Anda di halaman 1dari 26

KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN DAN TATA CARA PERPAJAKAN

Peraturan perundang-undangan perpajakan yang mengatur tentang Ketentuan Umum


dan Tata Cara Perpajakan adalah UU No. 6 tahun 1983, sebagaimana telah diubah dengan UU
No. 9 tahun 1994, dengan UU No. 16 tahun 2000, terakhir dengan UU No. 28 tahun 2007.
Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dilandasi falsafah
Pancasila dan UUD 1945.
A. UU NO. 28 TAHUN 2007
Pada dasarnya mengatur hak dan kewajiban Wajib Pajak, wewenang dan
kewajiban aparat pemungut pajak, serta sanksi perpajakan. Beberapa istilah baru yang
muncul pada UU No. 28 tahun 2007, antara lain:
1. Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa.
2. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang mempunyai hak dan kewajiban
perpajakan.
3. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang
melakukan usaha termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
4. Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan
usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor, mengekspor barang,
melakukan usaha perdagangan, dll.
5. Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan barang kena
pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
6. Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai
sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagi tanda pengenal diri
Wajib Pajak.
7. Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar wajib pajak untuk menghitung,
menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu.
8. Tahun Pajak adalah jangka waktu satu tahun kalender.
9. Bagian Tahun pajak adalah bagian dari jangka waktu satu tahun pajak.
10. Pajak Yang Terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu bagian tahun pajak.
11. Surat Pemberitahuan Pajak adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk
melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak.
12. Surat Pemberitahuan Masa adalah surat pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak.
13. Surat Pemberitahuan Tahunan adalah surat pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak
atau Bagian Tahun Pajak.

14. Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah
dilakukan dengan menggunakan formulir atau dengan cara lain.
15. Surat Ketetapan Pajak adalah surat ketetapan yang berhubungan dengan pembayaran
pajak.
16. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan yang menentukan
besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran
pokok pajak, besarnya administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar.
17. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
18. Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah
pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan
tidak ada kredit pajak.
19. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan
jumlah kelebihan pembayaran pajak.
20. Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi
administrasi berupa bunga dan/atau denda.
21. Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.
22. Kredit Pajak untuk Pajak Penghasilan adalah pajak yang dibayar sendiri oleh Wajib
Pajak ditambah dengan pokok pajak terutang dalam Surat Tagihan Pajak karena Pajak
Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar, ditambah dengan pajak yang
dipotong atau dipungut, ditambah dengan pajak atas penghasilan yang dibayar atau
terutang diluar negeri, dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak
yang dikurangkan dari pajak yang terutang.
23. Kredit Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak Masukan yang dapat
dimasukkan dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak atau setelah
dikurangi dengan pajak yang telah dikompensasikan, yang dikurangkan dengan dari
pajak yang terutang.
24. Pekerjaan Bebas adalah pekerjaan yang dilakukan orang pribadi yang mempunyai
keahlian khusus yang tidak terikat pada hubungan kerja.
25. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan,
dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional untuk menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan.
26. Bukti Permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan/atau bukti berupa keterangan, tulisan
atau benda yang dapat memberikan petunjuk adanya dugaan kuat bahwa sedang atau
telah terjadi tindak pidana dibidang perpajakan.

27. Pemeriksaaan Bukti Permulaan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk


mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana dibidang
perpajakan.
28. Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas
pembayaran pajak.
29. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk
mengumpulkan data dan informasi keuangan untuk periode tahun pajak tersebut.
30. Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan
pengisian surat pemberitahuan dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang
kebenaran penulisan dan penghitungannya.
31. Penyidikan Tindak Pidana Dibidang Perpajakan adalah serangkaian tindakan yang
dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu
membuat terang tindak pidana dibidang perpajakan.
32. Penyidik adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu dilingkungan Direktorat Jenderal
Pajak yang diberi wewenang khusus untuk melakukan penyidikan tindak pidana.
33. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan
tulis, kesalahan hjitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam
peraturan perundang-undangan perpajakan.
34. Surat Keputusan Keberatan adalah Surat keputusan atas keberatan terhadap surat
ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang
diajukan oleh wajib pajak.
35. Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap surat
keputusan keberatan yang dijukan oleh wajib pajak.
36. Putusan Gugatan adalah putuasn badan peradilan pajak atas gugatan terhadap hal-hal
yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dapat diajukan
gugatan.
37. Putusan Peninjauan kembali adalah putusan mahkamah agung atas permohonan
peninjauan kembali yang diajukan oleh Wajib Pajak atau oleh Direktur Jenderal Pajak
terhadap putusan banding atau putusan gugatan dari badan peradilan pajak.
38. Surat Keputusan Pengambilan Pendahuluan Kelebihan Pajak adalah surat keputuasn
yang menentukan jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan pajak untuk wajib pajak
tertentu.
39. Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga adalah surat keputusan yang menentukan
jumlah imbalan bunga yang diberikan kepada Wajib Pajak.
40. Tanggal dikirim adalah tanggal stempel pengiriman pos, tanggal faksimili, atau dalam
hal disampaikan secara langsung yaitu tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan
disampaikan secara langsung.

41. Tanggal diterima adalah tanggal stempel pos, tanggal faksimili, atau dalam hal diterima
secara langsung yaitu tanggal pada saat surat, keputusan, atau putuasn disampaikan
secara langsung.
UU No. 28 tahun 2007 pada dasarnya mengatur hak dan kewajiban Wajib Pajak,
wewenang dan kewajiban aparat pemungut pajak, serta sanksi perpajakan.
System self assessment
sistem pemungutan pajak ini memberikan wewenang kepada wajib pajak untuk
menghitung sendiri, melaporkan sendiri, dan membayar sendiri pajak yang terhutang yang
seharusnya dibayar.
Ciri-ciri sistem pemungutan pajak ini :
1. Pajak terhutang dihitung sendiri oleh wajib pajak
2. Wajib pajak bersifat aktif dengan melaporkan
3. Membayar sendiri pajak terhutang yang seharusnya dibayar
Self assessment merupakan suatu sistem perpajakan yang memberikan kepercayaan dan
tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk :
a. berinisiatif mendaftarkan dirinya untuk mendapatkan NPWP (nomor pokok wajib pajak)
b. Menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri pajak terutang.
B.
1.

NOMOR POKOK WAJIB PAJAK


Pengertian

Nomor Pokok Wajib Pajak adalah suatu sarana administrasi perpajakan yang
dipergunakan sebagi tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak
2.

Fungsi Nomor Pokok Wajib Pajak

a. Sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak.


b. Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi
perpajakan.
3. Pencantuman NPWP
NPWP harus dituliskan dalam setiap dokumen perpajakan, antara lain pada:
a. Formulir pajak yang digunakan Wajib Pajak

b. Surat menyurat dalam hubungannya dengan perpajakan


c. Dalam hubungan dengan instansi tertentu yang mewajibkan mencatumkan NPWP.
Pendaftaran NPWP

4.

a) Semua wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan berdasarkan system self assessment,
wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya
meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak untuk dicatat sebagai Wajib
Pajak sekaligus untuk mendapatkan nomor pokok Wajib Pajak. KUP: Pasal 2 ayat (2)
b) Kewajiban mendaftarkan diri tersebut berlaku pula untuk wanita kawin yang dikenai pajak
secara terpisah karena hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim atau dikehendaki secara
tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta. KUP: Pasal 2 ayat (1)
c) Direktur jenderal pajak menErbitkan Nomor Wajib Pajak dan/atau mengukuhkan pengusaha
kena pajak secara jabatan apabila wajib pajak atau pengusahakena pajak tidak melaksanakan
kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/ atau ayat (2). KUP: Pasal 2 ayat (3)
d) Kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dibatasi jangka waktunya, karena
hal ini berkaitan dengan saat pajak terutang dan kewajiban mengenai pajak terutang. Jangka
waktu pendaftaran NPWP tersebut adalah:

Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib
Pajak badan, paling lambat 1 (satu) bulan setelah usaha mulai dijalankan.

Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas
apabila sampai dengan satu bulan yang jumlahnya melebihi PTKP setahun, wajib
mendaftarkan diri paling lambat pada akhir bulan berikutnya.

5.

Sanksi

Setiap orang yang dengan sengaja:

Tidak mendaftarkan diri untuk diberikan NPWP atau menyalahgunakan tanpa hak NPWP,
sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara, dipidana penjara paling
singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun dan denda paling sedikit 2 kali pajak terutaang
yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak
atau kurang dibayar. KUP: Pasal 39 ayat (1) huruf a.
Pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditambahkan 1 kali menjadi 2 kali sanksi
pidana apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana dibidang perpajakan sebelum
lewat 1 tahun, terhitung sejakselesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan. KUP:
Pasal 39 ayat (2).
Setiap orang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan
atau menggunakan tanpa hak NPWP sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b,
dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak atau

pengkreditan pajak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling
lama 2 tahun dan denda paling sedikit 2 kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau
kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan dan paling banyak 4 kali jumlah restitusi
tersebut.

Setiap orang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan


atau menggunakan tanpa hak pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf b, dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan
kompensasi pajak atau pengkreditan pajak, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 6 bulan dan paling lama 2 tahun dan denda paling sedikit 2 kali jumlah restitusi
yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan dan paling
banyak 4 kali dari jumlah restitusi tersebut.

6. Penghapusan NPWP
Penghapusan NPWP dilakukan dalam hal-hal sebagai berikut:
a. Wajib Pajak orang pribadi meninggala dunia dan tidak meninggalkan warisan;
b. Warisan yang belum terbagi dalam kedudukan sebagai subjek pajak sudah selesai dibagi;
c. Wajib Pajak badan yang telah dibubarkan secara resmi berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
d. Bentuk Usah Tetap yang karena suatu hal kehilangan statusnya sebagai bentuk usaha tetap.
e. Wajib Pajak orang pribadi lainnya, selain yang dimaksud dalam huruf a dan huruf b yang tidak
memenuhi syarat lagi sebagai Wajib Pajak
7. Format NPWP
NPWP terdiri dari 15 digit, yaitu 9 digit pertama merupakan Kode Wajib Pajak dan 6
digit berikutnya merupakan Kode Administrasi Perpajakan. Berikut ini adalah salah satu contoh
NPWP:

0 1 5 1 2 0 0 2 2 5 0 4 0 0 0
C.

PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK

1. Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak


a. Setiap Wajib Pajak sebagai pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan UU PPN 1984 dan
perubahannya, wajib melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jendral Pajak yang wilayah
kerjannya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan pengusaha, dan tempat kegiatan usaha
dilakukan untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak KUP:Pasal 2 Ayat (2)

b. Direktur Jendral Pajak dapat menetapkan:

Tempat pendaftaran dan/atau tempat pelaporan usaha selain yang ditetapkan pada ayat (1)
dan ayat (2); dan/atau
Tempat pendaftaran pada kantor Direktorat Jendral Pajak yang wilayah kerjanya meliputi
tempat tinggal dan atau kantor Direktorat Jendral Pajak yang wilayah kerjanya meliputi
tempat usaha dilakukan, bagi wajib pahjak orang tertentu.

c. Jangka waktu melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak adalah
selambat-lambatnya 1 (satu) setelah saat usaha dimulai.
2. Fungsi Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
a. Sebagai identitas Pengusaha Kena Pajak yang bersangkutan;
b. Sebagai sarana pengawasan dalam melaksanakan hak dan kewajiban PK di bidang PPN dan
PPn-BM
3. Pencabutan Pengukuhan PKP
Pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dilakukan antara lain dalam hal:
a. Pengusaha Kena Pajak pindah alamat
b. Wajib Pajak badan telah dibubarkan secara resmi
c. Tidak memenuhi syarat sebagai Pengusaha Kena Pajak
4. Sanksi
Setiap orang yang dengan sengaja :

Tidak mendaftarkan diri untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak atau
menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak pengukuhan Pengusaha Kena Pajak,
sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling
sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling
banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. KUP : Pasal
39 ayat (1) huruf a.
Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 (satu) ditambahkan 1 (satu) kali menjadi 2
(dua) kali sanksi pidana apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana dibidang
perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana
penjara yang dijatuhkan. KUP: pasal 39 ayat (2)

D.

SURAT SETORAN PAJAK

Surat setoran pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan
dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui
tempat pembayaran yang ditunjuk oleh menteri keuangan.

Fungsi Setoran Surat Pajak

a. Sebagai sarana untuk membayar pajak;


b. Sebagai bukti dan laporan pembayaran pajak.

Tempat Pembayaran dan Penyetoran Pajak

a.

Bank-bank yang ditunjuk oleh Direktorat Jendral anggaran;

b.

Kantor pos.

Batas Waktu Pembayaran


Batas waktu pembayaran atau penyetoran diatur sebagai berikut :
a.

Batas Waktu Pembayaran Masa :


No.

1
2

3
4
5
6
7

Jenis Pajak
PPh pasal 21

Batas Waktu Pembayaran atau Penyetoran


Paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah
masa pajak berakhir
PPh pasal 21-impor
Harus dilunasi sendiri oleh wajib pajak bersamaan dengan
pembayaran Bea Masuk. Apabila Bea Masuk dibebaskan
atau ditunda, harus dilunasi pada saat penyelesaian dokuman
impor
PPh pasal 22-Direktorat Jendral1 (satu) hari setelah pemungutan pajak dilakukan
Bea dan Cukai
PPh pasal 22- BendaharawanPada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran
Pemerintah
PPh pasal 22 dari penyerahan Dilunasi sendiri oleh wajib pajak sebelum Suart Pemerintah
oleh Pertamina
Pengeluaran Barang (deliveryn order) ditebus
PPh pasal 22 yang dipungutPaling lambat tanbggal 10 bulan takwim berikutnya
oleh badan tertentu
PPh pasal 23 dan 26

Paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah


bulan saat terutangnya pajak

PPh pasal 25

Paling lambat tanggal 15 bulan takwim berikutnya setelah


bulan saat terutangnya pajak

PPN dan PPn-Bm

Paling lambat tanggal 15 bulan takwim berikutnyasetelah


masa pajak berakhir

10

PPN dan PPn-Bm impor

Harus dilunasi sendiri oleh wajib pajak bersamaan dengan


pembayaran Bea Masuk. Apabila Bea Masuk dibebaskan
atau ditunda, harus dilunasi pada saat penyelesaian dokuman
impor

11

PPN dan PPn-Bm Direktorat1 (satu) hari setelah pemungutan pajak dilakukan
Jendral Bea dan Cukai

12

PPN
dan
Bendaharawan

b.

PPn-BmPaling lambat tanggal 7 bulan takwim berikutnya setelah


masa pajak berakhir

Kekurangan pajak berdasar SPT (PPh pasal 29)

Harus dibayar lunas selambat-lambatnya tanggal 25 bulan ketiga setelah Tahun Pajak
atau Bagian Tahun Pajak berakhir
c.
STP, SKPKB, SKPKBT, Surat Pembetulan Kesalahan, Surat Keputusan Keberatan, dan
Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah:
Harus dilunasi selambat-lambatnya satu bulan sejak diterbitkannya surat-surat tersebut.
Dalam hal tanggal pembayaran atau penyetoran jatuh pada hari libur, maka pembayaran atau
penyetoran harus dilakukan pada hari kerja berikutnya.

SURAT PEMBERITAHUAN (SPT)


A. Surat

Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib pajak digunakan untuk
melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek
pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.

B. Jenis formulir SPT tahunan


Ada beberapa formulir dalam pelaporan SPT ini, diantaranya adalah :
formulir 1771
formulir 1770
formulir 1770S

Digunakan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang penghasilan dari pekerjaannya lebih dari
satu pemberi kerja, atau penghasilannya lebih dari Rp60.000.000,00 setahun, atau Wajib
Pajak tersebut memiliki penghasilan lain. Formulir 1770S ini tidak bisa digunakan oleh Wajib
Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
- Formulir 1770 SS
Formulir SPT Tahunan yang paling sederhana yang ditujukan Wajib Pajak Orang
Pribadi yang penghasilannya setahun hanya dari pekerjaan dan jumlahnya tidak lebih dari
Rp60.000.000,00 setahun.
- Bukti Potong 1721- A1 dan atau 1721- A2
Formulir keterangan dari pemberi kerja yang menjelaskan pajak dari wajib pajak
yang sudah dipotong oleh pemberi Kerja.Formulir ini dilampirkan saat SPT dilaporkan.
C. Jenis surat Pemberitahuan
- SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Pasal 26;
- SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 22;
- SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 23 dan Pasal 26;
- SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 25;
- SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2);
- SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 15;
- SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai;
- SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi Pemungut;
- SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran yang
menggunakan nilai lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak;
- SPT Masa Pajak Penjualan atas Barang Mewah;

D. Pengisian & Penyampain SPT


1. Setiap Wajib Pajak wajib mengisi SPT dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan
huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta
menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau
dikukuhkan.
2. Wajib Pajak yang telah mendapat izin Menteri Keuangan untuk menyelenggarakan
pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah, wajib
menyampaikan SPT dalam bahasa Indonesia dan mata uang selain Rupiah yang diizinkan.
E. Fungsi SPT
Fungsi SPT adalah :

1.

Wajib Pajak PPh


Sebagai sarana WP untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan
jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang :

pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri atau melalui
pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam satu Tahun Pajak atau Bagian Tahun
Pajak;
penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan objek pajak;
harta dan kewajiban;
pemotongan/ pemungutan pajak orang atau badan lain dalam 1 (satu) Masa Pajak.
2.

Pengusaha Kena Pajak


Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah
PPN dan PPnBM yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang :

3.

pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran;


pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh
PKP dan atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak, yang ditentukan oleh
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Pemotong/ Pemungut Pajak


Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong
atau dipungut dan disetorkan.

F. Tempat pengambilan SPT


Setiap WP harus mengambil sendiri formulir SPT di :
Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4)
Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP)
Kantor Wilayah DJP
Kantor Pusat DJP
melalui website DJP : http://www.pajak.go.id untuk mencetak/ menggandakan/ fotokopi
dengan bentuk dan isi yang sama dengan aslinya.

Surat Setoran Pajak (SSP)


Surat setoran pajak adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melakukan
pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas negara melalaui kantor penerima
pembayaran.
Fungsi Surat Setoran Pajak (SSP) adalah sebagai bukti pembayaran paajak apabila telah
disahkan oleh pejabat kantor penerima pembayaran yang berwenang atau apabila telah
mendapatakan validasi.
a. Pembayaran Pajak dan Surat Setoran Pajak

Pembayaran pajak di lakukan dengan beberapa cara sebagai berikut:


-

Membayar sendiri pajak yang terutang


Melalui pemotongan dan pemungutan oleh pihak lain
Melalui pembayaran pajak di luar negeri
Pemungutan PPN olenh pihak penjual atau oleh pihak yang di tunjuk pemerintah
Pembayaran pajak lainnya seperti:
Pembayaran pajak bumi dan bangunan (PBB)
Pembayaran bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB)
Pembayaran bea materai.

b. Surat Setoran Pajak (SSP) Standar


SSP Standar adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan atau berfungsi untuk
melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kantor Penerima
Pembayaran dan digunakansebagai bukti pembayaran dengan bentuk, ukuran dan isi
sebagaimana ditetapkan dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak (Per-01/PJ./2006)
SSP Standar dapat digunakan untuk pembayaran semua jenis pajak yang dibayar
melalui Kantor Penerima Pembayaran yang belum terhubung secara on line tapi masih
berhak menerima pembayaran pajak, dan untuk penyetoran/pemungutan PPh Pasal 22
Bendaharawan dan atau PPN Bendaharawan.
SSP Standar dibuat dalam rangkap 5 (lima), yang peruntukannya sebagai berikut:

Lembar ke-1: Untuk Arsip Wajib Pajak;


Lembar ke-2 : Untuk Kantor Pelayanan Pajak (KPP) melalui Kantor Pelayanan
Perbendaharaan Negara (KPPN);
Lembar ke-3: Untuk dilaporkan oleh Wajib Pajak ke KPP;
Lembar ke-4 : Untuk arsip Kantor Penerima Pembayaran;
Lembar ke-5: Untuk arsip Wajib Pungut atau pihak lain sesuai dengan ketentuan
perundangan perpajakan yang berlaku.

SSP Standar diisi sesuai dengan Buku Petunjuk Pengisian SSP sebagaimana ditetapkan
dalam lampiranII Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. Per-01/PJ./2006
Wajib Pajak dapat mengadakan sendiri SSP Standar sepanjang bentuk, ukuran dan isinya
sesuai dengan lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
c. SSP Khusus
SSP Khusus adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak terutang ke Kantor Penerima
Pembayaran yang dicetak oleh Kantor Penerima Pembayaran dengan menggunakan mesin
transaksi dan atau alat lainnya yang isinya sesuai dengan yang ditetapkan dalam Peraturan
Direktur Jenderal Pajak nomor PER-01/Pj./2006, dan mempunyai fungsi yang sama dengan
SSP Standar dalam administrasi perpajakan. SSP Khusus dicetak oleh Kantor Penerima
Pembayaran yang telah mengadakan kerja sama Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak
(MP3) dengan Direktorat Jenderal Pajak.
SSP Khusus dicetak :
pada saat transaksi pembayaran atau penyetoran pajak sebanyak 2 (dua) lembar, yang
berfungsi sama dengan lembar ke-1 dan lembar ke-3 SSP Standar;
terpisah sebanyak 1 (satu) lembar, yang berfungsi sama dengan lembar ke-2 SSP Standar
untuk diteruskan ke KPPN sebagai lampiran Daftar Nominatif Penerimaan (DNP).
d. SSPCP (Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak dalam Rangka Impor)
SSPCP adalah SSP yang digunakan importir atau wajib bayar dalam rangka impor.
SSPCP dibuat dalam rangkap delapan yang diperuntukannya sebagai berikut:
- Lembar ke 1a. Untuk KPBC melalui penyetor
- Lembar ke 1b. Untuk penyetor
- Lembar ke 2a. Untuk KPBC melalui KPPN
- Lembar ke 2b dan ke 2c. Untuk KPP melalui ke KPPN
- Lembar ke 3a dan ke 3b. Untuk KPP melalui penyetor
- Lembar ke 4 untuk Bank Devisa persepsi, Bank Perserpsi atau PT POS Indonesia
e. SSCP (Surat Setoran Cukai atas Barang Kena Cukai dan PPN hasil tembakau buatan
dalam negeri)
SSCP adalah SSP yang digunakan oleh pengusaha untuk cukai atas barang kena cukai
dan PPN hasil tembakau buatan dalam negeri. SSCP di buat dalam 6 rangkap:
- Lembar ke 1a. Untuk KPBC melalui penyetor
- Lembar ke 1b. Untuk penyetor
- Lembar ke 2a. Untuk KPBC melalui KPPN
- Lembar ke 2b. Untuk KPP melalui KPPN
- Lembar ke 3 untuk KPP melalui Penyetor
- Lembar ke 4 untuk bank persepsi

SURAT KETETAPAN PAJAK

Surat ketetapan pajak adalah catatan informasi keuangan suatu perusahaan pada
suatu periode akuntansi yang dapat digunakan untuk menggambarkan kinerja perusahaan
tersebut. Laporan keuangan adalah bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan
yang lengkap biasanya meliputi :
1. Surat Tagihan Pajak (STP) adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi

administrasi berupa bunga dan/atau denda. Timbulnya Surat Tagihan Pajak (STP) adalah
karena keterlambatan kewajiban melaporkan (Denda Pasal 7), keterlambatan
pembayaran, atau karena terdapat kekurangan pembayaran dari yang seharusnya, dan
tunggakan pajak yang terlambat dibayar (STP bunga Penagihan). Pokok pajak dari
kekurangan pembayaran ini dapat menjadi kredit pajak yang sifatnya mengurangi jumlah
pajak yang harus dibayar dalam perhitungan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT
Tahunan).
2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan
pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih
harus dibayar.
3. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar
daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang. Timbulnya pajak lebih bayar
ini disebabkan karena kredit pajak yang lebih besar daripada pajak yang seharusnya
dibayar. Untuk SPT masa PPN bisa disebabkan karena dalam transaksi awal telah
dipungut PPN oleh bendaharawan atau pemungut pajak, juga karena adanya transaksi
ekspor yang memiliki tarif pajak 0% sehingga selisih lebih bayar karena kredit pajak
masukan telah dibayar PPN 10%. Sedangkan dalam SPT Tahunan PPh disebabkan karena
kredit pajak yang lebih besar dibandingkan pajak yang seharusnya terutang sehingga
menyebabkan lebih bayar. Untuk mengembalikan kelebihan pajak ini kepada Wajib Pajak
yang bersangkutan dilakukan pemeriksaan untuk membuktikan bahwa dokumen dan
data-data terkait telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan.
4. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan
jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang
dan tidak ada kredit pajak.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan. Timbulnya ketetapan ini
biasanya dikarenakan adanya data baru yang belum terungkap pada saat pemeriksaan
sebelumnya pada tahun pajak yang ber

KEBERATAN

Keberatan adalah cara yang ditempuh oleh wajib Pajak jika merasa tidak/kurang puas
atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongan/pemungutan oleh
pihak ketiga.
Dalam pelaksanaan ketentua peraturan perundang-undangan perpajakan kemungkinan
terjadi bahwa Wajib Pajak (WP) merasa kurang/ tidak puas atas suatu ketetapan pajak yang
dikenakan kepadanya atau atas pemotongan/ pemungutan oleh pihak ketiga. Dalam hal ini WP
dapat mengajukan keberatan.
Hal-hal yang Dapat Diajukan Keberatan
Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan atas:

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB);

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT);

Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB);

Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN);

Pemotongan atau Pemungutan oleh pihak ketiga

Ketentuan Pengajuan Keberatan


Keberatan diajukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di tempat
WP terdaftar, dengan syarat:

Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia.

Wajib menyebutkan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau
dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan WP dan disertai alasan-alasan yang
jelas.

Satu keberatan harus diajukan untuk satu jenis pajak dan satu tahun/ masa pajak.

Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan


penagihan pajak dan keberatan yang tidak memenuhi syarat, dianggap bukan Surat
Keberatan, sehingga tidak diproses.
Jangka Waktu Pengajuan Keberatan

Keberatan harus diajukan dalam Jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKPKB,
SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak tanggal dilakukan pemotongan/ pemungutan oleh pihak
ketiga.
Untuk surat keberatan yang disampaikan langsung ke KPP, maka jangka waktu 3 (tiga)
bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak dilakukan
pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga sampai saat keberatan diterima oleh Kantor
Pelayanan Pajak.
Untuk surat keberatan yang disampaikan melalui pos (harus dengan pos tercatat), jangka waktu 3
bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak dilakukan
pemotongan/ pemungutan oleh pihak ketiga sampai dengan tanggal tanda bukti pengiriman
melalui Kantor Pos dan Giro.
Jika lewat tiga bulan, surat keberatan tidak dianggap karena tidak memenuhi syarat
formal.Tetapi juga membolehkan jangka waktu lebih dari tiga bulan jika dalam keadaan diluar
kekuasaannya. Inilah klausul yang sering dimanfaatkan oleh Wajib Pajak.Pengajuan Keberatan
tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.

Penyelesaian Keberatan
Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua betas) bulan sejak
tanggal surat keberatan diterima, harus memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan.
Apabila dalam jangka waktu 12 (dua belas ) telah lewat dan Direktorat Jenderal Pajak tidak
memberi suatu keputusan, maka keberatan yang diajukan tersebut dianggap diterima. Keputusan
keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak atau menambah besarnya
jumlah pajak terhutang.

Surat Keputusan Keberatan


Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap surat
ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan
oleh Wajib Pajak.

Banding
SK Keberatan tidak dapat menjadi Wajib Pajak puas. Masih ada satu kesempatan lagi
bagi Wajib Pajak untuk menguji pendapatnya, yaitu melalui proses banding ke Pengadilan Pajak.
Tata Cara Pengajuan Permohonan Banding

Apabila WP tidak atau belum puas dengan keputusan yang diberikan atas keberatan, WP
dapat mengajukan banding kepada Pengadilan Pajak, dengan syarat:

Tertulis dalam bahasa Indonesia,

Dalam jangka waktu 3 bulan sejak keputusan atas keberatan diterima.

Alasan yang jelas.

Dilampiri salinan Surat Keputusan atas keberatan.

Terhadap satu keputusan diajukan satu surat banding,

Jumlah pajak yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50%.

Pengajuan permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan


pelaksanaan penagihan pajak. Putusan Pengadilan Pajak bukan merupakan keputusan Tata Usaha
Negara.

DALUWARSA
Daluarsa merupakan suatu alat untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari
suatu perikatan dengan lewatnya waktu tertentu dan syarat yang ditentukan oleh undang-undang.

Pemeriksaan
Serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan atau bukti yg
dilaksanakan secara objetif dan profesional brdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji
kepatuhan kewajiban perpajakan dan atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Jenis Pemeriksaan
Berdasarkan dengan tujuan di atas, pelaksanaan pemeriksaan perpajakan terbagi menjadi 2 jenis
pemeriksaan, yaitu sebagai berikut :
Pemeriksaan Lapangan
Pemeriksaan lapangan dilakukan atas suatu jenis pajak atau seluruh jenis pajak untuk
tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya dan atau tujuan lain yang dilakukan di tempat
wajib pajak. Pemeriksaan lapangan ini dilaksanakan dapat dengan cara pemeriksaan lengkap atau
pemeriksaan sederhana. Pemeriksaan lengkap terhadap wajib pajak dilakukan dengan
menerapkan teknik-teknik pemeriksaan yang lazim digunakan dalam pemeriksaan pada
umumnya sedangkan pemeriksaan sederhana dilakukan dengan menerapkan teknik-teknik
pemeriksaan dengan bobot dan kedalaman yang sederhana sesuai dengan ruang lingkup
pemeriksaan.
Pemeriksaan lapangan dapat dilakukan dalam jangka waktu tempat bulan dan dapat
diperpanjang paling lama delapan bulan yang dihitung sejak Wajib Pajak datang memenuhi Surat
Panggilan dalam rangka pemeriksaan kantor sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan.
Pemeriksaan Kantor
Pemeriksaan kantor dilakukan atas suatu jenis pajak tertentu baik tahun berjalan dan atau
tahun-tahun sebelumnya yang dilakukan di kantor direktorat Jenderal Pajak. Pemeriksaan ini
hanya dapat dilaksanakan dengan pemeriksaan sederhana.
Pemeriksaan kantor dapat dilakukan dalam jangka waktu tiga bulan dan dapat
diperpanjang paling lama enam bulan yang dihitung sejak Wajib Pajak datang memenuhi Surat
Panggilan dalam rangka pemeriksaan kantor sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan.
Jangka Waktu Pemeriksaan

Pemeriksaan lapangan 4bln sjak SP2 trbit, dpt dprpanjang 8bln

Pemeriksaan kantor 3bln sjak SP2 trbit, dpt diperpanjang 6 bln

PENYIDIKAN
Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang
dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu
membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya

KEWAJIBAN DAN HAK WAJIB PAJAK


Dalam Undang-undang No. 28 Tahun 2007, Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan,
meliputi pembayaran pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan
kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Berikut adalah hak dan kewajibannya :
Kewajiban Wajib Pajak
1. Mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi
tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor
Pokok Wajib Pajak, apabila telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif.
2. Melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya
meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha dan tempat kegiatan usaha
dilakukan untuk dikukuhkan menjadi pengusaha Kena Pajak.
3. Mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia
dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, serta
menandatangani dan menyampaikan ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib
Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempa lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal
Pajak.
4. Menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dengan

menggunakan

satuan mata uang selain rupiah yang diizinkan, yang pelaksanaannya diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
5.

Membayar atau menyetor pajak yang terutang dengan menggunakan Surat Setoran Pajak
ke kas negara melalui tempat pembayaran yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan.

6. Membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan


perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak.

7. Menyelenggarakan pembukuan bagi Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan
usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak baan, dan melakukan pencatatan bagi Wajib
Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
8. Memperlihatkan dan/ atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi
dasarnya, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh,
kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak;
9. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dipandang perlu dan
memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan; dan/atau
10. Memberikan keterangan lain yang diperlukan apabila diperiksa

Hak-hak Wajib Pajak


Hak-hak wajib Pajak menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 adalah sebagai berikut:
1. Melaporkan beberapa Masa Pajak dalam 1(satu) Surat Pemberihatuan Masa.
2. Mengajukan surat keberatan dan banding bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu
3.

Memperpanjang jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak


Penghasilan untuk paling lama 2 (dua) bulan dengan cara menyampaikan pemberitahuan
secara tertulis atau dengan cara lain kepada Direktur Jenderal Pajak.

4. Membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan dengan menyampaikan


pernyataan tertulis, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak yang belum melakukan
tindakan pemeriksaan.
5. Mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
6. Mengajukan keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu:
a. Surat Ketetapan Kurang Bayar
b. Surat Ketetapan Kurang Bayar Tambahan

c. Surat Ketetapan Pajak Nihil


d.
e.

Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar atau


Pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.

7. Mengajukan permohonan banding kepada badan peradilan pajak atas Surat Keputusan
Keberatan.
8. Menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan
memenuhi

kewajiban

sesuai

dengan

ketentuan

peraturan

perundang-undangan

perpajakan.

A. Pembukuan, pemeriksaan dan peyidikan


1. Pembukuan
Pengertian Pembukuan yaitu suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk
mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal,
penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa
yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi
pada setiap Tahun Pajak berakhir.

Pembukuan wajib diselenggarakan oleh:


a. Wajib pajak (WP) badan
b. WP Orang Pribadi yang melakukan kegiatan/ pekerjaan bebas (dengan peredaran
bruto di atas 1,8 miliar rupiah setahun)

Syarat-syarat penyelenggaraan pembukuan/ pencatatan :

1) Diselenggarakan secara teratur dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang
sebenarnya dengan menggunakan Huruf latin, Angka arab, Satuan mata uang rupiah, dan
Disusun dalam bahasa Indonesia

2) Pencatatan dalam 1 tahun harus diselenggarakan secara kronologis


3) Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan
dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara
elektronik atau secara progam aplikasi online wajib pajak, harus disimpan selama 10
tahun di temat tinggal wajib pajak atau tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
4) Pencatatan terdiri atas data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau
penerimaan bruto dan/ atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung pajak
yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/ atau yang dikenakan
pajak yang bersifat final.
5)

Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan yang dikerjakan secara teratur


tentang catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan
dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.

6) Bagi wp yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha dan/ atau tempat usaha, pencatatan
harus dapat menggambarkan secara jelas untuk masing-masing jenis usaha dan/ atau
tempat usaha yang bersangkutan
7)

Selain menyelenggarakan pencatatan di atas, Wajib Pajak Orang Pribadi harus


menyelenggarakan pencatatan atas harta dan kewajiban.

Pengecualian pembukuan dan pencatatan


Wajib pajak yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan dan

melakukan pencatatan adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak wajib menyampaikan Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.
SANKSI PAJAK
Ada 2 macam Sanksi perpajakan :
1. Sanksi Administrasi
a. Sanksi Adrninistrasi Berupa Denda

Sanksi denda adalah jenis sanksi yang paling banyak ditemukan dalam UU
perpajakan. Terkait besarannya denda dapat ditetapkan sebesar jumlah tertentu,
persentase dari

jumlah tertentu, atau suatu angka perkalian dari jumlah tertentu.

Pada sejumlah pelanggaran, sanksi denda ini akan ditambah dengan sanksi
pidana. Pelanggaran yang juga dikenai sanksi pidana ini adalah pelanggaran yang
sifatnya alpa atau disengaja.
b. Sanksi Aministrasi Berupa Bunga
Sanksi administrasi berupa bunga dikenakan atas pelanggaran yang menyebabkan
utang pajak menjadi lebih besar. Jumlah bunga dihitung berdasarkan persentase tertentu
dari suatu jumlah, mulai dari saat bunga itu menjadi hak/kewajiban sampai dengan saat
diterima dibayarkan.
Terdapat beberapa perbedaan dalam menghitung bunga utang biasa dengan bunga
utang paiak. Penghitungan bunga utang pada umumnya menerapkan bunga majemuk
(bunga berbunga). Sementara, sanksi bunga dalam ketentuan pajak tidak dihitung
berdasarkan bunga majemuk.
Besarnya bunga akan dihitung secara tetap dari pokok pajak yang tidak/kurang
dibayar. Tetapi, dalam hal Waiib Paiak hanya membayar sebagian atau tidak membayar
sanksi bunga yang terdapat dalam surat ketetapan pajak yang telah diterbitkan, maka
sanksi bunga tersebut dapat ditagih kembali dengan disertai bunga lagi. Perbedaan
lainnya dengan bunga utang pada umumnya adalah sanksi bunga dalam ketentuan
perpajakan pada dasarnya dihitung 1 (satu) bulan penuh. Dengan kata lain, bagian dari
bulan dihitung 1 (satu) bulan penuh atau tidak dihitung secara harian.
c. Sanksi Administrasi Berupa Kenaikan
Jika melihat bentuknya, bisa jadi sanksi administrasi berupa kenaikan adalah
sanksi yang paling ditakuti oleh wajib Pajak. Hal ini karena bila dikenakan sanksi
tersebut, jumlah pajak yang harus dibayar bisa menjadi berlipat ganda. Sanksi berupa
kenaikan pada dasarnya dihitung dengan angka persentase tertentu dari jumlah pajak
yang tidak kurang dibayar.

Jika dilihat dari penyebabnya, sanksi kenaikan biasanya dikenakan karena Wajib
Pajak tidak memberikan informasi-informasi yang dibutuhkan dalam menghitung jumlah
pajak terutang.
2. Sanksi Pidana
Kita sering mendengar isilah sanksi pidana dalam peradilan umum. Dalam
perpajakan pun dikenai adanya sanksi pidana. UU KUP menyatakan bahwa pada
dasarnya, pengenaan sanksi pidana merupakan upaya terakhir untuk meningkatkan
kepatuhan Wajib Pajak.
Namun, pemerintah masih memberikan keringanan dalam pemberlakuan sanksi
pidana dalam pajak, yaitu bagi Wajib Pajak yang baru pertama kali melanggar ketentuan
Pasal 38 UU KUB tidak dikenai sanksi pidana, tetapi dikenai sanksi administrasi.
Pelanggaran Pasal 38 UU KUP adalah tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan
SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang
isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
Hukum pidana diterapkan karena adanya tindak pelanggaran dan tindak
kejahatan. Sehubungan dengan itu, di bidang perpajakan, tindak pelanggaran disebut
dengan kealpaan, yaitu tidak sengaja, lalai, tidak hati-hati, atau kurang mengindahkan
kewajiban pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
Sedangkan tindak kejahatan adalah tindakan dengan sengaja tidak mengindahkan
kewajiban pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
Meski dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, tindak pidana di
bidang perpajakan tidak dapat dituntut setelah jangka waktu 10 (sepuluh) tahun
terlampaui.Jangka waktu ini dihitung sejak saat terutangnya pajak, berakhirnya masa
pajak, berakhirnya bagian tahun pajak, atau berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan.
Penetapan jangka waktu 10 (sepuluh) tahun ini disesuaikan dengan daluarsa
penyimpanan dokumen-dokumen perpajakan yang dijadikan dasar penghitungan jumlah
pajak yang terutang, yaitu selama 10 (sepuluh) tahun.

Dalam UU Perpajakan Indonesia, ketentuan mengenai sanksi pidana pada intinya


diatur dalam Bab VIII UU KUP sebagai hukum pajak format. Namun, dalam UU
Perpajakan lainnya, dapat juga diatur sanksi pidana. Sanksi pidana biasanya disertai
dengan sanksi administrasi berupa denda, walaupun tidak selalu ada

TUGAS PERPAJAKAN
Perpajakan dan Tata Cara Perpajakan

Di susun oleh :
Divana Eka P
Nindya Tyas I
Annisa Ayu D
Noorhusaini
Abu Khair

(142130027)
(142130035)
(142130038)
(142130047)
(142130065)

Anda mungkin juga menyukai