Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN KASUS MEDIS DOKTER INTERNSHIP

SEORANG WANITA 52 TAHUN DENGAN KOMA HIPERGLIKEMIK

Disusun Oleh :
dr. Michelle Abigail

Pendamping :
dr. Widiatmoko
dr. Joko Arif Kurniawan

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR LOEKMONO HADI
KUDUS
2019
STATUS PENDERITA

I. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Ny. Z
Umur : 52 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Pernikahan : Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Mayong, Kudus
Suku : Jawa
No. RM : 807 538
Masuk RS : 23 Mei 2019
Tempat : Bangsal RSUD Loekmono Hadi

II. ANAMNESA
Anamnesis dilakukan di Bangsal RSUD Loekmono Hadi 25 Mei 2019
pukul 20.00 WIB secara alloanamnesis dengan keluarga pasien.
A. Keluhan Utama : pasien tidak sadar

B. Riwayat Penyakit Sekarang:


± 1 hari SMRS pasien mengeluh badan lemas dan menggigil.
Muncul ruam-ruam di seluruh tubuh ± 5 hari sebelumnya setelah
minum obat, ruam-ruam terasa gatal. Mual (+), muntah (+) makanan
yang dimakan. Pasien masih bisa diajak berkomunikasi oleh keluarga
dan menggerakkan anggota tubuhnya. Oleh keluarga pasien di bawa ke
IGD RSUD Loekmono Hadi, didapatkan GDS 152 mg/dl.
± 2 hari dibangsal Cempaka II Menurut keluarga, pasien tidak
bangun ketika dibangunkan. Sebelumnya pasien mengeluh lemas,
sempoyongan, dan suka berkeringat dingin. Anak pasien mengatakan
pasien sebelumnya minum obat kencing manis 2x sehari selama puasa,
tetapi obat tidak diminum lagi ketika di RS.

C. Riwayat Penyakit Dahulu:


Riwayat Hipertensi disangkal
Riwayat Diabetes Mellitus sejak ± 1 tahun mendapat obat dari mantri
yang diminum 3x/sehari, selama puasa menjadi 2x sehari, gula darah
tidak terkontrol
Riwayat Alergi disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga:


Riwayat Hipertensi disangkal
Riwayat Diabetes Mellitus disangkal
Riwayat Alergi disangkal

E. Status Sosial Ekonomi:


Pasien adalah seorang ibu rumah tangga. Pasien tinggal di rumah
bersama suami dan 2 orang anaknya. Biaya perawatan ditanggung
BPJS NPBI. Kesan: cukup.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik di Bangsal RSUD Loekmono Hadi 25 Mei 2019 pukul
20.10 WIB
Keadaan Umum : lemah
Kesadaran : Somnolen, E2M3V2
Tanda Vital : TD : 102/82 mmHg BB : 60kg
RR : 32 x/menit TB : 160cm
N : 102 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
T : 40 ͦ C
Saturasi : 88%; dengan NRM 10 LPM
GDS 424 mg/dl
Kepala : Mesosefal
Kulit : Turgor kembali lama, sianosis (-)
Mata : Konjungtiva Anemis -/- , Sklera Ikterik -/-
Telinga : Discharge (-)
Hidung : Discharge (-)
Thorax
Pulmo
Inspeksi : pengembangan dada simetris saat statis dan dinamis,
jejas (-), retraksi (-), gerakan paradoksal (-)
Palpasi : stem fremitus kanan = kiri, nyeri tekan (-)
Perkusi : sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler +/+, suara tambahan -/-
Cor
Inspeksi : iktus kordis tak tampak
Palpasi : iktus kordis teraba setinggi SIC IV 2 cm medial LMCS
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I-II reguler
Abdomen
Inspeksi : datar, jejas (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani, pekak sisi (+) normal, pekak alih(-)
Palpasi : hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan(-)
Ekstremitas : Superior Inferior

Akral dingin +/+ +/ +

Sianosis -/- -/-

Edema pitting -/- -/-

Capillary Refill <2”/ <2” <2”/ <2”


IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
23/5/2019
Hb 11.2 g/dl
Ht 32.2 %
Eritrosit 3.94 juta/uL
Leukosit 18.300/uL
Trombosit 250.000/uL
GDS 424 mg/dl
Ureum 76.8 mg/dl
Creatinin 0.9 mg/dl
SGOT 131 U/L
SGPT 217 U/L
Kalium 4 mmol/L
Natrium 118 mmol/L
Klorida 86 mmol/L

V. DIAGNOSA KERJA
Hiperglikemik dd/ KAD
HONK
DM tipe 2
Drug eruption

VI. PENATALAKSANAAN
- Loading NaCl 0.9% 500 cc selama 1 jam
- Bolus Humulin 8 unit IV
- Monitoring GDS setiap jam, jika GDS >200 mg/dl tambahkan
humulin 4 unit IV sampai GDS<200 mg/dl
- Cek BGA
- Pindah ICU

Monitoring: KU, TTV dan saturasi oksigen, GDS


Edukasi:
1. Menjelaskan kepada pasien bahwa pasien sedang mengalami
penurunan kesadaran akibat komplikasi penyakit kencing manis
pasien yang perlu ditangani dan diawasi karena dapat mengancam
jiwa
2. Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa pasien perlu mendapat
pengawasan di ruang rawat ICU

Jam 21.00
S : Penurunan kesadaran
O: GCS E E2M3V2
GDS 369 mg/dl
A: Hiperglikemi
DM tipe II
Drug eruption

Plan :
Bolus humulin 4 unit IV
Cek GDS / 1 jam

Jam 22.00
S: penurunan kesadaran
O: GCS E2M3V2
GDS 345 mg/dl
A: Hiperglikemi
DM tipe II
Drug eruption

Plan :
Bolus humulin 4 unit IV
Cek GDS / 1 jam
Pasien pindah ke ICU

Prognosis:
Ad Sanam : dubia
Ad Vitam : dubia
Ad Fungsionam : dubia
CATATAN KEMAJUAN (FOLLOW UP)

Catatan Kemajuan Program

26 Mei 2019 14.10

 S : sulit dinilai BGA


 O:
pH : 7.480
TD: 89/52 mmHg
pCO2 : 20.3 mmHg
N : 144x/menit
pO2 : 75.6 mmHg
RR:36x/ment
Becf : -8,1 mmol/L
T : 37,3oC
P:
SpO2 : 94% NRM 10 LPM
- Infus NS 3% 16 tpm
GDS : 295 mg/dl
- Extra lantus 2 ampul, SP 2.5 mg/jam
 A: - Sliding scale GDS/4 jam IV
Hiperglikemik

DM tipe 2 Program:

Drug Eruption Edukasi keluarga untuk pemasangan ventilator

26 Mei 2019 22.00

 S : apneu - Keluarga menolak untuk dilakukan resusitasi


 O: - Pasien dinyatakan meninggal pk. 22.00
TD: tidak terdetelso

HR : tidak teraba

RR:20x/menit

SpO2: tidak terdeteksi

Mata: dilatasi pupil max (+/+)


 A:
Cardiac arrest
TINJAUAN PUSTAKA
KOMA HIPERGLIKEMI

A. PENDAHULUAN
Koma hiperglikemia merupakan komplikasi akut yang dapat terjadi pada
Diabetes Mellitus (DM), baik tipe 1 maupun tipe 2.1 Keadaan tersebut merupakan
keadaan serius yang mungkin terjadi sekalipun pada DM yang terkontrol baik.
Koma hiperglikemia dapat terjadi dalam bentuk ketoasidosis diabetik (KAD), status
hiperosmolar hiperglikemik (SHH)/hiperosmolar non ketotik (HONK) atau kondisi
yang mempunyai elemen kedua keadaan diatas.1 KAD adalah keadaan yang
ditandai dengan asidosis metabolik akibat pembentukan keton yang berlebihan,
sedangkan HONK ditandai dengan hiperosmolalitas berat dengan kadar glukosa
serum yang biasanya lebih tinggi dari KAD murni.1

B. DEFINISI
Hiperglikemia merupakan keadaan peningkatan glukosa darah daripada
rentang kadar puasa normal 80 – 90 mg / dl darah, atau rentang non puasa sekitar
140 – 160 mg /100 ml darah.1 Ketoasidosis diabetikum adalah kondisi medis darurat
yang dapat mengancam jiwa bila tidak ditangani secara tepat. lnsiden kondisi ini
bisa terus meningkat, dan tingkat mortalitas 1-2 persen telah dibuktikan sejak tahun
1970-an. Ketoasidosis diabetikum paling sering terjadi pada pasien penderita
diabetes tipe 1 (yang pada mulanya disebut insulin-dependent diabetes mellitus),
akan tetapi keterjadiannya pada pasien penderita diabetes tipe 2 (yang pada
mulanya disebut non-insulin dependent diabetes mellitus), terutama pasien kulit
hitam yang gemuk adalah tidak sejarang yang diduga.3
Sindrom hiperosmolar hiperglikemik non ketotik (HHNK) /hiperosmolar
non ketotik (HONK) ditandai dengan hiperglikemia, hiperosmolar, tanpa disertai
adanya ketosis.4 Gejala klinis utama adalah dehidrasi berat, hiperglikemia berat dan
seringkali disertai dengan gangguan neurologis dengan atau tanpa adanya ketosis.4
Perjalanan klinis HHNK biasanya berlangsung dalam jangka waktu
tertentu (beberapa hari sampai beberapa minggu), dengan gejala khas
meningkatnya rasa haus disertai poliuri, polidipsi dan penurunan berat badan.
Koma hanya ditemukan kurang dari 10%.4
Ditinjau dari sudut patofisiologi, HHNK dan KAD merupakan suatu
spectrum dekompensasi metabolic pada pasien diabetes; yang berbeda adalah
awitan (onset), derajat dehidrasi, dan beratnya ketosis.5
Salah satu kendala dalam laporan mengenai insidensi, epidemiologi dan
angka kematian KAD adalah belum ditemukannya kesepakatan tentang definisi
KAD. Sindroma ini mengandung triad yang terdiri dari hiperglikemia, ketosis dan
asidemia. Konsensus diantara para ahli dibidang ini mengenai kriteria diagnostik
untuk KAD adalah pH arterial < 7,3, kadar bikarbonat < 15 mEq/L, dan kadar
glucosa darah > 250 mg/dL disertai ketonemia dan ketonuria moderate. HONK
pertama kali dilaporkan oleh Sament dan Schwartz pada tahun 1957. HONK
didefinisikan sebagai hiperglikemia extrim, osmolalitas serum yang tinggi dan
dihidrasi berat tanpa ketosis dan asidosis yang signifikan. Serum dihitung dengan
rumus sebagai berikut : 2(Na)(mEq/L) + glucose (mg/dL) / 18 + BUN (mg/dL) /
2,8. Nilai normalnya adalah 290 ± 5 mOsm/kg air. Pada umumnya keton serum
negatif dengan pemeriksaan metoda nitroprusid pada dilusi 1:2, bikarbonat serum
> 20 mEq/L, dan pH arterial > 7,3. Hiperglikemia pada SHH biasanya lebih berat
dari pada KAD; kadar glucosa darah > 600 mg/dL biasanya dipakai sebagai kriteria
diagnostik. HONK lebih sering terjadi pada usia tua atau pada mereka yang baru
didiagnosis sebagai diabetes dengan onset lambat.5

C. EPIDEMIOLOGI6
Insidensi KAD berdasarkan suatu penelitian population-based adalah
antara 4.6 sampai 8 kejadian per 1,000 pasien diabetes. Adapun angka kejadian
HONK <1%. Pada penelitian retrospektif oleh Wachtel dan kawan-kawan
ditemukan bahwa dari 613 pasien yang diteliti, 22% adalah pasien KAD, 45%
HONK dan 33% merupakan campuran dari kedua keadaan tersebut. Pada penelitian
tersebut ternyata sepertiga dari mereka yang presentasi kliniknya campuran KAD
dan HONK, adalah mereka yang berusia lebih dari 60 tahun.
Tingkat kematian pasien dengan ketoasidosis (KAD) adalah < 5% pada
sentrum yang berpengalaman, sedangkan tingkat kematian pasien dengan
hiperglikemia hiperosmoler (HONK) masih tinggi yaitu 15%. Prognosis keduanya
lebih buruk pada usia ekstrim yang disertai koma dan hipotensi. Bila mortalitas
akibat KAD distratifikasi berdasarkan usia maka mortalitas pada kelompok usia 60-
69 tahun adalah 8%, kelompok usia 70-79 tahun 27%, dan 33% pada kelompok usia
> 79 tahun .Untuk kasus HONK mortalitas berkisar antara 10% pada mereka yang
berusia < 75 tahun, 19% untuk mereka yang berusia 75-84 tahun, dan 35% pada
mereka yang berusia >84 tahun. Empatpuluh % pasien yang tua yang mengalami
krisis hiperglikemik sebelumnya tidak didiagnosis sebagai diabetes.

D. ETIOLOGI5
Penyebab tidak diketahui dengan pasti tapi umumnya diketahui
kekurangan insulin adalah penyebab utama dan faktor herediter yang memegang
peranan penting. Yang lain akibat pengangkatan pancreas, pengrusakan secara
kimiawi sel beta pulau langerhans.
Faktor predisposisi herediter, obesitas. Faktor imunologi; pada penderita
hiperglikemia khususnya DM terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Respon
ini mereupakan repon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal
tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggap sebagai
jaringan asing.

E. FAKTOR PENCETUS
Infeksi merupakan faktor pencetus yang paling utama pada KAD dan
HONK. Disamping itu pemberian insulin dengan dosis yang tidak adekuat, juga
merupakan faktor pencetus untuk terjadinya KAD pada penderita DM tipe 1. Faktor
pencetus lain adalah CVD, penyalahgunaan alkohol, trauma, emboli paru dan infark
miokard. Berbagai jenis obat dapat pula mengganggu metabolisme karbohidrat,
antara lain : kortikosteroid, pentamidine, obat-obat simpatomimetik, penghambat β
dan β adrenergik serta diuretik , sehingga dapat pula mencetuskan KAD dan HONK
terutama pada penderita usia lanjut7. Disamping itu pada penderita DM tipe 1 onset
baru biasanya terdiagnosis pertama kali karena KAD.3 HONK juga dapat terjadi
pada penderita DM tipe 2 usia lanjut yang tidak menyadari kondisi hiperglikeminya
dan kurang mendapat asupan cairan yang cukup pada saat diperlukan. Pada
penderita DM tipe 1 yang disertai problem psikologik sehingga terjadi gangguan
selera makan dapat pula menjadi faktor pemicu KAD yang berulang.7

F. PATOGENESIS4,7,8
Pada semua krisis hiperglikemik, hal yang mendasarinya adalah defisiensi
insulin, relatif ataupun absolut, pada keadaan resistensi insulin yang meningkat.
Kadar insulin tidak adekuat untuk mempertahankan kadar glukosa serum yang
normal dan untuk mensupres ketogenesis. Hiperglikemia sendiri selanjutnya dapat
melemahkan kapasitas sekresi insulin dan menambah berat resistensi insulin
sehingga membentuk lingkaran setan dimana hiperglikemia bertambah berat dan
produksi insulin makin kurang.
Pada KAD dan HONK, disamping kurangnya insulin yang efektif dalam
darah, terjadi juga peningkatan hormon kontra insulin, seperti glukagon,
katekholamin, kortisol, dan hormon pertumbuhan. Hormon-hormon ini
menyebabkan peningkatan produksi glukosa oleh ginjal dan hepar dan gangguan
utilisasi glukosa dijaringan, yang mengakibatkan hyperglikemia dan perubahan
osmolaritas extracellular. Kombinasi kekurangan hormon insulin dan
meningkatnya hormone kontrainsulin pada KAD juga mengakibatkan
penglepasan/release asam lemak bebas dari jaringan adipose (lipolysis) ke dalam
aliran darah dan oksidasi asam lemak hepar menjadi benda keton (ß-
hydroxybutyrate [ß-OHB] dan acetoacetate) tak terkendali, sehingga
mengakibatkan ketonemia dan asidosis metabolik. Pada sisi lain, SHH mungkin
disebabkan oleh konsentrasi hormone insulin plasma yang tidak cukup untuk
membantu ambilan glukosa oleh jaringan yang sensitif terhadap insulin, tetapi
masih cukup adekuat ( dibuktikan dengan C-peptide) untuk mencegah terjadinya
lipolisis dan ketogenesis; akan tetapi bukti-bukti untuk teori ini masih lemah. KAD
dan HONK berkaitan dengan glikosuria, yang menyebabkan diuresis osmotik,
sehingga air, natrium, kalium, dan elektrolit lain keluar.
Ada sekitar 20 % pasien KAD yang baru diketahui menderita DM untuk
pertama kalinya. Pada pasien KAD yang sudah diketahui sebelumnya, 80 %
dikenali adanya faktor pencetus. Faktor pencetus yang berperan untuk terjadinya
KAD adalah infeksi, infark miokard akut, pankreatitis akut, penggunaan obat
golongan steroid, menghentikan atau mengurangi dosis insulin. Sementara itu 20 %
pasien KAD tidak didapatkan faktor pencetus.
KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin absolut atau
relatif dan peningkatan hormon kontra regulator (glukagon, katekolamin, kortisol,
dan hormon pertumbuhan); keadaan tersebut menyebabkan produksi gula hati
meningkat dan utilisasi glukosa oleh sel tubuh menurun, dengan hasil akhir
hiperglikemia. Keadaan hiperglikemia sangat bervariasi dan tidak menentukan
derajat berat-ringannya KAD. Adapun gejala dan tanda klinis KAD dapat
dikelompokkan menjadi 2 bagian, yaitu:
 Akibat hiperglikemia
 Akibat ketosis
Walaupun sel tubuh tidak dapat menurunkan glukosa, sistem homeostasis
tubuh terus teraktivasi untuk memproduksi glukosa dalam jumlah banyak sehingga
terjadi hiperglikemia. Kombinasi defisiensi insulin dan peningkatan kadar hormon
kontra regulator terutama epinefrin, mengaktivasi hormon lipase sensitif pada
jaringan lemak. Akibatnya lipolisis meningkat, sehingga terjadi peningkatan
produksi benda keton dan asam lemak bebas secara berlebihan. Akumulasi produksi
benda keton oleh sel hati dapat menyebabkan metabolik asidosis. Benda keton
utama adalah asam asetoasetat (AcAc) dan 3 beta hidroksi butirat (3HB); dalam
keadaan normal 3HB meliputi 75-85 % dan aseton darah merupakan benda keton
yang tidak begitu penting. Meskupin sudah tersedia bahan bakar tersebut, sel-sel
tubuh masih tetap lapar dan terus menerus produksi glukosa.
Hanya insulin yang dapat menginduksi transport glukosa ke dalam sel,
memberi signal untuk proses perubahan glukosa menjadi glikogen, menghambat
lipolisis lemak, menghambat glukoneogenesis pada sel hati serta mendorong
oksidasi melalui siklus krebs dalam mitokondria sel. Melalui proses oksidasi
tersebut akan dihasilkan ATP yang merupakan energi utama sel.
Resistensi insulin juga berperan dalam memperberat keadaan defisiensi
insulin relatif. Meningkatnya hormon kontra regulator insulin, meningkatnya asam
lemak bebas, hiperglikemia, gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa
dapat mengganggu sensitivitas insulin.
Peranan utama insulin dalam metabolisme karbohidrat, lipid dan protein
dapat dipahami paling jelas dengan memeriksa berbagai akibat defisiensi insulin
pada manusia. Manifestasi utama penyakit diabetes melitus adalah hiperglikemia,
yang terjadi akibat (1) berkurangnya jumlah glukosa yang masuk ke dalam sel; 2).
Berkurangnya penggunaan glukosa oleh pelbagai jaringan, dan 3) peningkatan
produksi glukosa (glukoneogenesis) oleh hati. Masing-masing peristiwa ini akan
dibicarakan lebih rinci dibawah ini.
Factor yang memeluiai timbulnya HONK adalah diuresis glukosuria.
Glukosuria mengakibatkan kegagalan pada kemampuan ginjal dalam
mengkonsentrasikan urin, yang akan semakin memperberat derajat kehilangan air.
Pada keadaan normal, ginjal berfungsi mengeliminasi glukosa diatas ambang batas
tertentu. Namun demikian, penurunan intravascular atau penyakit ginjal yang telah
ada sebelumnya akan menurunkan laju filtrasi glomerular, menyebabkan kadar
glukosa meningkat. Hilangnya air yang lebih banyak dibandingkan natrium
menyebabkan keadaan hiperosmolar. Insulin yang ada tidak cukup untuk
menurunkan kadar gluksoa darah, terutama jika terdapat resistensi insulin.
Tidak seperti pasien dengan KAD, pasien HONK tidak mengalami
ketoasidosis, nmaun tidak dimketahui dengan jelas alasannya. Factor yang diduga
ikut berpengaruh adalah keterbatasan ketogenesis karena keadaan
hiperosmolar,kadar asam lemak bebas yang rendah untuk ketogenesis, ketersediaan
insulin yang cukup untuk menghambat ketogenesis namun tidak cukup untuk
mencegah hiperglikemia, dan resistensi hati terhadap glucagon.
Tidak tercukupinya kebutuhan insulin menyebabkan timbulnya
hiperglikemia. Penurunan pemakaian glukosa oleh jaringan perifer perifer termasuk
oleh sel otot jaringan dan sel lemak, ketidakmampuan menyimpan glukosa glikogen
pada otot dan hati, dan stimulasi glucagon pada sel hati, dan stimulasi glucagon
pada sel hati untuk glukoneogenesis mengakibatkan semakin naiknya kadar glukosa
darah. Pada keadaan dimana insulin tidak mencukupi, maka besarnya kenaikan
kadar glukosa darah juga tergantung dari status hidrasi dan masukan karbohidrat
oral.
Hiperglikemi mengakibatkan timbulnya diuresis osmotic, dan
mengakibatkan menurunnya cairan tubuh total. Dalam ruang vascular, dimana
glukoneogenesis dan masukan makanan terus menerus menambah glukosa,
kehilangan cairan akan semakin mengakibatkan hiperglikemia dan hilangnya
volume sirkulasi. Hiperglikemia dan meningkatnya konsentrai protein plasma yang
mengikuti hilangnya cairan intravascular menyebabkan keadaan hiperosmolar.
Keadaan hiperosmolar ini memicu sekresi hormone anti diuretic. Keadaan
hiperosmolar ini juga akan memicu timbulnya rasa haus.
Adanya keadaan hiperglikemia dan hiperosmolar ini jika kehilangan
cairan tidak dikompensasi dengan masukan cairan oral maka akan timbul dehidrasi
dan kemudian hipovolemia. Hipovelemia akan mengakibatkan hipotensi dan
nantinya menyebabkan gangguan pada perfusi jaringan. Keadaan koma merupakan
suatu stadium akhir dari proses hiperglikemik ini, dimana telah timbul gangguan
elektrolit berat dalam kaitannya dengan hipotensi.

G. MANIFESTASI KLINIS4,5,7
 Polifagi.
 Polidipsi
 Poliuri.
 Kelainan kulit, gatal-gatal, kulit kering
 Rasa kesemutan, kram otot
 Visus menurun
 Penurunan berat badan
 Kelemahan tubuh dan luka yang tidak sembuh-sembuh

Sekitar 80 % pasien KAD adalah pasien DM yang sudah dikenal.


Kenyataan ini tentunya sangat membantu untuk mengenali KAD akan lebih cepat
sebagai komplikasi akut DM dan segera mengatasinya.
Sesuai dengan patofisiologi KAD, maka pada pasien KAD dijumpai
pernafasan cepat dan dalam (kussmaul), berbagaia derajat dehidrasi (turgor kulit
berkurang, lidah dan bibir kering), kadang-kadang disertai hipovolemia sampai
syok. Bau aseton dari hawa nafas tidak terlalu mudah tercium.
Areataeus menjelaskan gambaran klinis KAD sebagai berikut keluhan
poliuria dan polidipsia sering kali mendahului KAD serta didapatkan riwayat
berhenti menyuntik insulin, demam, atau infeksi. Muntah-muntah merupakan
gejala yang sering dijumpai terutama pada KAD anak. Dapat pula dijumpai nyeri
perut yang menonjol dan hal itu berhubungan dengan gastro-paresis-dilatasi
lambung.
Derajat kesadaran pasien dapat dijumpai mulai kompos mentis, delirium,
atau depresi sampai dengan koma. Bila dijumpai kesadaran koma perlu dipikirkan
penyebab penurunan kesadaran lain (misalnya uremia, trauma, infeksi, minum
alkohol).
Keluhan pasien HONK ialah: rasa lemah, gangguan penglihatan, atau kaki
kejang. Dapat pula ditemukan keluhan mual dan muntah, namun lebih jarang bila
dibandingkan dengan KAD. Kadang pasien datang dengan disertai keluhan saraf
seperti letargi, disorientasi, hemiparesis, kejang atau koma.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda dehidrasi berat seperti
turgor yang buruk, mukosa pipi yang kering, mata cekung, perabaan ekstrimitas
yang dingin dan denyut nadi yang cepat dan lemah. Dapat pula ditemukan
peningkatan suhu tubuh yang tak terlalu tinggi. Akibat gastroparesis dapat pula
dijumpai distensi abdomen, yang membaik setelah rehidrasi adekuat.
Secara klinik HONK sulit dibedakan dengan KAD terutama bila kadar
laboratorium seperti glukosa darah, keton dan analisa gas darah belum ada hasilnya.
Berikut ini adalah beberapa gejala dan tanda:
 Sering ditemukan pada usia lanjut yaitu usia lebih dari 60 tahun, semakin
muda semakin berkurang, dan pada anak belum pernah ditemukan.
 Hampir separuh apsien tidak mempunyai nriwayat DM atau DM tanpa
insulin.
 Mempunyai penyakit dasar lain, ditemukan 85% pasien mengidap oenyakit
ginjal atau kardiovaskular, pernah ditemukan penyakit akromegali,
tirotoksikosis dan penyakit Chusing.
 Sering disebabkan oleh obat-obatan, antara lain thiazid, furosemid, manitol,
digitalis, reserpin, steroid, klorpromazin, hidralazin, dilantin, simetidin, dan
haloperidol (neuroleptik).
 Mempunyai factor pencetus misalnya infeksi, penyakit kardiovaskular,
aritmia, perdarahan, gangguan keseimbangan cairan, penkreatitis, koma
hepatic dan operasi.

H. DIAGNOSIS7
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik :
Proses terjadinya HONK biasanya mulai terjadi dalam beberapa hari
sementara timbulnya episode KAD terjadi secara mendadak. Walaupun gejala dari
DM yang tidak terkontrol baik dapat terjadi dalam beberapa hari, perubahan
metabolik yang khas dari KAD biasanya terjadi dalam waktu yang singkat (kurang
dari 24 jam). Temuan laboratorium awal pada pasien HONK adalah kadar glukosa
darah yang sangat tinggi (> 600 mg/dL) dan omolaritas serum yang tinggi (> 320
mOsm per kg air [normal = 290 ± 5]), dengan pH lebih besar dari 7,30 dan disertai
ketonuria ringan atau tidak. Separuh apsien akan menunjukkan asidosis metabolic
atau anion gap yang ringan (10-12). Jika anion gap nya berat (>12), harus
dipikirkann diagnosis diferential asidosis laktat atau penyebab lain.
Ketoasidosis diabetik perlu dibedakan dengan ketosis diabetik ataupun
hiperglikemia hiperosmolar nonketotik. Beratnya hiperglikemia, ketonemia, dan
asidosis dapat dipakai kriteria diagnosis KAD. Walaupun demikian penilaian kasus
per kasus selalu diperlukan untuk menegakkan diagnosis.
Langkah pertama yang harus diambil pada paasien dengan KAD terdiri
dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cepat dan teliti dengan terutama
memperhatikan patensi jalan nafas, status mental, status ginjal dan kardiovaskular,
dan status hidrasi. Langkah-langkah ini harus dapat menentukan jenis pemeriksaan
laboratorium yang harus segera dilakukan, sehingga penatalaksanaan dapat segera
dimulai tanpa adanya penundaan.
Pemeriksaan laboratorium yang paling penting dilakukan setelah
anamnesis dan pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan kadar glukosa darah dengan
glucose sticks dan pemeriksaan urine dengan menggunakan urine strip untuk
melihat secara kualitatif jumlah glukosa, keton, nitrat, dan leukosit dalam urine.
Pemeriksaan laboratorium lengkap untuk dapat menilai karakteristik dan tingkat
keparahan KAD meliputi kadar HCO3-, anion gap, pH darah dan juga idealnya
dilakukan pemeriksaan kadar AcAc dan laktat serta 3HB.
Kriteria diagnosis KAD:
a. kadar glukosa > 250 mg%
b. pH < 7,35
c. HCO3- rendah
d. Anion gap yang tinggi
e. Keton serum positif
Baik pada KAD maupun HONK , dapat ditemui gambaran klinis yang klasik
meliputi:
- poliuri, polidipsi dan polifagi
- penurunan BB dalam waktu singkat
- mual muntah
- nyeri perut
- dehidrasi
- badan lemas
- penglihatan kabur
- gangguan kesadaran mulai dari apatis sampai koma.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan :
- Turgor yang kurang, bibir dan kulit kering
- Pernafasan Kussmaull ( pada KAD )
- Takhikardi
- Hipotensi
- Syok hipovolemik
- Gangguan kesadaran dari apatis sampai koma
Lebih dari 25% penderita KAD mengalami muntah yang dapat berwarna
hitam kecoklatan yang pada endoskopi terlihat adanya gastiris erosive karena stress
ulcer. Perubahan status mental dapat bervariasi mulai dari sadar penuh pada kasus
ringan sampai letargi atau koma pada kasus yang berat. Walaupun infeksi
merupakan faktor pemicu utama terjadinya KAD atau HONK, pada pengukuran
suhu tubuh dapat menunjukkan suhu tubuh yang normal (normotermik) atau bahkan
hipotermik, terutama karena adanya vasodilatasi perifer. Hipotensi merupakan
petanda prognosis yang jelek pada kedua komplikasi ini.

Pemeriksaan laboratorium :
Pemeriksaan laboratorium pertama yang harus dilakukan pada pasien2 yang
dicurigai KAD atau HONK meliputi :
- Pemeriksaan kadar glukosa darah plasma, ureum, kreatinin dan keton serum,
elektrolit, osmolalitas, urinalisis, keton urin, analisa gas darah, darah rutin
lengkap dan Elektrokardiografi
- Biakan urin, darah dan usap tenggorok dilakukan untuk pertimbangan pemberian
antibiotika yang sesuai dengan mikroorganisme penyebab infeksi.
- Pemeriksaan HbA1c (A1c) bermanfaat untuk menentukan apakah episode akut
dari krisis hiperglikemi ini terjadi akibat kulminasi dari proses perjalanan
penyakit DM yang tidak terdiagnosis sebelumnya atau tidak terkontrol baik atau
murni merupakan episode akut dari DM yang selama ini terkontrol baik.
Kebanyakan pada pasien dengan krisis hiperglikemik ditemukan adanya
lekositosis. Kadar natrium serum biasanya mengalami penurunan karena perubahan
aliran air dan elektrolit dari ruang intravaskuler menuju ekstraseluler akibat adanya
hiperglikemi. Kadar kalium serum dapat mengalami peningkatan karena
perpindahan kalium ekstraseluler akibat defisiensi insulin, hipertonisitas dan
asidemia. Penderita yang pada saat pertama kali datang dengan kadar kalium yang
normal rendah atau rendah, sebenarnya sudah menunjukkan defisiensi kalium yang
berat sehingga memerlukan pengawasan yang ketat terhadap kemungkinan
gangguan fungsi jantung sehingga perlu diberikan suplemen kalium yang cukup
untuk mencegah terjadinya aritmia jantung. Terjadinya stupor atau koma pada
penderita DM tanpa adanya kelainan osmolalitas perlu segera dipertimbangkan
adanya penyebab lain dari perubahan status mental ini. Osmolalitas efektif dapat
dihitung dengan rumus :
2 [Na+(mEq/l)] + glucose(mg/dl)/18
Kriteria diagnosis Ketoasidosis dan Keadaan Hiperosmolar Hiperglikemik
Ketoasidosis Diabetik Keadaan
Ringan Sedang Berat Hiperosmolar
Hiperglikemik
Glukosa Plasma > 250 > 250 > 250 > 600
(mg/dl)
pH arteri 7,25-7,30 7,00- <> > 7,30
<7,24
Bikarbonat 15-18 10-<15 <> > 15
Serum (mEq/l)
Keton urin Positif Positif Positif Sedikit/negative
Keton Serum Positif Positif Positif Sedikit/negative
Osmolalitas Bervariasi Bervariasi Bervariasi > 320
serum efektif
(mOsm/kg)
Anion gap > 10 > 12 >12 <12
Sensorium Sadar Apatis Stupor/Coma Stupor/Coma

I. DIAGNOSIS BANDING
Tidak semua pasien dengan ketoasidosis disebabkan karena DM. Ketosis
akibat kelaparan dan alcoholic ketoacidosis dapat dibedakan dengan KAD dari
anamnesis riwayat menderita DM dan pemeriksaan kadar glukosa plasma yang
tidak terlalu tinggi (jarang melebihi 250 mg/dl) bahkan sampai hipoglikemi. Pada
ketosis akibat starvasi (kelaparan yang berat), kadar bikarbonat serum biasanya
tidak lebih rendah dari 18 mEq/l.

J. PENATALAKSANAAN7,9
Kebehasilan pengobatan KAD dan HONK membutuhkan koreksi
dehidrasi, hiperglikemia dan gangguan keseimbangan elektrolit; identifikasi
komorbid yang merupakan faktor presipitasi; dan yang sangat penting adalah perlu
dilakukan monitoring pasien yang ketat. Faktor presipitasi diobati, serta langkah-
langkah pencegahan rekurensi perlu dilaksanakan dengan baik.
Prinsip-prinsip pengelolaan KAD adalah:
a. Penggantian cairan dan garam yang hilang
b. Menekan lipolisis sel lemak dan menekan glukoneogenesis sel hati dengan
pemberian insulin.
c. Mengatasi stress sebagai pencetus KAD
d. Mengembalikan keadaan fisiologis normal dan menyadari pentingnya
pemantauan serta penyesuaian pengobatan.

Perawatan umum
Pengobatan KAD tidak terlalu rumit. Ada 6 hal yang harus diberikan; 5 di
antaranya ialah:
a. Cairan
b. Insulin
c. Garam
d. Kalium
e. Glukosa
Sedangkan yang terakhir tetapi sangat menentukan adalah asuhan
keperawatan. Di sini diperlukan kecermatan dalam evaluasi sampai keadaan KAD
teratasi dan stabil.
Cairan
Untuk mengatasi dehidrsi digunakan larutan garam fisiologis.
Berdasarkan perkiraan hilangnya cairan pada KAD mencapai 100 ml per kg berat
badan, maka pada jam pertama diberikan 1 sampai 2 liter, jam kedua diberikan 1
liter. Ada dua keuntungan rehidrasi pada KAD: memperbaiki perfusi jaringan dan
menurunkan hormon kontraregulator insulin. Bila kadar glukosa kurang dari 200
mg% maka perlu diberikan larutan mengandung glukosa (dekstrosa 5 % atau 10
%).

Insulin
a. Insulin infus intravena dosis rendah berkelanjutan
Insulin regular intravena memiliki waktu paruh 4–5 menit, sementara
pemberian insulin secara intramuskular atau subkutan memiliki waktu paruh sekitar
2–4 jam. Insulin infus intravena dosis rendah berkelanjutan (continuous infusion of
low dose insulin) merupakan standar baku pemberian insulin di sebagian besar
pusat pelayanan medis. Panduan terapi insulin pada KAD dan SHH dapat dilihat
pada tabel. 2

Protokol ini dimulai dengan tahap persiapan yaitu dengan memberikan


infus D5% 100cc/jam. Setelah itu, bila terdapat fasilitas syringe pump, siapkan 50
unit insulin reguler (RI) dalam spuit berukuran 50 cc, kemudian encerkan dengan
larutan NaCl 0,9 % hingga mencapai 50 cc (1 cc NaCl = 1 unit RI). Bila diperlukan
1,5 unit insulin/jam, petugas tinggal mengatur kecepatan tetesan 1,5 cc/jam. Dapat
pula diberikan 125 RI dalam 250 ml larutan NaCl 0,9%, yang berarti setiap 2 cc
NaCl = 1 unit RI.
Bila tidak tersedia syringe pump, dapat digunakan botol infus 500 cc
larutan NaCl 0,9%. Masukkan 12 unit RI (dapat juga 6 unit atau angka lain, sebab
nantinya akan diperhitungkan dalam tetesan) ke dalam botol infus 500 cc larutan
NaCl 0.9%. Bila dibutuhkan 1 unit insulin/jam, maka dalam botol infus yang berisi
12 unit RI, diatur kecepatan tetesan 12 jam/botol, sehingga 12 unit RI akan habis
dalam 12 jam. Bila dibutuhkan 2 unit perjam, kecepatan tetesan infus diatur menjadi
6 jam/botol, karena 12 unit RI akan habis dalam 6 jam, demikian seterusnya, tetesan
diatur sesuai permintaan. Sebagai patokan tetesan, 1 cc cairan infus = 20 tetesan
makro = 60 tetesan mikro.2
Pemberian insulin infus intravena dosis rendah 4–8 unit/jam
menghasilkan kadar insulin sekitar 100 uU/ml dan dapat menekan glukoneogenesis
dan lipolisis sebanyak 100%.2
Cara pemberian infus insulin dosis rendah berkelanjutan dikaitkan dengan
komplikasi metabolik seperti hipoglikemia, hipokalemia, hipofosfatemia,
hipomagnesema, hiperlaktatemia, dan disequilibrium osmotik yang lebih jarang
dibandingkan dengan cara terapi insulin dengan dosis besar secara berkala atau
intermiten. 2

b. Insulin intramuskular
Penurunan kadar glukosa darah yang dicapai dengan pemberian insulin
secara intramuskular lebih lambat dibandingkan dengan cara pemberian infus
intravena berkelanjutan. Terapi insulin intramuskular dosis rendah (5 unit) yang
diberikan secara berkala (setiap 1–2jam) sesudah pemberian insulin dosis awal
(loading dose) sebesar 20 m juga merupakan cara terapi insulin pada pasien KAD.
Cara tersebut terutama dijalankan di pusat pelayanan medis yang sulit memantau
pemberian insulin infus intravena berkelanjutan. Pemberian insulin intramuskular
tersebut dikaitkan dengan kadar insulin serum sekitar 60–90 μU/dL.

Panduan cara pemberian insulin pada pasien KAD dan HONK dewasa

c. Insulin subkutan
Terapi insulin subkutan juga dapat digunakan pada pasien KAD. Namun,
untuk mencapai kadar insulin puncak dibutuhkan waktu yang lebih lama. Cara itu
dikaitkan dengan penurunan kadar glukosa darah awal yang lebih lambat serta
timbulnya efek hipoglikemia lambat (late hypoglycemia) yang lebih sering
dibandingkan dengan terapi menggunakan insulin intramuskular.
Cara Pemberian Terapi Insulin

Pada mayoritas pasien, terapi insulin diberikan secara simultan dengan


cairan intravena. Apabila pasien dalam keadaan syok atau kadar kalium awal
kurang dari 3,3 mEq/L, resusitasi dengan cairan intravena atau suplemen kalium
harus diberikan lebih dahulu sebelum infus insulin dimulai. Insulin infus intravena
5-7 U/jam seharusnya mampu menurunkan kadar glukosa darah sebesar 50–75
mg/dL/jam serta dapat menghambat lipolisis, menghentikan ketogenesis, dan
menekan proses glukoneogenesis di hati.
Kecepatan infus insulin harus selalu disesuaikan. Bila faktor-faktor lain
penyebab penurunan kadar glukosa darah sudah dapat disingkirkan dan penurunan
kadar glukosa darah kurang dari 50 mg/dL/jam, maka kecepatan infus insulin perlu
ditingkatkan. Penyebab lain dari tidak tercapainya penurunan kadar glukosa darah,
antara lain rehidrasi yang kurang adekuat dan asidosis yang memburuk.
Bila kadar glukosa darah sudah turun < 250 mg/dL, dosis insulin infus
harus dikurangi menjadi 0,05-0,1 U/kgBB/jam sampai pasien mampu minum atau
makan. Pada tahap ini, insulin subkutan dapat mulai diberikan, sementara infus
insulin harus dilanjutkan paling sedikit 1–2 jam setelah insulin subkutan kerja
pendek diberikan. Pasien KAD dan SHH ringan dapat diterapi dengan insulin
subkutan atau intramuskular. Hasil terapi dengan insulin infus intravena, subkutan,
dan intravena intermiten pada pasien KAD dan SHH ringan tidak menunjukkan
perbedaan yang bermakna dalam hal kecepatan penurunan kadar glukosa dan keton
pada 2 jam pertama. 2

Kalium
Pada awalnya KAD biasanya kadar ion K serum meningkat hiperkalemia
yang fatal sangat jarang dan bila terjdi harus segera diataasi dengan pemberian
bikarbonat. Bila pada elektrokardiogram ditemukan gelombang T yang tinggi,
pemberian cairan dan insulin dapat segera mengatasi keadaan hiperkalemi tersebut.
Yang perlu menjadi perhatian adalah hipokalemiayang dapat fatal selaama
pengobatan KAD. Ion kalium terutama terdapat di intraselular. Pada keadaan KAD,
ion K bergerak ke luar sel dan selanjutnya dikeluarkan melalui urine. Total defisit
K yang terjadi selama KAD diperkirakan mencapai 3-5 mEq/kg BB. Selama terapi
KAD, ion K kembali mempertahankan kadar K serum dalam batas normal., perlu
pemberian kalium. Pada pasien tanpa gagal ginjal serta tidak ditemukannya
gelombang T yang lancip dan tinggi pada elektrokardiogram, pemberian kalium
segera dimulai setelah jumlah urine cukup adekuat.

Glukosa
Setelah rehidrasi awal 2 jam pertama, biasanya kadar glukosa darah
akan turun. Selanjutnya dengan pemberian insulin diharapkan terjadi penurunan
kadar glukosa sekitar 60 mg%/jam. Bila kadar glukosa mencapai < 200 mg% maka
dapat dimulai infus mengandung glukosa. Perlu dditekankan di sini bahwa tujuan
terapi KAD bukan untuk menormalkan kadar glukosa tetapi untuk menekan
ketogenesis.

Bikarbonat
Terapi bikarbonat pafda KAD menjadi topik perdebatn selama beberapa
tahun. Pemberian bikarbonat hanya dianjurkan pada KAD yang berat. Adapun
alasan keberatan pemberian bikarbonat adalah:
a. Menurunkan pH intraselular akibat difusi CO2 yang dilepas bikarbonat.
b. Efek negatif pada dissosiasi oksigen di jaringan
c. Hipertonis dan kelebihan natrium
d. Meningkatkan insidens hipokalemia
e. Gangguan fungsi serebral
f. Terjadi hiperkalemia bila bikarbonat terbentuk dari asam keton.
Saat ini bikarbonat hanya diberikan bila pH kurang dari 7,1 walaupun
demikian komplikasi asidosis laktat dan hiperkalemia yang mengancam tetap
merupakan indikasi pemberian bikarbonat.

Pengobatan Umum
Di samping hal tersebut di atas pengobatan umum yang tak kalah penting.
Pengobatan umum KAD, terdiri atas:
1. Antibiotika yang adekuat
2. Oksigen bila PO2 < 80 mmHg
3. Heparin bila ada DIC atau bila hiperosmolar (>380 mOsm/l)

Pemantauan
Pemantauan merupakan bagian yang terpenting dalam pengobatan KAD
mengingat penyesuaian terapi perlu dilakukan selama terapi berlansung. Untuk itu
perlu dilaksanakan pemeriksaan:
1. kadar glukosa darah tiap jam dengan glukometer
2. elektrolit tiap 6 jam selama 24 jam selanjutnya tergantung keadaa.
3. Analisis gas darah, bila pH <7 waktu masuk periksa setiap 6 jam sampai pH
>7,1, selanjutnya setiap hari sampai keadaan stabil
4. Vital Sign tiap jam
5. Keadaan hidrasi, balance cairan
6. Waspada terhadap kemungkinan DIC
Agar hasil pemantauan efektif dapat digunakan lembar evaluasi penatalaksanaan
ketoasidosis yang baku.

Penatalaksanaan HONK:
Penatalaksanaanya serupa dengan KAD, hanya cairan yang dibutuhkan
adalah cairan hipotonis (1/2N, 2A). pemantauan kadar glukosa darah lebih ketat,
dan pemberian insulin harus lebih cermat dan hati-hati. Respon penurunan kadar
glukosa darah lebih baik. Walaupun demikian, angka kematian lebih tinggi, karena
lebih banyak terjadi pada usia lanjut, yang tentu saja lebih banyak disertai kelainan
organ-organ lainnya.
Penatalaksanaan HONK memerlukan monitoring ketat terhadap kondisi
pasien dan responnya terhadap terapi yang diberikan. Pasien-pasien tersebut harus
dirawat, dan sebagian besar pasien tersebut sebaiknya dirawat diruang rawat
intensif atau intermediate.
Penatalaksanaan HONK meliputi 5 pendekatan:
1. Rehidrasi intravena
2. Penggantian elektrolit
3. Pemberian insulin intravena
4. Diagnosis dan managemen factor pencetus dan penyakit penyerta
5. Pencegahan

1. Cairan
Langkah pertama dan terpenting dalam penatalaksanaan HONK adalah
penggantian cairan yang agresif, dimana sebaiknya dimulai dengan
mempertimbangkan perkiraan deficit cairan (biasanya 100 sampai 200 mL per kg,
atau total rata-rata 9 L). Penggunaan cairan isotonic akan dapat menyebabkan
overload cairan dan cairan hipotonik mungkin dapat mengkoreksi deficit cairan
terlalu cepat dan potensial menyebabkan kematian dan lisis myelin difus. Sehingga
pada awalnya sebaiknya diberikan 1 L normal saline per jam. Jika pasiennya
mengalami syok kardiogenik, maka diperlukan monitor hemodinamik.
Pada orang dewasa, risiko edema serebri rendah sedangkan konsekuensi
dan terapi yang tidak memadai meliputi oklusi vascular dan peningkatan mortalitas.
Pada awal terapi, kadar glukosa darah akan menurun, bahkan sebelum
insulin diberikan, dan hal ini dapat menjadi indicator yang baik akan cukupnya
terapi cairan yang diberikan. Jika kadar glukosa darah tidak bias diturunkan sebesar
75 – 100 mg per dL per jam, hal ini biasanya menunjukkan penggantian cairan yang
kurang atau gangguan ginjal.

2. Elektrolit
Kehilangan kalium tubuh total seringkali tidak diketahui pasti, karena
kadar kalium dalam tubuh dapat normal atau tinggi. Kadar kalium yang sebenarnya
akan terlihat ketika diberikan insulin, karena ini akan mengakibatkan kalium serum
masuk ke dalam sel. Kadar elektrolit harus dipantau terus-menerus dan irama
jantung pasien harus dimonitor.
Jika kadar kalium awal <3,3 mEq per L (3,3 mmol per L), pemberian
insulin ditunda dan diberikan dan diberikan kalium (2/3 kalium klorida dan 1/3
kalium fosfat sampai tercapai kadar kalium setidaknya 3,3 mEq per L), kadar
kalium harus diturunkan sampai dibawah 5,0 mEq per L, namun sebaiknya kadar
kalium ini perlu dimonitor tiap 2 jam. Jika kadar awal kalium antara 3,3 – 5,0 meq
per L, maka 20-30 mEq kalium harus diberikan dalam tiap liter cairan intravena
yang diberikan (2/3 kalium klorida dan 1/3 kalium fosfat) untuk mempertahankan
kadar kalium antara 4,0 mEq per L (4,0 mmol per L) dan 5,0 mEq per L.

3. Insulin
Hal yang penting dalam pemberian insulin adalah perlunya pemberian
cairan yang adekuat terlebih dahulu. Jika insulin diberikan sebelum pemberian
cairan, maka cairan akan berpindah ke intrasel dan berpotensi menyebabkan
perburukan hipotensi, kolaps vakular, atau kematian. Insulin sebaiknya dengan
bolus awal 0,15 U/kgBB secara intravena, dan diikuti dengan drip 0,1 U/kgBB
perjam sampai kadar glukosa darah turun antara 250 mg/dl (13,9 mmol per L)
sampai 300 mg per dL. Jika kadar gluksoa darah sudah mencapai dibawah 300
mg/dL, sebaiknya diberikan dektrosa secara intravena dan dosis insulin secara
sliding scale sampai pulihnya kesadaran dan keadaan hiperosmolar.

4. Identifikasi dan eliminasi factor penyebab


Walaupun tidak direkomendasikan untuk emmberikan antibiotic kepada
semua pasien yang dicurigai mengalami infeksi, namun terapi antibiotic dianjurkan
ambil menunggu hasil kultur pada paien usia lanjut dan pada pasien dengan
hipotensi. Berdasarkan penelitian terkini, peningkatan kadan c-reaktif protein dan
interleukin 6 merupakan indicator awal sepsis pada pasien dengan HONK.
K. KOMPLIKASI7,9
Komplikasi pada krisis hiperglikemik dapat terjadi akibat KAD/HONK
dan komplikasi akibat pengobatan.
Penyulit KAD dan HONK yang paling sering adalah hipoglikemia dalam
kaitan dengan pemberian insulin yang berlebihan, hipokalemia dalam kaitan
dengan pemberian insulin dan terapi asidosis dengan bikarbonat, dan hiperglikemia
sekunder akibat penghentian insulin intravena setelah perbaikan tanpa pemenuhan
yang cukup dengan insulin subkutan. Biasanya, pasien yang sembuh dari KAD
menjadi hyperkhloremi disebabkan oleh penggunaan larutan saline berlebihan
untuk penggantian cairan dan elektrolit dan asidosis metabolik non anion gap yang
sementara dimana khlorida dari cairan intravena menggantikan anion yang hilang
dalam bentuk sodium dan garam-kalium selama diuresis osmotik. Kelainan
biokimia ini adalah sementara dan secara klinik tidak penting kecuali jika terjadi
gagal ginjal akut atau oliguria yang ekstrim.
Edema cerebral adalah suatu kejadian yang jarang tetapi merupakan
komplikasi KAD yang fatal, dan terjadi 0.7–1.0% pada anak-anak dengan DKA.
Umumnya terjadi pada anak-anak dengan DM yang baru didiagnosis, tetapi juga
dilaporkan pada anak-anak yang telah diketahui DM dan pada orang-orang umur
duapuluhan. Kasus yang fatal dari edema cerebral ini telah pula dilaporkan pada
HONK. Secara klinis, edema cerebral ditandai oleh perubahan tingkat kesadaran,
dengan letargi, dan sakit kepala. Gangguan neurologi mungkin terjadi secara cepat,
dengan kejang, inkontinensia, perubahan pupil, bradycardia, dan gagal nafas.
Gejala ini makin menghebat jika terjadi herniasi batang otak. Perburukan ini terjadi
sangat cepat walaupun papilledema tidak ditemukan Bila terjadi gejala klinis selain
dari kelesuan dan perubahan tingkah laku , angka kematian tinggi (> 70%), dengan
hanya 7–14% pasien yang sembuh tanpa kelainan yang permanen. Walaupun
mekanisme dari edema cerebral tidak diketahui diduga diakibatkan oleh perubahan
osmolaritas dari air pada sistem saraf pusat dimana terjadi penurunan osmolaritas
dengan cepat pada terapi KAD atau HONK.
Kurangnya informasi yang berhubungan dengan angka morbiditas edema
cerebral pada pasien orang dewasa; oleh karena itu, rekomendasi penilaian untuk
pasien orang dewasa lebih secara klinis, daripada bukti ilmiah.
Pencegahan yang mungkin dapat mengurangi resiko edema cerebral pada
pasien dengan resiko tinggi adalah dengan penggantian defisit air dan natrium
berangsurangsur dengan perlahan pada pasien yang hyperosmolar (maksimal
pengurangan osmolaritas 3 mOsm· kg-1 H2O· h-1) dan penambahan dextrose
dalam larutan hidrasi saat glukosa darah mencapai 250 mg/dl. Pada SHH, kadar
glukosa darah harus dipertahankan antara 250-300 mg/dl sampai keadaan
hiperosmoler dan status mental perbaikan, dan pasien menjadi stabil.
Hypoxemia dan edema paru-paru yang nonkardiogenik dapat terjadi saat
terapi KAD. Hypoxemia disebabkan oleh suatu pengurangan dalam tekanan
osmotic koloid yang mengakibatkan penambahan cairan dalam paru-paru dan
penurunan compliance paru-paru. Pasien dengan KAD yang mempunyai suatu
gradien oksigen alveoloarteriolar yang lebar pada saat pengukuran analisa gas darah
awal atau ditemukannya ronkhi saat pemeriksaan fisik berisiko lebih tinggi untuk
terjadinya edema paru. Peningkatan kadar amilase dan lipase yang non spesifik
dapat terjadi pada KAD maupun SHH. Pada penelitian Yadav dan kawan-kawan,
peningkatan amilase dan lipase terjadi pada 16 – 25% kasus KAD. Kadar amilase
dan lipase dapat meingkat sampai lebih dari 3 kali nilai normal tanpa bukti klinik
dan CT-scan pankreatitis. Walaupun demikian, pankreatitis akut dapat juga terjadi
pada 10 – 15% kasus KAD. Dilatasi gaster akut akibat gastroparesis yang diinduksi
oleh keadaan hipertonisitas merupaka komplikasi yang jarang terjadi tetapi dapat
fatal. Pada keadaan ini risiko untuk terjadinya perdarahan gastrointestinal lebih
besar. Mungkin diperlukan dekompresi dengan naso-gastric tube dan pemberian
agen-agen penurun asam lambung sebagai tindakan profilaksis.

L. PENCEGAHAN9
Banyak kasus KAD dan HONK dapat dicegah dengan perawatan medic
yang baik, edukasi yang sesuai, dan komunikasi efektif dari tenaga kesehatan
selama belum timbulnya penyakit. Sick-day management harus mendapat
perhatian. Hal ini meliputi informasi spesifik pada 1)kapan menghubungi sarana
pelayanan kesehatan 2) target glukosa darah dan penggunaan short-acting insulin
selama penyakit, 3) mengobati demam dan infeksi, dan 4) inisiasi dari suatu diet
cairan yang mudah dicerna yang mengandung karbohidrat dan garam. Yang paling
penting, pasien harus dinasehatkan untuk tidak pernah menghentikan insulin dan
untuk mencari dokter saat mulai sakit .
Sick-Day Management yang berhasil tergantung pada keterlibatan pasien
dan anggota keluarganya. Pasien atau anggota keluarganya harus mampu dengan
teliti mengukur dan mencatat kadar glukosa darah, benda keton pada urin atau darah
ketika glukosa darah > 300 mg/dl, dosis insulin, suhu badan, frekuensi pernafasan
dan denyut nadi permenit, dan berat badan. Pengawasan yang cukup dan sangat
membantu dari staff atau keluarga dapat mencegah terjadinya HONK dalam kaitan
dengan keadaan dehidrasi pada individu tua yang tidak mampu untuk mengenali
atau menghindari kondisi ini. Edukasi yang baik harus diberikan sehingga pasien
mengenai tanda dan gejala newonset diabetes; kondisi-kondisi, prosedur, dan obat-
obatan yang memperburuk kendali kencing manis; dan monitoring glukosa dapat
mengurangi kejadian dan beratnya HONK
DAFTAR PUSTAKA

1. Augusta L. Arifin ,dkk. 2010.Krisis Hiperglikemia Pada Diabetes Melitus.


Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
RS.Dr.Hasan Sadikin Bandung.
2. Syahputra Dr. MHD.. 2003. Diabetik Ketoasidosis. Bagian Biokimia
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
3. American Diabetes Association.2012. Medical Management of type 1
Diabetes, 6th Edn. American Diabetes Association, Arlington.
4. Seowondo, P. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Koma Hiperosmolar
Hiperglikemik Non Ketotik, Edisi V Jilid II. Interna Publishing. Jakarta.
5. Sudoyo W, dkk. Editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi V.
Jakarta: Interna Publishing. 2009. P 1906-1910
6. Kitabchi AE, Fisher JN, Murphy MB , Rumbak MJ : Diabetic ketoacidosis
and the hyperglycemic hyperosmolar nonketotic state. In Joslin’s Diabetes
Mellitus. 13th ed. Kahn CR, Weir GC, Eds. Philadelphia, Lea & Febiger,
1994, p. 738–770
7. Umpierrez, GE, Murphy, MB, & Kitabcho AE 2002, Diabetic ketoacidosis
dan Hyperglicemikc hyperosmolar syndrome. Diabetes Spectrum, 15 (1) :
28-36/
8. Ennis ED, Stahl EJ, Kreisberg RA : Diabetic ketoacidosis. In Diabetes
Mellitus :Theory and practice. 5th ed.Porte D Jr, Sherwin RS, Ed.
Amsterdam, Elsevier,1997, 827-844.
9. Hyperglycemic crises in patients with diabetes mellitus.American Diabetes
Association. Diabetes Care vol27 supplement1 2004, S94-S102

Anda mungkin juga menyukai