TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Virus Hepatitis B (VHB)
3.1.1 Sejarah
Penyakit kuning (jaundice) dikenal sejak abad ke V sebelum Masehi di
Babilonia, yang kemudian ditulis oleh Hipocrates dalam De Morbus Internis,
Hipocrates menyatakan
sehingga ia
19
HBcAg, merupakan protein yang tidak larut sehingga dalam keadaan biasa tak
dapat dideteksi dalam serum. HBcAg membawa serta DNA VHB dan DNA
polimerase. Terdapatnya HBcAg dalam inti sel hati merupakan petunjuk terjadinya
replikasi VHB yang aktif. Anti-HBc, timbul antara 2-20 minggu setelah infeksi VHB
yang menunjukkan adanya antibodi humoral terhadap HBcAg baik fase akut maupun
kronis yang diikuti dengan kesembuhan. Bila IgM anti-HBc menetap lebih dari 6
bulan, merupakan petunjuk adanya replikasi virus yang masih aktif dan sebagai
petanda terjadinya hepatitis kronik (Craig, 1990).
HBeAg, merupakan komponen nukleokapsid seperti halnya HBcAg tetapi
mempunyai determinan antigenik yang berbeda serta dapat dideteksi dalam serum.
HBeAg muncul setelah kurang lebih satu minggu setelah timbulnya HBsAg, sebelum
ada tanda-tanda kerusakan hati secara biokimiawi dan biasanya menghilang dalam
waktu 2 minggu sedangkan HBsAg tetap terdeteksi. HBeAg biasanya ditemukan
bersamaan dengan titer tinggi HBsAg, DNA VHB dan DNA polimerase positif.
Karena HBeAg berada dalam nukleokapsid, bila terdeteksi berarti menunjukkan
bahwa partikel Dane yang tersebar banyak di dalam tubuh dan menggambarkan
bahwa penderita dalam keadaan yang sangat infeksius. Apabila ditemukan HBsAg
dan HBeAg yang positif, maka menunjukkan 1.000.000 kali lebih infeksius dari pada
HBsAg dengan anti-HBe positif. Anti-HBe akan terdeteksi bila HBeAg menghilang,
dan akan muncul bila pada penderita hepatitis B infeksinya sembuh spontan (Craig,
1990).
3.1.2 Epidemiologi
WHO memperkirakan infeksi hepatitis B kronik sedikitnya diderita oleh 300 juta
orang atau 5% dari jumlah penduduk dunia, dan prevalensi pengidap hepatitis B
tertinggi ada di Afrika dan Asia. Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun
2007 menunjukkan bahwa Hepatitis klinis terdeteksi di seluruh propinsi Indonesia
dengan prevalensi sebesar 0,6%. Hasil Riskesdas Biomedis tahun 2007 dengan
jumlah sampel 10.391 menunjukkan persentase HBsAg positif 9,4%. Sedangkan
angka penularan secara vertikal dari ibu pengidap VHB kepada bayinya cukup tinggi.
Berdasarkan penelitian beberapa rumah sakit di Indonesia, prevalensi HBsAg pada
ibu hamil berkisar 2,1-5,2% (Kemenkes RI, 2012).
20
Darah
Hati dan darah merupakan organ yang mengandung HBsAg dengan
konsentrasi tertinggi dibandingkan dengan organ lain.
b.
c.
d.
Urine
Dapat ditemukan sejumlah kecil partikel HBsAg namun belum dapat
dibuktikan secara pasti apakah urine menjadi sumber infeksi.
e.
f.
21
dan lain-lain.
d) Penyalahgunaan obat-obatan suntik
e) Ada anggota keluarga yang menderita infeksi VHB
f)
c.
ii. Penularan melalui selaput lendir atau mukosa yaitu melalui : mulut
misalnya dengan sikat gigi atau hubungan seks per oral dan hubungan
seksual terutama pada multi partner dan homoseksual.
b.
akut
atau
pengidap
persisten
VHB
kepada
bayi
yang
dikandungnya/dilahirkannya.
Penularan VHB vertikal dapat dibagi lagi menjadi :
i.
Penularan VHB in-utero, yaitu penularan yang terjadi ketika bayi masih
di dalam uterus. Mekanisme ini masih belum bisa diketahui secara pasti
22
karena salah satu fungsi dari palsenta adalah proteksi terhadap bateri
atau virus. Barier ini rupanya tidak begitu efektif karena apabila terjadi
robekan pada plasenta atau terganggunya barier plasenta menyebabkan
darah ibu dengan partikel Dane masuk ke dalam sirkulasi bayi akibat
kontraksi uterus dan pecahnya villi plasenta karena kontraksi uterus.
VHB diperkirakan masuk ke dalam peredaran darah bayi lebih dari 1
minggu sebelum terjadinya persalinan yang memungkinkan VHB telah
mengdakan replikasi di dalam sel hati sehingga mengakibatkan
tingginya jumlah partikel VHB. Bayi dikatakan mengalami infeksi inutero apabila dalam 1 bulan post partum (yang merupakan masa
inkubasi terpendek dari infeksi VHB) sudah menunjukkan HBsAg
positif.
ii. Penularan perinatal, yaitu penularan yang terjadi pada saat persalinan.
Penularan perinatal ini sampai sekarang belum diketahui secara pasti
bagaimana mekanismenya, berikut beberapa teori yang menjelaskan
kemungkinan terjadinya penularan ini, yaitu :
a) Melalui lesi kulit bayi pada saat persalinan
b) Melalui air ketuban yang tertelan oleh bayi
c) Melalui darah ibu yang tertelan oleh bayi
d) Melalui konjungtiva mata bayi atau selaput lendir yang lain
iii. Penularan post natal yaitu penularan yang terjadi setelah bayi lahir
misalnya melalui ASI yang diduga tercemar oleh VHB lewat luka kecil
dalam mulut bayi. Namun berdasarkan hal tersebut penularan pada
masa post natal tidak begitu besar apalagi bayi telah di vaksinasi atau
mendapat imunoglobulin hepatitis B segera setelah lahir.
23
maka
pengidap
24
Gejala klinis
Umumnya tidak menunjukkan gejala yang khas, namun adanya anamnesis yang
mendalam akan membantu tegaknya diagnosis, seperti tinggal di daerah endemis
atau ada anggota keluarga yang sakit Hepatitis B (Merri, 2001).
b.
Pemeriksaan laboratorium
SGPT dan SGOT akan meningkat, yang menunjukkan terjadi kerusakan dan
nekrosis sel hati. Pada kerusakan hepatosit gamma GT dan bilirubin juga akan
meningkat(Merri, 2001).
c.
d.
25
26
Keadaan ini juga tidak memerlukan perawatan di rumah sakit, namun perlu diberi
penjelasan tentang keadaannya, di mana seharusnya melahirkan dan adanya
penanganan khusus bagi ibu maupun bayi yang akan dilahirkan (Duff, 1998).
Sedangkan terhadap persalinannya, terjadinya hepatitis B pada kehamilan
bukanlah menjadi indikasi untuk melakukan abortus atau terminasi kehamilan.
Dengan pengobatan konservatif, kehamilan dipertahankan se-aterm mungkin.
Sampai saat ini peran seksio sesarea kontroversial, karena menurut Lee (1989) dalam
penelitiannya menyatakan bahwa bayi yang dilahirkan pervaginam dari ibu HBsAg
positif dan hanya diberi vaksinasi 39% akan terinfeksi, sedangkan yang dilahirkan
perabdominam 33% akan terinfeksi. Apabila diberi HBIg selain vaksinasi maka 20%
akan terinfeksi untuk yang lahir pervaginam dan 14% bila perabdominam. Perbedaan
tersebut ternyata tidak bermakna sehingga tindakan bedah seksio sesarea dilakukan
hanya apabila ada indikasi obstetri saja. Sedangkan ibu dengan HBsAg positif
apabila akan melahirkan dengan pervaginam maka hendaknya dibuat agar trauma
seminimal mungkin pada jalan lahirnya (Merri, 2001).
Tentang menyusui masih terdapat beberapa pendapat yang berbeda, meskupin
demikian kadar HBsAg dalam ASI rendah, dan belum dapat dibuktikan penularan
VHB melalui jalan ini. Kadar antigen pada ASI adalah rendah dan penularan melalui
mulut kurang efisien dibandingkan dengan parenteral, maka bahaya dari menyusui
tidaklah seberapa tinggi. Ibu dengan HBsAg diperbolehkan menyusui, terkecuali
terdapat luka pada puting susunya maka tidak diperbolehkan untuk menyusui (Merri,
2001).
27
Pemberian vaksinasi Hepatitis B saat bayi lahir , tergantung status HBsAg ibu
Error: Reference source not found
Bayi lahir dari ibu dengan status HbsAg yang tidak diketahui, HepB-1 harus
diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir, dan dilanjutkan pada umur 1
bulan dan 3-6 bulan. Apabila semula status HbsAg ibu tidak diketahui dan
ternyata dalam perjalanan selanjutnya diketahui bahwa ibu HbsAg positif
maka ditambahan Hepatitis B immunoglobulin (HBIg) 0,5 ml sebelum bayi
berumur 7 hari.
Bayi lahir dari ibu dengan status HbsAg-B positif: diberikan vaksin HepB-1
dan HBIg 0,5 ml secara bersamaan dalam waktu 12 jam setelah lahir
28
Ibu yang menderita hepatitis B akut atau uji serologis HBsAg positif, dapat
menularkan hepatitis B pada bayinya. Imunisasi hepatitis B pada bayi
disesuaikan oleh status HBsAg sebagaiman tertera table 3.1 berikut ini Error:
Reference source not found:
29
30
Prognosis untuk bayi tergantung dari komplikasi yang terjadi misalnya kelahiran
prematur. Disamping itu juga tergantung dari pengelolaan khusus untuk persalinan
dan post natal yang mencegah penularan vertikal dari ibu. Bila bayi tertular saat
neonatus maka 90% dari bayi yang tertular VHB ini akan menjadi pengidap VHB
kronik dan 40% diantaranya akan meninggal karena sirosis hati atau kanker hati
primer saat berusia 40 tahun. Apabila yang terinfeksi bayi perempuan maka infeksi
VHB akan diteruskan ke generasi berikutnya dan bayi yang mengalami infeksi
vertikal ini juga merupakan fokus infeksius untuk penyebaran horizontal (Merri,
2001).
31