Pada awalnya, Tari Piring ini merupakan ritual ucapan rasa syukur
masyarakat setempat kepada dewa-dewa setelah mendapatkan hasil panen yang
melimpah ruah. Ritual dilakukan dengan membawa sesaji dalam bentuk makanan
yang kemudian diletakkan di dalam piring sembari melangkah dengan gerakan
yang
dinamis.
Setelah masuknya agama Islam ke Minangkabau, tradisi Tari Piring tidak lagi
digunakan sebagai ritual ucapan rasa syukur kepada dewa-dewa. Akan tetapi, tari
tersebut digunakan sebagai sarana hiburan bagi masyarakat banyak yang
ditampilkan pada acara-acara keramaian.
Tari Piring atau dalam bahasa Minangkabau disebut dengan Tari Piriang,
adalah salah satu jenis Seni Tari yang berasal dari Sumatra Barat yaitu masyarakat
Minangkabau disebut dengan Tari Piring karena para penari saat menari membawa
piring.
Pada awalnya dulu kala Tari Piring diciptakan untuk memberi persembahan kepada
para dewa ketika memasuki masa panen, tapi setelah datangnya agama islam di
Minangkabau Tari Piring tidak lagi untuk persembahan para dewa tapi ditujukan
bagi majlis-majlis keramaian yang dihadiri oleh para raja atau para pembesar
negeri, Tari Piring juga dipakai dalam acara keramaian lain misalnya seperti pada
acara pesta perkawinan.
Mengenai waktu kemunculan pertama kali Tari Piring ini belum diketahui
pasti, tapi dipercaya bahwa Tari Piring telah ada di kepulaian melayu sejak lebih
dari 800 tahun yang lalu. Tari Piring juga dipercaya telah ada di Sumatra barat dan
berkembang hingga pada zaman Sri Wijaya. Setelah kemunculan Majapahit pada
abad ke 16 yang menjatuhkan Sri Wijaya, telah mendorong Tari Piring berkembang
ke negeri-negeri melayu yang lain bersamaan dengan pelarian orang-orang sri
wijaya saat itu.