Disusun Oleh :
dr. Michelle Abigail
Pendamping :
dr. Widiatmoko
dr. Joko Arif Kurniawan
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. Z
Umur : 52 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Pernikahan : Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Mayong, Kudus
Suku : Jawa
No. RM : 807 538
Masuk RS : 23 Mei 2019
Tempat : Bangsal RSUD Loekmono Hadi
II. ANAMNESA
Anamnesis dilakukan di Bangsal RSUD Loekmono Hadi 25 Mei 2019
pukul 20.00 WIB secara alloanamnesis dengan keluarga pasien.
A. Keluhan Utama : pasien tidak sadar
V. DIAGNOSA KERJA
Hiperglikemik dd/ KAD
HONK
DM tipe 2
Drug eruption
VI. PENATALAKSANAAN
- Loading NaCl 0.9% 500 cc selama 1 jam
- Bolus Humulin 8 unit IV
- Monitoring GDS setiap jam, jika GDS >200 mg/dl tambahkan
humulin 4 unit IV sampai GDS<200 mg/dl
- Cek BGA
- Pindah ICU
Jam 21.00
S : Penurunan kesadaran
O: GCS E E2M3V2
GDS 369 mg/dl
A: Hiperglikemi
DM tipe II
Drug eruption
Plan :
Bolus humulin 4 unit IV
Cek GDS / 1 jam
Jam 22.00
S: penurunan kesadaran
O: GCS E2M3V2
GDS 345 mg/dl
A: Hiperglikemi
DM tipe II
Drug eruption
Plan :
Bolus humulin 4 unit IV
Cek GDS / 1 jam
Pasien pindah ke ICU
Prognosis:
Ad Sanam : dubia
Ad Vitam : dubia
Ad Fungsionam : dubia
CATATAN KEMAJUAN (FOLLOW UP)
DM tipe 2 Program:
HR : tidak teraba
RR:20x/menit
A. PENDAHULUAN
Koma hiperglikemia merupakan komplikasi akut yang dapat terjadi pada
Diabetes Mellitus (DM), baik tipe 1 maupun tipe 2.1 Keadaan tersebut merupakan
keadaan serius yang mungkin terjadi sekalipun pada DM yang terkontrol baik.
Koma hiperglikemia dapat terjadi dalam bentuk ketoasidosis diabetik (KAD), status
hiperosmolar hiperglikemik (SHH)/hiperosmolar non ketotik (HONK) atau kondisi
yang mempunyai elemen kedua keadaan diatas.1 KAD adalah keadaan yang
ditandai dengan asidosis metabolik akibat pembentukan keton yang berlebihan,
sedangkan HONK ditandai dengan hiperosmolalitas berat dengan kadar glukosa
serum yang biasanya lebih tinggi dari KAD murni.1
B. DEFINISI
Hiperglikemia merupakan keadaan peningkatan glukosa darah daripada
rentang kadar puasa normal 80 – 90 mg / dl darah, atau rentang non puasa sekitar
140 – 160 mg /100 ml darah.1 Ketoasidosis diabetikum adalah kondisi medis darurat
yang dapat mengancam jiwa bila tidak ditangani secara tepat. lnsiden kondisi ini
bisa terus meningkat, dan tingkat mortalitas 1-2 persen telah dibuktikan sejak tahun
1970-an. Ketoasidosis diabetikum paling sering terjadi pada pasien penderita
diabetes tipe 1 (yang pada mulanya disebut insulin-dependent diabetes mellitus),
akan tetapi keterjadiannya pada pasien penderita diabetes tipe 2 (yang pada
mulanya disebut non-insulin dependent diabetes mellitus), terutama pasien kulit
hitam yang gemuk adalah tidak sejarang yang diduga.3
Sindrom hiperosmolar hiperglikemik non ketotik (HHNK) /hiperosmolar
non ketotik (HONK) ditandai dengan hiperglikemia, hiperosmolar, tanpa disertai
adanya ketosis.4 Gejala klinis utama adalah dehidrasi berat, hiperglikemia berat dan
seringkali disertai dengan gangguan neurologis dengan atau tanpa adanya ketosis.4
Perjalanan klinis HHNK biasanya berlangsung dalam jangka waktu
tertentu (beberapa hari sampai beberapa minggu), dengan gejala khas
meningkatnya rasa haus disertai poliuri, polidipsi dan penurunan berat badan.
Koma hanya ditemukan kurang dari 10%.4
Ditinjau dari sudut patofisiologi, HHNK dan KAD merupakan suatu
spectrum dekompensasi metabolic pada pasien diabetes; yang berbeda adalah
awitan (onset), derajat dehidrasi, dan beratnya ketosis.5
Salah satu kendala dalam laporan mengenai insidensi, epidemiologi dan
angka kematian KAD adalah belum ditemukannya kesepakatan tentang definisi
KAD. Sindroma ini mengandung triad yang terdiri dari hiperglikemia, ketosis dan
asidemia. Konsensus diantara para ahli dibidang ini mengenai kriteria diagnostik
untuk KAD adalah pH arterial < 7,3, kadar bikarbonat < 15 mEq/L, dan kadar
glucosa darah > 250 mg/dL disertai ketonemia dan ketonuria moderate. HONK
pertama kali dilaporkan oleh Sament dan Schwartz pada tahun 1957. HONK
didefinisikan sebagai hiperglikemia extrim, osmolalitas serum yang tinggi dan
dihidrasi berat tanpa ketosis dan asidosis yang signifikan. Serum dihitung dengan
rumus sebagai berikut : 2(Na)(mEq/L) + glucose (mg/dL) / 18 + BUN (mg/dL) /
2,8. Nilai normalnya adalah 290 ± 5 mOsm/kg air. Pada umumnya keton serum
negatif dengan pemeriksaan metoda nitroprusid pada dilusi 1:2, bikarbonat serum
> 20 mEq/L, dan pH arterial > 7,3. Hiperglikemia pada SHH biasanya lebih berat
dari pada KAD; kadar glucosa darah > 600 mg/dL biasanya dipakai sebagai kriteria
diagnostik. HONK lebih sering terjadi pada usia tua atau pada mereka yang baru
didiagnosis sebagai diabetes dengan onset lambat.5
C. EPIDEMIOLOGI6
Insidensi KAD berdasarkan suatu penelitian population-based adalah
antara 4.6 sampai 8 kejadian per 1,000 pasien diabetes. Adapun angka kejadian
HONK <1%. Pada penelitian retrospektif oleh Wachtel dan kawan-kawan
ditemukan bahwa dari 613 pasien yang diteliti, 22% adalah pasien KAD, 45%
HONK dan 33% merupakan campuran dari kedua keadaan tersebut. Pada penelitian
tersebut ternyata sepertiga dari mereka yang presentasi kliniknya campuran KAD
dan HONK, adalah mereka yang berusia lebih dari 60 tahun.
Tingkat kematian pasien dengan ketoasidosis (KAD) adalah < 5% pada
sentrum yang berpengalaman, sedangkan tingkat kematian pasien dengan
hiperglikemia hiperosmoler (HONK) masih tinggi yaitu 15%. Prognosis keduanya
lebih buruk pada usia ekstrim yang disertai koma dan hipotensi. Bila mortalitas
akibat KAD distratifikasi berdasarkan usia maka mortalitas pada kelompok usia 60-
69 tahun adalah 8%, kelompok usia 70-79 tahun 27%, dan 33% pada kelompok usia
> 79 tahun .Untuk kasus HONK mortalitas berkisar antara 10% pada mereka yang
berusia < 75 tahun, 19% untuk mereka yang berusia 75-84 tahun, dan 35% pada
mereka yang berusia >84 tahun. Empatpuluh % pasien yang tua yang mengalami
krisis hiperglikemik sebelumnya tidak didiagnosis sebagai diabetes.
D. ETIOLOGI5
Penyebab tidak diketahui dengan pasti tapi umumnya diketahui
kekurangan insulin adalah penyebab utama dan faktor herediter yang memegang
peranan penting. Yang lain akibat pengangkatan pancreas, pengrusakan secara
kimiawi sel beta pulau langerhans.
Faktor predisposisi herediter, obesitas. Faktor imunologi; pada penderita
hiperglikemia khususnya DM terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Respon
ini mereupakan repon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal
tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggap sebagai
jaringan asing.
E. FAKTOR PENCETUS
Infeksi merupakan faktor pencetus yang paling utama pada KAD dan
HONK. Disamping itu pemberian insulin dengan dosis yang tidak adekuat, juga
merupakan faktor pencetus untuk terjadinya KAD pada penderita DM tipe 1. Faktor
pencetus lain adalah CVD, penyalahgunaan alkohol, trauma, emboli paru dan infark
miokard. Berbagai jenis obat dapat pula mengganggu metabolisme karbohidrat,
antara lain : kortikosteroid, pentamidine, obat-obat simpatomimetik, penghambat β
dan β adrenergik serta diuretik , sehingga dapat pula mencetuskan KAD dan HONK
terutama pada penderita usia lanjut7. Disamping itu pada penderita DM tipe 1 onset
baru biasanya terdiagnosis pertama kali karena KAD.3 HONK juga dapat terjadi
pada penderita DM tipe 2 usia lanjut yang tidak menyadari kondisi hiperglikeminya
dan kurang mendapat asupan cairan yang cukup pada saat diperlukan. Pada
penderita DM tipe 1 yang disertai problem psikologik sehingga terjadi gangguan
selera makan dapat pula menjadi faktor pemicu KAD yang berulang.7
F. PATOGENESIS4,7,8
Pada semua krisis hiperglikemik, hal yang mendasarinya adalah defisiensi
insulin, relatif ataupun absolut, pada keadaan resistensi insulin yang meningkat.
Kadar insulin tidak adekuat untuk mempertahankan kadar glukosa serum yang
normal dan untuk mensupres ketogenesis. Hiperglikemia sendiri selanjutnya dapat
melemahkan kapasitas sekresi insulin dan menambah berat resistensi insulin
sehingga membentuk lingkaran setan dimana hiperglikemia bertambah berat dan
produksi insulin makin kurang.
Pada KAD dan HONK, disamping kurangnya insulin yang efektif dalam
darah, terjadi juga peningkatan hormon kontra insulin, seperti glukagon,
katekholamin, kortisol, dan hormon pertumbuhan. Hormon-hormon ini
menyebabkan peningkatan produksi glukosa oleh ginjal dan hepar dan gangguan
utilisasi glukosa dijaringan, yang mengakibatkan hyperglikemia dan perubahan
osmolaritas extracellular. Kombinasi kekurangan hormon insulin dan
meningkatnya hormone kontrainsulin pada KAD juga mengakibatkan
penglepasan/release asam lemak bebas dari jaringan adipose (lipolysis) ke dalam
aliran darah dan oksidasi asam lemak hepar menjadi benda keton (ß-
hydroxybutyrate [ß-OHB] dan acetoacetate) tak terkendali, sehingga
mengakibatkan ketonemia dan asidosis metabolik. Pada sisi lain, SHH mungkin
disebabkan oleh konsentrasi hormone insulin plasma yang tidak cukup untuk
membantu ambilan glukosa oleh jaringan yang sensitif terhadap insulin, tetapi
masih cukup adekuat ( dibuktikan dengan C-peptide) untuk mencegah terjadinya
lipolisis dan ketogenesis; akan tetapi bukti-bukti untuk teori ini masih lemah. KAD
dan HONK berkaitan dengan glikosuria, yang menyebabkan diuresis osmotik,
sehingga air, natrium, kalium, dan elektrolit lain keluar.
Ada sekitar 20 % pasien KAD yang baru diketahui menderita DM untuk
pertama kalinya. Pada pasien KAD yang sudah diketahui sebelumnya, 80 %
dikenali adanya faktor pencetus. Faktor pencetus yang berperan untuk terjadinya
KAD adalah infeksi, infark miokard akut, pankreatitis akut, penggunaan obat
golongan steroid, menghentikan atau mengurangi dosis insulin. Sementara itu 20 %
pasien KAD tidak didapatkan faktor pencetus.
KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin absolut atau
relatif dan peningkatan hormon kontra regulator (glukagon, katekolamin, kortisol,
dan hormon pertumbuhan); keadaan tersebut menyebabkan produksi gula hati
meningkat dan utilisasi glukosa oleh sel tubuh menurun, dengan hasil akhir
hiperglikemia. Keadaan hiperglikemia sangat bervariasi dan tidak menentukan
derajat berat-ringannya KAD. Adapun gejala dan tanda klinis KAD dapat
dikelompokkan menjadi 2 bagian, yaitu:
Akibat hiperglikemia
Akibat ketosis
Walaupun sel tubuh tidak dapat menurunkan glukosa, sistem homeostasis
tubuh terus teraktivasi untuk memproduksi glukosa dalam jumlah banyak sehingga
terjadi hiperglikemia. Kombinasi defisiensi insulin dan peningkatan kadar hormon
kontra regulator terutama epinefrin, mengaktivasi hormon lipase sensitif pada
jaringan lemak. Akibatnya lipolisis meningkat, sehingga terjadi peningkatan
produksi benda keton dan asam lemak bebas secara berlebihan. Akumulasi produksi
benda keton oleh sel hati dapat menyebabkan metabolik asidosis. Benda keton
utama adalah asam asetoasetat (AcAc) dan 3 beta hidroksi butirat (3HB); dalam
keadaan normal 3HB meliputi 75-85 % dan aseton darah merupakan benda keton
yang tidak begitu penting. Meskupin sudah tersedia bahan bakar tersebut, sel-sel
tubuh masih tetap lapar dan terus menerus produksi glukosa.
Hanya insulin yang dapat menginduksi transport glukosa ke dalam sel,
memberi signal untuk proses perubahan glukosa menjadi glikogen, menghambat
lipolisis lemak, menghambat glukoneogenesis pada sel hati serta mendorong
oksidasi melalui siklus krebs dalam mitokondria sel. Melalui proses oksidasi
tersebut akan dihasilkan ATP yang merupakan energi utama sel.
Resistensi insulin juga berperan dalam memperberat keadaan defisiensi
insulin relatif. Meningkatnya hormon kontra regulator insulin, meningkatnya asam
lemak bebas, hiperglikemia, gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa
dapat mengganggu sensitivitas insulin.
Peranan utama insulin dalam metabolisme karbohidrat, lipid dan protein
dapat dipahami paling jelas dengan memeriksa berbagai akibat defisiensi insulin
pada manusia. Manifestasi utama penyakit diabetes melitus adalah hiperglikemia,
yang terjadi akibat (1) berkurangnya jumlah glukosa yang masuk ke dalam sel; 2).
Berkurangnya penggunaan glukosa oleh pelbagai jaringan, dan 3) peningkatan
produksi glukosa (glukoneogenesis) oleh hati. Masing-masing peristiwa ini akan
dibicarakan lebih rinci dibawah ini.
Factor yang memeluiai timbulnya HONK adalah diuresis glukosuria.
Glukosuria mengakibatkan kegagalan pada kemampuan ginjal dalam
mengkonsentrasikan urin, yang akan semakin memperberat derajat kehilangan air.
Pada keadaan normal, ginjal berfungsi mengeliminasi glukosa diatas ambang batas
tertentu. Namun demikian, penurunan intravascular atau penyakit ginjal yang telah
ada sebelumnya akan menurunkan laju filtrasi glomerular, menyebabkan kadar
glukosa meningkat. Hilangnya air yang lebih banyak dibandingkan natrium
menyebabkan keadaan hiperosmolar. Insulin yang ada tidak cukup untuk
menurunkan kadar gluksoa darah, terutama jika terdapat resistensi insulin.
Tidak seperti pasien dengan KAD, pasien HONK tidak mengalami
ketoasidosis, nmaun tidak dimketahui dengan jelas alasannya. Factor yang diduga
ikut berpengaruh adalah keterbatasan ketogenesis karena keadaan
hiperosmolar,kadar asam lemak bebas yang rendah untuk ketogenesis, ketersediaan
insulin yang cukup untuk menghambat ketogenesis namun tidak cukup untuk
mencegah hiperglikemia, dan resistensi hati terhadap glucagon.
Tidak tercukupinya kebutuhan insulin menyebabkan timbulnya
hiperglikemia. Penurunan pemakaian glukosa oleh jaringan perifer perifer termasuk
oleh sel otot jaringan dan sel lemak, ketidakmampuan menyimpan glukosa glikogen
pada otot dan hati, dan stimulasi glucagon pada sel hati, dan stimulasi glucagon
pada sel hati untuk glukoneogenesis mengakibatkan semakin naiknya kadar glukosa
darah. Pada keadaan dimana insulin tidak mencukupi, maka besarnya kenaikan
kadar glukosa darah juga tergantung dari status hidrasi dan masukan karbohidrat
oral.
Hiperglikemi mengakibatkan timbulnya diuresis osmotic, dan
mengakibatkan menurunnya cairan tubuh total. Dalam ruang vascular, dimana
glukoneogenesis dan masukan makanan terus menerus menambah glukosa,
kehilangan cairan akan semakin mengakibatkan hiperglikemia dan hilangnya
volume sirkulasi. Hiperglikemia dan meningkatnya konsentrai protein plasma yang
mengikuti hilangnya cairan intravascular menyebabkan keadaan hiperosmolar.
Keadaan hiperosmolar ini memicu sekresi hormone anti diuretic. Keadaan
hiperosmolar ini juga akan memicu timbulnya rasa haus.
Adanya keadaan hiperglikemia dan hiperosmolar ini jika kehilangan
cairan tidak dikompensasi dengan masukan cairan oral maka akan timbul dehidrasi
dan kemudian hipovolemia. Hipovelemia akan mengakibatkan hipotensi dan
nantinya menyebabkan gangguan pada perfusi jaringan. Keadaan koma merupakan
suatu stadium akhir dari proses hiperglikemik ini, dimana telah timbul gangguan
elektrolit berat dalam kaitannya dengan hipotensi.
G. MANIFESTASI KLINIS4,5,7
Polifagi.
Polidipsi
Poliuri.
Kelainan kulit, gatal-gatal, kulit kering
Rasa kesemutan, kram otot
Visus menurun
Penurunan berat badan
Kelemahan tubuh dan luka yang tidak sembuh-sembuh
H. DIAGNOSIS7
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik :
Proses terjadinya HONK biasanya mulai terjadi dalam beberapa hari
sementara timbulnya episode KAD terjadi secara mendadak. Walaupun gejala dari
DM yang tidak terkontrol baik dapat terjadi dalam beberapa hari, perubahan
metabolik yang khas dari KAD biasanya terjadi dalam waktu yang singkat (kurang
dari 24 jam). Temuan laboratorium awal pada pasien HONK adalah kadar glukosa
darah yang sangat tinggi (> 600 mg/dL) dan omolaritas serum yang tinggi (> 320
mOsm per kg air [normal = 290 ± 5]), dengan pH lebih besar dari 7,30 dan disertai
ketonuria ringan atau tidak. Separuh apsien akan menunjukkan asidosis metabolic
atau anion gap yang ringan (10-12). Jika anion gap nya berat (>12), harus
dipikirkann diagnosis diferential asidosis laktat atau penyebab lain.
Ketoasidosis diabetik perlu dibedakan dengan ketosis diabetik ataupun
hiperglikemia hiperosmolar nonketotik. Beratnya hiperglikemia, ketonemia, dan
asidosis dapat dipakai kriteria diagnosis KAD. Walaupun demikian penilaian kasus
per kasus selalu diperlukan untuk menegakkan diagnosis.
Langkah pertama yang harus diambil pada paasien dengan KAD terdiri
dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cepat dan teliti dengan terutama
memperhatikan patensi jalan nafas, status mental, status ginjal dan kardiovaskular,
dan status hidrasi. Langkah-langkah ini harus dapat menentukan jenis pemeriksaan
laboratorium yang harus segera dilakukan, sehingga penatalaksanaan dapat segera
dimulai tanpa adanya penundaan.
Pemeriksaan laboratorium yang paling penting dilakukan setelah
anamnesis dan pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan kadar glukosa darah dengan
glucose sticks dan pemeriksaan urine dengan menggunakan urine strip untuk
melihat secara kualitatif jumlah glukosa, keton, nitrat, dan leukosit dalam urine.
Pemeriksaan laboratorium lengkap untuk dapat menilai karakteristik dan tingkat
keparahan KAD meliputi kadar HCO3-, anion gap, pH darah dan juga idealnya
dilakukan pemeriksaan kadar AcAc dan laktat serta 3HB.
Kriteria diagnosis KAD:
a. kadar glukosa > 250 mg%
b. pH < 7,35
c. HCO3- rendah
d. Anion gap yang tinggi
e. Keton serum positif
Baik pada KAD maupun HONK , dapat ditemui gambaran klinis yang klasik
meliputi:
- poliuri, polidipsi dan polifagi
- penurunan BB dalam waktu singkat
- mual muntah
- nyeri perut
- dehidrasi
- badan lemas
- penglihatan kabur
- gangguan kesadaran mulai dari apatis sampai koma.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan :
- Turgor yang kurang, bibir dan kulit kering
- Pernafasan Kussmaull ( pada KAD )
- Takhikardi
- Hipotensi
- Syok hipovolemik
- Gangguan kesadaran dari apatis sampai koma
Lebih dari 25% penderita KAD mengalami muntah yang dapat berwarna
hitam kecoklatan yang pada endoskopi terlihat adanya gastiris erosive karena stress
ulcer. Perubahan status mental dapat bervariasi mulai dari sadar penuh pada kasus
ringan sampai letargi atau koma pada kasus yang berat. Walaupun infeksi
merupakan faktor pemicu utama terjadinya KAD atau HONK, pada pengukuran
suhu tubuh dapat menunjukkan suhu tubuh yang normal (normotermik) atau bahkan
hipotermik, terutama karena adanya vasodilatasi perifer. Hipotensi merupakan
petanda prognosis yang jelek pada kedua komplikasi ini.
Pemeriksaan laboratorium :
Pemeriksaan laboratorium pertama yang harus dilakukan pada pasien2 yang
dicurigai KAD atau HONK meliputi :
- Pemeriksaan kadar glukosa darah plasma, ureum, kreatinin dan keton serum,
elektrolit, osmolalitas, urinalisis, keton urin, analisa gas darah, darah rutin
lengkap dan Elektrokardiografi
- Biakan urin, darah dan usap tenggorok dilakukan untuk pertimbangan pemberian
antibiotika yang sesuai dengan mikroorganisme penyebab infeksi.
- Pemeriksaan HbA1c (A1c) bermanfaat untuk menentukan apakah episode akut
dari krisis hiperglikemi ini terjadi akibat kulminasi dari proses perjalanan
penyakit DM yang tidak terdiagnosis sebelumnya atau tidak terkontrol baik atau
murni merupakan episode akut dari DM yang selama ini terkontrol baik.
Kebanyakan pada pasien dengan krisis hiperglikemik ditemukan adanya
lekositosis. Kadar natrium serum biasanya mengalami penurunan karena perubahan
aliran air dan elektrolit dari ruang intravaskuler menuju ekstraseluler akibat adanya
hiperglikemi. Kadar kalium serum dapat mengalami peningkatan karena
perpindahan kalium ekstraseluler akibat defisiensi insulin, hipertonisitas dan
asidemia. Penderita yang pada saat pertama kali datang dengan kadar kalium yang
normal rendah atau rendah, sebenarnya sudah menunjukkan defisiensi kalium yang
berat sehingga memerlukan pengawasan yang ketat terhadap kemungkinan
gangguan fungsi jantung sehingga perlu diberikan suplemen kalium yang cukup
untuk mencegah terjadinya aritmia jantung. Terjadinya stupor atau koma pada
penderita DM tanpa adanya kelainan osmolalitas perlu segera dipertimbangkan
adanya penyebab lain dari perubahan status mental ini. Osmolalitas efektif dapat
dihitung dengan rumus :
2 [Na+(mEq/l)] + glucose(mg/dl)/18
Kriteria diagnosis Ketoasidosis dan Keadaan Hiperosmolar Hiperglikemik
Ketoasidosis Diabetik Keadaan
Ringan Sedang Berat Hiperosmolar
Hiperglikemik
Glukosa Plasma > 250 > 250 > 250 > 600
(mg/dl)
pH arteri 7,25-7,30 7,00- <> > 7,30
<7,24
Bikarbonat 15-18 10-<15 <> > 15
Serum (mEq/l)
Keton urin Positif Positif Positif Sedikit/negative
Keton Serum Positif Positif Positif Sedikit/negative
Osmolalitas Bervariasi Bervariasi Bervariasi > 320
serum efektif
(mOsm/kg)
Anion gap > 10 > 12 >12 <12
Sensorium Sadar Apatis Stupor/Coma Stupor/Coma
I. DIAGNOSIS BANDING
Tidak semua pasien dengan ketoasidosis disebabkan karena DM. Ketosis
akibat kelaparan dan alcoholic ketoacidosis dapat dibedakan dengan KAD dari
anamnesis riwayat menderita DM dan pemeriksaan kadar glukosa plasma yang
tidak terlalu tinggi (jarang melebihi 250 mg/dl) bahkan sampai hipoglikemi. Pada
ketosis akibat starvasi (kelaparan yang berat), kadar bikarbonat serum biasanya
tidak lebih rendah dari 18 mEq/l.
J. PENATALAKSANAAN7,9
Kebehasilan pengobatan KAD dan HONK membutuhkan koreksi
dehidrasi, hiperglikemia dan gangguan keseimbangan elektrolit; identifikasi
komorbid yang merupakan faktor presipitasi; dan yang sangat penting adalah perlu
dilakukan monitoring pasien yang ketat. Faktor presipitasi diobati, serta langkah-
langkah pencegahan rekurensi perlu dilaksanakan dengan baik.
Prinsip-prinsip pengelolaan KAD adalah:
a. Penggantian cairan dan garam yang hilang
b. Menekan lipolisis sel lemak dan menekan glukoneogenesis sel hati dengan
pemberian insulin.
c. Mengatasi stress sebagai pencetus KAD
d. Mengembalikan keadaan fisiologis normal dan menyadari pentingnya
pemantauan serta penyesuaian pengobatan.
Perawatan umum
Pengobatan KAD tidak terlalu rumit. Ada 6 hal yang harus diberikan; 5 di
antaranya ialah:
a. Cairan
b. Insulin
c. Garam
d. Kalium
e. Glukosa
Sedangkan yang terakhir tetapi sangat menentukan adalah asuhan
keperawatan. Di sini diperlukan kecermatan dalam evaluasi sampai keadaan KAD
teratasi dan stabil.
Cairan
Untuk mengatasi dehidrsi digunakan larutan garam fisiologis.
Berdasarkan perkiraan hilangnya cairan pada KAD mencapai 100 ml per kg berat
badan, maka pada jam pertama diberikan 1 sampai 2 liter, jam kedua diberikan 1
liter. Ada dua keuntungan rehidrasi pada KAD: memperbaiki perfusi jaringan dan
menurunkan hormon kontraregulator insulin. Bila kadar glukosa kurang dari 200
mg% maka perlu diberikan larutan mengandung glukosa (dekstrosa 5 % atau 10
%).
Insulin
a. Insulin infus intravena dosis rendah berkelanjutan
Insulin regular intravena memiliki waktu paruh 4–5 menit, sementara
pemberian insulin secara intramuskular atau subkutan memiliki waktu paruh sekitar
2–4 jam. Insulin infus intravena dosis rendah berkelanjutan (continuous infusion of
low dose insulin) merupakan standar baku pemberian insulin di sebagian besar
pusat pelayanan medis. Panduan terapi insulin pada KAD dan SHH dapat dilihat
pada tabel. 2
b. Insulin intramuskular
Penurunan kadar glukosa darah yang dicapai dengan pemberian insulin
secara intramuskular lebih lambat dibandingkan dengan cara pemberian infus
intravena berkelanjutan. Terapi insulin intramuskular dosis rendah (5 unit) yang
diberikan secara berkala (setiap 1–2jam) sesudah pemberian insulin dosis awal
(loading dose) sebesar 20 m juga merupakan cara terapi insulin pada pasien KAD.
Cara tersebut terutama dijalankan di pusat pelayanan medis yang sulit memantau
pemberian insulin infus intravena berkelanjutan. Pemberian insulin intramuskular
tersebut dikaitkan dengan kadar insulin serum sekitar 60–90 μU/dL.
Panduan cara pemberian insulin pada pasien KAD dan HONK dewasa
c. Insulin subkutan
Terapi insulin subkutan juga dapat digunakan pada pasien KAD. Namun,
untuk mencapai kadar insulin puncak dibutuhkan waktu yang lebih lama. Cara itu
dikaitkan dengan penurunan kadar glukosa darah awal yang lebih lambat serta
timbulnya efek hipoglikemia lambat (late hypoglycemia) yang lebih sering
dibandingkan dengan terapi menggunakan insulin intramuskular.
Cara Pemberian Terapi Insulin
Kalium
Pada awalnya KAD biasanya kadar ion K serum meningkat hiperkalemia
yang fatal sangat jarang dan bila terjdi harus segera diataasi dengan pemberian
bikarbonat. Bila pada elektrokardiogram ditemukan gelombang T yang tinggi,
pemberian cairan dan insulin dapat segera mengatasi keadaan hiperkalemi tersebut.
Yang perlu menjadi perhatian adalah hipokalemiayang dapat fatal selaama
pengobatan KAD. Ion kalium terutama terdapat di intraselular. Pada keadaan KAD,
ion K bergerak ke luar sel dan selanjutnya dikeluarkan melalui urine. Total defisit
K yang terjadi selama KAD diperkirakan mencapai 3-5 mEq/kg BB. Selama terapi
KAD, ion K kembali mempertahankan kadar K serum dalam batas normal., perlu
pemberian kalium. Pada pasien tanpa gagal ginjal serta tidak ditemukannya
gelombang T yang lancip dan tinggi pada elektrokardiogram, pemberian kalium
segera dimulai setelah jumlah urine cukup adekuat.
Glukosa
Setelah rehidrasi awal 2 jam pertama, biasanya kadar glukosa darah
akan turun. Selanjutnya dengan pemberian insulin diharapkan terjadi penurunan
kadar glukosa sekitar 60 mg%/jam. Bila kadar glukosa mencapai < 200 mg% maka
dapat dimulai infus mengandung glukosa. Perlu dditekankan di sini bahwa tujuan
terapi KAD bukan untuk menormalkan kadar glukosa tetapi untuk menekan
ketogenesis.
Bikarbonat
Terapi bikarbonat pafda KAD menjadi topik perdebatn selama beberapa
tahun. Pemberian bikarbonat hanya dianjurkan pada KAD yang berat. Adapun
alasan keberatan pemberian bikarbonat adalah:
a. Menurunkan pH intraselular akibat difusi CO2 yang dilepas bikarbonat.
b. Efek negatif pada dissosiasi oksigen di jaringan
c. Hipertonis dan kelebihan natrium
d. Meningkatkan insidens hipokalemia
e. Gangguan fungsi serebral
f. Terjadi hiperkalemia bila bikarbonat terbentuk dari asam keton.
Saat ini bikarbonat hanya diberikan bila pH kurang dari 7,1 walaupun
demikian komplikasi asidosis laktat dan hiperkalemia yang mengancam tetap
merupakan indikasi pemberian bikarbonat.
Pengobatan Umum
Di samping hal tersebut di atas pengobatan umum yang tak kalah penting.
Pengobatan umum KAD, terdiri atas:
1. Antibiotika yang adekuat
2. Oksigen bila PO2 < 80 mmHg
3. Heparin bila ada DIC atau bila hiperosmolar (>380 mOsm/l)
Pemantauan
Pemantauan merupakan bagian yang terpenting dalam pengobatan KAD
mengingat penyesuaian terapi perlu dilakukan selama terapi berlansung. Untuk itu
perlu dilaksanakan pemeriksaan:
1. kadar glukosa darah tiap jam dengan glukometer
2. elektrolit tiap 6 jam selama 24 jam selanjutnya tergantung keadaa.
3. Analisis gas darah, bila pH <7 waktu masuk periksa setiap 6 jam sampai pH
>7,1, selanjutnya setiap hari sampai keadaan stabil
4. Vital Sign tiap jam
5. Keadaan hidrasi, balance cairan
6. Waspada terhadap kemungkinan DIC
Agar hasil pemantauan efektif dapat digunakan lembar evaluasi penatalaksanaan
ketoasidosis yang baku.
Penatalaksanaan HONK:
Penatalaksanaanya serupa dengan KAD, hanya cairan yang dibutuhkan
adalah cairan hipotonis (1/2N, 2A). pemantauan kadar glukosa darah lebih ketat,
dan pemberian insulin harus lebih cermat dan hati-hati. Respon penurunan kadar
glukosa darah lebih baik. Walaupun demikian, angka kematian lebih tinggi, karena
lebih banyak terjadi pada usia lanjut, yang tentu saja lebih banyak disertai kelainan
organ-organ lainnya.
Penatalaksanaan HONK memerlukan monitoring ketat terhadap kondisi
pasien dan responnya terhadap terapi yang diberikan. Pasien-pasien tersebut harus
dirawat, dan sebagian besar pasien tersebut sebaiknya dirawat diruang rawat
intensif atau intermediate.
Penatalaksanaan HONK meliputi 5 pendekatan:
1. Rehidrasi intravena
2. Penggantian elektrolit
3. Pemberian insulin intravena
4. Diagnosis dan managemen factor pencetus dan penyakit penyerta
5. Pencegahan
1. Cairan
Langkah pertama dan terpenting dalam penatalaksanaan HONK adalah
penggantian cairan yang agresif, dimana sebaiknya dimulai dengan
mempertimbangkan perkiraan deficit cairan (biasanya 100 sampai 200 mL per kg,
atau total rata-rata 9 L). Penggunaan cairan isotonic akan dapat menyebabkan
overload cairan dan cairan hipotonik mungkin dapat mengkoreksi deficit cairan
terlalu cepat dan potensial menyebabkan kematian dan lisis myelin difus. Sehingga
pada awalnya sebaiknya diberikan 1 L normal saline per jam. Jika pasiennya
mengalami syok kardiogenik, maka diperlukan monitor hemodinamik.
Pada orang dewasa, risiko edema serebri rendah sedangkan konsekuensi
dan terapi yang tidak memadai meliputi oklusi vascular dan peningkatan mortalitas.
Pada awal terapi, kadar glukosa darah akan menurun, bahkan sebelum
insulin diberikan, dan hal ini dapat menjadi indicator yang baik akan cukupnya
terapi cairan yang diberikan. Jika kadar glukosa darah tidak bias diturunkan sebesar
75 – 100 mg per dL per jam, hal ini biasanya menunjukkan penggantian cairan yang
kurang atau gangguan ginjal.
2. Elektrolit
Kehilangan kalium tubuh total seringkali tidak diketahui pasti, karena
kadar kalium dalam tubuh dapat normal atau tinggi. Kadar kalium yang sebenarnya
akan terlihat ketika diberikan insulin, karena ini akan mengakibatkan kalium serum
masuk ke dalam sel. Kadar elektrolit harus dipantau terus-menerus dan irama
jantung pasien harus dimonitor.
Jika kadar kalium awal <3,3 mEq per L (3,3 mmol per L), pemberian
insulin ditunda dan diberikan dan diberikan kalium (2/3 kalium klorida dan 1/3
kalium fosfat sampai tercapai kadar kalium setidaknya 3,3 mEq per L), kadar
kalium harus diturunkan sampai dibawah 5,0 mEq per L, namun sebaiknya kadar
kalium ini perlu dimonitor tiap 2 jam. Jika kadar awal kalium antara 3,3 – 5,0 meq
per L, maka 20-30 mEq kalium harus diberikan dalam tiap liter cairan intravena
yang diberikan (2/3 kalium klorida dan 1/3 kalium fosfat) untuk mempertahankan
kadar kalium antara 4,0 mEq per L (4,0 mmol per L) dan 5,0 mEq per L.
3. Insulin
Hal yang penting dalam pemberian insulin adalah perlunya pemberian
cairan yang adekuat terlebih dahulu. Jika insulin diberikan sebelum pemberian
cairan, maka cairan akan berpindah ke intrasel dan berpotensi menyebabkan
perburukan hipotensi, kolaps vakular, atau kematian. Insulin sebaiknya dengan
bolus awal 0,15 U/kgBB secara intravena, dan diikuti dengan drip 0,1 U/kgBB
perjam sampai kadar glukosa darah turun antara 250 mg/dl (13,9 mmol per L)
sampai 300 mg per dL. Jika kadar gluksoa darah sudah mencapai dibawah 300
mg/dL, sebaiknya diberikan dektrosa secara intravena dan dosis insulin secara
sliding scale sampai pulihnya kesadaran dan keadaan hiperosmolar.
L. PENCEGAHAN9
Banyak kasus KAD dan HONK dapat dicegah dengan perawatan medic
yang baik, edukasi yang sesuai, dan komunikasi efektif dari tenaga kesehatan
selama belum timbulnya penyakit. Sick-day management harus mendapat
perhatian. Hal ini meliputi informasi spesifik pada 1)kapan menghubungi sarana
pelayanan kesehatan 2) target glukosa darah dan penggunaan short-acting insulin
selama penyakit, 3) mengobati demam dan infeksi, dan 4) inisiasi dari suatu diet
cairan yang mudah dicerna yang mengandung karbohidrat dan garam. Yang paling
penting, pasien harus dinasehatkan untuk tidak pernah menghentikan insulin dan
untuk mencari dokter saat mulai sakit .
Sick-Day Management yang berhasil tergantung pada keterlibatan pasien
dan anggota keluarganya. Pasien atau anggota keluarganya harus mampu dengan
teliti mengukur dan mencatat kadar glukosa darah, benda keton pada urin atau darah
ketika glukosa darah > 300 mg/dl, dosis insulin, suhu badan, frekuensi pernafasan
dan denyut nadi permenit, dan berat badan. Pengawasan yang cukup dan sangat
membantu dari staff atau keluarga dapat mencegah terjadinya HONK dalam kaitan
dengan keadaan dehidrasi pada individu tua yang tidak mampu untuk mengenali
atau menghindari kondisi ini. Edukasi yang baik harus diberikan sehingga pasien
mengenai tanda dan gejala newonset diabetes; kondisi-kondisi, prosedur, dan obat-
obatan yang memperburuk kendali kencing manis; dan monitoring glukosa dapat
mengurangi kejadian dan beratnya HONK
DAFTAR PUSTAKA