Anda di halaman 1dari 2

Seorang laki-laki A datang ke IGD untuk meminta visum atas pemukulan yang

dialaminya 30 menit SMRS. Pasien mengaku dipukulioleh temannya tanpa sebab


di bagian wajah dan perut. Pada saat dokter meminta surat permohonan VeR
dari penyidik, pasien mengatakan tidak memilikinya. Akhirnya dokter hanya
memeriksa pasien tersebut sebagaimana pemeriksaan pada umumnya. dari hasil
pemeriksaan didapatkan luka memar di pipi sebelah kiri, dibagian tubuh yang
lain tidak didapatkan kelainan baik luka atau jejas. Setelah itu dokter
menyarankan untuk melaporkan kepada pihak berwajib terlebih dahulu untuk
mendapatkan VeR. Pasien A pun kemudian pulang, tidak berselang lama seteleh
pasien A pulang datanglah pasien B dengan keluhan yang sama dan meminta
VeR. Diketahui pasien B merupakan teman pasien A yang menjadi lawannya.
Pasien mengaku dipukuli temannya diduga karena cemburu pada seorang teman
wanita yang dekat dengan dirinya. Sama seperti dengan pasien A, pasien B juga
tidak memiliki surat permohonan VeR. Dokter pun hanya melakukan
pemeriksaan biasa pada pasien ini. Dari hasil pemeriksaan didapatkan luka
memar dan luka lecet di pelipis kiri. Setelah pemeriksaan, sama halnya seperti
pada pasien A, dokter juga menyarankan untuk melapor kepada pihak berwajib
terlebih dahulu untuk mendapatkan surat VeR.
Dari kasus diatas mengapa dokter tidak dapat memberikan visum pada kedua
pasien tersebut? Apa fungsi dari VeR bagi pasien tersebut yang meyebabkan
keduannya sama-sama meminta untuk divisum? Didapatkan VeR menentukan
korban dan pelaku dalam kejadian tersebut?
Dasar hukum Visum st Repertum adalah sebagai berikut :
Pasal 133 kitap undang-undang hukum acara pidana (KUHAP) menyebutkan:
1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang
korban luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang
merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan
keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau
ahli lainnya.
2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan
secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk
pemeriksaan lukaatau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah
mayat.
Yang berwenang meminta keterangan ahli adalah penyidik dan penyidik
pembantu sebagaimana bunyi pasal 7 (1) butir h dan pasal 11 KUHAP. Penyidik
yang dimaksud adalah penyidik sesuai dengan pasal 6 (1) butir a, yaitu penyidik
yang pejabat Polisi Negara RI.
Mengenai kepangkatan pembuat Visum et Repertum telah diatur dalam
Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1983 yang menyatakan penyidikPOLRI
serendah-rendahnya Pembantu Letnan Dua, sedangkan pada wilayah kepolisian
tertentu yang komandannya adalah seorang bintara atau sersan, maka ia adalah
penyidik karena jabatan tersebut. Kepangkatan bagi penyidik pembantu bintara
serendah-rendahnya Sersan Dua.
Wewenang penyidik meminta keterangan ahliini diperkuat dengan kewajiban
dokter untuk memberikannya bila diminta, seperti yang tertuang pada Pasal179
KIUHAP sebagai berikut :

1) Setiaporang yang diminta pendapatnya sebagai ahlikedokteran kehakiman


atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi
keadilan
Peran dan fungsi Visum et Repertum adalah sebagai salah satu alat bukti
yang sah sebagaimana yang tertulis dalam Pasal 184 KUHAP. Alat bukti yang sah
yang diatur dalam Pasal 184 KUHAP adalah keterang an saksi, keterangan ahli,
surat, petunjuk dan keterangan terdakwa.
Visum et Repertum dapat berperan dalam prosespembuktian suatu perkara
pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia. Dalam penjelasan Pasal 133
KUHAP, dikatakan bahwa keterangan ahli yang diberikan oleh dokter spesialis
forensik merupakan keterangan ahli, sedangkan yang dibuat oleh dokter selain
spesialis forensik disebut keterangan. Hal ini diperjelas pada Pedoman
Pelaksanaan KUHAP dalam Keputusan Menteri Kehakiman RI No. M. 01. PW. 07.
03 Tahun 1982 yang menjelaskan bahwa keterangan yang dibuat oleh dokter
bukan ahli merupakan alat bukti petunjuk. Dengan demikian, hasil Visum et
Repertum yang dikeluarkan oleh dokter spesialis forensik maupun bukan
spesialis forensik merupakan alat bukti yang sah sesuai Pasal 184 KUHAP.
Visum et Repertum juga dapat dianggap sebagai pengganti barang bukti
karena segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan medis telah diuraikan di dalam
bagian pemberitaan karena barang bukti yang diperiksa tentu saja kan
mengalami perubahan alamiah, seperti luka yang telah sembuh, jenazah yang
mengalami pembusukan atau jenazah yang telah dikuburkan yang tidak mungkin
dibawa ke persidangan. Maka Visum et Repertum merupakan pengganti barang
bukti tersebut yang diperiksa secara ilmiah.
Pada kasus ini, dokter telah melakukan hal yang benar. Dokter hanya dapat
memberikan visum jika ada permintaan dari pihak yang berwenang meminta
keterangan ahli (Visum et Repertum) yaitu penyidik.
Adapun fungsi dari Visum et Repertum antara lain sebagai alat bukti yang sah
dan sebagai pengganti barang bukti dalam suatu peradilan, tetapi tidak dapat
secara langsung menentukan siapa yang menjadi pelaku dan siapa yang menjadi
korban karena pada dasarnya Visum et Repertum merupakan keterangan tertulis
yang dibuat dokter mengenaiohasil pemeriksaan medis untuk kepentingan
peradilan. Penentuan korban dan pelaku tetap diputuskan oleh hakim dalam
peradilan.

Anda mungkin juga menyukai