada sumsum. Cara
terbaik mendiagnosa displasia adalah dengan pewarnaan khusus dan
morfologi (PAS) pada aspirasi sumsum dan darah tepi. Displasia pada
mieloid dapat ditunjukkan dengan :
1. Granulositik
a. Neutrofil hipersegmentasi ( dapat terlihat pada defisiensi folat
atau vitamin B12)
21
2. Eritroid
a. Prekursor eritroid inti ganda dan karryorhexis
22
e. PAS (pewarnaan sitoplasmik difus atau globular dalam
vakuola) dengan prekursor eritrosit pada aspirasi sumsum.
Hasil positif vakuola PAS dapat terlihat dalam blas L1 dan L2
f. Cincin sideroblas terlihat pada pewarnaan iron blue Prussian
( 10 atau lebih granula besi yang mengelilingi 1/3 nukleus atau
lebih dan >15% cincin sideroblas yang terdapat pada prekursor
eritrosit)
3. Megakariositik
a. Inti hiposegmentasi pada platelet menjadi megakariosit (kurang
berlobus)
23
memiliki prognosis buruk, ditemukan mieloblas dengan jumlah yang
bervariasi dalam darah.
b. Sumsum tulang
Selularitas biasanya meningkat. Sideroblas cincin dapat ditemukan
pada kelima tipe French-American-British (FAB) tetapi secara definisi
mencakup >15% normoblas pada anemia refrakter dengan sideroblas
cincin. Ditemukan normoblas berinti banyak dan gambaran
diseritropoiesis lain. Prekursor granulosit memperlihatkan adanya
gangguan granulasi primer dan sekunder dan sering ditemukan sel-sel
yang sulit diidentifikasi apakah sebagai mielosit agranular, monosit
atau premonosit. Megakariosit abnormal dengan bentuk mikronuklear,
binuklear kecil, atau polinuklear. Biopsi sumsum tulang
memperlihatkan fibrosis pada 10% kasus.
X. PENATALAKSANAAN
Beberapa regimen terapi telah digunakan pada pasien MDS, tetapi
sebagian besar tidak efektif di dalam merubah perjalanan penyakitnya.
Karena itu pengobatan pasien MDS tergantung dari usia, berat ringannya
penyakit dan progresivitas penyakitnya. Pasien dengan klasifikasi RA dan
RAEB pada umumnya bersifat indolent sehingga tidak perlu pengobatan
spesifik, cuma suportif saja.
1. Cangkok Sumsum Tulang (Bone Marrow Transplatation)
Cangkok sumsum tulang alogenik merupakan pengobatan utama pada
MDS terutama dengan usia < 30 tahun, dan merupakan terapi kuratif,
tetapi masih merupakan pilihan < 5% dari pasien.
2. Kemoterapi
Pada fase awal dari MDS tidak dianjurkan untuk diberikan kemoterapi,
umumnya diberikan pada tipe RAEB, RAEB-T, CMML. Sejak tahun
1968 pengobatan ARA-C dosis rendah yang diberikan pada pasien
MDS dapat memberikan response rate antara 50 – 75 % dan respons ini
tetap bertahan 2 – 14 bulan setelah pengobatan. Dosis ARA-C yang
24
direkomendasikan adalah 20 mg/m2/hari secara drip atau 10 mg/m2/hari
secara subkutan setiap 12 jam selama 21 hari.
3. GM-CSF atau G-CSF
Pada pasien MDS yang mengalami pansitopeni dapat diberikan GM-
CSF atau G-CSF untuk merangsang diferensiasi dari hematopoetic
progenitor cells. GM-CSF diberikan dengan dosis 30 – 500
mcg/m2/hari atau G-CSF 50 – 1600 mcg/m2/hari (0,1 – 0,3
mcg/kgBB/hari/subkutan) selama 7 – 14 hari.
25
harus dikontrol <1000mcg/L. Dan ada 2 macam chelasi besi seperti
deferoxamine IV dan deferasirox per oral. Pada kasus yang jarang,
deferasirox dapat menyebabkan gagal ginjal dan hati yang berakhir pada
kematian.
Pada sindrom mielodisplastik resiko tinggi
Pada pasien yang memiliki jumlah sel blas lebih dari 5% dalam
sumsum dapat diberi beberapa terapi:
1. Perawatan suportif umum sesuai diberikan untuk pasien usia tua dengan
masalah medis mayor. Transfusi eritrosit dan trombosit, terapi
antibiotik dan obat anti jamur diberikan sesuai kebutuhan.
2. Kemoterapi agen tunggal hidroksiurea, etopasid, merkaptopurin,
azasitidin, atau sitosin arabinosida dosis rendah dapat diberikan dengan
sedikit manfaat pada pasien CMML atau anemia refrakter dengan
kelebihan sel blas (RAEB) atau RAEB dalam transformasi dengan
jumlah leukosit dalam darah yang tinggi.
3. Kemoterapi intensif seperti pada AML. Kombinasi fludarabin dengan
sitosin arabinosida (ara-C) dosis tinggi dengan faktor pembentuk koloni
granulosit (G-CSF)(FLAG) dapat sangat bermanfaat untuk mencapai
remisi pada MDS. Topetecan, ara-C, dan G-CSF(TAG) juga dapat
membantu. Remisi lengkap lebih jarang dibandingkan pada AML de
novo dan resiko pembeerian kemoterapi intensif seperti untuk AML
lebih besar karena dapat terjadi pansitopenia berkepajangan pada
beberapa kasus tanpa regenerasi hemopoietik yang normal, diperkirakan
karena tidak terdapat sel induk yang normal.
4. Transplantasi sel induk. Pada pasien berusia lebih muda (kurang dari
50-55tahun) dengan saudara laki-laki atau perempuan yang HLA nya
sesuai atau donor yang tidak berkerabat tetapi sesuai HLAnya. SCT
memberikan prospek kesembuhan yang lengkap dan biasanya dilakukan
pada MDS tanpa mencapai remisi lengkap dengan kemoterapi
sebelumnya, walaupun pada kasus resiko tinggi dapat dicoba
26
kemoterapi awal untuk mengurangi proporsi sel blas dan resiko
kambuhnya MDS. SCT hanya dapat dilaksanakan paa sebagian kecil
pasien karena umumnya pasien MDS berusia tua.
Tiga agen yang diterima oleh FDA sebagai pengobatan MDS :
1. 5-azacytidine: rata-rata bertahan hidup 21 bulan.
2. Decitabine: Respons komplit dilaporkan setinggi 43% dan pada
AML decitabine lebih efektif apabila dikombinasika dengan asam
valproat.
3. Lenalidomide: efektif dalam mengurangi transfusi sel eritrosit pada
pasien MDS dengan delesi kromosom 5q.
XI. PROGNOSIS
Pada sebagian besar kasus MDS mempunyai perjalanan klinis
menjadi kronis dan secara bertahap terjadi kerusakan pada sitopeni.
Survival sangat bervariasi dari beberapa minggu sampai beberapa tahun.
Kematian dapat terjadi pada 30% pasien yang progresif menjad AML
(Acute Myelotic Leukima) atau bone marrow failure.
Prognosis Baik :
1. Usia muda
2. Neutrofil dan trombosit normal atau agak menurun
3. Hitung sel blas rendah pada sum sum tulang dan tidak ada
sel blas di darah
4. Tidak ada batang auer
5. Sideroblas bercincin
6. Kariotipe normal atau campuran tanpa abnormalitas
kromosom kompleks
7. Kultur in vitro sumsum tulang menunjukan pola
pertumbuhan non leukemik
Prognosis Buruk :
1. Usia lanjut
27
2. Neutropenia berat (<0,5 x 103/mm3) atau trombositopenia
(<50x103/mm3)
3. Jumlah sel blast di sumsum tulang tinggi atau ditemukan sel
blast di darah perifer
4. Batang auer
5. Tidak adanya sideroblast bercincin
28
DAFTAR PUSTAKA
29