NIM
Mata Ujian
Tanggal
Nomor
:
:
:
:
:
Tanda Tangan
3.
Selain kebutuhan diatas juga dibutuhkan unsur spiritual (Agama). Dimana selain
sebasebagai ihtiar untuk meminta kesembuhan juga sebagai pendekatan diri kepada
Allah yang mana kita ketahui bahwa sesungguhnya semua yang ada di dunia ini
semuanya akan kembali ke sisi-Nya. Strateginya adalah Hubungan pembeli dan
penjual : Kemitraan (Partnership), Transaksi dokter dengan pasien : Keadilan,
kemitraan dua pihak saling memerlukan, dan Nilai ekonomi tidak boleh lebih tinggi dari
nilai moral.
Dalam pelayanan spiritual harapkan mampu untuk hadir secara fisik
maupun psikis dimanifestasikan dalam mendengarkan dengan aktif, sikap
empati melalui komunikasi terapeutik (Taylor, 2002) dan memfasilitasi
ibadah
praktis
(Baldacchino
2002),
membantu
pasien
untuk
Daftar Pustaka
1. Azwar, A., 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan. Penerbit Binarupa Aksara.
Jakarta.
2. Baldacchino DR. 2006. Nursing Competencies for spiritual care. Journal of
Clinical Nursing.
3. Taylor, E J. 2002. Spiritual Care. Nursing Theory, Reseach and practise.
Prentice Hall.
4. Kozier, Barbara, 2004, Fundamentals of Nursing: Concepts, process, and
practice, Seventh Edition, Pearson, New Jersey.
Nama
NIM
Mata Ujian
Tanggal
Nomor
:
:
:
:
:
Tanda Tangan
2.
Pelayanan kesehatan yang baik merupakan kebutuhan bagi setiap orang. Semua
orang ingin dilayani dan mendapatkan kedudukan yang sama dalam pelayanan
kesehatan. Dalam Undang Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 28 dan Pasal 34
menyatakan negara menjamin setiap warga negara mendapatkan hidup sejahtera, tempat
tinggal, kesehatan dan pelayanan kesehatan yang ada di Indonesia, namun sering terjadi
dikotomi dalam upaya pelayanan kesehatan, pelayanan kesehatan yang baik hanya
diberikan bagi kalangan masyarakat yang mampu sedangkan masyarakat yang kurang
mampu tidak mendapatkan perlakuan yang adil dan proporsional (Info Askes, 2010).
Salah
satu
upaya
pemerintah
untuk
mengimplementasikan
kebutuhan
masyarakat akan pelayanan kesehatan yang telah diamanatkan dalam Undang Undang
Dasar 1945 adalah Undang Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN). Undang Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional merupakan
undang-undang yang mengatur jaminan atau perlindungan sosial untuk seluruh rakyat
agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak diselenggarakan oleh
beberapa badan penyelenggaraan jaminan sosial. Dalam undang-undang ini, jenis
program jaminan sosial meliputi jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan
hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian. Jaminan kesehatan diberikan pada
seluruh warga negara yang telah membayar iuran atau iurannya dibayarkan oleh
pemerintah (Info Askes, 2010).
Tetapi dengan adanya jaminan sosial tidak menyelesaikan masalah yang mana
program tersebut tidak tepat sasaran sehingga masyarakat miskin msih banyak yang
tidak bisa menerima pelayanan kesehatan. Dengan adanya perkembangan inovasi
wirausaha sosial yang mana nantinya dapat di terima kalangan menengah kebawah
dengan pelayanan medis terjangkau oleh masyarakat miskin yang memiliki kualitas
yang baik.
Mengelola sebuah LSM seharusnya juga ditunjang dengan modal kewirausahaan
(entrepreneurship). Hanya saja, berbeda dengan organisasi privat yang bertujuan
mencari keuntungan (organisasi profit), maka di organisasi nir laba dikenal istilah social
entrepreneurship
atau
kewirausahaan
sosial.
Secara
umum
pengertian
dari
menjelaskan
kewirausahaan
sosial
melibatkan
person
yang
disebut
sociopreuneur yaitu suatu usaha yang dilakukan dengan metodologi tertentu dengan
pertama mengenali adanya kemacetan atau kemandegan dalam kehidupan masyarakat
yang kemudian menyediakan jalan keluar dari kemacetan atau kemandegan itu. Ia
menemukan apa yang tidak berfungsi, memecahkan masalah dengan mengubah
sistemnya, menyebarluaskan pemecahannya, dan meyakinkan seluruh masyarakat untuk
berani melakukan perubahan. Wirausaha sosial adalah seseorang yang memiliki gagasan
baru, keahlian, dan visi mengimplementasikan pembaruan sosial yang luas di bidang
kepedulian sosial.
Kegiatan kewirausahaan sosial dapat meliputi kegiatan:
a) yang tidak bertujuan mencari keuntungan (laba) untuk dinikmati pendiri atau
perorangan.
b) melakukan bisnis untuk tujuan sosial.
c) campuran dari kedua tujuan itu, yakni tidak untuk mencari keuntungan
pribadi atau berorientasi pada laba, namun untuk tujuan sosial yang
manfaatnya bisa dirasakan melalui perubahan sosial.
Pada dasarnya kewirausahaan sosial memiliki makna "kepeloporan" dan
"kemandirian" dalam pelaksanaan program dan pengumpulan dana. Yang paling perlu
sebelum sampai ke tahapan ini adalah menata organisasi terutama untuk membangun
kepercayaan (building trust).
Konsep kewirausahaan sosial berada dalam tataran penggerakan sebuah
organisasi atau lembaga yang teknis prosedurnya sama dengan kewirausahaan biasa,
namun, dalam tataran kebermanfaatan (benefit). Dalam segi pemecahan masalah sosial
yang ada di masyarakat, kewirausahaan sosial memiliki metodologi baku, seperti
Last but not least : berdoa memohon ridha dan barokah Allah
Sedangkan untuk promosi kepada pasien, Minta Dokter (Spesialis) terkenal untuk
satu minggu sekali sukarela (Amal Akhirat) praktek di balai pengobatan tersebut. Dan
menjelaskan faktor yang mempengaruhi kesembuhan tidak hanya terhadap dokter tetapi
Daya tahan tubuh pasien sendiri (Sistem Imun), Kemantapan hati pasien (Komunikasi
Efektif), Obat-obat dokter (Membantu),dan Ijin Allah.
Daftar Pustaka
5. PT. Askes Indonesia, 2010. Buletin Bulanan Info Askes Edisi Agustus 2010,
Jakarta
6. Baron, A.E., Byrne, D., & Bornstein, R.N. (2007). Social Psychology (7th ed).
USA: Pearson Education, Inc
Nama
NIM
Mata Ujian
Tanggal
Nomor
:
:
:
:
:
Tanda Tangan
1.
Setiap dokter atau dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran tidak lepas
dari 3 bidang norma atau kaidah yang menjadi pegangan, dan juga yang menjadi tolak
ukur untuk menentukan seorang dokter atau dokter gigi tersebut bersalah atau tidak
dalam berpraktik. Namun, setiap dokter atau dokter gigi terikat pula oleh norma atau
kaidah sebagai individu, sebagai warga masyarakat dan sebagai anggota profesi maupun
sebagai individu dan profesi melakukan praktik kedokteran.
Tidak dapat disangkali lagi bahwa dengan berlakunya undang-undang praktik
kedokteran maka apa yang menjadi norma atau kaidah-kaidah bagi setiap dokter atau
dokter gigi baik sebagai individu maupun sebagai organisasi profesi. Sebagai individu
pengemban ilmu pengetahuan kedokteran dalam penerapannya maupun sebagai
individu dalam pergaulan masyarakat di bidang praktik kedokteran telah diatur dan
telah diberlakukan.
Undang-undang praktik kedokteran mengatur tentang profesi dan etika
kedokteran dan kedokteran gigi pada pasal 1 angka 11, pasal 8, pasal 68 dan sebagainya,
mengatur disiplin keilmuan kedokteran dan kedokteran gigi antara lain Bab VIII, pasal
55 sampai dengan 70, pasal 44, 45, 46, dan 48 dan sebagainya. Dan yang mengatur
mengenai hukum kedokteran dan kedokteran gigi antara lain Bab X, Bab VI, Bab VII
dan sebagainya dalam undang-undang praktik kedokteran.
Norma atau kaidah etika menjadi lingkup dokter dan dokter gigi baik sebagai
individu dalam profesi dan sebagai penyelenggaraan profesi dalam praktik kedokteran.
Seorang dokter atau dokter gigi harus taat pada norma etika baik dia tidak berpraktik
maupun juga saat melakukan praktik kedokteran. Seorang dokter dan dokter gigi tidak
memiliki STR, SIP, pemalsuan ijazah, pengguna obat terlarang dan sebagainya, secara
etika sebagai anggota profesi tetap dianggap melanggar etika dan dapat diproses oleh
organisasi profesinya. Sedangkan untuk norma disiplin kedokteran, hal ini sangat terkait
dengan dilakukan dalam praktik kedokteran. Penerapan dan penegakan norma-norma
disiplin baru dapat dikatakan aktif bila dilakukan dalam menyelenggarakan praktik
kedokteran. Seorang dokter atau dokter gigi yang tidak memiliki STR atau SIP,
pemalsuan ijazah, pengguna obat-obat terlarang dan sebagainya, bila diterapkan dan
terjadi pada penyelenggaraan praktik kedokteran, maka tidak saja norma etika, tetapi
norma-norma disiplin juga berlaku dan dapat dikenakan, karena dianggap prilaku dokter
itu berpengaruh terhadap praktik kedokteran yang dilakukannya.
Begitu pula pada norma hukum yang mengatur terhadap dokter dan dokter gigi
secara individu untuk pergaulan dalam masyarakat tetapi adapula norma hukum dalam
pergaulan pada penyelenggaraan praktik kedokteran. Jadi pada norma hukum mengatur
dokter dan dokter gigi baik diluar praktik kedokteran maupun didalam melaksanakan
praktik kedokteran.
Wilayah norma etika terdiri dari wilayah norma etika dokter dan dokter gigi
secara individu berprilaku sebagai anggota profesi dan wilayah norma etika dalam
melaksanakan praktik kedokteran. Wilayah norma disiplin dapat dikenakan terhadap
dokter atau dokter gigi yang berprilaku dalam penyelenggaraan praktik kedokteran
karena diluar praktik kedokteran hanya ada pada wilayah norma etika dan hokum.
Untuk wilayah norma hukum baik dokter atau dokter gigi sebagai individu dalam
pergaulan dalam masyarakat maupun juga dokter atau dokter gigi yang melaksanakan
praktik kedokteran.
Persamaan dan perbedaan antara disiplin, etika, dan hukum pada profesi kedokteran
Persamaan
hidup bermasyarakat
Menggugah
masyarakat
agar
tidak
saling merugikan.
kesadaran
bersikap manusiawi
disusun
oleh
yang
senior)
Perbedaan
1.
Berlaku
memiliki kekuasaan)
untuk
professional
kitab
UU
dan
lembaran/berita
pengadilan
6.
Penyelesaian
pelanggaran
Daftar Pustaka
7. Undang undang nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
8. Konsil kedokteran Indonesia, Kemitraan dalam Hubungan Dokter, Pasien,
Jakarta 2006.
9. Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 16/KKI/Per/VIII/2006 tentang
Tata Cara Penanganan Kasus Dugaan Pelanggaran Disiplin Dokter Dan Dokter
Gigi oleh MKDKI dan MKDKI Propinsi.
10. Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 17/KKI/Kep/VIII/2006
tentang Pedoman Penegaan Disiplin Profesi Kedokteran.
11. Hermien Hardiati Koeswadji, Hukum dan Masalah Medis, Airlangga