Nama mahasiswa
Bagian
Periode
Judul
Pembimbing
Jakarta,
Februari 2016
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
ILUSTRASI KASUS
I. IDENTITAS
Data
Nama
Umur
Pasien
An. DA
6 tahun (7 Januari
Ayah
Tn. EL
38 Tahun
Ibu
Ny. YN
33 tahun
Jenis Kelamin
Alamat
2010)
Perempuan
Laki laki
Perempuan
Kp. Pabuaran RT 09 RW 01 Kelurahan Cimuning Kecamatan
Agama
Suku bangsa
Pendidikan
Pekerjaan
Penghasilan
Islam
Indonesia
SD
-
SMP
Ibu Rumah Tangga
-
Mendapatkan
No. RM
Tanggal Masuk
08690257
6 Januari 2016
Informasi
-
RS (IGD)
II. ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis kepada ibu dan ayah kandung pasien pada
tanggal 7 Januari 2016 di ruang PICU RSUD Kota Bekasi.
A. Keluhan Utama
Demam sejak lima hari sebelum masuk rumah sakit.
B. Keluhan Tambahan
Nyeri perut
Muntah
pada perut sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien juga pernah BAB
hitam 1 kali pada saat 2 hari sebelum masuk rumah sakit, selain itu pasien juga
mengalami mencret, mual dan sempat muntah sebanyak dua kali per hari, serta
nafsu makan yang berkurang. Mimisan, muntah darah, gusi berdarah disangkal
oleh orangtua pasien. Sebelumnya pasien sempat dirawat di RS Aprilia selama
dua hari dengan diagnosis demam typhoid, saat dirawat di RS Aprilia menurut
keterangan orangtua pasien, hasil pemeriksaan laboratorium darah pasien aitu
trombosit mengalami penurunan, pada pemeriksaan pertama sebanyak 270.000
dan pada pemeriksaan berikutnya 220.000, namun karena pasien memaksa
orangtua untuk segera pulang maka pasien keluar dari rumah sakit atas
permintaan sendiri (pulang paksa). 1 hari setelah pasien pulang dari RS Aprilia
nyeri pada perut bertambah dan disertai mual muntah, demam yang dialami
pasien sempat turun namun menurut keterangan keluarga tangan dan kaki pasien
menjadi lebih dingin dari biasanya dan pasien semakin lemas, oleh karena itu
orangtua pasien segera membawa pasien ke RS MH Thamrin dan dirujuk ke
RSUD Kota Bekasi. Didaerah rumah pasien memang ada yang terkena demam
berdarah.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit
Umur
Penyakit
Umur
Penyakit
Umur
Alergi
Seafood
Candidiasis
Jantung
Cacingan
Diare
Ginjal
DBD
Kejang
Darah
Thypoid
Gastritis
Radang paru
Otitis
Herpes
Tuberkulosis
Zooster
Parotis
Operasi
paru
-
Morbili
6 bulan
Pasien memiliki riwayat alergi pada seafood namun tidak memiliki riwayat
alergi lainnya seperti asma ataupun alergi obat. Pasien pernah mengalami diare
beberapa kali namun tidak cukup parah hingga harus dirawat di Rumah Sakit.
Pasien pernah mengalami sakit campak pada usia 6 bulan namun tidak dirawat
sampai dirawat di Rumah Sakit.
3
KEHAMILAN
Morbiditas kehamilan
Perawatan antenatal
Melakukan
pemeriksaan
Rumah Bersalin
Penolong persalinan
Bidan
Cara persalinan
Normal
Masa gestasi
40 Minggu
Berat lahir 3000 g
KELAHIRAN
Panjang badan 47 cm
Keadaan bayi
: 5 bulan
Duduk
: 7 bulan
Merangkak
: 8 bulan
Berdiri
: 10 bulan
Berjalan
: 11 bulan
Berbicara
: 13 bulan
Gangguan perkembangan
:-
Kesan
H. Riwayat Makanan
4
Umur (bulan)
ASI/PASI
Buah/biscuit
Bubur susu
Nasi tim
0-2
ASI
2-4
ASI
4-6
ASI
6-8
ASI + Susu
formula
8-10
ASI + Susu
formula
10-12
ASI + Susu
formula
Kesan: Pasien mendapatkan ASI sejak lahir hingga usia 6 bulan, dilanjutkan dengan
ASI dan PASI setelah berusia 6 bulan.
I. Riwayat Imunisasi :
Vaksin
Dasar (umur)
Ulangan (umur)
BCG
2 bulan
DPT/DT
2 bulan
4 bulan
6 bulan
POLIO
Lahir
2 bulan
4 bulan
CAMPAK
9 bulan
24 bulan 6 tahun
HEPATITIS B
Lahir
1 bulan
6 bulan
Kesan: Riwayat imunisasi dasar lengkap dan belum pernah mendapat imunisasi
ulangan.
J. Riwayat Perumahan dan Sanitasi :
Pasien tinggal di rumah pribadi, dua tingkat, dinding terbuat dari tembok, atap
terbuat dari genteng, dan ventilasi cukup. Menurut pengakuan keluarga pasien,
keadaan lingkungan rumah padat, ventilasi, dan pencahayaan baik, sumber air
bersih berasal dari PAM, sumber air minum dari galon. Ibu pasien mengakui
sering menampung air dikamar mandi, namun tidak ada tempat tampungan
genangan di tempat lainnya misalnya di pot. Rumah pasien bersebelahan dengan
usaha limbah pabrik milik keluarga. Menurut keterangan ibu pasien tempat usaha
limbah pabrik cukup bersih karena barang diangkut setiap hari dan setiap
pengangkutan tempat tersebut selalu dibersihkan.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan dilakukan di PICU pada tanggal 7 Januari 2016 pukul 12.00.
Status generalis (Anak Perempuan, 6 tahun, BB: 15 kg, TB: 115 cm)
5
a. Keadaan umum
b. Tanda Vital
Kesadaran
Frekuensi nadi
Frekuensi pernapasan
Suhu tubuh
Tekanan darah
: Compos mentis
: 142 x/m, lemah
: 57 x/m
: 37,70C
: 93/65 mmHg
c. Data antropometri
Berat badan
: 15 kg
Tinggi badan
: 115 cm
Status gizi berdasarkan Waterlow:
d. Kepala
Bentuk
Rambut
Telinga
+, RCTL +/+
: Normotia, serumen -/-.
Hidung : Bentuk normal, NCH +/+, sekret -/-, konka,
oedem-, hiperemis -, terdapat hematom -
Mulut
Kusmaul Palpasi
: Gerak napas simetris, vocal fremitus melemah disebelah
kanan
Perkusi
: Redup pada hemithorax kanan
Auskultasi
Pulmo
: Suara napas lemah pada hemithorax kanan, ronki +/+,
wheezing -/Cor
: BJ I dan II reguler, murmur -, gallop
f. Abdomen
Inspeksi
: Perut membuncit, asites
Auskultasi : Bising usus 6x/menit
7
Palpasi
Hasil
Unit
Nilai Rujukan
Leukosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
Imunoserologi
CRP Kualitatif
Kimia Klinik
10,6
12,7
38
37
ribu/ul
g/dl
%
ribu/uL
5-10
12-16
40-54
150-400
Fungsi Hati
Protein total
Albumin
Globulin
SGOT
SGPT
Fungsi Ginjal
Ureum
Kreatinin
Diabetes
Non-reaktif
Non-reaktif
3,70
1,83
1,87
133
43
g/dL
g/dl
g/dL
U/L
U/L
6,6-8,0
3,5-4,5
1,5-3,0
<37
<41
27
0,73
mg/dl
mg/dl
20-40
0,5-1,3
63
mg/dl
60-110
Natrium (Na)
133
mmol/L
135-145
Kalium (K)
4,4
mmol/L
3,5-5,0
Clorida (Cl)
95
mmol/L
94-111
Glukosa Darah
Sewaktu
Elektrolit
V. RESUME
8
dengan tempat limbah pabrik, didalam rumah, ibu pasien suka menampung air
didalam bak mandi, Disekitar rumah pasien memang ada yang terkena demam
berdarah.
VI. DIAGNOSIS KERJA
Dengue Shock Syndrome
VII. DIAGNOSIS BANDING
Observasi syok :
o Hipovolemik
Perdarahan Akut
o Septik
VIII. PEMERIKSAAN ANJURAN
NS1
IX. PENATALAKSANAAN
Infus 2 line
10
X. PROGNOSIS
Ad vitam
Ad fungsionam
Ad sanationam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
XI. FOLLOW UP
6 Januari 2016
o Pasien masuk IGD RSUD Kota Bekasi dengan keluhan rujukan dari RS
MH Thamrin dengan diagnosis DSS. Keluhan saat ini : demam, nyeri
perut, mual dan muntah, tidak nafsu makan, lemas, tangan dan kaki pasien
teraba dingin oleh orangtua.
o Pemeriksaan fisik :
AVPU : Alert
PAT :
A : tonus, interactivity, look, cry dan speech +
B : nASAL , NCH (-), retraksi (+)
C : sianosis (-), pallor (-), CRT >2 detik
Tanda vital
Tekanan darah : 90/50 mmHg
Nadi : 140 x/menit
Pernapasan : 24 x/menit
Suhu : 36,3
o Pemeriksaan penunjang :
Laboratorium tanggal 6 Januari 2016 jam 05.05 (IGD)
Nama Test
Darah Rutin DHF
Hasil
Unit
Nilai Rujukan
Leukosit
5,5
ribu/ul
5-10
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
16,9
48,7
34
g/dl
%
ribu/ul
12-16
40-54
150-400
11
Nama Test
Darah Rutin
Hasil
Unit
Nilai Rujukan
3
11,1
5,30
15,6
45,4
Mm
ribu/ul
juta/ul
g/dl
%
0-10
5-10
4-5
12-16
40-54
85,6
29,4
34,3
25
fL
Pg
%
ribu/ul
75-87
24-30
31-37
150-400
o Terapi :
IGD :
Infus RL 20 tpm
Infus Gelofusin 10 tpm
Ranitidin 2x20mg
Imunos 1x1cth
Paracetamol syrup 3x5ml
Ceftriaxone 2x350mg
Pemeriksaan rontgen thoraks RLD dan cek laboratorium H2TL
Melati (instruksi dr. Yanti, Sp.A pukul 06.38) :
Resusitasi cairan RL 150cc
12
Nama Test
Darah Rutin DHF
Hasil
Unit
Nilai Rujukan
Leukosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
Imunoserologi
CRP Kualitatif
Kimia Klinik
10,6
12,7
38
37
ribu/ul
g/dl
%
ribu/uL
5-10
12-16
40-54
150-400
Fungsi Hati
Protein total
Albumin
Non-reaktif
3,70
1,83
Non-reaktif
g/dL
g/dl
6,6-8,0
3,5-4,5
13
Globulin
SGOT
SGPT
Fungsi Ginjal
Ureum
Kreatinin
Diabetes
1,87
133
43
g/dL
U/L
U/L
1,5-3,0
<37
<41
27
0,73
mg/dl
mg/dl
20-40
0,5-1,3
Glukosa Darah
63
mg/dl
60-110
Natrium (Na)
133
mmol/L
135-145
Kalium (K)
4,4
mmol/L
3,5-5,0
Clorida (Cl)
95
mmol/L
94-111
Sewaktu
Elektrolit
Hasil
Unit
Nilai Rujukan
Leukosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
10
11,9
35,4
40
ribu/ul
g/dl
%
ribu/uL
5-10
12-16
40-54
150-400
: 0%
: 0%
: 0%
: 0%
: 0%
Eosinofil
Batang
Segmen
Limfosit
Monosit
: 0%
: 3%
: 32%
: 55%
: 10%
14
Kesan
Anjuran
: - Pemantauan hematologi
- Work up DIC : PT, APTT, Fibrinogen, Ddimer
o Terapi :
RL 50cc/jam
Tridex plain 30cc/jam
Gelofusin 15cc/jam
Albapure 20% 50cc
Ceftriaxone 2x350mg
Rantin 2x1 amp
8 Januari 2016
o Keluhan :
Batuk, bengkak dan sesak berkurang, nyeri perut berkurang
o Pemeriksaan fisik :
Tanda vital
Tekanan darah : 102/68
Nadi : 122 x/menit
Pernapasan : 47x/menit
Suhu: 36,3
Mata : edem palpebra +/+ (membaik)
Thoraks : suara napas melemah pada hemithoraks kanan, ronkhi +/+,
Hasil
Leukosit
6,9
Hemoglobin
11
Hematokrit
32,5
Trombosit
110
o Terapi :
RL 50cc/jam
Tridex plain 30cc/jam
Gelofusin 15 cc/jam
Ceftriaxone 2x350mg
Rantin 2x1 amp
Pindah bangsal melati
Unit
Nilai Rujukan
ribu/ul
g/dl
%
ribu/uL
5-10
12-16
40-54
150-400
15
10 Januari 2016
o Keluhan :
Batuk
o Pemeriksaan fisik :
Tanda vital
Tekanan darah : 110/70
Nadi : 128 x/menit
Pernapasan : 24 x/menit
Suhu : 36,3
Mata : dalam batas normal
Thoraks : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Ekstremitas : rash convalescent
o Pemeriksaan penunjang :
Laboratorium tanggal 10 Januari 2016 jam 08.06
Nama Test
Darah Rutin DHF
Hasil
Unit
Nilai Rujukan
Leukosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
4,9
11,0
31,4
252
ribu/ul
g/dl
%
ribu/uL
5-10
12-16
40-54
150-400
o Terapi :
KaEn 3A 10 tetes makro
Ceftriaxone 2x350mg
Rantin 2x1 amp
Acc pulang oleh dr. Charles, Sp.A (13.17 WIB)
16
BAB III
ANALISIS KASUS
Berdasarkan kriteria diagnosis demam berdarah dengue menurut WHO tahun 2009
demam berdarah dengue dapat ditegakkan apabila didapatkan minimal 2 kriteria klinis
dan 1 kriteria laboratorium. Adapun kriteria klinis dari demam berdarah dengue
berupa :
Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus
selama dua sampai tujuh hari. Demam terjadi akibat reaksi antigen antibodi
yang memicu keluarnya mediator inflamasi terutama IL-1, IFN-gamma, TNFalfa, IL-2 dan histamin, dimana IL1, TNF-alfa dan IFN gamma dikenal
sebagai pirogen endogen yang dapat menimbulkan demam dimana IL-1
bekerja langsung pada pusat termoregulator sedangkan TNF-alfa dan IFNgamma bekerja untuk merangsang pelepasan IL-1. IL-1 dapat merubah asam
arakidonat menjadi prostaglandin-E2, selanjutnya PGE2 akan berdifusi ke
hipothalamus atau berekasi dengan cold sensitive neurons dengan hasil akhir
peningkatan thermostatic set point yang menyebabkan aktivasi sistem saraf
simpatis untuk menahan panas (vasokonstriksi) dan memproduksi panas
terdapat
teori
yang
menghubungkan
trombositopenia
dengan
perifer dengan penurunan perfusi pada kulit yang menyebabkan akral menjadi
dingin dan memanjangnya capilary refill time, pada keadaan syok juga terjadi
penurunan cardiac output yang menyebabkan hipotensi pada pasien
didapatkan tekanan darah yang rendah, nadi yang cepat dan lemah, kaki dan
tangan yang dingin serta CRT > 2 detik terutama pada 2 hari pertama dirawat
di rumah sakit.
Adapun kriteria laboratorium berupa :
Trombositopenia (kadar trombosit kurang dari atau sama dengan 100.000u/uL)
terapi
cairan,
terjadi
efusi
pleura/pericardial,
asites
dan
19
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus dengue yang masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypti
(WHO, 2009). Penyakit DBD adalah penyakit yang ditandai dengan : (1) demam
tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus selama 2-7
hari; (2) perdarahan (ptekie, purpura, perdarahan konjungtiva, epsitaksis,
ekimosis, perdarahan mukosa, perdarahan gusi, hematemesis, melena, hematuri)
termasuk uji tourniquet positif; (3) trombositopenia (jumlah trombosit kurang
dari 100.000/uL); (4) hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit lebih dari 20%);
dan (5) disertai dengan atau tanpa pembesaran hati (hepatomegali) (Depkes
2005). Dengue Syok Syndrome (DSS) sebagai manifestasi klinis Demam
Berdarah Dengue (DBD) dengan ditandai syok yang dapat mengancam
kehidupan penderita.
B. Epidemiologi
Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke -18, seperti yang
dilaporkan oleh David Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu
infeksi virus dengue menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai penyakit
demam lima hari (vijfdaagse koorts) kadang-kadang disebut juga sebagai demam
sendi (knokkel koorts). Disebut demikian karena demam yang terjadi menghilang
dalam lima hari, disertai dengan nyeri pada sendi, nyeri otot, dan nyeri kepala.
Pada masa itu infeksi virus dengue di Asia Tenggara hanya merupakan penyakit
ringan yang tidak pernah menimbulkan kematian.
Tetapi sejak tahun 1952 infeksi virus dengue menimbulkan penyakit
dengan manifestasi klinis berat, yaitu DBD yang ditemukan di Manila, Filipina.
Kemudian ini menyebar ke negara lain seperti Thailand, Vietnam, Malaysia, dan
20
Indonesia. Pada tahun 1968 penyakit DBD dilaporkan di Surabaya dan Jakarta
dengan jumlah kematian yang sangat tinggi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus
DBD sangat kompleks, yaitu (1) Pertumbuhan penduduk yang tinggi, (2)
Urbanisasi yang tidak terencana & tidak terkendali, (3) Tidak adanya kontrol
vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis, dan (4) Peningkatan sarana
transportasi. Morbiditas dan mortalitas infeksi virus dengue dipengaruhi berbagai
faktor antara lain status imunitas pejamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi
virus dengue, keganasan (virulensi) virus dengue, dan kondisi geografis setempat.
Dalam kurun waktu 30 tahun sejak ditemukan virus dengue di Surabaya dan
Jakarta, baik dalam jumlah penderita maupun daerah penyebaran penyakit terjadi
peningkatan yang pesat. Sampai saat ini DBD telah ditemukan di seluruh propinsi
di Indonesia, dan 200 kota telah melaporkan adanya kejadian luar biasa.
Incidence rate meningkat dari 0,005 per 100,000 penduduk pada tahun 1968
menjadi berkisar antara 6-27 per 100,000 penduduk. Pola berjangkit infeksi virus
dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada suhu yang panas (2832C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes akan tetap bertahan hidup
untuk jangka waktu lama. Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban tidak
sama di setiap tempat, maka pola waktu terjadinya penyakit agak berbeda untuk
setiap tempat. Di Jawa pada umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai awal
Januari, meningkat terus sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekitar bulan
April-Mei setiap tahun.
C. Etiologi
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan
virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses)
yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan
mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu ; DEN-1, DEN2, DEN-3, DEN-4. Infeksi salah
satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan,
sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga
tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain
tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3
atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan
di berbagai daerah di Indonesia. Di Indonesia, pengamatan virus dengue yang
dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa
21
Gambar 1.
Patofisiologi
Syok pada
DBD
22
Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan
pada seorang pasien, respons antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu
beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan
menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Disamping itu, replikasi virus
dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat
terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan
terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang
selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan
C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding
pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke ruang
ekstravaskular. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang
sampai lebih dari 30 % dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma
ini terbukti dengan adanya peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar
natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites).
Syok yang tidak ditanggulangi secara adekuat, akan menyebabkan asidosis dan
anoksia, yang dapat berakhir fatal; oleh karena itu, pengobatan syok sangat
penting guna mencegah kematian.
Hipotesis kedua, menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus
binatang lain dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus
mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk
sehingga dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia. Sebagai
tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi selain
mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan
mengaktivitasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah.
Kedua faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi
trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada
membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di phosphat),
sehingga trombosit melekat satu sama lain. Hal ini akan menyebabkan trombosit
dihancurkan
oleh
RES
(reticulo
endothelial
system)
sehingga
terjadi
jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi
koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi
sistem kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat
mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh
trombositpenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi
trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya, perdarahan akan
memperberat syok yang terjadi.
sleuruh tubuh dan sakit kepala. Beberapa pasien juga mengeluhkan kesulitan
untuk menelan, nyeri tenggorokan, nyeri pada daerah epigastrium dan nyeri
pada sekitar bola mata. Pasien sering mengeluh tidak nafsu makan, mual dan
muntah.
2. Fase Kritis
Suhu tubuh pada fase kritis menurun sekitar 37,5 sampai 38 derajat
celcius atau justru berada dibawahnya, umumnya terjadi pada hari ketiga
sampai kelima demam. Pada fase kritis terjadi peningkatan permeabilitas
kapiler yang menyebabkan kebocoran plasma. Fase kritis berlangsung antara
24-48 jam, apabila tidak terjadi kebocoran plasma, maka kondisi pasien ajan
membaik, tetapi jika terjadi kebocoran plasma maka keadaan pasien akan
memburuk. Kebocoran plasma yang berkepanjangan dan keterlambatan
terapi dapat menyebabkan syok. Pada fase ini pasien harus dirawat dirumah
sakit karea memerlukan pengawasan ketat.
3. Fase Penyembuhan
Pasien yang telah melewati fase kritis, terjadi proses penyerapan
kembali cairan yag berlebih pada rongga tubuh dalam waktu 2 sampai 3 hari
dan secara bertahap kondisi pasien secara keseluruhan akan membaik.
25
27
hingga kurang lebih 10 bulan. Pada tahap penyembuhan awal, jumlah IgM lebih
rendah pada infeksi sekuder dibandingkan pada infeksi primer dan dalam
beberapa kasus tidak dapat dideteksi tergantung dari jenis pemeriksaan yang
dilakukan. Untuk membedakan infeksi dengue primer dan sekunder, rasio
antibodi IgM / IgG sekarang lebih umum digunakan dibandingkan dengan
haemagglutination inhibition test.
Gambar 4. Metode Diagnostik DBD WHO 2009
Pada pemeriksaan laboratorium trombositopeni dan hemokonsentrasi
merupakan kelainan yang selalu ditemukan pada DBD. Penurunan jumlah
trombosit < 100.000/pl biasa ditemukan pada hari ke-3 sampai ke-8 sakit, sering
terjadi
sebelum
atau
bersamaan
dengan
perubahan
nilai
hematokrit.
28
100.000u/uL).
Terjadi kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler,
yang ditandai dengan peningkatan hematokrit lebih dari atau sama
dengan 20% dari standar, penurunan hematokrit lebih dari atau sama
dengan
20%
setelah
mendapat
terapi
cairan,
terjadi
efusi
29
keadaan dehidrasi dapat diatasi anak diberikan cairan rumatan 80-100 ml/kg BB
30
dalam 24 jam berikutnya. Bayi yang masih minum asi, tetap harus diberikan
disamping larutan oiarit. Bila terjadi kejang demam, disamping antipiretik
diberikan antikonvulsif selama demam. Untuk pemberian cairan rumatan dapat
menggunakan formula dari Holiday Segar dengan rincian sebagai berikut :
Berat Badan (kg)
Rumatan
10 kg
100cc/kgbb
10-20kg
1000cc/kg + 50cc/kg
>20kg
1500cc/kg + 20cc/kg
Setiap derajat C kenaikan temperature cairan yang diberikan
ditambah 12% dari jumlah cairan rumatan
Tabel 2. Cairan Rumatan
Pada fase demam
pengawasan tanda-tanda vital, keluhan mual dan muntah, nyeri abdomen, terjadi
akumulasi cairan pada rongga tubuh, adanya pelebaran hati lebih dari sama
dengan 2cm dan perdaraha yang timbul.
Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang mungkin terjadi.
Periode kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada umumnya hari ke
3-5 fase demam. Pemeriksaan kadar hematokrit berkala merupakan pemeriksaan
laboratorium yang terbaik untuk pengawasan hasil pemberian cairan yaitu
menggambarkan derajat kebocoran plasma dan pedoman kebutuhan cairan
intravena. Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi sebelum dijumpai perubahan
tekanan darah dan tekanan nadi. Hematokrit harus diperiksa minimal satu kali
sejak hari sakit ketiga sampai suhu normal kembali. Bila sarana pemeriksaan
hematokrit tidak tersedia, pemeriksaan hemoglobin dapat dipergunakan sebagai
alternatif walaupun tidak terlalu sensitif, dapat dipertimbangkan dengan
menggunakan Hb. Sahli dengan estimasi nilai Ht = 3 x kadar Hb.
Pengawasan khusus yang diperlukan pada fase kritis meliputi pengawasan
tingkat kesadaran, tanda-tanda vital, intake dan output cairan, nyeri abdomen,
tanda akumulasi cairan pada rongga tubuh, adanya pelebaran hari lebih dari sama
dengan 2 cm dan perdarahan yang timbul. Pada fase ini dapat terjadi efusi pleura
dan asites. Pada pasien yang mengalami DSS harus segera mendapatkan terapi
oksigen dan infus untuk mengganti kekuranan cairan yang disebabkan oleh
kebocoran plasma darah.
Cairan intravena diperlukan apabila anak terus menerus muntah, tidak mau
minum, demam tinggi sehingga tidak rnungkin diberikan minum per oral dan
31
pasien stabil.
Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan, mengenai jenis cairan,
jumlah, dan tetesan, untuk menentukan apakah cairan yang diberikan sudah
mencukupi.
Jumlah dan frekuensi diuresis, pada pengobatan syok, kita harus yakin benar
bahwa penggantian volume intravaskuler telah benar-benar terpenuhi dengan
baik. Apabila diuresis belum cukup 1 ml/kg/BB, sedang jumlah cairan sudah
melebihi kebutuhan diperkuat dengan tanda overload antara lain edema,
pernapasan meningkat, maka selanjutnya furasemid 1 mg/kgBB dapat
diberikan. Pemantauan jumlah diuresis, kadar ureum dan kreatinin tetap
harus dilakukan. Tetapi, apabila diuresis tetap belum mencukupi, pada
umumnya syok belum dapat terkoreksi dengan baik, maka pemberian
dopamine perlu dipertimbangkan.
Pasien dapat dipulang apabila tampak perbaikan secara klinis, tidak
33
36
37
38
39
40
41
42
sesuai
protap,
memutuskan
mata
rantai
penularan
dengan
profesionalisme
pelaksana
program
(Direktorat
Jenderal
DAFTAR PUSTAKA
44
Darwis D. Kegawatan Demam Berdarah Dengue Pada Anak. Sari Pediatri, Vol.
4, No. 4, Maret 2003: 156 162.
6. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Infeksi Virus Dengue.
IDAI. 2005.
7. IDAI. Buku Ajar Infeksi Pediatri Tropis. Infeksi Virus Dengue. Badan Penerbit
IDAI; Jakarta. 2010.
45