Anda di halaman 1dari 9

KONFLIK SOSIAL

MENGENAI DANA ASPIRASI DI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT


REPUBLIK INDONESIA

I.

PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan Negara kesatuan yang menganut system demokrasi, dimana
setiap kebijakan dilakukan secara demokrasi berdasarkan asas musyawarah untuk
mufakat, apabila terjadi jalan buntu terhadap pengambilan suatu keputusan maka akan
diadakannya voting (suara terbanyak). Dalam pengaplikasian system demokrasi ini
mengalami banyak hambatan dan tantangan. Hambatan dan tantangannya antara lain
adalah antara penegakan hukum dan kekuasaan sering terjadi gesekan-gesekan.
Pasca Reformasi 1998, rakyat memegang kekuasaan mutlak, dimana pada saat itu
runtuhnya rezim orde baru. Hal ini dapat ditunjukkan dengan semakin kuatnya fungsi
legislatif di dalam pemerintahan. Perubahan-perubahan kekuasaan ini antara lain adalah
dengan adanya pemilihan umum secara langsung yaitu rakyat dapat memilih anggota
legislatif dan Presiden secara langsung. Berbeda dengan zaman orde baru Presiden dipilih
oleh anggota legislatif.
Dalam masa pemerintahan Reformasi dari masa Presiden B.J. Habibie sampai
dengan Presiden Susilo Bambang Yudoyono tampak jelas perubahan yang dinamis dan
baik. Kedudukan lembaga-lembaga lainnya legislatif dan yudikatif setara dengan
eksekutif. Eksekutif masih memiliki kekuasaan penuh karena menganut system
presidential, namun tetap diimbangi oleh lembaga legislatif. Terjadi 4 kali amandemen
atau perubahan Undang-Undang Dasar 1945 yang menyangkut dwifungsi ABRI,
penegakan HAM dan otonomi daerah. Eksekutif dibantu oleh jajaran menteri, diberi
ruang yang cukup besar untuk mengelola Negara dan memaksimalkan upaya

kesejahteraan masyarakat dengan regulasi-regulasi yang berdasar kepada persetujuan


DPR.
Lembaga legislatif ini terbagi menjadi 3 (tiga) lembaga yaitu MPR, DPR dan
DPD. MPR tidak lagi menjadi lembaga tinggi Negara, melainkan setara dengan lembaga
lainnya. MPR tidak lagi merumuskan dan menetapkan GBHN karena GBHN telah
dihapuskan, mengikut pada program eksekutif terpilih. ANggota DPR terdiri dari anggota
DPR dan DPD. MPR sebagai lembaga legislatif kini tidak lagi memiliki kewewenangan
super bahkan tidak dapat menjatuhkan atau mancabut mandat Presiden, karena Presiden
bertanggungjawab kepada rakyat. MPR hanya terlihat eksis satu-satunya pada pelantikan
Presiden dan wakilnya. DPR sebagai lembaga legislatif di Era Reformasi layaknya
lembaga tinggi karena segala sesuatu yang akan dilaksanakan oleh pemerintahan baik
berupa program, kebijakan,regulasi yang bersifat politis harus mendapat persetujuan
DPR.
Fungsi utama DPR ada 3 (tiga) yaitu anggaran, pengawasan dan pembuatan
regulasi atau Undang-Undang. DPD idealnya merupakan wakil daerah yang menjadi
representasi daerah di pusat. Namun pada perkembangannya, DPD tidak berfungsi
dengan baik karena menurut struktur dan pola kerja tiga lembaga Negara, DPD lah yg
kedudukannya paling lemah, karena tidak memiliki fungsi strategis melainkan seperti
hanya sebagai peninjau dan pelengkap saja. Anggaran yang dikucurkan kepada DPD
ditenggarai banyak diselewengkan untuk kepentingan pribadi. Hal yang aneh mengenai
kedudukan eksekutif dan yudikatif di Era Reformasi adalah system pemerintahan
Indonesia yang sangat dinamis. Sebuah system presidential yang memiliki cita rasa
parlementer. Hal ini dikarenakan pada beberapa kasus Parlemen atau DPR, seringkali
menempatkan dirinya seakan-akan dapat menghakimi dan mencabut mandate Presiden
dengan mosi tidak percayanya. Hal yang sama sekali tidak masuk akal pada system
presidensial kewenangan yang melampaui batas inilah yang seringkali membuat
hubungan Pemerintah dan Parlemen tidak harmonis.
Pada saat ini di Parlemen timbul wacana mengenai dana aspirasi, yang mana
setiap anggota Dewan mendapatkan untuk masing-masing Daerah Pemilihannya. Dana
aspirasi itu diberikan sebesar 20 milyar bertujuan untuk memperkuat keterwakilan

Anggota Dewan di Konstituennya masing-masing. Usulan ini muncul pada Program


Pembangunan Daerah Pemilihan (UP2DP). Namun dalam wacana pembahasan di DPR
terjadi banyak pertentangan, karena dikhawatirkan dalam pelaksanaannya di lapangan
akan terjadinya penyelewengan.

II.

PEMBAHASAN
Seperti kita ketahui pertama kali munculnya dana aspirasi pada UP2DP tersebut
yang mewakili 10 fraksi di DPR, termasuk di dalamnya PDIP, Golkar, dan juga
Hanurayang diketuai Wakil Ketua DPR Koordinator Bidang Keuangan Taufik Kurniawan
dengan 5 orang wakilnya. Kelima wakil itu selain dirinya juga ada Prof. Hendrawan
Supratikno (Fraksi PDI P), Bambang Priyanto (Fraksi Gerindra), Herman Khaeron
(Fraksi Demokrat), dan Toto Daryanto (Fraksi PAN). Fraksi-fraksi ini sudah beberapa
kali menggelar rapat dan bahkan kunjungan sosialisasi ke Jawa Timur.
Munculnya dana aspirasi ini memiliki legal standing dimana mengacu pada pasa
78 dan 80 Undang-Undang MD3 (MPR, DPR, DPD dan DPRD) mengenai penguatan
penyerapan darah pemilihan. Adapun mekanismenya sendiri diawali anggota DPR
menerima proposal dari masyarakat. Proposal itu lantas direkap untuk disampaikan
melalui mekanisme Fraksi dan di Paripurna kan, kemudian diserahkan ke Sekjen untuk
diteruskan ke Pemerintah. Proses berikutnya adalah Proses APBN yang dilakukan seperti
biasa. Dalam hal ini Pemerintah yang akan menentukan program-program pembangunan,
usulan mana yang akan dijadikan prioritas. Sementara untuk menghindari tumpang
tindih, program fiktif dan kickback akan disiapkan aturan dan tata caranya melalui
Peraturan DPR. Hal tersebut sudah didiskusikan oleh Kementrian Keuangan Direktur
Jenderal Anggaran bahwa petunjuk anggaran dan teknisnya itu sepenuhnya wilayah
pemerintah.
Adapun dengan munculnya wacana pembahasan dana aspirasi itu menimbulkan
konflik social, antara individu, kelompok dan pemerintah. Konflik antar individu antara
lain antar sesame anggota dewan, dan konflik antar kelompok adalah konflik antara

Fraksi yang ada di DPR dan Konflik pemerintah pelaksanaan dalam pemakaian anggaran
yang masuk dalam APBN.
Anggota Komisi IX memprediksikan setidaknya ada 2 konflik kepentingan yang
akan terjadi dalam proses realisasi dana aspirasi tersebut. Pertama, akan terjadi tarik
menarik kepentingan antar anggota DPR di Daerah Pemilihan yang sama. Menurut
anggota Komisi IX tersebut di setiap Daerah Pemilihan yang sama akan berebut
mendapatkan simpati masyarakat, sehingga iklim kontestasi saat Pemilu akan terulang
kembali, karena itu bisa munculnya konflk di masyarakat anggota DPR akan berebut
simpati pada masyarakat. Konflik kedua, akan terjadi ditengah masyarakat tidak
terakomodasinya aspirasi dalam skema realisasi dana aspirasi. Dana yang turun akan
berkutat pada konstituen anggota terkait saja tanpa ada pemerataan, padahal anggota
dewan merupakan representasi seluruh rakyat di Daerah Pemilihannya masing-masing
juga seluruh Indonesia sehingga tidak baik jika dikotak-kotakkan dalm definisi pemilihan
saja, sedangkan inti dari pembangunan itu adalah pemerataan, kita bukan wakil dari
fraksi atau parpol melainkan sudah wakil rakyat artinya seluruh rakyat yang ada di
Daerah Pemilihan kita adalah konstituen kita, tidak boleh lagi memilah-milah
konstituennya.
Konflik yang terjadi antar kelompok adalah konflik yang terjadi antar partai atau
fraksi yang ada di DPR.

Konflik yang terjadi antar anggota DPR dengan Pemerintah dalam wacana aspirasi ini adalah
Pemerintah tidak menyetujui dana aspirasi atau UP2DP dan munculnya wacana baru, yakni
usulan dana peningkatan dana bantuan untuk partai politik sehingga polemic dana aspirasi ini
tetap ramai.

Hukum secara etimologi adalah tujuan yang berarti arahan. Pengertian tujuan hukum adalah
sebuah kepastian

hokum

dalam

masyarakat dan harus pula bersindikat pada keadilan.

Sedangkan pengertian ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam memilih
dan menciptakan kemakmuran. Inti dari masalah ekonomi adalah adanya ketidakseimbangan
antara kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang jumlahnya
terbatas. (Makalah Budi Pratiko). Jadi keduanya sama- sama bertujuan untuk kesejahteraan
masyarakat luas.
Banyak factor-faktor yang mempengaruhi hukum, diantaranya factor ekonomi,
factor manajemen, factor politik , dan lain-lain.. Yang paling utama adalah factor hukum.
Aspek hukum ini penting karena menentukan dalam pengembangan usaha, boleh ada
tidaknya menciptakan lapangan pekerjaan ditentukan oleh hukum itu sendiri. Hal ini
dapat dibuktikan dengan enggannya investor asing untuk menanamkan modalnya ke
Indonesia

karena lemahnya hukum di Indonesia. Untuk hal ini masalahnya adalah

sangat menganggu dalam

pembuatan

izin usaha. Lemahnya hukum di Indonesia

mengakibatkan proses social tidak berjalan dengan baik dan mengakibatkan usaha tidak
sehat. Dalam

hal ini dapat dikatakan tidak ada lagi kegiatan ekonomi yang tidak

berkaitan dengan hukum. Sebaliknya tidak ada lagi kegiatan hukum yang tidak beraspek

ekonomi. Dengan demikian seseorang mempelajari hukum seharusnya mempelajari


ekonomi juga, demikian sebaliknya.
Hubungan antara hukum dan ekonomi yaitu ekonomi merupakan tujuan
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan, sedangkan hukum adalah
aturan atau tata tertib social yang didalamnya terdapat kegiatan ekonomi, seperti pada
pebisnis yang membutuhkan hukum dalam masalah ekonomi. Masyarakat pun bias
atau enggan mentaati hukum karena tujuan - tujuan lain untuk memperoleh keuntungan
ekonomi. Jika tidak melihat keuntungan ekonomis maka akan rugi dan tidak mentaati
hukum yang ada. Dengan demikian kedua aspek ini saling mempengaruhi timbal balik
bekerjanya satu sama lain. Hukum sebagai pengotrol perkembangan ekonomi dengan
peraturannya, sedangkan ekonomi sebagai bekerja hukum itu sendiri.
Pada dasarnya manusia harus berusaha dan berupaya untuk mempertahankan
keberlangsungan hidupnya, yaitu dengan cara melakukan kegiatan ekonomi atau bisnis.
Tentu dalam menjalankan bisnisnya manusia dituntut untuk mendapatkan keuntungan.
Mencari keuntungan merupakan usaha yang sah-sah saja, tetapi yang terpenting dalam
menjalankan usaha tersebut tidak mengesampingkan hukum, melanggar hukum atau
sering disebut legal atau illegal.
Hukum secara etimologis berasal dari law (inggris),recht (belanda),loi atau
droit(prancis ),ius(latin). Dalam bahasa Indonesia kata hukum diambil dari bahasa
arab yaitu hakama yahkumu hukman yang berarti memutuskan perkara.
Ekonomi berasal dari kata yunani oikonomia yang diciptakan oleh Xenophone
(440-335 SM) berasal dri kata oikos (rumah tangga), nomos (aturan). Jadi ekonomi
adalah aturan untuk mengelola rumah tangga baik dalam kehidupan keluarga,
perusahaan, Negara maupun hubangan internasional. Ekonomi merupakan suatu wadah
atau bentuk organisasi masyarakat yang memiliki tujuan memenuhi kebutuhan
masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dalam kegiatan ekonomi hukum sangat diperlukan, karena sumber-sumber
ekonomi yang terbatas disatu pihak dan tidak terbatasnya permintaan atau kebutuhan
akan sumber ekonomi dilain pihak agar dapat mencegah timbulnya konflik antar sesame

warga dalam memperebutkan sumber-sumber ekonomi tersebut. Hubungan hukum dan


ekonomi sangat erat. Sejarah pertumbuhan ekonomi dan perkembangan hukum di dunia
menunjukkan hal itu, Perkembangan ekonomi akan mempengaruhi peta hukum,
sebaliknya perubahan hukum akan memberikan dampak yang luas terhadap ekonomi.
Dengan adanya hukum ekonomi diharapkan pembangunan ekonomi akan berjalan secara
adil.
Hukum ekonomi adalah hukum yang berkaitan dengan berbagai aktivitas
ekonomi, dalam berbagai bidangnya ada yang diatur oleh hukum, Adapula yang tidak
atau belum diatur oleh hukum. Jadi ekonomi mempunyai ruang lingkup pengertian yang
luas, meliputi semua persoalan berkaitan dengan hubungan antara hukum dan kegiatankegiatan ekonomi. Hukum di Indonesia dibedakan menjadi 2 macam:
1. Hukum ekonomi pembangunan seluruh peraturan dam pemikiran hukum mengenai
cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi.
2. Hukum ekonomi sosial seluruh perturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara
pembagian hasil pembangunan ekonomi secara adil dan merata sesuai dengan hak
asasi manusia.
Hukum dalam negara Indonesia,salah satu contoh peristiwa pelanggaran hukum
yang terjadi di Indonesia adalah kasus korupsi yang terjadi di Kemenpora.Indikasi
korupsi diduga terjadi dalam proses pembangunan wisma atlet hambalang, mega proyek
yang diduga merugikan Negara milyaran rupiah itu dahulu tengah disorot public.
Proyek diatas tanah seluas 31 hektar itu juga menyimpan banyak kejanggalan, mulai dari
pemilihan lokasi, pengurusan izin, dam penentuan tender kontrak.Kabar amruknya tiga
titik bangunan dikomplek wisma atlit dan sport centre hambalang yang menelan biaya
Rp.1,2 Trilyun itu jadi pemicunya. Hal ini kemungkinan menjadi dasar KPK untuk
bertindak untuk menyelidikinya.
Adapun sejumlah

prinsip-prinsip hukum yang dipakai dalam perjanjian-

perjanjian internasional, ada tujuh diantaranya memiliki arti sangat penting yaitu
(dr.Hatta,SH,MH.Perdagangan Intenasional dalam system GATT dan WTO, Aspekaspek hokum dan non hokum, Refika Aditama,2006, Hal 54-56):

1. Prinsip minimum standart


2. Standart ofldentical treatment
3. Standart nasional treatment
4. Most Favoured treatment
5. Standart of the open door
6. Standart of preferencial treatment
7. Standart of equitable treatment
Selain itu pengaruh factor-faktor lain dalam hukum adalah dalam sumber-sumber
pengertian hukum dimana bahan-bahan hukum tersebut terbagi menjadi dua yaitu
bahan hukum primer dan sekunder. Yang termasuk bahan hukum primer adalah peraturan
perundang-undanangan dan putusan peradilan. Sedangkan bahan-bahan hukum sekunder
berupa buku-buku hukum, thesis, disertasi hukum dan jurnal-jurnal tentang hukum, dan
masih banyak lainnya. Pada hukum sekunder juga sangat dipengaruhi oleh perubahan
kondisi politik suatu Negara, misalkan Tiongkok yang dulunya merupakan Negara
komunis pada tahun 1971 masuk dalam WTO sehingga mengalami perubahan
ekonomi yang disebut mixed ekonomi, jadi politiknya tetap komunis tetapi ekonomi
internasionalnya menganut si stem kapitalis.Hal ini dapat dijadikan sebagai sumber
hukum sekunder yang mempengaruhi hokum tersebut .Sedangkan pada bahan-bahan
non hukum dipakai untuk mengidentifikasi dan menganalisa fakta-fakta secara akurat
dan menemukan isu hukum atas faktor tersebut, sehinga orang hukum juga
mempelajari

harus

factor-faktor non hukum guna mengungkap kasus-kasus yang ada.

(Prod,dr.Peter Mahmus marzuku,SH,MH,LL.M,Penelitian Hukum,Kencana prnada


media grup,2015, Hal 181-208).

Anda mungkin juga menyukai